PERGESEKAN ISLAM DAN BUDAYA JEPANG

PERGESEKAN ISLAM DAN BUDAYA JEPANG;
Munculnya semangat keagamaan minoritas baru di Jepang
(Muslim dengan semangat Jepang)
Oleh Via Salavia Basya
Studi Jepang UI 2011

Islam dikenal sebagai agama terbesar kedua setelah Kristen di dunia.
Pada masanya bahkan di tengah masa kegelapan Eropa, peradaban Islam
mulai merambat ke hampir seluruh dunia. Bahkan gaungnya telah sampai ke
Cina. Sekarang ini jumlah muslim di Cina sudah sangat banyak, begitu halnya
dengan di Eropa. Tapi entah mengapa Jepang, negara yang dekat dengan
Cina, dan sebagai negara yang punya semangat belajar dengan meniru
peradaban maju, terlambat mengenal Islam. Hasilnya muslim asli Jepang
masih berjumlah sangat sedikit sekarang.
Muncul pertanyaan “ada apa sebenarnya?”. Bisa jadi ini disebabkan
oleh kebijakan sakoku Jepang, tapi meskipun dikatakan begitu pada akhirnya
Jepang membuka diri dan belajar banyak hal dari luar. Dan pada saat itu
Islam merupakan bagian dari pemikiran barat yang di sisi lain sedang
dipelajari oleh Jepang sebagai modal pembangunan negaranya. Kalau begitu
apakah Islam sedemikian tidak cocok dengan budaya asli Jepang, sehingga
sulit bagi Jepang untuk menerima Islam?

Tidak ada data pasti kapan Islam dikenal oleh Jepang. Tapi buku Islam
pertama yang terkenal tentang kisah hidup Nabi Muhammad saw yang
diterjemahkan dari barat dikatakan merupakan gerbang pengenalan Islam
oleh intelektual Jepang. Meskipun begitu, Islam dipelajari hanya sebagai
sebuah ilmu pengetahuan dan budaya. Hubungan antara Turki dan Jepang
juga merupakan jembatan pengenalan Islam di Jepang. Dikatakan muslimmuslim pertama di Jepang mengenal Islam lewat ekspedisinya ke negaranegara muslim di Asia. Sedangkan Islam akhir-akhir ini di Jepang dipengaruhi
oleh barat dan timur tengah.

Saya tidak akan berbicara banyak tentang sejarah. Saya hanya akan
mencoba melihat fenomena ini dari segi budaya. Bagaimana dua budaya
yang berbeda berinteraksi satu sama lain. Tulisan ini tidak akan membahas
analisa yang terlalu dalam dikarenakan waktu pengerjaannya juga terbatasi.
Jadi tulisan ini hanya akan membahas tentang fakta-fakta interaksi budaya
Islam dan Jepang di Jepang dan sedikit analisa tentang hubungan antar
keduanya.
Tulisan akan dibagi menjadi empat bagian. Di bagian pertama saya
akan membahas tentang letak kecocokan atau titik temu antara Islam dan
Jepang, sifat Jepang apa yang cocok dengan Islam dan sifat Islam apa yang
cocok


dengan

Jepang.

Di

bagian

selanjutnya

saya

akan

membahas

pandangan orang Jepang terhadap Islam dan sejauh apa orang Jepang yang
bukan muslim tahu tentang Islam dan Muslim. Di bagian ketiga saya akan
membahas


bagaimana

anak-anak

muslim

di

Jepang

berbaur

dengan

lingkungannya. Dan akan ditutup dengan bagian konflik diantara dua
kebudayaan tersebut.
1) ISLAM YANG KOMPATIBEL DENGAN JEPANG DAN SEBALIKNYA

“Antara berbagai agama, Islam kelihatannya paling rasional. Saya pergi ke
masjid terbesar di Tokyo, mengucap syahadat”

