PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DINAS TERHADAP
KEBERHASILAN PENCAPAIAN TUJUAN ORGANISASI
DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
KABUPATEN NUNUKAN

PROGRAM STUDI : S1 ILMU PEMERINTAHAN
ABSTRAK
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin khususnya
Kepala

Dinas

Perhubungan

Komunikasi

dan

Informatika

akan


sangat

mempengaruhi organisasi dalam hal mencapai tujuannya. Tidak hanya itu, Kepala
Dinas selaku pimpinan harus memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
kondisi dan situasi yang ada didalam organisasinya agar terciptanya suatu
penyelenggaran organisasi yang efektif dan suksesnya pencapaian tujuan
organisasi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan
dalam hal pelayanan publik dibidang transportasi darat, laut, udara dan kominfo.
Gaya atau style ini banyak mempengaruhi keberhasilan bahkan kehancuran
seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut atau bawahannya.
Setiap pemimpin mempunyai gaya atau cara tersendiri di dalam memimpin atau
mendorong bawahannya untuk bekerja. secara umum dikenal ada tiga tipe/gaya
kepemimpinan, yaitu yaitu kepemimpinan demokratis, kepemimpinan otoriter,
dan kepemimpinan bebas.
Kata kunci : Gaya Kepemimpinan, Organisasi, Kepala Dinas, Pencapaian, Tujuan

1

PENDAHULUAN

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan
merupakan suatu organisasi pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan
fungsi untuk melayani masyarakat dibidang transportasi perhubungan Darat, Laut,
Udara dan Kominfo di Kabupaten Nunukan. Dalam hal ini kepala dinas selaku
pemimpin organisasi memiliki peran penting dalam mengarahkan bawahannya
berupa para pegawai sebagai pengikut organisasi dalam bekerja sama untuk
mencapai tujuan organisasi.
Tujuan utama organisasi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Nunukan tertuang didalam Rencana Strategik (RENSTRA) sebagai
panduan penyelenggaraan pemerintahan didalam organisasi untuk mewujudkan
visi dan misinya. Jenis gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala dinas
sangat memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan dan pencapaian tujuan
organisasi pemerintahan daerah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Nunukan, hal itu dapat dilihat melalui :
1.

Bagaimana gaya kepemimpinan yang dipilih Kepala Dinas terhadap kinerja
bawahannya dan kelancaran komunikasi organisasi antar anggota organisasi

2.


terhadap atasan maupun sebaliknya.
Apakah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Kepala Dinas tersebut
mempengaruhi terhadap pelaksanaan program/kegiatan Dinas Perhubungan
komunikasi dan informatika kabupaten nunukan menuju lebih baik atau

3.

sebaliknya.
Apakah gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi sudah sangat
efektif digunakan dalam penyelenggaraan organisasi demi mewujudkan visi
dan misi kantor Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Nunukan.
Menurut Wiliam F. Glueck Kepemimpinan sebagai seperangkat perilaku

antar manusia yang didesain untuk mempengaruhi pekerja agar bekerja sama
mewujudkan tujuan-tujuan.
Kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi anggotanya yaitu
pegawai dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bergantung beberapa


2

faktor, antara lain bergantung kepada gaya kepemimpinannya. Kepemimpinan
adalah seni dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Kemampuan tersebut
merupakan ramuan dari beberapa unsur, antara lain :
1. Kemampuan menggunakan kekuasaan secara efektif dan bertan ggung jawab;
2. Kemampuan memahami manusia, bahwa manusia mempunyai perbedaan
kekuatan motivasi dalam waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda pula;
3. Kemampuan menggali inspirasi bawahan;
4. Kemampuan menciptakan dan mengembangkan iklim dan situasi yang
kondusif agar bawahan mau memberikan kreativitas dan kemampuannya
terbaiknya.
Kunci kepemimpinan yang efektif, adalah mampu menuju kearah
“mengharmonisasikan kepentingan pencapaian tujuan seseorang dan kepentingan
pencapaian tujuan organisasi”. Kedua kepentingan itu, yaitu kepentingan
organisasi dan kepentingan unsur manusia di dalam organisasi, dapat
diharmonisasikan sesuai dengan gaya kepemimpinan seseorang ketika memimpin.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Berbagai ahli berpendapat bahwa seorang pemimpin dalam melaksanakan

