PENGARUH SIKAP KEPEMIMPINAN DALAM KEGIAT

PENGARUH SIKAP KEPEMIMPINAN DALAM KEGIATAN
EKSTRAKURIKULER PRAMUKA TERHADAP PERILAKU
PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI SMK ALHIDAYAH CIPUTAT
Proposal
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester V
Mata Kuliah : Metode Penelitian

Oleh :
LINDA SARI
2011150210

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAMULANG
2014

i

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, bimbingan
dan kekuatan Proposal ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Alhamdulillah Proposal ini sudah selesai dan ditujukan untuk Syarat Ujian
Akhir Semseter V Mata Kuliah Metode Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang.
Penulis sendiri menyadari sesungguhnya masih banyak kekurangan dalam
penulisan proposal ini dan ingin mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan
terhadap beberapa uraian yang terdapat dalam proposal ini. Oleh karena itu kritik
dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.
Penulisan proposal ini dapat terlaksana dengan baik berkat kerja keras
penulis dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan masukan dan datadata. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
bimbingan kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bapak Aeng Muhidin, M.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian
yang tidak kenal lelah meluangkan waktu dan memberikan fikiran, serta
arahan kepada penulis dalam menyusun proposal ini
2. Orangtua tercinta yang selalu memberi dukungan, do’a serta kasih sayang,
kesabaran dan dorongan spirit maupun materi serta pengorbanan yang selalu
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini
yang mudah-mudahan menjai suatu kebanggaan

3. Kakak-kakakku tertersayang yang selalu memberikan motivasi dan masukan
4. Teman-teman FKIP Smt. V yang sama-sama berjuang dan selalu memberikan
motivasi
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan bantuan dan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini

ii

Dengan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak,
semoga Allah SWT memberikan kemudahan atas semuanya.
Pamulang, Januari 2014

LINDA SARI

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................. 6
C. Pembatasan Masalah................................................. 7
D. Perumusan Masalah.................................................. 7
E. Manfaat Penelitian.................................................... 8
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritis...................................................... 9
B. Penelitian yang Relevan............................................ 35
C. Kerangka Berfikir..................................................... 36
D. Pengajuan Hipotesis.................................................. 38
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian..................................................... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian................................... 39
C. Populasi dan Sampel Penelitian............................... 39
D. Metode Penelitian.................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan Data....................................... 44
1. Spesifikasi Instrumen.......................................... 44


iv

2. Penulisan Butir.................................................... 45
3. Uji Coba Instrumen............................................. 46
F. Teknik Analisis Data................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA

v

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu sasaran
pembangunan jangka panjang yang mengiringi laju pertumbuhan

ekonomi. Salah satu pilar dalam meningkatkan mutu sumber daya

manusia adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal
pokok yang harus dimiliki oleh setiap warga karena pendidikan
merupakan suatu wadah berupa pola fikir seseorang menjadi lebih maju.
Dengan pendidikan pula yang menjadikan intelektual seseorang menjadi
berkembang dan mampu mengarahkan keahliannya. Seperti dalam
Undang-Undang

1945

“bahwa

setiap

warga

Indonesia

wajib


mendapatkan pendidikan yang layak”. Hal ini membuktikan bahwa
Negara Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan.
Kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
peningkatan diberbagai bidang. Namun semua itu masih perlu beberapa
usaha yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
baik sesuai dengan rumusan pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu sistem pendidikan
nasional di atur dengan baik oleh pemerintah demi tercapainya cita-cita
bangsa Indonesia. Adapun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :

1

2

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1
Mengenai hal itu untuk mencapai tujuan tersebut, melalui
pelajaran PKn yang diberikan secara formal kepada peserta didik.
Pendidkan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan perilaku
pada peserta didik juga dimaksudkan untuk membekali peserta didik
sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, secara
kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan yang harus menjadi wahana
psikologis-pedalogis yang utama.
Pada umumnya jalur pendidikan yang dilakukan oleh sekolahsekolah melalui jalur pendidikan formal. Di mana proses pembelajaran
disekolah dibagi menjadi 2 bagian yakni kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler guna membentuk perilaku peserta didik sesuai dengan
kepribadian bangsa. Pembentukan perilaku yang sesuai dengan
kepribadian bangsa tidak hanya dibentuk atau dihasilkan dari suatu mata
pelajaran yang diikuti tapi ada kegiatan lain seperti kegiatan
ekstrakurikuler yang berperan dalam pembentukan perilaku peserta
didik. Seperti yang dikemukakan oleh Rusli Ruslan salah satu dosen
Universitas Pendidikan Indonesia, mengatakan bahwa :
“Program ekstrakurikuler merupakan bagian internal dari proses

belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan anak
didik. Antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler
1

