HERMENEUTIK DALAM SEJARAH yang hilang
HERMENEUTIK DALAM SEJARAH
Pendahuluan
Hermeneutik secara sederhana disebut ilmu menafsir. Arti ini menjadi polemik di antara
orang percaya khususnya mahasiswa teologi dan para Pelayan Tuhan yang terlibat dalam
pelayanan mimbar1.
Jika disebut sebagai ilmu menafsir maka tentunya ini tidak terjadi secara instan tetapi
melalui proses yang cukup panjang sehingga Hemrmeneutik sebagai ilmu dpat dikenal dan
tentunya ini melibatkan proses sejarah. Itulah sebabnya maka sangat penting bagi seorang
penafsir untuk mengetahui sejarah hermeneutik karena dengan mengetahui sejarah
perkembangan penafsiran Alkitab maka seorang penafsir akan berusaha untuk menjadi lebih
handal dalam dunia penafsiran.
Ilmu hermeneutika adalah ilmu yang cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567
AD. Namun demikian prinsip-prinsip hermeneutik sebenarnya sudah dikenal sejak jaman
diaspora yaitu masa pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu maka untuk mempelajari
sejarah Hermeneutik, kita harus kembali paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir Jadi
maksudnya adalah kita harus kembali meneliti berbagai sumber tentang sejarah hermeneutik
sehingga ada penemuan informasi tentang hermeneutik.
A. HERMENEUTIK YAHUDI
Hermeneutik ornag Yahudi memainkan peranan yang cukup penting dalam sejarah
penafsiran. Tomatala Menegaskan bahwa orang yahudi memiliki sejarah penafsiran yang
cukup panjang, Ezra, seorang ahli taurat dilihat sebagai pelopor penafsiran pada zaman
itu, walaupun dalam arti sempit, Ezra hanyalah seorang penggiat yang mendalami hukum
musa (Ez. 7:6, 10-12, 21; Neh 9:12; 12:36). Dari Nehemia 8 ada penjelasan bahwa Ezra
juga dibantu oleh sekelompok rekannya yang bertugas mengajar rakyat (Neh 8:7-9) 2.
Karena banyak rakyat pada zaman itu dan kebutuhan penafsiran yang harus
menerjemahkan Alkitab ke dalam bahas Aram barulah menjelaskan kepada rakyat maka
penafsiran pada saat itu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kebutuhan
masyarakat pada waktu itu membuat Ezra dan kelompoknya disebut sebagai kelompok
1 Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa, (Jakarta: Cipta Varia Sarana, 2011), 1
2 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT,Cet- 5 , 1993)
29-30
ahli taurat dan berpengaruh dalam dunia penafsiran Alkitab 3. Perkembangan penafsiran
ini hanya dapat dibaca melalui berbagai karya misalnya literatur Apokrifa, talmut, karya
Philo. Dll.
Tradisi mencatat bahwa Hermeneutik Yahudi berkembang setelah bangsa Israel
kembali dari pembuangan di Babel hal ini bersamaan dengan penulisan kitab Ezra yaitu
sekitar tahun 460 SM4
Setelah kerajaan utara dikalahkan oleh Asyur pada tahun 721 SM dan Selatan pada
tahun 587, mereka ditawan dan pada tahun yang bersamaan, kehidupan mereka berubah
secara drastis, karena mereka hidup dalam situasi yang baru berinteraksi dengan dunia
baru dan dipengaruhi oleh dunia baru. Pengaruh interaksi dan situasi sangat berpengaruh,
baik secara sosial, politik, ekonomi dan unsur agama semua terpengaruh5.
Pengaruh-pengaruh dari dunia luar sangat mempengaruhi penafsiran hermeneutika
Yahudi. Dalam keadaan yang terpengaruh, orang Yahudi tetap beribadah kepada Allah
yang Monoteis6. Dalam ibadah, kitab suci diajarkan dan disanalah proses penafsiran
dikembangkan.
Menurut Rumahlatu, ada beberapa pola penafsiran yang berkaitan dengan ini adalah:
1). Penafsiran Harafia, Penafsiran ini dikembangkan oleh para rabi yang digagas dalam
bentuk sastra dengan cirikhas, Alkitab dipahami secara jelas, sedehana dan natural.
Penafsiran ini walaupunk awal-awalnya begitu menonjol tetapi kemudian redup karena
pola penafsiran ini telah diketahui oleh semua orang. 2). Penafsiran midrash. Pola
penafsiran ini adalah penafsiran yang dilakukan oleh rabi (orang Farsi). Pola penafsiran
ini berupaya menembus lapisan lebih dalam dari Alkitab dengan melihat Alkitab dari
berbagai sudut pandang sehingga mereka menemukan maknya dalam Alkitab yang
disebut dengan makna tersirat. 3). Penafsiran Pesher. Pola penafsiran ini adalah pola
penafsiran komunitas Qumran dengan penekanan utama pada eskatologi. 4). Penafsiran
Alegoris. Pola penafsiran ini adalah pola yang dikembangkan oleh Philo, seorang Yahudi
yang sangat terkenal yang merohanikan segala sesuatu. 5). Penafsiran tipologis. Pola
penafsiran ini adalah meunjukan korepondensi antara orang atau peristiwa yang ada pada
3 Ibid, 30
4 https//www.slideshare.net. Lenta Simbolon/Sejarah-hermeneutik. 21 Juli 2017
5 Ibid, 9
6 Monoteis berarti Allah yang Esa, yang dipercayai oleh orang Yahudi pada saat itu (Ulangan 6) Allah
yang tunggal.
masa lalu dengan apa yang ada pada masa kini7. Lima kelompok penafsiran di atas
dikategorikan sebagai cara penafsiran orang Yahudi Abad pertama8.