tugasnya memimpin suatu organisasi akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaannya terletak pada gaya seseorang memimpin. Gaya kepemimpinan
adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan
agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan sering diterapkan oleh seorang pemimpin, seperti memberi
perintah, memberi tugas, menegakkan disiplin, memberi teguran, berkomunikasi,
dan sebagainya. Gaya atau style ini banyak mempengaruhi keberhasilan bahkan
kehancuran seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut atau
bawahannya.
Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari
falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya
kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung tentang
keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya

3

kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah,
keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia
mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya sehingga gaya kepemimpinan yang
paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas,

kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.
Dengan kata lain, dapat memenuhi kebutuhan pada situasi tertentu.
B. Pengertian Organisasi
Organisasi dalam bahasa Indonesia atau organization

dalam bahasa

Inggris berasal dari bahasa latin organizare yang artinya to farm as or into a
whole concisting of interdependent or coordinate parts ( membentuk sebagai atau
menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang satu sama lain saling bergantung ).
Chester I. Bernard mendefinisikan organisasi sebagai sistem dari kegiatan
manusia yang bekerja sama ( an organization is a system of cooperative human
activities ). Kemudian Everet M. Rogers dan Rekha Agarwala Rogers dalam
bukunya communication in organization menyatakan bahwa organisasi adalah
sistem yang mapan dari orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian kerja ( a stable
system of individual who work together to achieve, through hierarchy of ranks
and division of labor, common goals). Sejalan dengan itu, Melvin L DeFleur
mengungkapkan bahwa organisasi adalah kelompok manusia yang secara sengaja
dibentuk untuk mencapai suatu tujuan bersama tertentu.

Sedangkan menurut Robbins, organisasi adalah kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat
diidentifikasi, yang bekerja secara terus-menerus untuk mencapai suatu atau
sekelompok tujuan yang telah ditetapkan.
C. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin mempunyai gaya atau cara tersendiri di dalam memimpin
atau mendorong bawahannya untuk bekerja. Gaya atau cara memimpin sering
juga disebut dengan Type of leadership atau Leadership Styles ini ada berbagai

4

ragam, yang dapat dipilih untuk mencocokkannya dengan situasi dan bawahan
yang dihadapi. Oleh karena itu, para pemimpin unit harus mampu mngenal dulu
situasi lingkungan atau keadaan dan sifat serta sikap para bawahan yang harus
dipimpinnya agar dapat menerapkan cara memimpin yang paling tepat atau sesuai.
Tergantung kepada siapa dan bagaimana sifat dan sikap yang dipimpinnya maka
leadership style pemimpin mungkin akan berbeda-beda pada setiap saat tertentu.
Para ahli dalam meneliti bagaimana cara-cara seseorang memimpin
organisasi/bawahannya membagi bentuk kepemimpinan ini ke dalam beberapa
tipe. Misalnya, Likert dan Lewin masing-masing memperlihatkan hasil

penelitiannya dalam dua golongan besar, yaitu yang bersifat leadercentered dan
group centered leadership , dengan sedikit perbedaan di dalam perinciannya.
Simpulannya adalah pada dasarnya setiap pemimpin akan mengambil cara tertentu
tergantung pada :
1) Orang-orang yang dipimpinnya;
2) Masalah yang sedang dihadapi;
3) Situasi yang dirasakan.
Untuk dapat menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi
keadaan tertentu maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga
unsur, yaitu diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh. Secara
umum dikenal ada tiga tipe/gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan demokratis,
kepemimpinan otoriter, dan kepemimpinan bebas.
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Baik di kalangan ilmuwan maupun di kalangan praktisi terdapat
kesepakatan bahwa gaya kepemimpinan demokratis paling ideal dan paling
didambakan. Memang umum diakui bahwa pemimpin yang paling efektif
sekalipun ada kalanya dalam hal bertindak dan mengambil keputusan dapat terjadi
keterlambatan sebagai konsekuensi keterlibatan para bawahan dalam proses
pengambilan keputusan tersebut. Namun, dengan berbagai kelemahannya,
pemimpin yang demokratis tetap dipandang sebagai pemimpin terbaik karena

kelebihan-kelebihannya mengalahkan kekurangan-kekurangannya.
Gaya kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor
terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan

5

orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang
mendasari pandangan tipe dan gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan
penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan
martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama. Dengan filsafat demokratis
tersebut diimplementasikan nilai-nilai demokratis di dalam tipe kepemimpinan
yang terdiri atas hal seperti berikut.
1. Mengakui dan menghargai manusia sebagai makhluk individual yang
memiliki perbedaan kemampuan antara yang satu dengan yang lain, tidak
terkecuali di antara para anggota di lingkungan sebuah organisasi.
2. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai
makhluk sosial dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri
melalui prestasi masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai
masyarakat kecil.
3. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk

mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu dengan
yang

lain,

dengan

menghormati

nilai-nilai/norma-norma

yang

mengaturnya sebagai makhluk normatif di lingkungan organisasi masingmasing.
4. Menumbuhkan

dan

mengembangkan


kehidupan

bersama

dalam

kebersamaan melalui kerja sama yang saling mengakui, menghargai, dan
menghormati kelebihan dan kekurangan setiap individu sebagai anggota
organisasi.
5. Memberikan perlakuan yang sama pada setiap individu sebagai anggota
organisasi yang fair dan sehat (jujur dan sportif).
6. Memikul kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan
hak masing-masing untuk mewujudkan kehidupan bersama yang
harmonis.
Nilai-nilai demokratis itu dalam kepemimpinan tampak dari kebijakan
pemimpin yang orientasinya pada hubungan manusiawi, berupa perlakuan yang
sama dan tidak membeda-bedakan anggota organisasi atas dasar warna kulit, ras,
kebangsaan, agama, status sosial ekonomi, dan lain-lain.
Pengimplementasian nilai-nilai demokratis di dalam kepemimpinan
dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organisasi
untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang
6

masing-masing. Sehubungan dengan itu, Robert Tanenbaun, Irving R. Weschler,
dan Fred Massarik (1961, hal 67) mengatakan persoalan bagaimana seorang
pemimpin atau manajer menjadi demokratis terletak pada hubungannya dengan
para bawahan dan pada saat yang sama dapat mempertahankan kewenangan dan
menjaga kewibawaannya sebagai pemimpin serta mampu mengontrol seluruh
kegiatan dengan tetap berfokus pada pengembangan organisasi ke masa depan.
Kewenangan pada dasarnya merupakan konsep yang lebih luas dari kekuasaan.
Hal ini berarti kekuasaan merupakan bagian dari kewenangan. Sehubungan
dengan itu, Stephen P. Robbins (1996, hal 428) mengatakan bahwa wewenang
didefinisikan sebagai hak untuk bertindak atau memerintahkan orang lain kea rah
pencapaian tujuan organisasi, sedangkan kekuasaan adalah kapasitas seseorang
untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.
b. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan ini memperlihatkan perilaku atau gaya kepemimpinan
yang bersifat terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya penentu,
penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha
mencapai tujuan organisasi. Pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh diri
pemimpin sendiri. Kepemimpinan ini didasari oleh salah satu kebutuhan akan
kekuasaan, sebagai bagian kebutuhan realisasi/aktualisasi diri di dalam kebutuhan
sosial psikologis yang mendorong (memotivasi) seseorang berbuat sesuatu yang
dilakukan dengan menunjukkan kekuasaannya. Tindakan untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan berusaha menjadi pemimpin sesuai peluang di
lingkungan organisasi baik pada jenjang atas, jenjang menengah maupun jenjang
bawah. Kebutuhan akan kekuasaan menjadi dominan pada seseorang pemimpin
setelah kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan fisik, kebutuhan sosial
berupa rasa aman fisik dan psikis, dan lain-lain.
Kepemimpinan otoriter ini dilaksanakan dengan kekuasaan berada di
tangan satu orang atau sekelompok kecil orang, yang diantara mereka selalu ada
seseorang yang menempatkan diri sebagai yang paling berkuasa. Pemimpin
tertinggi bertindak sebagai penguasa tunggal dilingkungan organisasinya, yang
harus diikuti dengan gaya atau perilaku kepemimpinan yang sama oleh pemimpin-