-Dr. Ahmad Shiozaki Yuki
Begitu mempelajari banyak nilai-nilai moral yang dipegang oleh bangsa
Jepang, saya sempat sangat penasaran akan seperti apa jadinya jika Islam
menjadi bagian dari pemikiran Jepang. Seorang pemikir Jepang, Hisanori Kato
di dalam bukunya yang berjudul “kangen Indonesia” yang diterbitkan di
Indonesia, mengungkapkan alasan mengapa ia memutuskan untuk meneliti
Islam sebagai bahan tesisnya, “Islam memiliki kekuatan yang nyata dalam
menggerakkan manusia”. Selain itu, setelah Kato terjun langsung ke
masyarakat Indonesia, ia menyadari nilai-nilai Islam yang sangat cocok
dengan Jepang. Diantaranya adalah kedisiplinan atau tepat waktu, serius

dalam melakukan sesuatu, empati kepada orang lain, dan sebagainya.
Namun ia mengatakan sifat seperti ini hanya didapatkan pada para ulama
Islam di pesantren, ia mengakui bahwa sifat ini tidak dimiliki orang Islam
yang awam di Indonesia. Kemungkinan budaya Indonesia lebih dominan pada
orang-orang muslim awam tersebut.
Selanjutnya Kato menceritakan mengenai bagaimana praktek puasa
begitu cocok dengan agama Buddha di Jepang. Tapi puasa dalam Buddha
hanya dilakukan oleh biksu, sedangkan dalam Islam semua penganutnya
diwajibkan untuk berpuasa. Kemudian makna kata “Insya Allah” yang sering

diucapkan di Indonesia baru ia ketahui makna sebenarnya dari Gus Dur. Insya
Allah bermakna begitu dalam, bahkan jauh lebih kuat dari konsep tepat
waktunya Jepang. Di Jepang ada kebudayaan tepat waktu, di Islam ada
perintah menepati janji yang tidak main-main, dan hanya orang Islam yang
taatlah yang menjalani ini. Islam juga sangat moderat. Dunia dan urusan
spiritual menempati posisi seimbang dalam Islam. Bukankah Jepang juga
moderat? Sehingga ajaran Budhha yang “terlalu spiritual” dimoderatkan oleh
Jepang.
Dr. Ahmad Shiozaki Yuri, seorang intelektual Jepang mualaf, setelah
mempelajari berbagai keyakinan agama, Islam terlihat paling rasional
diakuinya. Sifat rasional Islam sebenarnya sangat cocok dengan Jepang,
hanya

saja

budaya

memegang

tradisi


yang

sangat

kuat

di

Jepang

menghalangi penerimaan pada Islam. Seorang juru bicara Hizbut Tahrir
Indonesia, M Ismail Yusanto pernah mengatakan “Yuri-san terlihat sebagai
seorang muslim dengan karakter disiplin, pekerja keras, dan serius khas
Jepang”. Dan memang ketiga sifat khas Jepang tersebut sangat cocok
dengan kepribadian Islam. Dr.Zakariya Ziyad, kepala Lembaga Kaum Muslim
dan ketua Ikatan Pelajar Muslim di Jepang bahkan mengatakan bahwa Jepang
sangat potensial menerima Islam. Nilai-nilai yang ada pada Jepang ditambah
dengan sifat rasional bangsa Jepang sangat mendukung perkembangan


Islam.

Sayangnya

tidak

semua

orang

Jepang

mengenal

Islam

yang

sebenarnya.
2) PANDANGAN ORANG JEPANG TERHADAP ISLAM


“tidak fleksibel” “memiliki kebiasaan aneh” ..
-survey terhadap murid-murid di 20 sekolah di Tokyo
Dr. Ahmad Shiozaki Yuri mengatakan bahwa di Jepang orang-orangnya
gila kerja. Tetapi itu malah membuat mereka stres. Hidup mereka hampa,
materi yang dikumpulkannya tidak membuatnya bahagia tetapi malah
semakin membuat resah saja. Sehingga sedikitnya 30.000 orang Jepang
setiap tahun mati bunuh diri karena masalah ini. Ia menyadari kehidupan
sekulerlah biang keladinya. Oleh karena itu ia pun ingin hidup dalam
ketaatan terhadap agama. Di situlah pencarian spiritualnya bermula. Di
tengah tekanan kesempurnaan pekerjaan dan kehidupan di Jepang, Islam
yang rasional terasa seperti penyejuk.
Matsumoto Takada, seorang pebisnis yang pernah belajar 8 tahun di
Indonesia, setelah mengenal Islam dari dosennya dan memutuskan masuk
Islam, merasa bahwa Islam bagaikan air penghilang rasa haus yang selama
ini dirasakannya. Siapa yang tahu ternyata di tengah kehidupan sekuler
Jepang, di tengah tekanan sifat perfeksionis orang Jepang, Islam terasa
seperti “ah, akhirnya, inilah yang saya cari”. Kelihatannya orang Jepang
menyimpan keinginan untuk mencari penyejuk di tengah kehidupan di
Jepang yang membuat tertekan. Anak SD bahkan sudah punya keinginan

bunuh

diri

karena

tekanan

kehidupannya

di

sekolah.