B. HERMENEUTIK APOSTOLIK
Hermeneutik Apostolik adalah hermeneutik yang mencakup riode ketika Yesus hidup
sampai kepada kehidupan para rasul. Metode herhemeneutik yang dipakai disini adalah
metode hermeneutik literal. Dengan inspirasi Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru
telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka.
Untuk memahami Hermeneutik Apostolik ini, maka kita harus mengerti bahwa ada
dua komponen utama yang terlibat di dalamnya yaitu:
1. Yesus Kristus adalah penafsir yang sempurna.
Dalam pengajaran kepada murid-mridNya, Yesus banyak memberikan penafsiran
Kitab Perjanjian Lama (Yoh. 5:39; Luk. 24:27, 44). Dengan cara demikian Yesus telah
membuka pikiran murid-muridNya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia
sendiri adalah firman yang menjadi manusia, menjadi jembatan yang menghubungkan
pikiran Allah dengan pikiran manusia.
Dari Pemakaian Perjanjian Lama oleh Tuhan Yesus, maka dapat disimpulkan
bahwa Yesus mempercayai catatan Perjanjian Lama adalah fakta sejarah, berkaitan
dengan itu, Sosanto menjelaskan bahwa yesus juga menggunakan beberapa model
penafsiran yaitu penafsiran pasher, harafiah dan midrash tetapi tidak menggunakan
pola penafsiran alegori9. Hal yang sangat ketat yang juga berkaitan dengan Perjanjian
Lama adalah bahwa Yesus menolak praktek zaman itu yang yang sering mengganti
Firman Allah dengan tradisi. Itulah sebabnya banyak teguran Yesus terhadap
penafsiran para ahli taurat (mis: Matius. 15:1-9; Mark. 7:1-7; Mat. 23:1-33; 22:29).
Dengan Contoh Penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mat. 10: 5, 6; 12:1-4,
15-21; 13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44;22:41-46; 24:36-39; Luk. 11:29,30, 21:20-24;
24:27-44).
2. Para Rasul adalah Penulis-penulis yang mendapatkan inspirasi dari Allah.
7 Diringkas dari tulisan, Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa... 9-11
8 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab..., 32
9 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.... 39
Para Rasul adalah contoh penulis-penulis Alkitab Perjanjian Baru yang
menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama dengan inspirasi yang Allah berikan kepad
mereka tanpa salah. Para rasul yang menulis Perjanjian Baru memperhatikan konteks
dari kutipan-kutipan Perjanjian Lama dan mengambil konteks-konteks tersebut
sebagai dasar argumen mereka, bukan hanya itu, mereka juga memperhatikan proses
sejarah agama Israel secara keseluruhan.
Para rasul menolak prinsip-prinsip penafsiran alegoris, atau tambahan-tambahan
dari tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi. Mereka juga menolak filsafat Yunani yang
mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru telah
menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna
bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran
yang dilakukan oleh para penulis Perjanjian Baru adalah: Rom. 3:1-23; 9:6-13; Gal.3:
1-29; 4:21-31; 1 Kor. 9:9-12; 10:1-11; Ibr. 6: 20-7:21; 8:8-12; 10:1-14, 37-11:40; 1
Pet. 2:4-10; 2 Pet. 3:1-13.
Susanto ketika mengutip pendapat Richerd Longenecker dalam bukunya Biblical
Exegesis In The Apostolic Period mengambil kesimpulan bahwa dalam penafsiran
Perjanjian Lama penulis Perjanjian Lama selalu sadar akan: Kepentingan
Kristosentris dalam penafsiran mereka, memiliki persamaan dengan presuposisi dan
cara dasar penafsiran orang yahudi dan penafsiran mereka berbeda dengan penafsiran
dari orang yahudi yang kemudian berkembang jadi rumit10
C. HERMENEUTIK BAPAK-BAPAK GEREJA ((95-600 M)
Priode ini adalah priode setelah para rasul mati yang disebut abad pertengahan. Yang
digolongkan dalam beberapa pembagian masa yaitu:
1. Clement Dari Roma sampai Ireneaus (95-202).
Pada masa ini, tidak ada catatan historis mengenai perkembangan metode penafsiran.
Pada masa ini, ada dugaanb bahwa kemungkinan bapak-bapak gereja berfokus kepada
diskusi-diskusi sebagai upaya pencegahan pengajaran sesat yang menyusup ke dalam
Gereja, sehingga tidak ada prinsip penafsiran yang sehat sehingga akibatnya adalah
banyak dari antara mereka yang terjebak dalam pola penafsiran yang alegoris.
10 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT,Cet- 5 ,
1993), 40
2.
Sekolah Aleksandria (202 - 325 M)
Pada periode ini, penafsiran banyak dipengaruhi oleh sekolah Alexandria
yang
merupakan tempat pertemuan antara filsafat dan yudaisme. Usaha untuk mempertemukan
filsafat dan Yudaisme ini memaksa orang Yahudi menggunakan metode penafsiran
alegoris yang mmerupakan suatu sistem penafsiran yang berpengaruh pada saat itu.
