MAKALAH HUKUM PELANGGARAN KEKAYAAN DALAM (1)
MAKALAH
HUKUM PELANGGARAN KEKAYAAN DALAM HAK INTELEKTUAL
Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Kontemporer
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I.
Oleh
IVANNA FRESTILYA ARI SHANDI
NPM. 1502030006
JURUSAN : SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI: Akhwalus Syakhsiyyah (AS)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
T.A. 1438 H / 2016
HUKUM PELANGGARAN KEKAYAAN DALAM HAK INTELEKTUAL
1
A. PENDAHULUAN
Masyarakat negara berkembang didunia merupakan masyarakat transformasi
dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Ketika globalisasi,
pembangunan dan budaya barat kemudian menjadi paradigma yang dipakai
dalam pembangunan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia, sistem
hukum dan ekonomi negara bersangkutan tentunya mengimbas baik langsung
maupun tidak langsung kepada kehidupan masyarakat. Salah satunya Hak
Kekayaan Intelektual disingkat ”HKI” atau akronim ”HaKI”
Pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia dapat
dikatakan masih kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dapat
terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem HKI
yang memang masih relatif baru berkembang di Indonesia. Oleh karenanya,
sosialisasi HKI harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap manfaat sistem HKI dan memberikan informasi
perkembangan sistem HKI baik di Indonesia maupun di dunia.1
Perlu adanya pembelajaran lebih lanjut mengenai pemahaman masyarakat
tentang sistem HKI (Hak Kekayaan Intelektual), karena semakin berkembangnya
ilmu teknologi mengharuskan masyarakat untuk memahami apa arti pentingnya
sistem Hak Kekayaan Intelektual.
Namun, Pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia
dapat dikatakan masih kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut
dapat terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem
HKI yang memang masih relatif baru berkembang di Indonesia. Oleh karenanya,
sosialisasi HKI harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap manfaat sistem HKI dan memberikan informasi
perkembangan sistem HKI baik di Indonesia maupun di dunia.2
B. KONSEP DASAR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1 Krisnani Setiyowati dan Efridani Lubis, “Implementasi sistem HKI diperguruan tinggi”,
dalam jurnal Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya diperguruan
tinggi, (Bogor:Kantor HKI IPB, 2005), h.1
2 Ni Ketut Suarni, Metode Pengembangan Intelektual,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) h.1
2
1. Definisi
Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa disebut HKI merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Rights(IPR). Secara sederhana HKI adalah
suatu hak yang timbul bagi hasil pemikiran yang menghasilkan suatu produk
yang bermanfaat bagi manusia. HKI juga dapat diartikan sebagai hak bagi
seseorang karena ia telah membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain.
Objek atau hal-hal yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang lahir dari
kemampuan intelektual (daya pikir) manusia.3
Intellectual Property Rights (IPR) pertama kali diterjemahkan di Indonesia
menjadi “Hak Milik Intelektual”, kemudian menjadi “Hak atas Kekayaan
Intelektual”. Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor
24/M/PAN/1/2000, istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual atau akronim “HAKI”
diganti menjadi Hak Kekayaan Intelektual dengan akronim HKI. Surat Keputusan
Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tersebut didasari pula dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15
September 1998, tentang Perubahan Nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten
dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual
(Ditjen HAKI) kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000
Ditjen HAKI berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI).4
Konsep HKI meliputi:
a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap
dan eksklusif.
b. Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat sementara.
HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen(unsur) penting berikut ini:5
1. Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum;
3 Budi Santoso sebagaimana dikutip Sabriando Leonal, “Implementasi Hak Kekayaan
Intelektual Dalam Praktik Persaingan Usaha Bidang Merek”, Skripsi pada Program Studi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2011 h. 39
4Primadhia Lerai Marista “pembatalan pendaftaran hak cipta berdasarkan gugatan
pencipta atau pemegang hak cipta”, Skripsi pada Program Studi Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, 2012, hlm.12
5Tomi Suryo Utomo sebagaimana dikutip Linda Agustina , “Hak Kekayaan Intelektual di
Era Global”, Skripsi pada Program Studi Kekhususan Hukum Perdata, Fakultas Hukum,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012, hlm.9
3
2. Hak terebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada
kemampuan intelektual;
3. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas
kekayaan yang timbul dan lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI
dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya
menghasilkan karya-karya intelektual berupa : pengetahuan, seni, sastra,
teknologi dimana dalam mewujudkan membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu
biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual
tersebut menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang
dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi
kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi.18 Dari segi pranata,
HKI dibangun sebagai instrumen hukum yang berbasis etika pengetahuan,
penghargaan, dan perlindungan terhadap hak atas kreasi intelektual yang
diberikan sebagaimana lazimnya hak milik yang mempunyai nilai ekonomi dan
sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori,
yaitu :
a. Hak Cipta
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak
Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Adapun beberapa istilah dalam hak cipta :
pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta, pengumumamn, perbanyak.Hak cipta
termasuk kedalam benda immaterril, yang dimaksud dengan hak milik
immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud
(benda tidak bertubuh). Contoh : buku, lagu, drama, pamflet, seni
rupa,Program Komputer Sinematografi Fotografi Database dan Karya hasil
pengalihwujudan. berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diumumkan. Pada tanggal 11 juli 2002 Dewan Perwakilan Rakyat RI telah
4
pula menyetujui RUU Hak Cipta yang baru dan sekaligus menggantikan UU
Hak Cipta yang lama.6
b. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property)
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik
perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum, yang meliputi :
1)
Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam
melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan
(baru) di bidang teknologi.7 Bebrapa istilah yang sering digunakan dalam
paten: invensi, inventor, pemegang paten, paten sederhana.
2)
Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak
merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.8 Beberapa istilah yang sering digunakan dalam merek: merek
dagang, jasa, kolektif, indikasi geografis. Contoh: Merek Kopi atau gambar
kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
3)
Desain Industri
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan
warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola
6Syafrinaldi, “sejarah dan perlindungan hak kekayaan intelektual”, dalam jurnal AlMawarid edisi IX, 2013, h.11
7 Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
manusia R.I. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2013, hlm.12
8 Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek Dalam Praktek Bisnis Hak Atas
Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015 h. 19
5
tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
4)
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi,
yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurangkurangnya satu dari
elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling
berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah
elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit
Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan Sirkuit Terpadu.
5)
Rahasia Dagang(Trade Secret)
dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik
Rahasia Dagang.
6)
Varietas Tanaman
Menurut Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman: Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang
diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan
Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya
atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu.9 Varietas tanaman yang selanjutnya
disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang
dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-
9 Chairullizza “Wakaf Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Islam”, Skripsi pada
Program Studi Muamalat, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009 hal. 49
6
kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak
mengalami perubahan.
3. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
a. Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO)
b. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Undang-undang Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta10
Undang-undang Nomor 15/2001 tentang Merek11
Undang-undang Nomor 14/2001 tentang Hak Paten12
Undang-undang Nomor 31/2000 tentang Desain Industri
Undang-undang Nomor 32/2000 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-undang Nomor 30/2000 tentang Rahasia Dagang
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris
Convention for the Protectionof Industrial Property dan Convention
j.
Establishing the World Intellectual Property Organization
Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law
Treaty
k. Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
l.
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO
Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi
yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau
produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan,
dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
4. Syarat
Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak
Cipta, Merek.
10 Jannati “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Traditional Knowledge
Guna Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2007, h.66
11 Ibid.., h.68
12 Ibid.., h.69
7
1. Langsung ke Direktorat jendral Hak Kekayaan Intelektual
2. Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM RI di seluruh
Indonesia
3. Melalui kuasa hukum Konsultan HKI terdaftar
5. Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Karya intelektual tergolong al-māl, sehingga keberadaan undang-undang
tentang HAMI sebagai bentuk perlindungan terhadap karya tersebut secara
umum tidak bertentangan dengan Syari’ah. Hak seseorang dalam HAMI disebut
haq ‘aini māli mutaqarrar (hak keharta bendaan yang permanen) bukan haq
mujarrad, mengingat hubungan pengarang dengan karyanya bersifat langsung.
Hal ini dapat dilihat dari dua aspek:
Pertama: Karya intelektual merefleksikan kepribadian ilmiah pengarang dan
menjadi tanggungjawabnya. Inilah aspek moralitas yang selalu lekat dalam
sebuah karya.