Udin S. Winataputra, Pembelajaran PKN di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008) hal.
1.5

3

sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, bahkan kegiatan
ekstrakurikuler untuk menyalurkan bakat atau pendorong
perkembangan potensi anak didik mencapai tarap maksimum.’’2
Sehubungan
ekstrakurikuler

dengan

merupakan

penjelasan

kegiatan

tersebut

yang

maka

menekankan

kegiatan
kepada

kebutuhan peserta didik agar menambah wawasan, sikap dan
keterampilan peserta didik baik diluar jam pelajaran wajib serta
kegiatannya

dilakukan

didalam


dan

diluar

sekolah.

Kegiatan

ekstrakurikuler yang diketahui mampu mengembangkan perilaku peserta
didik salah satunya yakni kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan
pramuka merupakan suatu wadah pembinaan dan pengembangan sumber
daya generasi muda yang memiliki watak, akhlak dan juga memiliki
budi pekerti luhur serta tanggung jawab. Seperti yang disebutkan pada
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka tahun
2005 yang berbunyi :
“Gerakan Pramuka memiliki tugas pokok melaksanakan
pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah dengan
tujuan : Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader
pembangunan yang beriman dan bertakwa serta berwawasan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Membentuk sikap dan perilaku
yang positif, menguasai keterampilan dan kecakapan serta
memiliki ketahanan mental, moral, spiritual, emosional,
intelektual dan fisik sehingga dapat menjadi manusia yang
berkepribadian Indonesia, yang percaya pada kemampuan
sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama
bertanggung
jawab atas
pembangunan
3
masyarakat, bangsa dan negara.

2

File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU.
3
Ibid,

4

Dengan demikian, melalui kegiatan pramuka peserta didik dapat
mengembangkan

perilaku

dan

sikap

positif

terutama

sikap

kepemimpinannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Berdisiplin dan juga memiliki sikap dan perilaku yang baik di
dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai contoh perilaku yang
baik didalam sekolah seperti berdisiplin dalam belajar, bertanggung
jawab terhadap tugas mata pelajaran, santun terhadap warga sekolah,
rajin, terampil. Sedangkan contoh perilaku yang baik di luar sekolah
seperti suka menolong, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia,
hemat cermat dan bersahaja, suci dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan.
Tetapi kenyataan yang terjadi, perilaku peserta didik yang
semakin hari semakin merosot itu menjadi masalah besar dalam dunia
pendidikan. Dilihat dari hasil pendidikan kewarganegaraan pun belum
sepenuhnya sesuai dengan tujuan dari pendidikan kewarganegaraan itu
sendiri. Sampai saat ini masih banyak generasi muda yang melakukan
tindakan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
Indonesia dan masih banyaknya kekerasan dan kejahatan yang dilakukan
oleh kalangan pemuda.
“ Kurangnya pemahaman dari pendidikan kewarganegaraan
dalam implementasi kehidupan sehari-hari dikarenakan banyak
peserta didik yang beranggapan bahwa pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan yang sangat monoton dan membosankan itu
menjadi tolak ukur peserta didik untuk termotivasi belajar
pendidikan kewarganegaraan. Hal itu terjadi dilihat dari
komponen
guru,
pertama
pembelajaran
pendidikan
kewarganegaraan yang dilakukan oleh guru dikelas lebih
dominan menggunakan metode konvensional sehingga

5

menyebabkan kurangnya minat peserta didik untuk mengikuti
pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan
monoton. Kedua, guru hanya mengedepankan aspek kognitif saja
tapi aspek yang lainnya kurang diperhatikan. Ketiga, skenario
pembelajaran yang telah disusun dalam pelaksanaannya
terkadang banyak yang tidak sesuai karena kondisi kelas yang
kurang sesuai. “4
Dari kondisi tersebut maka tidak heran jika partisipasi peserta
didik sangat minim sehingga peserta didik kurang berperan aktif dalam
pembelajaran dan menyebabkan kurang terbentuknya perilaku yang baik
didalam diri peserta didik karena tidak melekatnya pemahaman tentang
nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan pada ideologi bangsa. Perilaku
peserta didik yang disebutkan seperti diatas karena kurangnya sikap
kedisiplinan dan kepemimpinan dari dalam dirinya sehingga tidak bisa
mengikuti pelajaran yang seharusnya diikuti karena pendidikan
kewarganegaraan sangatlah penting bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Selain itu pendidikan kewarganegaraan salah
satu mata pelajaran yang mampu membentuk perilaku peserta didik agar
peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai bangsa.
Peserta

didik

yang

memiliki

sikap

kepemimpinan

dan

kedisiplinan yang sudah tertanam dalam dirinya seperti yang didapat
dari kegiatan ekstrakurikuler akan mampu mengikuti pembelajaran
sebagaimana mestinya dan akan mampu mengatur dirinya dalam
mengikuti pelajaran tanpa harus berpacu pada pendidik yang kurang
professional dalam mengajar, karena seorang peserta didik yang
memiliki sikap pemimpin akan selalu berperan aktif dan berperilaku
4