Metode penafsiran ini kemudian berkembang mempengaruhi gereja di Aleksandria karena
seakan memberikan arti yang mendalam daripada metode penafsiran harafia. Dalam
priode ini. Bapak Gereja yang sangat berpengaruh adalah Clement dari Alexandria dan
Origen seorang bapak Gereja yang sangat terkenal yang bukan hanya menjadi teolog
besar tetapi juga menjadi ahli kritik alkitab yang sangat berpengaruh. Dia menganut
pendapat Trikotomi pada manusia yaitu tubuh, jiwa dan Roh yang kemudian trikotomi
dalam Alkitab dengan mengatakan bahwa alkitab memiliki tiga arti yaitu literal, miral dan
mistik (alegoris). Walaupun demikian, Origen sering menggunakan penafsiran alegoris
dari pada yang lainnya.
3.
Sekolah Antiokia (325 - 600 M)
Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah perlawanannya terhadap Sekolah
Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka dapat
diringkaskan sbb.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan sejarah, sebagai ganti
alegoris mereka memakai metode tipologi.
Tokoh-tokoh
Sekolah
Antiokia
adalah: Diodorus dari
Tarsus, Theodore dari
Mopsuestia dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran
Alkitab, tapi menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah. Selama
abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja
Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.
a. Gereja Bagian Timur
Tokoh
mereka
adalah Athanasius dari
Aleksandria
(literal,
tapi
juga
alegoris), Basil dari Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal
dan historis).
b. Gereja Bagian Barat
Tokoh
mereka
adalah Tertulian (literal,
alegoris), Ambrose (alegoris
tetapi
nubuatan
ektrim), Jerome (sumbangannya
ditafsirkan
secara
terbesar
adalah
menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgate. Secara teori ia
mengikuti penafsiran literal, tapi dalam praktek adalah alegoris, karena menurutnya tidak
ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya.
Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan
dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis,
mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi
penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus
mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan
ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir
adalah
menemukan
kebenaran
Alkitab
bukan
memberi
arti
kepada
Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja).11
D. HERMENEUTIK ABAD PERTENGAHAN (600 – 1517)
Priode ini disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum
masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan
yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua
penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapakbapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai pengesahan
akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran para Bapak gereja
kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.
Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi
pengajaran-pengajaran yang tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris menjadi paling
dominan. Dua ciri hermeneutuk abad pertengahan adalah munculnya tokoh-tokoh yang
menekankan tentang penafsiran lietaral dan munculnya dan munculnya aliran mistis.
1. Tokoh-tokoh Penafsoran Literal
a. Thomas Aquinas (1225-1274)12
Aquinas adalah seorang telog skolastik yang dan tokoh yang sangat besar dan
berpengaruh pada abad pertengahan karena ia sangat mengenal isi Alkitab, dan filsafat
Aristoteles. Aquinas adalah teolog yang menyetujui penafsiran literal tetapi dalam
praktek ia banyak menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologia ia
percaya bahwa Alkitab memegang otoritas tertinggi.Aquinas adalah teolog yang
mengatakan bahwa ada perbedaan yang antara filsafat dan agama (iman dan rasio).
11 https://www.facebook.com/notes/baca-alkitab-setiap-hari/pengantar-hermeneutika-metodetafsir-alkitabiah-bab-iii-sejarah-hermeneutika, 21 Juni 2017
12 Lihat Penjelasan Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa..., 18-19
Menurutnya, Akal memampukan manusia untuk mengenal kebenaran dalam kawasan
yang alamiah, sedangkan teologi memerlukan wahyu adikodrati. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa berkat wahyu adikodrati, teologi dapat mencapai kebebanaran
yang bersifat misteri dalam arti ketat misalnya: trinitas, inkarnasi dan sakramen.
Itulah sebabnya teologi memerlukan iman.
Jadi Aquinas menegaskan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak
bertentangan melainkan berdiri sendiri-sendiri tetapi berdampingan yaitu pengetahuan
alamiah dan pengetahuan iman
b. Nicholas dari Lyra ( 1279-1340)
Nicholas adalah toko yang disebut sebagai tokoh jembatan antara abad
pertengahan dan abad dan masa reformasi. Dia menekankan tentang dua metode
interpretasi yaitu
interpretasi harafia dan mistis (alegoris).
Menurutnya makna
alegoris harus berdasarkan makna harafiah. Dia menegaskan bahwa absahnya
(sahnya) sebuah doktrin harus didasarkan pada makna harafiah13
c. John Wycliffe
Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya
menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab.
Karena keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam
bahasa-bahasa yang dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan
menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab.
Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat
belajar, khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak
kertas, dan dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahanlahan lenyap dan mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari
pada otoritas gereja. Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi.
2. Aliran Mistis14
Pada abad pertengahan ini, aliran mistis berdampingan dengan pikiran
skolastik. Bagi aliran ini, alkitab merupakan alat bagi pengalaman mistik. Beberapa
tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah:
a. Huga dari St.Victor (1096-2241)
Huga percaya bahwa Alkitab mengandung tiga pengertiaan, yaitu: sejarah,
Analogis dan Analogikal.