Kedua: Karya intelektual adalah produk intelektualitas seseorang dalam bentuk
buku atau sejenisnya. Buku atau benda-benda yang lain, sesungguhnya hanya
merupakan tempat menulisnya. Buku ini juga menjadi sarana dalam
memanfaatkan dan sebagai tolok ukur al-qîmah yang terkandung dalam karya
intelektual. Buku-buku ini kemudian menjadikan karya itu sebagai benda yang
mandiri dan “terpisah” dari pengarangnya.13
Pelanggaran HAKI berupa pembajakan (piracy), pemalsuan dalam
konteks Hak Cipta dan Merek Dagang (counterfeiting), pelanggaran hak paten
(infringement) jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku ekonomi,14 terutama
akan melukai si pemilik sah atas hak intelektual tersebut. Begitupun konsumen
dan mekanisme pasar yang sehat juga akan terganggu dengan adanya tindak
pelanggaran HAKI.
Yang terdapat dalam firman ALLAH SWT
13Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal AlMawarid Edisi IX, Tahun 2003, Hal.34-35
14 Agnes Vira Ardian “Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intektual Dalam
Kesenian Tradisional Di Indonesia”, Skripsi,pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2008 h. 50
8
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”15
Tentang Pembajakan Hak Cipta, yang terdapat dalam firman ALLAH SWT
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.16
Ayat ini berisi tuntutan hukum untuk tidak memakan harta orang lain
secara batil, tidak dengan cara yang dibenarkan oleh syara‘. Pengertian kata
“memakan” pada ayat ini mencakup hal yang luas, termasuk mengambil,
merampas, mencuri, dan sebagainya. Pembajakan hak kekayaan intelektual
dapat dikategorikan sebagai pengambilan harta orang lain secara tidak benar;
batil.17 Wahbah al-Zuhaili menegaskan: “Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara‘ atas dasar qaidahistishlah,
maka mencetak ulang atau men-copy buku tanpa seizin yang sah dipandang
sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Ini berarti
perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam
pandangan syara‘. Perbuatan tersebut merupakan pencurian yang
mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak
secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril kepada
penciptanya.18
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
15 Q.S. Al-Baqarah(2) : 188
16 Q.S. An-nisa’(4) : 29
17 Ikhwan,”Pembajakan Dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Innovatio Volume
X, No.2 Juli-Desember 2010(327-332), hal.334
18 Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam
Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal Al-Mawarid Edisi IX, Tahun 2003, hal. 338-339
9
Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005
Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/ 26-29 Juli
2005 M
Ketentuan Hukum
1. Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak
kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal
(kekayaan).
2. HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka
1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3. HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah
(pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat
diwaqafkan dan diwariskan.
4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada
menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan,
memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara
tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.
Dari uraian fatwa MUI diatas sudah jelas bahwa melakukan pelanggaran
Hak Kekayaan Intelektual atas hasil karya orang lain adalah haram. Karena
melakukan setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI sangatlah merugikan
sekaligus menzalimi pemilik sah HKI. Konsumen pun akan merasa terbohongi
karena adanya pemalsuan atas hasil karya. Karena semakin ramainya
pembajakan terhadap HKI, salah satunya kegiatan pembajakan dapat
mematikan atau menghambat seorang pencipta atau seniman untuk berkarya.
Pembajakan secara empiris telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi
pemegang hak cipta dan masyarakat secara umum sehingga mesti dilarang dan
dihilangkan.
SANKSI PELANGGARAN :
1.
HAK CIPTA
Menurut Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang
dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain
dapatdikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
10
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah).19
2.
HAK PATEN
Ancaman hukuman bagi pelanggaran atas Paten yang granted menurut
Pasal 130 Undang-Undang Paten adalah pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).20 Untuk Paten Sederhana, ancaman hukumannya adalah pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
3.
HAK MEREK
Sanksi yang dikenakan atas penggunaan Merek atau Indikasi Geografis
yang memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan Merek atau Indikasi
Geografis yang telah dilindungi21 adalah pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Penggunaan Merek atau Indikasi Geografis yang memiliki kesamaan
pada pokoknya dengan Merek atau Indikasi Geografis yang telah terdaftar
dikenakan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
4.
HAK DESAIN INDUSTRI
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran Desain Industri
adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
5.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Bagi mereka yang melanggar Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang
telah terdaftar dapat diancam hukuman pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
6.