Budaya

menyembunyikan perasaan, harus sama, dan perfeksionis bukan hanya
memiliki nilai positif. Dampak dari semua itu adalah rasa tertekan yang luar
biasa. Sehingga penyegaran spiritual yang moderat dan rasional seperti
Islam sangat dirindukan oleh orang Jepang kalau saja mereka mau jujur pada

diri sendiri.

Di samping itu, dari hasil survey tentang Islam yang dilakukan
Matsumoto Takaki, guru ilmu sosial di sebuah SMA negeri terhadap muridmurid tahun pertama di 20 sekolah di Tokyo didapatkan opini negatif
terhadap

Islam.

Islam

dianggap

tidak

fleksibel

dan

aneh.


Beberapa

pendakwah di Jepang pun mengatakan dampak media barat pernah terasa di
Jepang. Pengetahuan yang salah tentang Islam menghalangi masuknya nilainilai Islam ke Jepang. Islam pun pernah dilarang didakwahkan karena
bertentangan dengan Shinto.
Sebenarnya dari fakta ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
pengetahuan tentang Islam di lingkungan awam sangat tergantung pada
media. Selama ini media Jepang sangat adil memberitakan tentang Islam
meskipun dampak media barat pernah masuk ke Jepang. Namun orang
Jepang sangat tidak perduli tentang agama, sehingga kalaupun ada opini
negatif tentang Islam, tidaklah akan seburuk di barat. Di sis lain,
pengetahuan Islam yang benar hanya didapatkan di lingkungan intelektual.
Yang diperlukan adalah peran intelektual-intelektual muslim Jepang ini
member pengetahuan yang benar tentang Islam kepada orang Jepang lewat
media. Salah satunya adalah dengan menerbitkan banyak buku tentang
Islam dengan bahasa Jepang.
3) PERBAURAN ANAK-ANAK MUSLIM JEPANG DENGAN LINGKUNGANNYA

“bu, saya orang Islam atau orang Jepang?”
Kebudayaan

Jepang

yang

mengharuskan

masyarakatnya

untuk

homogen sempat menghambat kehidupan anak-anak muslim Jepang berbaur
dengan lingkungan sosialnya. Islam sangat menghargai perbedaan, berbeda
dengan Jepang. Di tahap-tahap awal ketika belum banyak anak-anak muslim
berbaur di sekolah, pihak sekolah masih melarang pengkhususan bagi anakanak muslim yang mau membawa bento sendiri karena makan siang sekolah
mengandung unsur babi. Menyediakan waktu dan tempat untuk shalat
bahkan sama susahnya. Hal ini pernah dialami Aga Mari ketika mencarikan

TK untuk anaknya. Alasan agama tidak dibolehkan di Jepang. Akhirnya Mari
sempat menyerah dan terpaksa mengganti alasan ketika menjelaskan
kepada pihak sekolah. Seorang anak bahkan pernah bertanya, “bu, saya
orang Islam atau orang Jepang?” ini karena apa yang diajarkan orang tuanya
yang muslim di rumah dengan apa yang dilakukan teman-temannya di
sekolah berbeda. Sehingga anak muslim Jepang mengalami kebingungan
identitas, bagaimana menempatkan diri di lingkungan sosial.
Namun, ketika kasus serupa semakin banyak, anak-anak muslim
Jepang mulai banyak dan berbaur di sekolah, pihak sekolah akhirnya luluh
juga. Melihat semakin banyaknya orang asing datang ke Jepang dan berbaur
dalam lingkungan Jepang, sepertinya tradisi “harus sama” tidak bisa terlalu
dipertahankan. Jepang harus toleransi terhadap budaya berbeda yang
dibawa orang luar ketika berinteraksi dengan orang Jepang. “Kemampuan
beradaptasi di lingkungan yang heterogen akan diakui di era globalisasi ini”,
demikian dikatakan Maruyama Hideki, peneliti senior di institusi Nasional
untuk kebijakan pendidikan. Supaya tercipta hubungan yang baik dengan
orang asing di Jepang, pertama-tama kita harus saling memahami. Era
globalisasi sepertinya mendesak Jepang untuk tidak sehomogen yang dulu.
Ruang toleransi harus dibuka lebar. Sejak itulah Jepang mulai sangat terbuka
terhadap Islam. Dibandingkan dunia barat, Jepang kelihatan sangat toleransi
terhadap

kehadiran

Islam.