13 Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa... 19
14 Ibid, 20
b. Richardus dari St. Victor (1123-1173)
Richardus adalah murid Hugo. Ia tertarik pada filsafat. Karyanya dibagi ke
dalam kelompok dokma, mistik dan eksegetikal. Penafsiran yang berpola pada
alegoris dinilai olehnya sebagai sesuatu yang aneh karena berlebihan. Ia dikenal
sebagai bapak perenungan.
c. Bernadus dari Clairvauc (1090:1153)
Ia lahir di Dijon Prancis pada tahun 1090. Ia adalah seorang Biarawan yang
percaya bahwa doa dan kesucian adalah jalan untuk mengenal Allah. baginya pusat
mistik adalah Kristus, dengan merenungkan kristus, jiwa manusia dipenuhi
pengetahuan dan kegembiraan yang luarbiasa. Penafsiran Bernadus bercorak alegris.
E. HERMENEUTIK REFORMASI (1517 - 1600 M)
Priode ini dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai
abad 16.
1. Perjuangan Reformasi
Dengan
bangkitnya
periode
intelektual
dan
pencerahan
rohani,
perang
memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara
umum isi perjuangan Reforsmasi adalah sbb.:
a. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
b. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
c. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat
salah.
d. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
e. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
f. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
g. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan
seluruh kebenaran Alkitab.
2. Tokoh Reformasi
a. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap
otoritas gereja. Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas
tertinggi bagi iman dan kehidupan orang percaya. Untuk itulah ia
menterjemahkan Alkitab PB ke dalam bahasa German supaya rakyat biasa
dapat membaca dan menyelidikinya.
Prinsip penafsiran Martin Luther:
1. Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus.
2. Alkitab adalah otoritas tertinggi bukan gereja.
3. Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang
sejarah. Penafsiran alegoris tidak berlaku.
4. Alkitab
adalah
jelas
sehingga
orang
percaya
pasti
dapat
menafsirkannya.
5. Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus.
6. Hukum Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan.
b. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah
Gereja. Ia menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam PL.
Tetapi tidak seperti Luther, Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang
berpusatkan pada Kristus.
Prinsip penafsiran John Calvin:
1. Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran.
2. Alkitab akan menafsirkan Alkitab.
3. Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin
disampaikan oleh penulis Alkitab, melihat pada konteks, meneliti latar
belakang sejarah, melakukan studi kata dan memeriksa tata bahasa.
4. Menolak penafsiran alegoris.
5. Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab.
6. Teologia yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat.
Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan
kredo doktrin iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam
masalah penafsiran terus berlangsung sampai pada masa berikutnya15.
F. HERMENEUTIK PASKA-REFORMASI (1600 - 1800 M)
Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir
periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional.
1. Sesudah Reformasi.
Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya menjadi
kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai
meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma
dan teologia mereka sendiri.
2. Gerakan Peitisme.
Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena Alkitab
telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup
rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu
mempelajari Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya
aplikasi kehidupan rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena
membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita
ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai
hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker.
Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah:
a. Philipp Jakob Spener –
15 Ibid, 69-73
Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada
kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri
Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.
b. August Hermann Francke.
Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme. Menurutnya
hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga
mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari
gerakan ini muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan
anggota Pietisme dan mengabaikan teologia.
3. Kritisisme.
Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai
melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang
kritik teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya
untuk mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal
adalah Johann August Ernesti.
4. Rasionalisme.
Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang
seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih
tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk
mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek
manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab
bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh
berbeda seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal Rasionalisme adalah
Hobbes, Spinoza dan Semler, dll16
G. HERMENEUTIK MODERN (1800 – SEKARANG)
Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang
pernah dilakukan masih terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu
penekanan terus bergeser dari satu ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern
16 http://learning.sabda.org/baca.php?b=hermeneutik#00003, 21 Juni 2017
ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi
dalam menafsir. Sebagai contohnya:
1. Liberalisme
Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum
diringkaskan pendekatan mereka adalah:
a. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak.
b. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman
religius manusia (penulis Alkitab).
c. Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia.
d. Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau
dibandingkan dengan pikiran teologis modern.
e. Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologianya.
f. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis
Alkitab sendiri.
2. Neo Ortodoks
Tokoh Neo Ortodeoks adalah Karl Barth. IaTidak mau disebut sebagai penganut
Liberalisme, ia tetap ingin mencari kembali inti-inti Teologia Reformasi. Dalam
pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi maupun ketidakbersalahan Alkitab
karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi apabila ada pertemuan
antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan tetapi
hanya saksi akan Firman Tuhan.
Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia kalau bukan Allah
sendiri yang bertemu dengan manusia.
3. Konservatisme/Injili.
Gerakan Konservatisme merupakan reaksi untuk melawan pikiran-pikiran modern.
Beberapa pendekatan mereka pada Alkitab adalah antara lain:
a. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup
untuk menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk
memberikan penerangan supaya kita mengerti.
b. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab.
c. Percaya pada Penyataan yang progresif, tetapi kebenaran tidaklah dibatasi oleh
waktu sehingga berlaku di sepanjang jaman.
4. Hermeneutik Baru.
Tokohnya adalah Rudolf Bultman. Prinsip yang dipakai untuk menafsir adalah harus
membaca sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, karena manusia tidak boleh
mengabaikan inteleknya. Otoritas Alkitab tidak diterima sepenuhnya. Mereka bahkan
meragukan apakah apa yang Alkitab katakan itu sama dengan apa yang dituliskan. Tujuan
utama Hermeneutik Baru adalah mencoba menghindarkan diri dari kelemahan yang
dimiliki Liberalisme.