HAK RAHASIA DAGANG
19 Linda Agustina “Perlindungan Hukum Pencipta Lagu Terhadap Website Penyedia
Jasa Download Lagu Gratis Dalam Media Internet”, Skripsi, pada Program Kekhususan
Hukum Perdata, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universtias Hasanuddin,
Makasar, 2012 h. 64
20 Ibid..,hal. 66
21 OK Saidin sebagaimana dikutip Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi
Merek Dalam Praktek Bisnis Hak Atas Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015 h. 73
11
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan dan
mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia
Dagang yang bersangkutan, atau pihak lain yang memperoleh/menguasai
Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
7. VARIETAS TANAMAN
Sanksi yang dapat diterapkan atas pelanggaran hak PVT adalah pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
PENUTUP
Dari pembahasan diatas hasil karya seseorang yang merupakan
pekerjaan intelektual manusia dapat disebut harta benda, yang lazimnya dikenal
dengan istilah hak atas kekayaan intelektual. Hak ini hanya dapat diperoleh
manusia dengan bekerja keras dalam menghasilkan kreasi-kreasi yang inovatif
dan dengan pengorbanan yang sangat besar. Islam patut untuk menghargainya
dengan cara menjadikan hak tersebut melekat pada pemiliknya. Selanjutnya bisa
dimanfaatkan secara finansial baik oleh pemiliknya maupun oleh pihak lain yang
12
ingin mengambil manfaatnya dari karya tersebut dengan seizin penciptanya,
karena jika dioptimalkan pemanfaatannya akan mendatangkan keuntungan yang
tidak sedikit. Namun pada kenyataannya sekarang ini justru semakin maraknya
kasus pelanggaran HKI, salah satunya yang sering disalahgunakan olah pihak
yang tidak bertanggung jawab adalah pembajakan. Sekarang ini kasus
pembajakan di Indonesia semakin banyak, dan menjadi kasus yang benar-benar
harus ditangani dengan serius. Meskipun pemerintah sudah memberikan sanksi
dan MUI telah mengeluarkan fatwa bagi pelanggar HKI. Tetap saja itu terus
menerus dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang hanya
ingin mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar tanpa harus susah
payah menciptakan hasil karya ataupun repot-repot melakukan pendaftaran
untuk meminta izin meng-copy hasil karya kepada pemilik hak cipta yang asli.
Dan kegiatan pembajakan yang terus dilakukan akan menimbulkan kerugian,
seperti kerugian materi, moral si pemilik hak cipta, dan Negara. Dan pembajakan
akan menghambat tumbuhnya kreatifitas dalam berkarya untuk menciptakan
sebuah karya baru. Sehingga harus diadakannya seperti penambahan wawasan
kepada masyarakat tentang dampak buruk yang terjadi apabila kasus
pembajakan tetap terus ada.
DAFTAR PUSTAKA
Krisnani Setiyowati dan Efridani Lubis, “Implementasi sistem HKI diperguruan
tinggi”, dalam jurnal Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan
Implementasinya diperguruan tinggi, (Bogor:Kantor HKI IPB,2005)
Primadhia Lerai Marista “ pembatalan pendaftaran hak cipta berdasarkan
gugatan pencipta atau pemegang hak cipta”, Skripsi pada Program Studi
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, 2012
Linda Agustina , “Hak Kekayaan Intelektual di Era Global”, Skripsi pada Program
Studi Kekhususan Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2012
13
Syafrinaldi, “sejarah dan perlindungan hak kekayaan intelektual”, dalam jurnal AlMawarid edisi IX, 2013
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
manusia R.I. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2013
Jannati “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Traditional Knowledge
Guna Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Skripsi pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2007
Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek Dalam Praktek Bisnis
Hak Atas Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015
Chairullizza “Wakaf Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Islam”, Skripsi pada
Program Studi Muamalat, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009
Ni Ketut Suarni, Metode Pengembangan Intelektual,(Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014)
Sabriando Leonal, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Praktik
Persaingan Usaha Bidang Merek”, Skripsi pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2011
Agnes Vira Ardian “Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intektual Dalam
Kesenian Tradisional Di Indonesia”, Skripsi,pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2008
Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal
Al-Mawarid Edisi IX, Tahun 2003
Ikhwan,”Pembajakan Dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Innovatio
Volume X, No.2 Juli-Desember 2010
14
HUKUM PELANGGARAN KEKAYAAN DALAM HAK INTELEKTUAL
Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Kontemporer
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I.