Ini

dikarenakan

kepintaran

Jepang

dalam

beradaptasi yang sudah dibuktikannya sejak dulu.
4) TANTANGAN ISLAM DI JEPANG; KONFLIK DUA BUDAYA
Meskipun Jepang sudah sangat menerima Islam sebagai sebuah
kebudayaan baru di Jepang, tidak dapat ditolak bahwa kenyamanan hidup di
tengah masyarakat Jepang adalah ketika kita bisa sama dengan orang lain.
Bukan hanya Jepang, bisa dikatakan semua orang pada dasarnya ingin
kelihatan sama dengan orang lain. Istilah orang normal dan aneh di Jepang
sangat dipengaruhi oleh ini. Kebiasaan menutupi perasaan sebenarnya juga

menjadi ketakutan tersendiri bagi anak-anak muslim Jepang yang berbaur di
sosial. “Bagaimana kalau ternyata teman-teman punya pendapat buruk
tentang

aku?”.

Tentu

saja

anak-anak

muslim

keturunan

asli

Jepang

bagaimana pun karena mereka muslim, perbedaan mereka akan cukup
mencolok di tengah masyarakat, apalagi seorang perempuan. Rasa tidak
nyaman pasti ada.
Seorang anak SMA yang muslim, Qureshi Azuka berbaur dengan baik di
tengah teman-temannya. Di hari libur ia jalan-jalan ke butik dengan temantemannya, dan ia juga sangat memperhatikan penampilannya. Meskipun ia
kelihatan sama dengan teman-temannya, sebenarnya alasannya berbuat
seperti itu adalah karena ia ingin sama seperti teman-temannya. Tetapi
seperti apapun ia ingin sama, ketika bulan Ramadhan tiba dan ia harus
berpuasa, ia kelihatan mencolok di tengah teman-temannya yang sedang
makan bersama. Hal seperti ini terkadang membuatnya merasa tidak
nyaman.
Bagaimana pun juga ada beberapa hal dalam Islam yang tidak cocok
dengan sifat orang Jepang yang membuat penerimaan Islam cukup sulit di
lingkungan Jepang, seperti budaya hidup sekuler, taat pada tradisi nenek
moyang, masyarakat homogen, natural dan apa adanya, dan sebagainya.
Begitu pun banyak hal dalam budaya Jepang tidak cocok dengan Islam yang
membuat muslim Jepang merasa khawatir dengan sosialisasi anaknya di
tengah masyarakat Jepang, seperti banyaknya poster porno di jalan,
pelajaran berenang yang tidak memisahkan laki-laki dan perempuan,
makanan halal yang tidak terdapat di sembarang tempat, dan sebagainya.
Tentu saja, Islam adalah minoritas di Jepang yang bahkan jumlah pemeluknya
tidak bisa dipastikan dengan jelas (kata Dr. Zakariya Ziyad: yang pasti terus
bertambah setiap harinya). Karena itu sangat wajar Jepang mungkin bukan
lingkungan yang cocok bagi Islam. Orang Jepang yang awam pun sangat
susah didakwahkan. Namun tidak menutup kemungkinan jika para intelektual
Jepang terus mempelajari Islam dan memberi pemahaman Islam yang benar

pada masyarakat Jepang, kesatuan unik budaya Islam dan Jepang dan
semangat keagamaan baru yang bercampur dengan pemikiran Jepang suatu
saat akan kelihatan di Jepang. Sesungguhnya saya menunggu itu terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Kato, Hisanori, 2012. Kangen Indonesia; Indonesia di mata orang

Jepang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
“日本で暮らすムスリムの子”. Nikkei Kids plus, edisi bulan pertama 2010
Internet:
islamcenter.or.jp
muslimdaily.net
eramuslim.com
republika.com
japanesemuslims.com