Pendahuluan
Hermeneutik secara sederhana disebut ilmu menafsir. Arti ini menjadi polemik di antara
orang percaya khususnya mahasiswa teologi dan para Pelayan Tuhan yang terlibat dalam
pelayanan mimbar1.
Jika disebut sebagai ilmu menafsir maka tentunya ini tidak terjadi secara instan tetapi
melalui proses yang cukup panjang sehingga Hemrmeneutik sebagai ilmu dpat dikenal dan
tentunya ini melibatkan proses sejarah. Itulah sebabnya maka sangat penting bagi seorang
penafsir untuk mengetahui sejarah hermeneutik karena dengan mengetahui sejarah
perkembangan penafsiran Alkitab maka seorang penafsir akan berusaha untuk menjadi lebih
handal dalam dunia penafsiran.
Ilmu hermeneutika adalah ilmu yang cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567
AD. Namun demikian prinsip-prinsip hermeneutik sebenarnya sudah dikenal sejak jaman
diaspora yaitu masa pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu maka untuk mempelajari
sejarah Hermeneutik, kita harus kembali paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir Jadi
maksudnya adalah kita harus kembali meneliti berbagai sumber tentang sejarah hermeneutik
sehingga ada penemuan informasi tentang hermeneutik.
A. HERMENEUTIK YAHUDI
Hermeneutik ornag Yahudi memainkan peranan yang cukup penting dalam sejarah
penafsiran. Tomatala Menegaskan bahwa orang yahudi memiliki sejarah penafsiran yang
cukup panjang, Ezra, seorang ahli taurat dilihat sebagai pelopor penafsiran pada zaman
itu, walaupun dalam arti sempit, Ezra hanyalah seorang penggiat yang mendalami hukum
musa (Ez. 7:6, 10-12, 21; Neh 9:12; 12:36). Dari Nehemia 8 ada penjelasan bahwa Ezra
juga dibantu oleh sekelompok rekannya yang bertugas mengajar rakyat (Neh 8:7-9) 2.
Karena banyak rakyat pada zaman itu dan kebutuhan penafsiran yang harus
menerjemahkan Alkitab ke dalam bahas Aram barulah menjelaskan kepada rakyat maka
penafsiran pada saat itu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kebutuhan
masyarakat pada waktu itu membuat Ezra dan kelompoknya disebut sebagai kelompok
1 Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa, (Jakarta: Cipta Varia Sarana, 2011), 1
2 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT,Cet- 5 , 1993)
29-30
ahli taurat dan berpengaruh dalam dunia penafsiran Alkitab 3. Perkembangan penafsiran
ini hanya dapat dibaca melalui berbagai karya misalnya literatur Apokrifa, talmut, karya
Philo. Dll.
Tradisi mencatat bahwa Hermeneutik Yahudi berkembang setelah bangsa Israel
kembali dari pembuangan di Babel hal ini bersamaan dengan penulisan kitab Ezra yaitu
sekitar tahun 460 SM4
Setelah kerajaan utara dikalahkan oleh Asyur pada tahun 721 SM dan Selatan pada
tahun 587, mereka ditawan dan pada tahun yang bersamaan, kehidupan mereka berubah
secara drastis, karena mereka hidup dalam situasi yang baru berinteraksi dengan dunia
baru dan dipengaruhi oleh dunia baru. Pengaruh interaksi dan situasi sangat berpengaruh,
baik secara sosial, politik, ekonomi dan unsur agama semua terpengaruh5.
Pengaruh-pengaruh dari dunia luar sangat mempengaruhi penafsiran hermeneutika
Yahudi. Dalam keadaan yang terpengaruh, orang Yahudi tetap beribadah kepada Allah
yang Monoteis6. Dalam ibadah, kitab suci diajarkan dan disanalah proses penafsiran
dikembangkan.
Menurut Rumahlatu, ada beberapa pola penafsiran yang berkaitan dengan ini adalah:
1). Penafsiran Harafia, Penafsiran ini dikembangkan oleh para rabi yang digagas dalam
bentuk sastra dengan cirikhas, Alkitab dipahami secara jelas, sedehana dan natural.
Penafsiran ini walaupunk awal-awalnya begitu menonjol tetapi kemudian redup karena
pola penafsiran ini telah diketahui oleh semua orang. 2). Penafsiran midrash. Pola
penafsiran ini adalah penafsiran yang dilakukan oleh rabi (orang Farsi). Pola penafsiran
ini berupaya menembus lapisan lebih dalam dari Alkitab dengan melihat Alkitab dari
berbagai sudut pandang sehingga mereka menemukan maknya dalam Alkitab yang
disebut dengan makna tersirat. 3). Penafsiran Pesher. Pola penafsiran ini adalah pola
penafsiran komunitas Qumran dengan penekanan utama pada eskatologi. 4). Penafsiran
Alegoris. Pola penafsiran ini adalah pola yang dikembangkan oleh Philo, seorang Yahudi
yang sangat terkenal yang merohanikan segala sesuatu. 5). Penafsiran tipologis. Pola
penafsiran ini adalah meunjukan korepondensi antara orang atau peristiwa yang ada pada
3 Ibid, 30
4 https//www.slideshare.net. Lenta Simbolon/Sejarah-hermeneutik. 21 Juli 2017
5 Ibid, 9
6 Monoteis berarti Allah yang Esa, yang dipercayai oleh orang Yahudi pada saat itu (Ulangan 6) Allah
yang tunggal.
masa lalu dengan apa yang ada pada masa kini7. Lima kelompok penafsiran di atas
dikategorikan sebagai cara penafsiran orang Yahudi Abad pertama8.
