PERANAN AGAMA DALAM PEMBANGUNAN docx

PERANAN AGAMA DALAM PEMBANGUNAN
IPTEK NASIONAL 1
Oleh:
Arief Furchan

Pendahuluan
Peluncuran dan terbang perdana pesawat N-250 yang diberi nama Gatotkaca pada tanggal 10
Agustus 1995 merupakan tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pesawat ini adalah
pesawat terbang pertama yang dibuat oleh putra-putri Indonesia, mulai dari rancang bangun
sampai ke perakitannya. Kebanggaan akan prestasi itulah yang membuat pemerintah, melalui
Keputusan Presiden RI no. 71 tahun 1995, menetapkan tanggal 10 Agustus sebagai Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional. Keinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan iptek
nasional inilah, barangkali, yang melatar-belakangi diselenggarakannya seminar oleh IAIN
Sunan Ampel pada hari ini.

Judul yang diberikan panitia kepada saya, yang juga menjadi tema Seminar ini, memberi
kesan bahwa, dalam hubungan dua variabel ini (agama dan iptek nasional), iptek nasional
menjadi fokus utama dan agama sebagai penunjangnya. Mungkin di antara peserta Seminar ini
ada yang tidak setuju dengan penempatan posisi seperti itu dan menginginkan agar agama
ditempatkan pada posisi fokus dalam kaitannya dengan iptek. Keinginan semacam itu adalah
wajar dan sah, namun mengingat seminar ini dikaitkan dengan peringatan Hari Kebangkitan

Teknologi Nasional yang pertama, maka wajarlah kalau pada seminar kali ini yang menjadi
fokus perhatian adalah masalah ipteknya. Mengapa iptek itu dikaitkan dengan agama?
Barangkali, hal itu karena yang menyelenggarakan seminar ini adalah IAIN, yang bidang
garapannya adalah agama.
Untuk membahas topik ini, saya ingin mengajak peserta seminar ini untuk menjawab beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah posisi iptek dalam pembangunan nasional?
2) Apa dampak iptek dan globalisasi pada pembangunan bangsa?

3)
4)
5)

Bagaimana sikap kita terhadap globalisasi itu?
Bagaimana peranan agama yang diharapkan dalam pembangunan iptek nasional?
Apakah harapan itu telah terwujud?

Posisi Iptek dalam Pembangunan Nasional
Memasuki Pembangunan Jangka Panjang ke II, bangsa Indonesia makin menyadari akan
pentingnya peran iptek bagi keberhasilan program pembangunan bangsanya. Hal ini tampak

nyata dengan dimasukkannya iptek sebagai salah satu asas pembangunan pada GBHN 199319982. Sepuluh tahun sebelumnya, iptek belum dimasukkan sebagai asas pembangunan walau
bukan berarti tidak penting. Secara umum GBHN 1993-1998 itu juga mengakui bahwa selama
PJP I, "pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil memajukan tingkat
kecerdasan masyarakat, mengembangkan kemampuan bangsa serta ikut mendorong proses
pembaharuan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. ..." (Bab III, A. 8.).
Iptek juga telah menjadi salah satu bidang pembangunan dalam PJP II ini yang sasarannya
adalah "tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan
peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang
berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera ..." (Bab III, E. 4.).
Dalam arah PJP II, juga disebutkan bahwa
"pembangunan iptek memegang peranan penting serta akan sangat mempengaruhi
perkembangan dalam masa PJP II. Penguasaan iptek akan mempengaruhi keberhasilan
membangun masyarakat maju dan mandiri. Pembangunan iptek diarahkan agar pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan
kemampuan bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan produktivitas dan
efisiensi, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan martabat bangsa, serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat. ..." (Bab III, F. 15.).
Kutipan-kutipan dari GBHN di atas menunjukkan bagaimana posisi pembangunan iptek dalam

kerangka Pembangunan Nasional Tahap II. Dapat disimpulkan bahwa pada PJP II, ini bangsa
Indonesia makin menyadari betapa pentingnya iptek itu bagi pembangunan nasional. Bahkan
dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan nasional akan dipengaruhi oleh penguasaan bangsa
ini atas iptek itu. Kalau kita dapat menguasai iptek dengan baik, maka akan makin berhasillah
pembangunan kita sedangkan kalau penguasaan iptek kita rendah, maka pembangunan nasional
kita pun akan kurang berhasil.
Dalam kebijakan PELITA VI, dinyatakan bahwa iptek diperlukan di hampir semua sektor
pembangunan: industri, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, transportasi, dan
bioteknologi (Bab IV, F.)
Dampak Iptek dan Globalisasi pada Pembangunan Bangsa