Oleh
IVANNA FRESTILYA ARI SHANDI
NPM. 1502030006
JURUSAN : SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI: Akhwalus Syakhsiyyah (AS)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
T.A. 1438 H / 2016
HUKUM PELANGGARAN KEKAYAAN DALAM HAK INTELEKTUAL
1
A. PENDAHULUAN
Masyarakat negara berkembang didunia merupakan masyarakat transformasi
dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Ketika globalisasi,
pembangunan dan budaya barat kemudian menjadi paradigma yang dipakai
dalam pembangunan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia, sistem
hukum dan ekonomi negara bersangkutan tentunya mengimbas baik langsung
maupun tidak langsung kepada kehidupan masyarakat. Salah satunya Hak
Kekayaan Intelektual disingkat ”HKI” atau akronim ”HaKI”
Pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia dapat
dikatakan masih kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dapat
terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem HKI
yang memang masih relatif baru berkembang di Indonesia. Oleh karenanya,
sosialisasi HKI harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap manfaat sistem HKI dan memberikan informasi
perkembangan sistem HKI baik di Indonesia maupun di dunia.1
Perlu adanya pembelajaran lebih lanjut mengenai pemahaman masyarakat
tentang sistem HKI (Hak Kekayaan Intelektual), karena semakin berkembangnya
ilmu teknologi mengharuskan masyarakat untuk memahami apa arti pentingnya
sistem Hak Kekayaan Intelektual.
Namun, Pelaksanaan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia
dapat dikatakan masih kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut
dapat terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem
HKI yang memang masih relatif baru berkembang di Indonesia. Oleh karenanya,
sosialisasi HKI harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap manfaat sistem HKI dan memberikan informasi
perkembangan sistem HKI baik di Indonesia maupun di dunia.2
B. KONSEP DASAR HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1 Krisnani Setiyowati dan Efridani Lubis, “Implementasi sistem HKI diperguruan tinggi”,
dalam jurnal Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya diperguruan
tinggi, (Bogor:Kantor HKI IPB, 2005), h.1
2 Ni Ketut Suarni, Metode Pengembangan Intelektual,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) h.1
2
1. Definisi
Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa disebut HKI merupakan
terjemahan dari Intellectual Property Rights(IPR). Secara sederhana HKI adalah
suatu hak yang timbul bagi hasil pemikiran yang menghasilkan suatu produk
yang bermanfaat bagi manusia. HKI juga dapat diartikan sebagai hak bagi
seseorang karena ia telah membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain.
Objek atau hal-hal yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang lahir dari
kemampuan intelektual (daya pikir) manusia.3
Intellectual Property Rights (IPR) pertama kali diterjemahkan di Indonesia
menjadi “Hak Milik Intelektual”, kemudian menjadi “Hak atas Kekayaan
Intelektual”. Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan
Perundang-undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor
24/M/PAN/1/2000, istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual atau akronim “HAKI”
diganti menjadi Hak Kekayaan Intelektual dengan akronim HKI. Surat Keputusan
Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tersebut didasari pula dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15
September 1998, tentang Perubahan Nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten
dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual
(Ditjen HAKI) kemudian berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000
Ditjen HAKI berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI).4
Konsep HKI meliputi:
a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap
dan eksklusif.
b. Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat sementara.
HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen(unsur) penting berikut ini:5
1. Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum;
3 Budi Santoso sebagaimana dikutip Sabriando Leonal, “Implementasi Hak Kekayaan
Intelektual Dalam Praktik Persaingan Usaha Bidang Merek”, Skripsi pada Program Studi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2011 h. 39
4Primadhia Lerai Marista “pembatalan pendaftaran hak cipta berdasarkan gugatan
pencipta atau pemegang hak cipta”, Skripsi pada Program Studi Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, 2012, hlm.12
5Tomi Suryo Utomo sebagaimana dikutip Linda Agustina , “Hak Kekayaan Intelektual di
Era Global”, Skripsi pada Program Studi Kekhususan Hukum Perdata, Fakultas Hukum,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012, hlm.9
3
2. Hak terebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada
kemampuan intelektual;
3. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi
Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas
kekayaan yang timbul dan lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI
dikategorikan sebagai hak atas kekayaan mengingat HKI pada akhirnya
menghasilkan karya-karya intelektual berupa : pengetahuan, seni, sastra,
teknologi dimana dalam mewujudkan membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu
biaya, dan pikiran. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual
tersebut menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang
dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi
kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi.18 Dari segi pranata,
HKI dibangun sebagai instrumen hukum yang berbasis etika pengetahuan,
penghargaan, dan perlindungan terhadap hak atas kreasi intelektual yang
diberikan sebagaimana lazimnya hak milik yang mempunyai nilai ekonomi dan
sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori,
yaitu :
a. Hak Cipta
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak
Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Adapun beberapa istilah dalam hak cipta :
pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta, pengumumamn, perbanyak.Hak cipta
termasuk kedalam benda immaterril, yang dimaksud dengan hak milik
immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud
(benda tidak bertubuh). Contoh : buku, lagu, drama, pamflet, seni
rupa,Program Komputer Sinematografi Fotografi Database dan Karya hasil
pengalihwujudan. berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diumumkan. Pada tanggal 11 juli 2002 Dewan Perwakilan Rakyat RI telah
4
pula menyetujui RUU Hak Cipta yang baru dan sekaligus menggantikan UU
Hak Cipta yang lama.6
b. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property)
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik
perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum, yang meliputi :
1)
Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam
melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan
(baru) di bidang teknologi.7 Bebrapa istilah yang sering digunakan dalam
paten: invensi, inventor, pemegang paten, paten sederhana.
2)
Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak
merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.8 Beberapa istilah yang sering digunakan dalam merek: merek
dagang, jasa, kolektif, indikasi geografis. Contoh: Merek Kopi atau gambar
kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
3)
Desain Industri
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan
warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola
6Syafrinaldi, “sejarah dan perlindungan hak kekayaan intelektual”, dalam jurnal AlMawarid edisi IX, 2013, h.11
7 Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
manusia R.I. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2013, hlm.12
8 Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek Dalam Praktek Bisnis Hak Atas
Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015 h. 19
5
tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
4)
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi,
yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurangkurangnya satu dari
elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling
berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari
berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah
elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit
Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan Sirkuit Terpadu.
5)
Rahasia Dagang(Trade Secret)
dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik
Rahasia Dagang.
6)
Varietas Tanaman
Menurut Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas
Tanaman: Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang
diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan
Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya
atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu.9 Varietas tanaman yang selanjutnya
disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga,
buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang
dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-
9 Chairullizza “Wakaf Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Islam”, Skripsi pada
Program Studi Muamalat, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009 hal. 49
6
kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak
mengalami perubahan.
3. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
a. Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO)
b. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Undang-undang Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta10
Undang-undang Nomor 15/2001 tentang Merek11
Undang-undang Nomor 14/2001 tentang Hak Paten12
Undang-undang Nomor 31/2000 tentang Desain Industri
Undang-undang Nomor 32/2000 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-undang Nomor 30/2000 tentang Rahasia Dagang
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris
Convention for the Protectionof Industrial Property dan Convention
j.
Establishing the World Intellectual Property Organization
Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law
Treaty
k. Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
l.
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO
Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi
yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau
produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan,
dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
4. Syarat
Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak
Cipta, Merek.
10 Jannati “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Traditional Knowledge
Guna Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2007, h.66
11 Ibid.., h.68
12 Ibid.., h.69
7
1. Langsung ke Direktorat jendral Hak Kekayaan Intelektual
2. Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM RI di seluruh
Indonesia
3. Melalui kuasa hukum Konsultan HKI terdaftar
5. Hukum Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Karya intelektual tergolong al-māl, sehingga keberadaan undang-undang
tentang HAMI sebagai bentuk perlindungan terhadap karya tersebut secara
umum tidak bertentangan dengan Syari’ah. Hak seseorang dalam HAMI disebut
haq ‘aini māli mutaqarrar (hak keharta bendaan yang permanen) bukan haq
mujarrad, mengingat hubungan pengarang dengan karyanya bersifat langsung.
Hal ini dapat dilihat dari dua aspek:
Pertama: Karya intelektual merefleksikan kepribadian ilmiah pengarang dan
menjadi tanggungjawabnya. Inilah aspek moralitas yang selalu lekat dalam
sebuah karya.