B. HERMENEUTIK APOSTOLIK
Hermeneutik Apostolik adalah hermeneutik yang mencakup riode ketika Yesus hidup
sampai kepada kehidupan para rasul. Metode herhemeneutik yang dipakai disini adalah
metode hermeneutik literal. Dengan inspirasi Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru
telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka.
Untuk memahami Hermeneutik Apostolik ini, maka kita harus mengerti bahwa ada
dua komponen utama yang terlibat di dalamnya yaitu:
1. Yesus Kristus adalah penafsir yang sempurna.
Dalam pengajaran kepada murid-mridNya, Yesus banyak memberikan penafsiran
Kitab Perjanjian Lama (Yoh. 5:39; Luk. 24:27, 44). Dengan cara demikian Yesus telah
membuka pikiran murid-muridNya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia
sendiri adalah firman yang menjadi manusia, menjadi jembatan yang menghubungkan
pikiran Allah dengan pikiran manusia.
Dari Pemakaian Perjanjian Lama oleh Tuhan Yesus, maka dapat disimpulkan
bahwa Yesus mempercayai catatan Perjanjian Lama adalah fakta sejarah, berkaitan
dengan itu, Sosanto menjelaskan bahwa yesus juga menggunakan beberapa model
penafsiran yaitu penafsiran pasher, harafiah dan midrash tetapi tidak menggunakan
pola penafsiran alegori9. Hal yang sangat ketat yang juga berkaitan dengan Perjanjian
Lama adalah bahwa Yesus menolak praktek zaman itu yang yang sering mengganti
Firman Allah dengan tradisi. Itulah sebabnya banyak teguran Yesus terhadap
penafsiran para ahli taurat (mis: Matius. 15:1-9; Mark. 7:1-7; Mat. 23:1-33; 22:29).
Dengan Contoh Penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mat. 10: 5, 6; 12:1-4,
15-21; 13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44;22:41-46; 24:36-39; Luk. 11:29,30, 21:20-24;
24:27-44).
2. Para Rasul adalah Penulis-penulis yang mendapatkan inspirasi dari Allah.
7 Diringkas dari tulisan, Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa... 9-11
8 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab..., 32
9 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.... 39
Para Rasul adalah contoh penulis-penulis Alkitab Perjanjian Baru yang
menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama dengan inspirasi yang Allah berikan kepad
mereka tanpa salah. Para rasul yang menulis Perjanjian Baru memperhatikan konteks
dari kutipan-kutipan Perjanjian Lama dan mengambil konteks-konteks tersebut
sebagai dasar argumen mereka, bukan hanya itu, mereka juga memperhatikan proses
sejarah agama Israel secara keseluruhan.
Para rasul menolak prinsip-prinsip penafsiran alegoris, atau tambahan-tambahan
dari tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi. Mereka juga menolak filsafat Yunani yang
mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru telah
menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna
bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran
yang dilakukan oleh para penulis Perjanjian Baru adalah: Rom. 3:1-23; 9:6-13; Gal.3:
1-29; 4:21-31; 1 Kor. 9:9-12; 10:1-11; Ibr. 6: 20-7:21; 8:8-12; 10:1-14, 37-11:40; 1
Pet. 2:4-10; 2 Pet. 3:1-13.
Susanto ketika mengutip pendapat Richerd Longenecker dalam bukunya Biblical
Exegesis In The Apostolic Period mengambil kesimpulan bahwa dalam penafsiran
Perjanjian Lama penulis Perjanjian Lama selalu sadar akan: Kepentingan
Kristosentris dalam penafsiran mereka, memiliki persamaan dengan presuposisi dan
cara dasar penafsiran orang yahudi dan penafsiran mereka berbeda dengan penafsiran
dari orang yahudi yang kemudian berkembang jadi rumit10
C. HERMENEUTIK BAPAK-BAPAK GEREJA ((95-600 M)
Priode ini adalah priode setelah para rasul mati yang disebut abad pertengahan. Yang
digolongkan dalam beberapa pembagian masa yaitu:
1. Clement Dari Roma sampai Ireneaus (95-202).
Pada masa ini, tidak ada catatan historis mengenai perkembangan metode penafsiran.
Pada masa ini, ada dugaanb bahwa kemungkinan bapak-bapak gereja berfokus kepada
diskusi-diskusi sebagai upaya pencegahan pengajaran sesat yang menyusup ke dalam
Gereja, sehingga tidak ada prinsip penafsiran yang sehat sehingga akibatnya adalah
banyak dari antara mereka yang terjebak dalam pola penafsiran yang alegoris.
10 Hasan Susanto, Hermeneutik, Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT,Cet- 5 ,
1993), 40
2.
Sekolah Aleksandria (202 - 325 M)
Pada periode ini, penafsiran banyak dipengaruhi oleh sekolah Alexandria
yang
merupakan tempat pertemuan antara filsafat dan yudaisme. Usaha untuk mempertemukan
filsafat dan Yudaisme ini memaksa orang Yahudi menggunakan metode penafsiran
alegoris yang mmerupakan suatu sistem penafsiran yang berpengaruh pada saat itu.