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini, tentu saja, bersifat subyektif,
tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai negatif oleh bangsa Indonesia belum
tentu juga dinilai negatif oleh bangsa Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya, dalam
bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah
membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu
dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara,
dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah

memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan
telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada
atau dari mana saja kita berada. Kemajuan di bidang penyimpanan data telah memungkinkan
kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact Disk yang
beratnya kurang dari satu ons. Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan
internet yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia
tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat
perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini, lewat bursa saham,
orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara lain.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat
dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai globalisasi,
suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung, kota, atau negara,
melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam
usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan solusi.
Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau
lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh
permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif. Hal ini
karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang mempunyai

nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati
teknologinya itu sendiri dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa
ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai. Sebagai contoh,
kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada
sensor. Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat
anak-anak kita tanpa terpotong gunting sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV
nasional (yang terpaksa diputar karena produksi nasional belum ada dan harganya lebih murah
daripada memproduksi sendiri) juga dapat mempengaruhi nilai budaya para pemirsanya.
Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat
mempengaruhi para pemirsanya bahwa perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah
hal yang biasa, bahwa kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah. Film detektif
bahkan dapat menjadi 'guru' bagi para maling.

Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya
belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang
ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya,
maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini
jelas merupakan tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia
yang dicita-citakan.

Hal ini tampaknya juga disadari oleh para wakil rakyat yang menyusun GBHN 1993-1998.
Mengenai dampak negatif globalisasi bagi pembangunan nasional kita, GBHN menyatakan:
"Perkembangan, perubahan, dan gejolak internasional pada akhir Pembangunan Jangka
Panjang Pertama ditandai oleh gejala baru, yaitu globalisasi yang dapat mempengaruhi stabilitas
nasional dan ketahanan nasional yang pada gilirannya akan berdampak pada pelaksanaan
pembangunan nasional di masa yang akan datang. ... Tantangan di bidang ekonomi ... adalah
munculnya pengelompokan antar-negara yang cenderung meningkatkan proteksionisme dan
diskriminasi pasar yang dapat menghambat pemasaran hasil produksi dalam negeri dan
mendorong persaingan yang tidak sehat. Ancaman di bidang politik dan pertahanan keamanan
adalah kemungkinan timbulnya rongrongan terhadap ideologi Pancasila, Wawasan Nusantara,
dan Ketahanan Nasional, khususnya persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat mengganggu
kelancaran jalannya pembangunan nasional. Ancaman di bidang sosial budaya adalah masuknya
nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai lujur budaya bangsa." (Bab IV, A. 2.)
Sikap terhadap Globalisasi
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga: (1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu; (2)
menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan
berani. Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk
menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan dampak positif dan
negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih

besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak
mau bersentuhan dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi
dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai
dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu fihak, ia mengetahui
dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui
dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul
ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia
membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau
berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan dampak positif
dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak globalisasi

masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah
mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak
negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan
membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek
dan globalisasi itu secara negatif.
Secara teoritis, kita dengan mudah akan melihat bahwa pilihan ke tiga itulah yang terbaik
tetapi, secara praktis, kadang-kadang kita akan lebih memilih alternatif ke dua atau pertama.

Barangkali dilemma seperti inilah yang dihadapi oleh para ulama Madura dalam masalah
industrialisasi pulau Madura. Di masa lalu, dilemma ini mungkin juga dihadapi oleh para ulama
dalam masalah pendidikan umum yang diperkenalkan Belanda.
Tampaknya, dalam masalah kemajuan iptek dan globalisasi ini bangsa Indonesia bertekad
untuk memilih alternatif ke tiga: kemajuan iptek dirangkul sedang dampak ikutannya yang
negatif akan dihadapi dengan meningkatkan ketahanan nasional di bidang ipoleksosbud. Hal ini
tampak dalam pernyataan mereka dalam GBHN 1993-1998:
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian nilai
luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak menutup
diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan
kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai tambah ... dengan
mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan
dan kondisi masyarakat." (Bab II, G. 3.)
Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri terhadap masuknya nilainilai positif budaya bangsa lain guna mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya
bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-rambu
bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada masyarakat dan bangsa.
Peranan Agama dalam Pengembangan Iptek Nasional
Dalam membahas peranan agama dalam pengembangan iptek nasional ini, saya tidak akan

berbicara secara teoritik umum. Mengingat iptek yang kita bicarakan adalah iptek dalam konteks
nasional, maka peranan yang dimainkan oleh agama dalam hal ini pun berada dalam konteks
nasional pula. Dengan demikian, pertanyaan yang ingin saya jawab dalam bagian ini adalah:
Bagaimanakah peran yang diharapkan oleh bangsa Indonesia dari agama dalam kaitannya
dengan pengembangan iptek nasional?
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau
bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c) tidak
bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.

Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap
benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula
sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan
cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia.
Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat
bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang
mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap
menyesatkan masyarakat.

Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran
iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara
keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima
kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran
yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya
berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak
dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada
wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan yang satu tidak
mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam
masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan
negara/masyarakat.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama
tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi.
Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan
iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi, penghayatan
agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak
mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat
terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan
agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu, persinggungan

itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin
secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak
menimbulkan dampak apa-apa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan
seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan
serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi
dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama
tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan
demikian pula sebaliknya.
Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung
pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak akan mendorong orang untuk mendalami

ajaran agama. Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang
untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak sebaliknya terjadi. Pada wujud
ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk lebih mendalami dan menghayati
ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk
mengembangkan iptek.
Pertanyaan selanjutnya adalah "pola hubungan yang manakah yang dikehendaki oleh bangsa
Indonesia terjadi di negara kita ini?" Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu
melihat kembali GBHN sebagai cermin keinginan bangsa Indonesia tentang apa yang mereka
harapkan terjadi di Indonesia dalam masa 5 atau 25 tahun mendatang.
Kalau kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek
dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga,
pola hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak
saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di muka,
dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya
bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan
budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan hubungan
netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang
pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun
dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek.
Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan
bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu
asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang berarti
"... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur
yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi
pembangunan nasional.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar
agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan
spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek
tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat
menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.
Hubungan Agama dan Pengembangan Iptek Dewasa Ini

Pertanyaan berikutnya adalah "apakah peranan agama terhadap pengembangan iptek seperti
yang diharapkan itu telah terjadi?" Dari pengamatan selama ini, saya rasa peranan seperti itu
belum terjadi. Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak
saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan
agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan agama diharapkan tidak
menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu
pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan dengan
kebijaksanaan.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu ada polemik di surat kabar tentang tayangan televisi
swasta yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama (misalnya, penonjolan aurat wanita,
cerita perselingkuhan, dsb.). Fihak yang berkeberatan mengatakan bahwa hal itu dapat merusak
mental masyarakat. Tetapi, fihak yang tidak berkeberaan dengan acara seperti itu mengatakan
bahwa 'kalau anda tidak senang dengan acara itu, matikan saja televisinya.' Perusahaan televisi
swasta adalah perusahaan yang harus memikirkan keuntungan dan ia akan berusaha
menayangkan film yang digemari masyarakat. Kalau masyarakatnya senang film sex dan sadis,
maka film itu pulalah yang akan memperoleh rating tinggi dan diminati oleh pemasang iklan. Ini
adalah pemikiran yang sekuler, yang memisahkan urusan dagang dari agama. Tugas pengusaha
adalah mencari untung sebanyak-banyaknya, sedang mendidik kehidupan beragama masyarakat
adalah tugas guru agama dan ulama. Kasarnya, tugas setan memang menggoda manusia sedang
mengingatkan manusia adalah tugas nabi.
Polemik ini diselesaikan dengan penerapan sensor intern dari perusahaan televisi swasta. Kini
adegan ciuman bibir antara lelaki perempuan, yang biasa kita lihat di bioskop, tidak akan kita
temukan di televisi. Film "Basic Instinct" yang ditayangkan di televisi beberapa waktu yang lalu
telah dipotong sedemikian rupa sehingga steril dari adegan sex yang panas.
Ada pula konflik antara ajaran agama dan ajaran ilmu pengetahuan yang diselesaikan dengan
cara menganggapnya "tidak ada atau sudah selesai" padahal ada dan belum diselesaikan.
Sebagai contoh adalah teori tentang asal usul manusia yang diajarkan di sekolah. Guru biologi
mengajarkan bahwa menurut sejarahnya, manusia itu berasa dari suatu jenis tertentu yang
kemudian pecah menjadi dua cabang: yang satu mengikuti garis pongid yang akhirnya menjadi
kera modern, yang lain mengikuti garis manusia yang berkembang mulai dari manusia kera
purba sampai ke manusia modern. Guru agama Islam mengajarkan bahwa, berdasarkan dalildalil naqli, manusia itu diciptakan oleh Allah s.w.t. dalam bentuknya seperti sekarang. (Lihat
buku teks Biologi SMU untuk kelas tiga dan bandingkan dengan buku teks Pendidikan Agama
Islam di SMU).
Ini adalah pertentangan teori yang klasik, antara teori evolusi dan teori ciptaan, yang pernah
melanda Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu. Di dunia ilmu pengetahuan, konflik itu tetap
berlangsung sampai sekarang walaupun kelompok pendukung teori ciptaan ini jumlahnya makin
sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang mempercayai teori evolusi. Di bidang ilmu,
konflik antara teori yang satu dengan yang lain adalah wajar dan merupakan rahmat (Konflik
semacam inilah yang menimbulkan paradigma baru dalam ilmu pengetahuan dan menghasilkan
teori-teori baru. Akan tetapi, jika konflik semacam ini diajarkan di sekolah tanpa diselesaikan,