Kedua: Karya intelektual adalah produk intelektualitas seseorang dalam bentuk
buku atau sejenisnya. Buku atau benda-benda yang lain, sesungguhnya hanya
merupakan tempat menulisnya. Buku ini juga menjadi sarana dalam
memanfaatkan dan sebagai tolok ukur al-qîmah yang terkandung dalam karya
intelektual. Buku-buku ini kemudian menjadikan karya itu sebagai benda yang
mandiri dan “terpisah” dari pengarangnya.13
Pelanggaran HAKI berupa pembajakan (piracy), pemalsuan dalam
konteks Hak Cipta dan Merek Dagang (counterfeiting), pelanggaran hak paten
(infringement) jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku ekonomi,14 terutama
akan melukai si pemilik sah atas hak intelektual tersebut. Begitupun konsumen
dan mekanisme pasar yang sehat juga akan terganggu dengan adanya tindak
pelanggaran HAKI.
Yang terdapat dalam firman ALLAH SWT
13Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal AlMawarid Edisi IX, Tahun 2003, Hal.34-35
14 Agnes Vira Ardian “Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intektual Dalam
Kesenian Tradisional Di Indonesia”, Skripsi,pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2008 h. 50
8
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”15
Tentang Pembajakan Hak Cipta, yang terdapat dalam firman ALLAH SWT
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.16
Ayat ini berisi tuntutan hukum untuk tidak memakan harta orang lain
secara batil, tidak dengan cara yang dibenarkan oleh syara‘. Pengertian kata
“memakan” pada ayat ini mencakup hal yang luas, termasuk mengambil,
merampas, mencuri, dan sebagainya. Pembajakan hak kekayaan intelektual
dapat dikategorikan sebagai pengambilan harta orang lain secara tidak benar;
batil.17 Wahbah al-Zuhaili menegaskan: “Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara‘ atas dasar qaidahistishlah,
maka mencetak ulang atau men-copy buku tanpa seizin yang sah dipandang
sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Ini berarti
perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam
pandangan syara‘. Perbuatan tersebut merupakan pencurian yang
mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak
secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril kepada
penciptanya.18
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
15 Q.S. Al-Baqarah(2) : 188
16 Q.S. An-nisa’(4) : 29
17 Ikhwan,”Pembajakan Dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Innovatio Volume
X, No.2 Juli-Desember 2010(327-332), hal.334
18 Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam
Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal Al-Mawarid Edisi IX, Tahun 2003, hal. 338-339
9
Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005
Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/ 26-29 Juli
2005 M
Ketentuan Hukum
1. Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak
kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal
(kekayaan).
2. HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka
1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3. HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah
(pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat
diwaqafkan dan diwariskan.
4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada
menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan,
memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara
tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.
Dari uraian fatwa MUI diatas sudah jelas bahwa melakukan pelanggaran
Hak Kekayaan Intelektual atas hasil karya orang lain adalah haram. Karena
melakukan setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI sangatlah merugikan
sekaligus menzalimi pemilik sah HKI. Konsumen pun akan merasa terbohongi
karena adanya pemalsuan atas hasil karya. Karena semakin ramainya
pembajakan terhadap HKI, salah satunya kegiatan pembajakan dapat
mematikan atau menghambat seorang pencipta atau seniman untuk berkarya.
Pembajakan secara empiris telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi
pemegang hak cipta dan masyarakat secara umum sehingga mesti dilarang dan
dihilangkan.
SANKSI PELANGGARAN :
1.
HAK CIPTA
Menurut Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang
dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain
dapatdikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
10
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah).19
2.
HAK PATEN
Ancaman hukuman bagi pelanggaran atas Paten yang granted menurut
Pasal 130 Undang-Undang Paten adalah pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).20 Untuk Paten Sederhana, ancaman hukumannya adalah pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
3.
HAK MEREK
Sanksi yang dikenakan atas penggunaan Merek atau Indikasi Geografis
yang memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan Merek atau Indikasi
Geografis yang telah dilindungi21 adalah pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Penggunaan Merek atau Indikasi Geografis yang memiliki kesamaan
pada pokoknya dengan Merek atau Indikasi Geografis yang telah terdaftar
dikenakan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
4.
HAK DESAIN INDUSTRI
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran Desain Industri
adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
5.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Bagi mereka yang melanggar Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang
telah terdaftar dapat diancam hukuman pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
6.