Metode penafsiran ini kemudian berkembang mempengaruhi gereja di Aleksandria karena
seakan memberikan arti yang mendalam daripada metode penafsiran harafia. Dalam
priode ini. Bapak Gereja yang sangat berpengaruh adalah Clement dari Alexandria dan
Origen seorang bapak Gereja yang sangat terkenal yang bukan hanya menjadi teolog
besar tetapi juga menjadi ahli kritik alkitab yang sangat berpengaruh. Dia menganut
pendapat Trikotomi pada manusia yaitu tubuh, jiwa dan Roh yang kemudian trikotomi
dalam Alkitab dengan mengatakan bahwa alkitab memiliki tiga arti yaitu literal, miral dan
mistik (alegoris). Walaupun demikian, Origen sering menggunakan penafsiran alegoris
dari pada yang lainnya.
3.
Sekolah Antiokia (325 - 600 M)
Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah perlawanannya terhadap Sekolah
Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka dapat
diringkaskan sbb.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan sejarah, sebagai ganti
alegoris mereka memakai metode tipologi.
Tokoh-tokoh
Sekolah
Antiokia
adalah: Diodorus dari
Tarsus, Theodore dari
Mopsuestia dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran
Alkitab, tapi menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah. Selama
abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja
Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.
a. Gereja Bagian Timur
Tokoh
mereka
adalah Athanasius dari
Aleksandria
(literal,
tapi
juga
alegoris), Basil dari Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal
dan historis).
b. Gereja Bagian Barat
Tokoh
mereka
adalah Tertulian (literal,
alegoris), Ambrose (alegoris
tetapi
nubuatan
ektrim), Jerome (sumbangannya
ditafsirkan
secara
terbesar
adalah
menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgate. Secara teori ia
mengikuti penafsiran literal, tapi dalam praktek adalah alegoris, karena menurutnya tidak
ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya.
Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan
dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis,
mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi
penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus
mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan
ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir
adalah
menemukan
kebenaran
Alkitab
bukan
memberi
arti
kepada
Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja).11
D. HERMENEUTIK ABAD PERTENGAHAN (600 – 1517)
Priode ini disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum
masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan
yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua
penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapakbapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai pengesahan
akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran para Bapak gereja
kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.
Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi
pengajaran-pengajaran yang tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris menjadi paling
dominan. Dua ciri hermeneutuk abad pertengahan adalah munculnya tokoh-tokoh yang
menekankan tentang penafsiran lietaral dan munculnya dan munculnya aliran mistis.
1. Tokoh-tokoh Penafsoran Literal
a. Thomas Aquinas (1225-1274)12
Aquinas adalah seorang telog skolastik yang dan tokoh yang sangat besar dan
berpengaruh pada abad pertengahan karena ia sangat mengenal isi Alkitab, dan filsafat
Aristoteles. Aquinas adalah teolog yang menyetujui penafsiran literal tetapi dalam
praktek ia banyak menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologia ia
percaya bahwa Alkitab memegang otoritas tertinggi.Aquinas adalah teolog yang
mengatakan bahwa ada perbedaan yang antara filsafat dan agama (iman dan rasio).
11 https://www.facebook.com/notes/baca-alkitab-setiap-hari/pengantar-hermeneutika-metodetafsir-alkitabiah-bab-iii-sejarah-hermeneutika, 21 Juni 2017
12 Lihat Penjelasan Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa..., 18-19
Menurutnya, Akal memampukan manusia untuk mengenal kebenaran dalam kawasan
yang alamiah, sedangkan teologi memerlukan wahyu adikodrati. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa berkat wahyu adikodrati, teologi dapat mencapai kebebanaran
yang bersifat misteri dalam arti ketat misalnya: trinitas, inkarnasi dan sakramen.
Itulah sebabnya teologi memerlukan iman.
Jadi Aquinas menegaskan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak
bertentangan melainkan berdiri sendiri-sendiri tetapi berdampingan yaitu pengetahuan
alamiah dan pengetahuan iman
b. Nicholas dari Lyra ( 1279-1340)
Nicholas adalah toko yang disebut sebagai tokoh jembatan antara abad
pertengahan dan abad dan masa reformasi. Dia menekankan tentang dua metode
interpretasi yaitu
interpretasi harafia dan mistis (alegoris).
Menurutnya makna
alegoris harus berdasarkan makna harafiah. Dia menegaskan bahwa absahnya
(sahnya) sebuah doktrin harus didasarkan pada makna harafiah13
c. John Wycliffe
Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya
menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab.
Karena keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam
bahasa-bahasa yang dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan
menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab.
Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat
belajar, khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak
kertas, dan dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahanlahan lenyap dan mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari
pada otoritas gereja. Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi.
2. Aliran Mistis14
Pada abad pertengahan ini, aliran mistis berdampingan dengan pikiran
skolastik. Bagi aliran ini, alkitab merupakan alat bagi pengalaman mistik. Beberapa
tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah:
a. Huga dari St.Victor (1096-2241)
Huga percaya bahwa Alkitab mengandung tiga pengertiaan, yaitu: sejarah,
Analogis dan Analogikal.