Ibid,

6

baik

dalam

belajar

sehingga

dapat

mengaplikasikan

dalam

kehidupannya. Oleh sebab itu akan mudah terbentuk suatu perilaku yang
sesuai dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan yakni memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari agama, sosial-budaya,
bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia serta tujuan
pendidikan nasional.

B.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum maksimal dikembangkan
untuk meningkatkan sikap kepemimpinan dan kedisiplinan peserta
didik dalam belajar.
2. Terdapat perilaku peserta didik yang kurang baik dalam mengikuti
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
3. Sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum
dapat

meningkatkan

partisipasi

peserta

didik

dalam

belajar

pendidikan kewarganegaraan.
4. Kurangnya

sikap

disiplin

peserta

didik

dalam

mengikuti

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
5. Masih kurang efektif partisipasi peserta didik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.

7

6. Kurangnya profesionalitas guru terhadap perilaku peserta didik dalam
belajar pendidikan kewarganegaraan.
7. Kurangnya sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler
pramuka dapat mempengaruhi perilaku peserta didik dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

C.

Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah,
maka penelitian ini dibatasi pada “ Pengaruh Sikap Kepemimpinan
Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Perilaku Peserta
Didik di Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan “.
Adapun yang dimaksud dengan sikap kepemimpinan yaitu sikap
yang mengatur diri untuk melakukan sesuatu dengan penuh tanggung
jawab dan mempunyai tujuan yang akan dicapainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku peserta didik adalah
sikap seseorang yang dapat diamati oleh panca indera sebagai hasil dari
interaksi di lingkungannya.

D.

Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh sikap
kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap
perilaku

peserta

kewarganegaraan?”

didik

di

dalam

pembelajaran

pendidikan

8

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan sikap kepemimpinan peserta didik dalam
kegiatan ekstrakurikuler pramuka.
2. Untuk mendeskripsikan perilaku peserta didik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
3. Untuk membuktikan adanya korelasi antara sikap kepemimpinan
dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan perilaku peserta
didik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat atau berguna
bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi sekolah, sebagai masukan dan refleksi sekolah tentang korelasi
antara sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka
dengan perilaku peserta didik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
2. Bagi pendidik, sebagai masukan dalam menindak lanjuti tentang
perilaku peserta didik dalam pembelajaran khususnya pada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
3. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih
lanjut.

BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN

9

A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Sikap
Sikap pada awalnya diartikan sebgai suatu syarat untuk
munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang dan
semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat
yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon
pada keadaan tertentu. Apa yang dimaksud dengan sikap itu? dibawah
ini disampaikan tentang pengertian sikap dari beberapa ahli :
Menurut Masri (1972): “ mngartikan sikap sebagai kesediaan
yang diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu “. 5

Yang

dimaksud dengan diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu
yakni suatu respon dari dalam diri seseorang menanggapi situasi
tertentu dan memberikan umpan balik terhadap sesuatu yang terjadi
disekelilingnya.
Berkman dan Gilson (1981): “mendefinisikan sikap adalah
evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap
element diluar dirinya“.6 Kecenderungan yang dimaksud yakni
kecenderungan untuk bereaksi. Sikap merupakan penentu yang penting
dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu
berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang.
Allfort ( dalam Assael,9 1984): “mendefinisikan sikap adalah
keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek
5
6

Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.45
Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45

10

tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung
(favorable) atau menolak (unfavorable)“.7 Bahwa kesiapan yang
dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon.
Hawkins Dkk (1986): “menyebutkan bahwa sikap adalah
pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif,
keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk
memberikan respon terhadap dunia luar”.8 Yang memegang peranan
penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor
kedua adalah reaksi atau respon jadi dari faktor tersebut memberikan
suatu respon terhadap dunia luar.
“Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga
kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili
oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensist Likert
dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, kerangka
pemikiran ini diwakili oleh beberapa ahli, seperti Chief,
Bogardus, La Pierre dan Gordon Allport. Menurut kelompok
pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan
bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan
yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok
yang berorientasi pada skema triadik (tradic schema). Menurut
pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen
kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.“9
7
8
9

Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45
Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 46
Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 46

11

Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai
persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap
suatu situasi. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap
terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif.
“Trandis (1971) membagi sikap menjadi tiga komponen
yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Komponen kognitif, adalah
komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah
yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang
objek sikap. 2) Komponen afektif, adalah komponen yang
berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang,
sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya
dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. 3) Komponen
konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang
untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap“10
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu
bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi
yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek. Suatu sikap akan terbentuk dari
kerangka pemikiran yakni reaksi terhadap perasaan yang dimunculkan
dengan cara-cara tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung.
2. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu sikap yang ada dalam diri
seseorang yang mampu menggerakkan seorang tersebut menjadi lebih
tanggung jawab dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai tujuan

10

Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka
Cipta 2010, cet ke-5), hal. 188

12

yang akan dicapainya. Dibawah ini disampaikan tentang pengertian
kepemimpinan para ahli:
Menurut Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagai
penyebab atau pengendali, melainkan sebagai akibat dari tindakan
kelompok”.11 Menurut Borgardus sikap kepemimpinan lahir bukan
suatu penyebab atau pengendali tetapi sikap itu lahir atas akibat dari
tindakan-tindakan kelompok.
Menurut Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagai
tingkah laku seorang individu yang mengatakan aktivitas kelompok”. 12
Hemphill lebih menilai sikap kepemimpinan merupakan suatu tingkah
laku seseorang individu yang mendominasi suatu aktifitas kelompok.
Menurut Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) :
“kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam
suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai
tujuan”.13 Menurut para ahli ini, sebuah sikap kepemimpinan
merupakan pengaruh seseorang yang mendominasi dalam suatu
aktifitas dan disampaikan melalui komunikasi antar kelompok yang
tergabung didalamnya guna mencapai tujuan bersama.
Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) : “Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
11

File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU
12
Ibid,
13
Ibid,

13

diinginkan kelompok”.14 Jadi kepemimpinan suatu seni seseorang
dalam membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri pengikutnya
guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut

Stoner,

Freeman

dan

Gilbert

Jr

(1995):

“mendefinisikan Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok itu”15 suatu proses akan berlangsung apabila ada faktor
penggerak. Dengan penggerak ini akan tercipta kegiatan-kegiatan
dimana kegiatan menggiatkan unsur lainnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,
bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku
bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai
tujuan organisasi atau kelompok. Kepemimpinan juga bawahan dalam
diri seseorang untuk lebih tanggung jawab dalam dirinya dan
menggerakkan suatu kegiatan positif dalam dirinya.
Kepemimpinan adalah sebuah proses dalam upaya meningkatkan
kualitas diri seseorang dalam rangka membangun jati diri seseorang.
Upaya untuk membangun diri seseorang tersebut sangat dipengaruhi
oleh berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan orang tersebut. Hal

14

http://www.jurnaltaqin.com/2010/12/teori-teori-kepemimpinan.html
Kabul Budiono. Nilai-nilai Kepribadian dan kejuangan Bangsa Indonesia.
(Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 101
15

14

ini sesuai dengan teori tentang kepemimpinan yang disampaikan oleh
beberapa ahli yaitu sebagai berikut:
a. Teori orang-orang terkemuka
Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan
kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan
karakter. Jadi menurut teori ini, kepemimpinan merupakan sifat
dasar kepribadian dan karakter seseorang. Yang dimaksud sifat
dasar kepribadian seseorang yakni sifat yang ada dalam diri
seseorang yang tumbuh sejak lahir serta perkembangan kepribadian
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Sedangkan
karakter yakni watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian atau akhlak seseorang.
b. Teori lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh
kemampuan

dan

keterampilan

yang

memungkinkan

dia

memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan
dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak
terletak dalam diri individu melainkan merupakan fungsi dari suatu
peristiwa. Dilihat dari teori lingkungan bahwa kepemimpinan
muncul dari keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah
sosial dan tidak ada dalam diri individu melainkan muncul dari
suatu peristiwa.
c. Teori personal situasional

15

Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan
dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat
dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan
kepada kelompok. Yang dimaksud oleh Case bahwa kepemimpinan
tidak dihasilkan dari satu atau dua faktor, suatu kepemimpinan
dihasilkan oleh tiga faktor yakni dari diri seseorang, kelompok dan
peristiwa yang terjadi dari kelompok.
d. Teori interaksi harapan
Human (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan
individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan
semakin

banyak

anggota

kelompok

yang

berhasil

diajak

berinteraksi. Artinya apabila individu sudah mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam kelompok maka akan semakin banyak anggota
yang berhasil diajak berinteraksi.
e. Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan
proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus
memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan
individual dari mereka yang terlibat dalam interaksi seorang
pemimpin dengan anggota-anggotanya yang terlibat dengan
memperhitungkan harapan, nilai dan keterampilan individual.
f. Teori pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota
untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat

16

yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan
kekuasaannya

bila para anggota tidak lagi sepenuh hati

melaksanakan segala kewajibannya. Berbeda dengan teori lain di
atas, Blau mengartikan kepemimpinan yakni seorang pemimpin
akan kehilangan kekuasaannya bila para anggota yang telah
diangkat menjadi orang kepercayaan itu tidak lagi melaksanakan
kewajibannya dengan sepenuh hati.16
Dilihat dari teori-teori kepemimpinan bahwa setiap orang yang
mendominasi

dalam

suatu

kelompok

dan

mampu

mengatur,

menggerakkan, memotivasi anggota-anggotanya maka akan tercapai
dengan baik suatu harapan-harapan dari kelompok tersebut. Seperti
halnya dalam pembelajaran disekolah, suatu tujuan dari pembelajaran
akan menghasilkan hasil yang baik jika tertanam sikap kepemimpinan
siswa dalam belajar. Sikap kepemimpinan siswa tidak hanya didapat
dari kegiatan intrakurikuler tetapi bisa dihasilkan dari suatu kegiatan
ekstrakurikuler disekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar
jam pelajaran yang menunjang kreatifitas peserta didik dalam
mengembangkan keterampilan serta memperluas pengetahuan siswa
yang didapatkan dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
“Ekstrakurikuler menurut Hadawi Nawawi adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran (kegiatan
kurikulum) sifat kegiatan pendidikan non formal digunakan
untuk membantu siswa mengisi waktu senggang secara terarah

16

File.upi.edu /direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU

17

disamping memberikan berbagai pengetahuan dan keterampilan
melalui pengalaman langsung yang bersifat praktis.”17
Ada pula yang mendefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
adalah kegiatan jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu
libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar dengan tujuan antara
lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta
melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.
Sedangkan menurut Suryobroto, ekstrakurikuler adalah kegiatan
tambahan diluar struktur program, dilaksanakan diluar jam pelajaran
biasa agar memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.18
Dari beberapa definisi diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran yang diikuti
peserta didik guna memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta
didik yang secara langsung dan praktis.
Adapun tujuan dari diadakannya ekstrakurikuler di sekolah
umum ataupun madrasah yakni :
Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu
mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan
mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya.

17

Ahmad Nasehudin, Pengaruh Ekstrakurikuler Terhadap Hasil Belajar Peserta
Didik, skripsi desember 2010, hal. 9
18
Ahmad Nasehudin. Ibid, hal. 10

18

a. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan,
sosial, budaya, dan alam semesta.
b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat siswa agar
dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya.
c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab
dalam menjalankan tugas.
d. Menumbuhkembangkan akhlak islami yang mengintegrasikan
hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri
sendiri.
e. Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat persoalanpersoalan sosial keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif
terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan dakwah.
f. Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa
agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan, dan terampil.
g. Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi (human relation) dengan baik, secara verbal dan non
verbal.
h. Melatih kemampuan siswa untuk bekerja dengan sebaik-baiknya,
secara mandiri maupun dalam kelompok, menumbuh kembangkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.19
Dengan

dikemukakan

tujuan

dari

diadakannya

kegiatan

ekstrakurikuler di sekolah maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
19

Ahmad Nasehudin. Ibid, hal. 12

19

ekstrakurikuler mampu menjadikan peserta didik dapat berperilaku
sesuai karakter bangsa, yakni menjadikan peserta didik mampu
berinteraksi terhadap lingkungan sekitar seperti di sekolah, di rumah,
di lingkungan sosial. Peserta didik pun akan mendapatkan wawasan
luas selain yang didapatkan dari materi pembelajaran di dalam kelas.
Oleh sebab itu kegiatan ekstrakurikuler mendukung kegiatan
intrakurikuler di sekolah guna mencapai tujuan dari pendidikan.
Adapun ekstrakurikuler yang mampu menjadikan perilaku
peserta

didik

yang

sesuai

dengan

karakter

bangsa,

yakni

tugas

pokok

ekstrakurikuler pramuka.
Karena

ekstrakurikuler

pramuka

memiliki

melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah
dengan tujuan :
Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan
yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu membentuk sikap dan perilaku yang positif,
menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan
mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat
menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada
kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat,
bangsa dan negara.
Selain tujuan dari ekstrakurikuler pramuka di atas bahwa
ekstrakurikuler pramuka mempunyai peranan penting dalam proses