maka kebingungan lah yang akan menjadi akibatnya. Di Amerika, konflik ini diselesaikan
dengan melarang diajarkannya teori ciptaan di seluruh sekolah negeri.
Di Indonesia, konflik di sekolah ini tidak diselesaikan dan dianggap tidak ada. Pelajaran
Biologi hanya mengajarkan teori evolusi dalam bidang biologi dan pura-pura tidak tahu bahwa
ajaran agama Islam, Kristen, dan Katolik menganut faham creationism (manusia diciptakan).
Sebaliknya, Pendidikan Agama Islam mengajarkan teori ciptaan dan menyalahkan teori evolusi
tanpa menjelaskan dimana letak kesalahan teori evolusi itu (padahal, sampai saat ini, teori
evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi). Secara teoritis, keadaan seperti
ini akan menghasilkan lulusan SMA yang bingung di bidang asal usul manusia (barangkali
gurunya pun bingung!).
Penutup
Sebagai penutup dapat kitas simpulkan bahwa dewasa ini iptek menempati posisi yang amat
penting dalam pembangunan nasional jangka panjang ke dua di Indonesia ini. Penguasaan iptek
bahkan dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga
menyadari bahwa pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat
membawa dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut faham sekuler, agama
mempunyai kedudukan yang penting juga dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah
diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai
agama dan budaya luhur bangsa.
Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara eksplisit adalal
pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara implisit diharapkan bahwa
pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini
merupakan tugas yang tidak mudah karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir
keduanya (iptek dan agama). Saat ini baru sebagian kecil saja ummat yang menguasai hal itu
dan yang sedikit itu masih belum sempat menulis buku teks yang memadukan kedua hal (agama
dan iptek) itu. Dari uraian di atas, ternyata kita baru pada langkah awal dan masih jauh jalan
yang harus kita tempuh.
======0======
BAHAN BACAAN
Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993-1998.
Jakarta: Majaelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Prawirohartono, Slamet dkk. 1989. Buku Pelajaran Biologi SMA, Jilid 3-A, Semester 5,
berdasarkan kurikulum 1984. Jakarta: Penerbit Eralngga.
Team Pembinaan Penatar dan Bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia. 1991. Bahan
Penataran P-4, UUD 1945, dan GBHN 1987-1993. Jakarta: BP-7 Pusat.

Watt, W. Montgomery. 1974. The Majesty that was Islam. London: Sidgwick & Jackson.
1 Disajikan dalam Seminar Sehari “Peranan Agama dalam Pengembangan Iptek Nasional” yang
diselenggarakan oleh IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 26 Augustus 1996.
2Dalam GBHN 1993-1998 disebutkan "... bahwa agar pembangunan nasional dapat
memberikan kesejahteraan rakyat lahir batin yang setinggi-tingginya, penyelenggaraannya perlu
menerapkan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, ..." (Bab II, C. 9.).

Peranan Islam Dalam Perkembangan Iptek
PERAN ISLAM DALAM PERKEMBANGAN IPTEK
A.

PENDAHULUAN

Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban
Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan
Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya
hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan
krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan
dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi
umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih
mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu
negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak
dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan
iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan
kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains
(Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialismesekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan
psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur. [1][1]
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah
negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan
juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi.
Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah,

maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka
kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat.
Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan
sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media
komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada
sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.[2][2]
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah
dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya
sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya
manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa
80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju.
Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remahremah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan
perjudian. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak
iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin?
Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan
teknologi modern? Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan
dan pemanfaatan teknologi tersebut.

B.

PEMBAHASAN

a.