HAK RAHASIA DAGANG
19 Linda Agustina “Perlindungan Hukum Pencipta Lagu Terhadap Website Penyedia
Jasa Download Lagu Gratis Dalam Media Internet”, Skripsi, pada Program Kekhususan
Hukum Perdata, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universtias Hasanuddin,
Makasar, 2012 h. 64
20 Ibid..,hal. 66
21 OK Saidin sebagaimana dikutip Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi
Merek Dalam Praktek Bisnis Hak Atas Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015 h. 73
11
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan dan
mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia
Dagang yang bersangkutan, atau pihak lain yang memperoleh/menguasai
Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
7. VARIETAS TANAMAN
Sanksi yang dapat diterapkan atas pelanggaran hak PVT adalah pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
PENUTUP
Dari pembahasan diatas hasil karya seseorang yang merupakan
pekerjaan intelektual manusia dapat disebut harta benda, yang lazimnya dikenal
dengan istilah hak atas kekayaan intelektual. Hak ini hanya dapat diperoleh
manusia dengan bekerja keras dalam menghasilkan kreasi-kreasi yang inovatif
dan dengan pengorbanan yang sangat besar. Islam patut untuk menghargainya
dengan cara menjadikan hak tersebut melekat pada pemiliknya. Selanjutnya bisa
dimanfaatkan secara finansial baik oleh pemiliknya maupun oleh pihak lain yang
12
ingin mengambil manfaatnya dari karya tersebut dengan seizin penciptanya,
karena jika dioptimalkan pemanfaatannya akan mendatangkan keuntungan yang
tidak sedikit. Namun pada kenyataannya sekarang ini justru semakin maraknya
kasus pelanggaran HKI, salah satunya yang sering disalahgunakan olah pihak
yang tidak bertanggung jawab adalah pembajakan. Sekarang ini kasus
pembajakan di Indonesia semakin banyak, dan menjadi kasus yang benar-benar
harus ditangani dengan serius. Meskipun pemerintah sudah memberikan sanksi
dan MUI telah mengeluarkan fatwa bagi pelanggar HKI. Tetap saja itu terus
menerus dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang hanya
ingin mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar tanpa harus susah
payah menciptakan hasil karya ataupun repot-repot melakukan pendaftaran
untuk meminta izin meng-copy hasil karya kepada pemilik hak cipta yang asli.
Dan kegiatan pembajakan yang terus dilakukan akan menimbulkan kerugian,
seperti kerugian materi, moral si pemilik hak cipta, dan Negara. Dan pembajakan
akan menghambat tumbuhnya kreatifitas dalam berkarya untuk menciptakan
sebuah karya baru. Sehingga harus diadakannya seperti penambahan wawasan
kepada masyarakat tentang dampak buruk yang terjadi apabila kasus
pembajakan tetap terus ada.
DAFTAR PUSTAKA
Krisnani Setiyowati dan Efridani Lubis, “Implementasi sistem HKI diperguruan
tinggi”, dalam jurnal Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan
Implementasinya diperguruan tinggi, (Bogor:Kantor HKI IPB,2005)
Primadhia Lerai Marista “ pembatalan pendaftaran hak cipta berdasarkan
gugatan pencipta atau pemegang hak cipta”, Skripsi pada Program Studi
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, 2012
Linda Agustina , “Hak Kekayaan Intelektual di Era Global”, Skripsi pada Program
Studi Kekhususan Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2012
13
Syafrinaldi, “sejarah dan perlindungan hak kekayaan intelektual”, dalam jurnal AlMawarid edisi IX, 2013
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
manusia R.I. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2013
Jannati “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Traditional Knowledge
Guna Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Skripsi pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2007
Ida Rofidah “Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek Dalam Praktek Bisnis
Hak Atas Kekayaan Intelektual”, Skripsi, pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2015
Chairullizza “Wakaf Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Islam”, Skripsi pada
Program Studi Muamalat, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009
Ni Ketut Suarni, Metode Pengembangan Intelektual,(Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014)
Sabriando Leonal, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Praktik
Persaingan Usaha Bidang Merek”, Skripsi pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2011
Agnes Vira Ardian “Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intektual Dalam
Kesenian Tradisional Di Indonesia”, Skripsi,pada Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2008
Asmuni Mth, “Hak Milik Intelektual Dalam Perspektif Hukum Islam”, pada Jurnal
Al-Mawarid Edisi IX, Tahun 2003
Ikhwan,”Pembajakan Dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Innovatio
Volume X, No.2 Juli-Desember 2010
14