13 Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa... 19
14 Ibid, 20
b. Richardus dari St. Victor (1123-1173)
Richardus adalah murid Hugo. Ia tertarik pada filsafat. Karyanya dibagi ke
dalam kelompok dokma, mistik dan eksegetikal. Penafsiran yang berpola pada
alegoris dinilai olehnya sebagai sesuatu yang aneh karena berlebihan. Ia dikenal
sebagai bapak perenungan.
c. Bernadus dari Clairvauc (1090:1153)
Ia lahir di Dijon Prancis pada tahun 1090. Ia adalah seorang Biarawan yang
percaya bahwa doa dan kesucian adalah jalan untuk mengenal Allah. baginya pusat
mistik adalah Kristus, dengan merenungkan kristus, jiwa manusia dipenuhi
pengetahuan dan kegembiraan yang luarbiasa. Penafsiran Bernadus bercorak alegris.
E. HERMENEUTIK REFORMASI (1517 - 1600 M)
Priode ini dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai
abad 16.
1. Perjuangan Reformasi
Dengan
bangkitnya
periode
intelektual
dan
pencerahan
rohani,
perang
memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara
umum isi perjuangan Reforsmasi adalah sbb.:
a. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
b. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
c. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat
salah.
d. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
e. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
f. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
g. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan
seluruh kebenaran Alkitab.
2. Tokoh Reformasi
a. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap
otoritas gereja. Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas
tertinggi bagi iman dan kehidupan orang percaya. Untuk itulah ia
menterjemahkan Alkitab PB ke dalam bahasa German supaya rakyat biasa
dapat membaca dan menyelidikinya.
Prinsip penafsiran Martin Luther:
1. Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus.
2. Alkitab adalah otoritas tertinggi bukan gereja.
3. Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang
sejarah. Penafsiran alegoris tidak berlaku.
4. Alkitab
adalah
jelas
sehingga
orang
percaya
pasti
dapat
menafsirkannya.
5. Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus.
6. Hukum Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan.
b. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah
Gereja. Ia menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam PL.
Tetapi tidak seperti Luther, Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang
berpusatkan pada Kristus.
Prinsip penafsiran John Calvin:
1. Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran.
2. Alkitab akan menafsirkan Alkitab.
3. Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin
disampaikan oleh penulis Alkitab, melihat pada konteks, meneliti latar
belakang sejarah, melakukan studi kata dan memeriksa tata bahasa.
4. Menolak penafsiran alegoris.
5. Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab.
6. Teologia yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat.
Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan
kredo doktrin iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam
masalah penafsiran terus berlangsung sampai pada masa berikutnya15.
F. HERMENEUTIK PASKA-REFORMASI (1600 - 1800 M)
Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir
periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional.
1. Sesudah Reformasi.
Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya menjadi
kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai
meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma
dan teologia mereka sendiri.
2. Gerakan Peitisme.
Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena Alkitab
telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup
rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu
mempelajari Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya
aplikasi kehidupan rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena
membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita
ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai
hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker.
Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah:
a. Philipp Jakob Spener –
15 Ibid, 69-73
Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada
kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri
Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.
b. August Hermann Francke.
Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme. Menurutnya
hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga
mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari
gerakan ini muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan
anggota Pietisme dan mengabaikan teologia.
3. Kritisisme.
Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai
melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang
kritik teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya
untuk mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal
adalah Johann August Ernesti.
4. Rasionalisme.
Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang
seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih
tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk
mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek
manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab
bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh
berbeda seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal Rasionalisme adalah
Hobbes, Spinoza dan Semler, dll16
G. HERMENEUTIK MODERN (1800 – SEKARANG)
Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang
pernah dilakukan masih terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu
penekanan terus bergeser dari satu ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern
16 http://learning.sabda.org/baca.php?b=hermeneutik#00003, 21 Juni 2017
ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi
dalam menafsir. Sebagai contohnya:
1. Liberalisme
Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum
diringkaskan pendekatan mereka adalah:
a. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak.
b. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman
religius manusia (penulis Alkitab).
c. Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia.
d. Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau
dibandingkan dengan pikiran teologis modern.
e. Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologianya.
f. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis
Alkitab sendiri.
2. Neo Ortodoks
Tokoh Neo Ortodeoks adalah Karl Barth. IaTidak mau disebut sebagai penganut
Liberalisme, ia tetap ingin mencari kembali inti-inti Teologia Reformasi. Dalam
pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi maupun ketidakbersalahan Alkitab
karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi apabila ada pertemuan
antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan tetapi
hanya saksi akan Firman Tuhan.
Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia kalau bukan Allah
sendiri yang bertemu dengan manusia.
3. Konservatisme/Injili.
Gerakan Konservatisme merupakan reaksi untuk melawan pikiran-pikiran modern.
Beberapa pendekatan mereka pada Alkitab adalah antara lain:
a. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup
untuk menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk
memberikan penerangan supaya kita mengerti.
b. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab.
c. Percaya pada Penyataan yang progresif, tetapi kebenaran tidaklah dibatasi oleh
waktu sehingga berlaku di sepanjang jaman.
4. Hermeneutik Baru.
Tokohnya adalah Rudolf Bultman. Prinsip yang dipakai untuk menafsir adalah harus
membaca sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, karena manusia tidak boleh
mengabaikan inteleknya. Otoritas Alkitab tidak diterima sepenuhnya. Mereka bahkan
meragukan apakah apa yang Alkitab katakan itu sama dengan apa yang dituliskan. Tujuan
utama Hermeneutik Baru adalah mencoba menghindarkan diri dari kelemahan yang
dimiliki Liberalisme.