7

pemimpin yang lebih rendah posisinya. Pihak yang dipimpin dalam jumlahnya
yang lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai sebagai bawahan atau anak
buah. Pemimpin tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi
terjadinya penyimpangan. Sejalan dengan uraian di atas Eugene Emerson Jenning
dan Robert T. Golembiewski dalam Huneryager Hekman (1992, hal 9-11)
mengatakan Komando Otoritas : berwatak pemusatan otoritas dan pengambilan
keputusan pada pimpinan. Pimpinan memberikan motivasi kepada anggota
organisasi/bawahannya dengan memaksa. Mereka tunduk demi tercapainya tugas
berdasarkan kebutuhan. Dengan demikian, berarti pimpinan berkuasa dan
bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang harus dilakukan, baik yang
dilakukannya

sendiri

maupun

yang

diperintahkan

pada

anggota

organisasi/bawahannya sebagai pelaksana kegiatannya.
Pemimpin dengan semua kekuasaan ditangannya merupakan pihak yang
memiliki hak, terutama dalam mengambil keputusan dan memerintahkan
pelaksanaannya. Pemimpin otoriter merasa memperoleh/memiliki hak-hak
istimewa dan harus diistimewakan oleh bawahannya. Hak itu, baik seluruhnya
maupun sebagian diantaranya tidak pernah didelegasikan kepada anggota
organisasi bawahan. Dengan demikian, anggota organisasi/bawahan tidak
memiliki hak sesuatu apapun, dan hanya memiliki kewajiban serta tanggung
jawab melaksanakan keputusan dan perintah, dan/atau kehendak/keinginan
pimpinan, bukan kepentingan organisasi. Pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab, tidak pernah lebih dari pada wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
keputusan dan perintah atasan, yang hakikatnya hanya berisi tanggung jawab
tanpa wewenang. Tugas dan tanggung jawab itu harus dilaksanakan tanpa boleh
membantah. Apabila pelaksanaannya berbeda dari yang diputuskan atau
diperintahkan, meskipun hasilnya lebih baik akan diartikan oleh pemimpin
sebagai penyimpangan atau kesalahan yang harus dijatuhi hukuman/sanksi.
Pemimpin memandang dan menempatkan dirinya sebagai seseorang yang
memiliki kelebihan dalam segala hal dibandingkan dengan anak buah atau
anggota organisasi/bawahannya. Keputusan dan perintah pimpinan selalu benar
sehingga jika terjadi kegagalan dalam melaksanakan tugas yang salah adalah
8

bawahan bukan pimpinan. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah
sehingga diperlakukan sebagai pihak yang tidak mampu mengambil keputusan
bahkan tidak mampu melakukan kegiatan organisasi tanpa keputusan perintah dan
pengarahan pimpinan sebagai atasan.
Kekuasaan/wewenang pemimpin dipergunakan untuk mengintimidasi dan
menekan bawahan, diikuti dengan pengawasan secara ketat yang jika dibantah
diancam dengan sanksi/hukuman yang berat dan merugikan. Kondisi itu berarti
nasib bawahan berada atau tergantung pada pucuk pimpinan. Oleh karena itu,
tidak ada pilihan bagi bawahan, selain tunduk dan patuh di bawah kekuasaan
pemimpin.
c. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire atau Free-Rein)
Tipe kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota
organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus
dirinya masing-masing, dengan sesedikit mungkin pengarahan atau pemberian
petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari
tugas pokok organisasi. Sehubungan dengan itu, Jenning dan Golembiewski
(1992, hal 103) mengatakan bahwa pemimpin membiarkan kelompoknya
memantapkan tujuan dan keputusannya. Kontak antara pemimpin dengan anggota
kelompoknya terjadi apabila pemimpin memberikan informasi yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk
melakukan usaha secara keseluruhan. Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi
oleh pemimpin dengan menetapkan tujuan yang harus dicapai disertai parameterparameternya. Sementara itu, yang paling ekstrim dalam tipe bebas ini adalah
pemberian kebebasan sepenuhnya pada anggota organisasi untuk bertindak tanpa
pengarahan dan control, kecuali jika diminta. Dampaknya sering terjadi
kekacauan karena tipe kepemimpinan ini membiarkan setiap anggota organisasi
yang berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak kea rah yang
berbeda-beda. Pemimpin hanya menyediakan diri sebagai penasihat apabila
diperlukan atau diminta. Nilai yang tepat dalam hubungan atasan bawahan adalah
nilai yang didasarkan kepada saling mempercayai yang besar.
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan
otoriter, meskipun tidak sama atau bukan kepemimpinan yang demokratis pada
9