20

mentransformasi bakat kepemimpinan peserta didik dan mempunyai
peranan penting yang efektif untuk mengajarkan dan mensosialisasikan
nilai-nilai dalam menanamkan instrumen untuk memupuk mental
kepemimpinan.
Pramuka mengisyaratkan pengembangan kepemimpinan sebagai
berikut :
a. Memahami pemahaman konstruktif atas objek-objek nonverbal
secara berstruktur dalam rangka equilibrium yang koheren,
konsistensi dalam dunia realitas
b. Kemampuan berpikir respofis
c. Mampu mengenal simbol-simbol verbal
d. Bertanggung jawab tentang diri sendiri dan orang lain sehingga
mampu menyelaraskan kepentingan individual dengan bertanggung
jawab
e. Interaksi dengan orang lain dan kepedulian sampai dengan
pergaulan hidup dan pengabdian masyarakat.20
Seperti diketahui gerakan kepramukaan membangun karakter
bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan budi pekerti dan
keterampilan dalam regu-regu kecil yang dinamis. Secara bertahap
ditanamkan nilai-nilai luhur bahwa setiap anggota mempunyai
kesempatan, tanggung jawab, dan kewajiban yang sama. Bagi anggota
muda dan remaja utamanya sebagai latihan untuk hidupnya dimasa

20

Romli, Peran kepramukaan dalam Mengembangkan Bakat Kepemimpinan Siswa, skripsi,
November 2010. Hal. 17

21

depan, harus berani, mampu dan sanggup tampil sebagai pemimpin
regunya dengan penuh tanggung jawab.

3. Pengertian Perilaku
Kata “perilaku” dalam kamus bahasa inggris disebut dengan
behave dan conduct. Behave (kata kerja) berarti berkelakuan/
berperilaku. Sedangkan conduct berarti tingkah laku, sikap, tabiat,
memimpin dan menuntun.21 Perilaku juga terdiri dari kata peri dan
laku. Peri berarti sekeliling, dekat, dan melingkupi, sedangkan laku
berarti tingkah laku, perbuatan dan tindak tanduk.22 Jadi perilaku
berarti tindakan atau kelakuan seseorang atau hewan dalam lingkungan
sekelilingnya.
“Skinner (1904) berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu
dikendalikan oleh faktor dari luar, yaitu berupa lingkungan,
rangsangan atau stimulus. Lebih lanjut Skinner mengatakan
bahwa dengan memberikan dorongan yang positif (positive
reinforcement) suatu tingkah laku akan ditumbuhkan dan
dikembangkan. Sebaliknya jika diberi dorongan negatif (negative
reinforcement) suatu perilaku akan dihambat.”23
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud
dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang
dimiliki seseorang bisa dikatakan sifat atau akhlak apabila mencakup
dua hal, yaitu ;
a. Perbuatan itu dilakukan secara terus menerus, dan
b. Perbuatan itu dilakukan secara spontanitas.
21

Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi,
November 2006. Hal, 23
22
Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989, cet ke-2), hal. 671
23
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:
Kharisma Putra Utama, 2009), hal. 91

22

“Tingkah laku adalah fungsi dari situasi dan hal-hal yang
mendahului situasi tersebut. Tingkah laku ada dua macam, yaitu
tingkah laku mekanis yang berhubungan erat dengan anggota
badan yang menyebabkan terjadinya gerakan otomatis seperti
gerakan reflek sedangkan tingkah laku rasionil adalah tingkah
laku yang berhubungan erat dengan jiwa. Seseorang dapat
merencanakan atau meninjau kembali suatu tingkah laku karena
dikuasai oleh jiwa.24
Perilaku biasanya diasumsikan timbul dari sikap, bahkan
kebanyakan seseorang mempunyai asumsi bahwa sikap seseorang
menentukan perilakunya. Akan tetapi bagaimanakah relevansi dan
konsistensi kedua hal tersebut.
“Beberapa ahli seperti LaPiere yang dikutif oleh David O. Sears
mengatakan “ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku”.
Sementara yang lain berkesimpulan bahwa faktor penting dari
konsisten sikap-perilaku adalah penonjolan sikap yang relevan.
Adapun pengertian umum dari sikap itu akan berkaitan dengan
perilaku. Semakin besar relevansi spesifik sikap terhadap
perilaku, semakin tinggi korelasi antara kedua hal tersebut.”25
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa perilaku adalah
sikap seseorang yang muncul dari lingkungan yang dihadapinya atau
respon sikap dari apa yang dihadapinya. Oleh karena itu perilaku
seseorang bisa bereaksi spontan ataupun bisa dengan dikendalikan oleh
seseorang tersebut. Jadi, perilaku bukan hanya terjadi akibat stimulusrespons tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif jika peserta didik
mengenal tujuan yang ingin dicapainya.