Hubungan agama dengan Iptek

Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan
(sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut
metode ilmiah (scientific method)[3][3]. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan
ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia
sehari-hari[4][4]. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek [5][5]. Agama yang
dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan
aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan
akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan
aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana)[6][6].

makalah peranan agama islam dalam iptek
Ditulis pada Oktober 23, 2011 oleh raff193
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan
dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Peranan Islam DALAM
IPTEK untuk meningkatkan keimanan manusia .kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan .
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Drs. M.Syafe’i .
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Banjarmasin ,0ktober 2011
Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif,
yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi,
dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1
menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan
tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Spanyol) di
abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar
penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu
untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan
sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar
pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa
memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita
hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah…

Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan
kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di
Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir
dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma
orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada
bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun
asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat
digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya,
misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam
beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses
menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human
cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami
kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan
hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang
memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber
crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.
Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hubungan Agama dan IPTEK
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3
(tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):
Pertama,paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah
satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari
kehidupan .Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan
pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma
ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi
agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek.
Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip
dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi
secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam
hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara
ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
iptek.

Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan
pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam –
yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits– menjadi qa’idah fikriyah
(landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran
dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).paradigma ini memerintahkan manusia
untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu.
Ini bisa kita pahami dari ayat pertama surah Al’Alaq ayat yang artinya “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan
untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala
pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islaminilah paradigma Islam yang menjadikan
Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah
mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.
2
Peranan Islam Dalam Iptek
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis
segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah
dibawa oleh Rasulullah Saw.Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum
muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini
umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segalagalanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem
pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta
tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap
diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim.
Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah
Islam.kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan
perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang
seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.Namun di sini perlu
dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek,. Yang dimaksud
menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber
kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada alQur`an dan al-Hadits. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits,
maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa
manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi
melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern
sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi
hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang
menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah
keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin
(Zallum, 2001).

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan
standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan
tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yng
bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat
memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan.
Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.Keberadaan standar manfaat
3
itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak
bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya
menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi
tabung tanpa melihat moralitas ,mengkloning manusia manusia, mengekploitasi alam secara
serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya. Karena itu, sudah
saatnya standar manfaat yang salah itu
dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik
segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara
hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar
itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret
adalah syariah Islam.
B. Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang
sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa
kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan
yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek
hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan
gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan
dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani),
tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu,
penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat
sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam
kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia
menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat,
iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan.
Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan
mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. AnNur:39). Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga
keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia

(hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat
kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
Alasan Umat Islam harus menguasai IPTEK
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini
fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara
Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
4
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya,
misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai
sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Dampak Kemajuan Islam di Bidang IPTEK
(1) jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat
sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5
juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini
mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.
(2)Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga
mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat
kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut
survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan
data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi
ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa
universitas.
(3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki
Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan
menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.
5
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek
setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan
ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya
diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan
syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar
manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek.
Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai
berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-

Nya:
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.
Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam dapat
berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern? Tulisan ini bertujuan
menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
Paradigma Hubungan Agama-Iptek.
B.SARAN
kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda
penerus bangsa sudah selayaknya kita belajar untuk menggunakan dan memanfaatkan Ilmu
pengetahuan dan teknologi sebaik mungkin namun tetap berdasar aturan-aturan Agama Islam .
Sudah semestinya kita bersatu menguasai IPTEK agar tidak kalah dengan bangsa lain itu.
Namun, tetap saja, jika kita telah mendapatkan IPTEK, segeralah imbangi diri anda dengan Iman
dan Taqwa
Daftar Pustaka
Kemajuan agama dalam bidang iptek
http://www.Google.Com
http://alcolinz.blogspot.com
http://unisavi.wordpress.com
http://raffy-makalah.blogspot.com
6
Daftar isi
Kata Pengantar…………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………… ii
BAB I
Pendahuluan………………………………………………. 1
BAB II
Pembahasan……………………………………………….. 2
A. Hubungan Agama Dalam Iptek………………………… 2
Peranan agama islam dalam iptek………………………. 3
B. Integrasi Pendidikan Iman,Takwa,dan IPTEK………….. 4
Alasan Umat Islam harus menguasai IPTEK…………… 4
Dampak Kemajuan Islam di Bidang IPTEK……………. 5

BAB III
Penutup……………………………………………………. 6
A. Kesimpulan……………………………………………… 6
B. Saran…………………………………………………….. 6
Daftar Pustaka
ii
Islam dan IPTEK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki
umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini
menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam
ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang
bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah
Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan
standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram
(hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh
Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak
boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat
satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan
dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat

orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis
trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.

B.

Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makala