titik ekstremnya yang paling rendah. Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin
atau tanpa berbuat sesuatu dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan
perilaku anggota organisasinya. Dalam keadaan seperti itu, apabila ada anggota
organisasi yang bertindak melakukan kepemimpinan (informal) yang diterima
(dipatuhi dan disegani) oleh anggota organisasi maka pemimpin yang sebenarnya
menjadi tidak berfungsi. Pemimpin seperti itu, pada umumnya merupakan
seseorang yang berusaha mengelak atau menghindar dari tanggung jawab
sehingga apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan, dengan mudah dan tanpa
beban mengatakan bukan kesalahan atau bukan tanggung jawabnya karena bukan
keputusannya dan tidak pernah memerintahkan pelaksanaannya.
Bertitik tolak dari nilai-nilai organisasional demikian, sikap seorang
pemimpin yang menganut gaya bebas dalam memimpin organisasi dan para
bawahannya biasanya adalah sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota
organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati
nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap
tercapai. Prakarsanya dalam menyusun struktur tugas para bawahan dapat
dikatakan minimum. Kepentingan dan kebutuhan para bawahan itu mendapat
perhatian besar karena dengan terpeliharanya kepentingan dan terpuaskannya
berbagai kebutuhan para bawahan, mereka akan dengan sendirinya berperilaku
positif dalam kehidupan organisasionalnya.
Dengan sikap yang permisif, perilaku seorang pemimpin yang bebas
cenderung mengarah kepada tindak tanduk yang memperlakukan bawahan
sebagai rekan sekerja, hanya saja kehadirannya sebagai pimpinan diperlukan
sebagai akibat dari adanya struktur dan hierarki organisasi.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ketepatan pemilihan jenis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh
kepala dinas perhubungan dan kominfo kabupaten nunukan akan sangat
mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuannya melalui
visi dan misinya.

10

Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan
tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik
dengan bawahan, sehingga tercipta suasana kerja yang membuat bawahan
merasa aman tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan
gagasannya dalam rangka tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan.
jabatannya.
2. Saran
Gaya kepemimpinan Demokratis sangat dianjurkan diterapkan oleh
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan,
karena gaya kepemimpinan ini memberikan kesempatan dan suasana, dimana
anggota dapat belajar, berinovasi serta berbagai metode kerja yang mungkin
dikembangkan oleh mereka menuju pencapaian tujuan.
Upayakan kepemimpinan Otoriter dihindari dalam penyelenggaraan
organisasi pemerintahan daerah Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Nunukan karena akan berdampak buruk bagi organisasi
dan menghambat tercapainya tujuan bersama dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Enceng, Dkk. (2013). Kepemimpinan Edisi 2. Tanggerang Selatan : Penerbit
Universitas Terbuka.
Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto. (2010). Komunikasi
Organisasi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.
Muharto Toha, Darmanto. (2012) . Perilaku Organisasi. Tanggerang Selatan :
Penerbit Universitas Terbuka.
Rina Martini, Fitriyah, Teguh Juwono. (2013). Sosiologi Pemerintahan Edisi 2.
Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.
Yun Iswanto, Adie Yusuf. (2014) . Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2.
Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas Terbuka.
Agus Joko Purwanto. (2014) . Teori Organisasi Edisi 2. Tanggerang Selatan :
Penerbit Universitas Terbuka
Profil Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Tahun 2008

11

12