24

Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah,
skripsi, November 2006. Hal, 24
25
Musyarofah. Ibid, Hal, 26

23

4. Hakikat dan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1961 tidak dikenal adanya
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dalam kurikulum 1946
dan 1957 materi itu dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum
di Sekolah Dasar atau Tata Negara di Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas. Baru dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun
1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Menurut
kurikulum Sekolah Dasar 1968 Pendidikan Kewargaan Negara
mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, Civics yang diartikan sebagai
pengetahuan Kewargaan Negara.
Dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1968 Pendidikan
Kewargaan Negara tersebut mencakup materi Sejarah Indonesia dan
Tata Negara, sedang dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas 1968
Pendidikan Kewargaan Negara lebih banyak berisikan materi UndangUndang Dasar 1945. Sementara itu, menurut kurikulum Sekolah
Pendidikan Guru 1969 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup
sejarah Indonesia, Undang-Undang Dasar, kemasyarakatan, dan Hak
Asasi Manusia.
“Dalam Kurikulum Proyek Sekolah Perintis Pembangunan 1973
terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara dan
Pengetahuan Kewargaan Negara. Sedikit berbeda, menurut
Kurikulum Proyek Sekolah Perintis Pembangunan 1973
diperkenalkan
mata
pelajaran Pendidikan
Kewargaan
Negara/Studi Sosial untuk Sekolah Dasar 8 tahun yang berisikan
integrasi materi ilmu pengetahuan sosial. Sedangkan di Sekolah
Menengah 4 tahun selain Studi Sosial terpadu, juga terdapat mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara sebagai program inti

24

dan “Civics dan Hukum” sebagai program utama pada jurusan
sosial”.26
Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang
perlu di bedakan, yakni kewargaannegara dan kewarganegaraan.
Seperti dibahas oleh Soemantri (1967) istilah kewargaannegara
merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran
sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar
menjadi warga negara yang baik (good citizen).
Warga negara yang baik adalah warga negara yang tahu, mau,
dan mampu berbuat baik “(Soemantri 1970) atau secara umum yang
mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara” (Winataputra 1978).27
Di lain pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam
perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara,
misalnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1949
dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta peraturan tentang
naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia
bagi orang-orang atau warga negara asing.
Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk
kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual
diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan sebagai
hal-hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karakter

26

Udin S. Winataputra. Pembelajaran PKN di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka,
2008), hal. 14
27
Udin S. Winataputra. Ibid, hal. 15

25

warga negara, sebagaimana digunakan dalam perundang-undangan
kewarganegaraan untuk program pengembangan karakter warga negara
secara kurikuler.
Pendidikan

kewarganegaraan

mempunyai

fungsi

untuk

membentuk karakter bangsa. Hal itu dipertegas dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4. Adapun tujuan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Departemen Pendidikan Nasional
(2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.28
Djahiri (1994/1995:10) mengemukakan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan pendidikan kewarganegaraan harus ajeg dan
mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu
“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

28

http://gudangmateri.com/2011/05/tujuan-pendidikan-kewarganegaraan.html

26

jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu membina
moral yang diharapakan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan
beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan
diatasi

melalui

musyawarah

mufakat,

serta

perilaku

yang

mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat
Indonesia.29
Tujuan umum pelajaran pendidikan kewarganegaraan ialah
mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang
dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia
terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila
sejati” (Soemantri, 2001:279).
“Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa,
tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan
agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be
good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan
(civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun
spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat”.30
29
30

Ibid,
Ibid,

27

Setelah

menelaah

pemahaman

dari

tujuan

Pendidikan

Kewarganegaraan, maka dapat disimpulkan bahwa Pendididkan
Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan
dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari-hari. Adapun
harapan

yang

ingin

dicapai

setelah

pengajaran

pendidikan

kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga
keutuhan dan persatuan bangsa serta berperilaku yang sesuai dengan
amanat Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Selain itu juga
kegiatan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan bisa
menarik perhatian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan berbagai model, metode, dan media pembelajaran.
Belajar dalam teori contructivism adalah merupakan proses aktif dari
peserta didik untuk merekontruksi makna dengan cara memahami teks,
kegiatan dialog, pengalaman fisik dan sebagainya. Belajar merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga
pengertiannya menjadi berkembang. Dalam kegiatan pembelajaran
selain mengembangkan pemahaman peserta didik maka pendidik
berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan
kegiatan belajar kearah tercapainya tujuan yang ditentukan.

28

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran adalah merupakan sebuah
upaya menciptakan lingkungan yang memungkinkan timbulnya
inisiatif pada peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Kondisi
lingkungan ini harus diciptakan oleh guru, dan setiap respons yang
diberikan peserta didik terhadap lingkungan tersebut harus diberikan
apresiasi yang pantas dan memuaskan peserta didik. Dengan demikian
maka kegiatan pembelajaran akan berjalan sebagaimana yang
dikehendaki. Selain penciptaan lingkungan yang mendukung jalannya
proses pembelajaran maka seorang guru harus menciptakan keadaan
dimana seorang peserta didik mampu belajar dan mempunyai
kesenangan dalam belajar dengan menggunakan stimulasi sebelum
belajar atau menciptakan suatu kondisi yang sama.
“Seperti pendapat E. R Guthri (1886-1959) mengungkapkan
prinsip “ the law of association “ dalam belajar, yaitu bahwa
sebuah kombinasi stimulasi yang telah menyertai suatu gerakan
cenderung akan menimbulkan suatu gerakan itu apabila
kombinasi stimulasi itu muncul kembali.”31
Dengan kata lain jika seseorang mengerjakan sesuatu dengan
situasi tertentu, maka dalam situasi yang sama, ia akan mengerjakan
lagi perbuatan yang serupa. Jadi penciptaan kondisi yang sama secara
berulang-ulang menjadi hal yang sangat menentukan terjadinya
kegiatan proses pembelajaran. Selanjutnya dari penciptaan lingkungan
dilanjutkan dengan menciptakan kondisi yang sama secara berulang
dalam belajar maka terbentuk hubungan yang erat antara aksi dan
reaksi dalam belajar.

31

Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kharisma
Putra Utama, 2009), hal. 92

29

Belajar juga dapat dikatakan suatu proses perubahan manusia.
Perubahan ini terjadi karena adanya interaksi antar sesama atau dengan
lingkungan. Seseorang dikatakan telah belajar apabila dalam interaksi
tersebut seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dari segi
pengetahuan, sikap maupun keterampilannya. Kata belajar lebih sering
diartikan dalam pengertian yang sempit, yaitu belajar hanya dikaitkan
dengan belajar formal disekolah, misalnya mempelajari pendidikan
kewarganegaraan, matematika dan sebagainya, sehingga hasil yang
berupa prestasi dalam bentuk angka-angka atau nilai ujian. Tapi pada
dasarnya belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku, jadi belajar
akan membawa sesuatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu
penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk penguatan negatif
antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
“ Beberapa prinsip Skinner antara lain :
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika
salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk
itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya
hukuman.

30

e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas
sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.“32
Selain itu menurut Gagne, belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan,
dan tingkah laku yang diperoleh dari instruksi.33
Selanjutnya terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk
membuat

dunia

kita

diterima

oleh

pikiran,

kita

melakukan

pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi
adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi
baru. Piaget mngatakan bahwa kita melampaui perkembangan melalui
empat tahap dalam memahami dunia, yaitu : “
a. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir
hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap
ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar
dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar)
melalui gerakkan-gerakkan dan tindakkan-tindakkan fisik.
b. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari
usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap
ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambargambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animism, dan
intuitif.
32

Hari Wibowo. Pengantar Teori-teori Belajar dan Model-model Pembelajaran
(Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten), hal. 9
33
Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka
Cipta 2010, cet ke-5), hal. 13

31

c. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage),
berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga
piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis
menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat
diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
d. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang
terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat
dan terakhir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui
dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara
abstrak dan lebih logis. “34
Setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya bila tahap
sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan
utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri
perkembangan setiap individu yang bersangkutan.
Dari teori-teori di atas maka ditarik kesimpulan bahwa proses
belajar merupan kegiatan fisik dan mental agar terjadi suatu perubahan
dari proses tersebut dan terjadinya suatu perubahan itu dilalui dari
tahap-tahap dan faktor-faktor lain yang menjadikan proses belajar itu
bermakna dan mencapai tujuan. Pembelajaran juga tidak hanya dilihat
dari hasil nilai yang didapat tetapi dilihat dari perubahan-perubahan
individu yang telah mengalami proses pembelajaran serta akan ada
perubahan dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

5. Sikap Kepemimpinan Mempengaruhi Perilaku Peserta Didik
da