TASAWUF DALAM HIERARKI ILMU ILMU ISLAM (13)

TASAWUF DALAM HIERARKI ILMU-ILMU ISLAM
Dosen Pengampu : Dr. Jafar, M.A.

Oleh :
Nama : Laras Ashari Setiawan (0705163038)
Kelas : Fisika 2

PRODI FISIKA
FAKULTAS SAINTEK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A.2016/2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas
adalah ilmu Tasawuf. Ilmu tersebut satu mata rantai dengan ilmu-ilmu lainnya dengan
pada sisi luar yang dhahir yang tak ubahnya jasad dan ruh yang tak dapat terpisah
keduanya. Ilmu tersebut dinamakan juga ilmu bathin.
Menurut pendapat Syekh al-Manawi dalam kitab Faed al-Qadir, “Ilmu itu ada
dua macam, ilmu yang ada dalam qalbu, itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang

diucapkan oleh lidah adalah ilmu hujjah/hokum. Dari Abi Syaebah dan Hakim dari
Hasan dan dikatakan Syekh al-Manawi bahwa ilmu bathin itu keluar dari qalbu dan
ilmu dhahir itu keluar dari lidah.
Bahwa ilmu bathin yang keluar dari qalbu itu adalah tasawuf, yang dikerjakan
dan diamalkan oleh qalbu/hati, dan ilmu dhahir yang keluar dari lidah adalah ilmu
yang diucapkan oleh lidah dan diamalkan oleh jasad yang disebut juga ilmu syari’ah.
Tasawuf adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
maksud untuk memperbaiki akhlak dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh
kehidupan duniawi semata dan memfokuskan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Orang yang ahli dalam tasawuf disebut sufi. Seorang sufi menekankan aspek
rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat
dengan tuhannya.

B. Rumusan Masalah
1 Pengertian Tasawuf.
2 Ciri-ciri Tasawuf Sunni dan Falsafi.
3 Tokoh-tokoh Tasawuf dari Masing-masing Aliran.

C. Tujuan
1 Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca apa itu Tasawuf.

2 Untuk memahami macam-macam aliran Tasawuf.
3 Untuk mengetahui Tasawuf termasuk kedalam kategori apa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasawuf Dalam Hierarki Ilmu-ilmu Islam
Dalam tradisi intelektual Islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu
berdasarkan sudut pandang Islam. Dalam Muqaddimah, Ibn Khaldûn membagi ilmu
menjadi dua jenis yaitu:
1. Ilmu-ilmu hikmah dan filsafat (‘ulûm al-hikmiyah al-falsafiyyah) yang diperoleh
dengan akal manusia.
2. Ilmu yang diajarkan dan ditransformasikan (‘ulûm al-naqliyyah al-wadhi‘iyah) yang
bersumber kepada syariat Islam (Alquran dan hadis).
Beliau mengkategorikan tasawuf sebagai salah satu dari beragam ilmu syariah (‘ulûm alnaqliyyah al-wadhi‘iyah).
Sedangkan dalam pembagian ilmu menurut al-Ghazâlî berdasarkan cara memperoleh
ilmu, disebutkan bahwa ilmu terdiri atas dua yaitu:
1. Ilmu yang dihadirkan (‘ilm al-hudhûrî/presential).
2. Ilmu yang dicapai (‘ilm al-hushûli/attained).
Menurut beliau tasawuf dikategorikan sebagai ‘ilm al-hudhûrî.
Sedangkan menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah membagi ilmu menjadi tiga derajat yaitu:

1. ‘ilm jalîyun (didasari observasi, eksperimen, dan silogisme).
2. ‘ilm khafîyun (ilmu makrifat).
3. ‘ilm ladunîyun (didasari ilham dari Allah).
Menurut beliau tasawuf dikelompokkan kepada ‘ilm khafîyun dan ‘ilm ladunîyun.
Dapat ditegaskan bahwa para ulama menempatkan tasawuf sebagai bagian dari ilmu-ilmu
agama, meskipun sebagian ahli menyebutkan bahwa tasawuf dalam bentuk tasawuf
falsafi dipengaruhi oleh agama dan aliran filsafat tertentu.
Ibn Khaldûn telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kitab
Muqaddimahnya. Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah,

menurut Ibn Khaldûn, bersumber dari syariat yakni Alquran dan hadis, dan akal tidak

memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidah-kaidah
utama untuk cabang-cabang permasalahannya.
Dari aspek tujuan, pelajar sufi (al-murîd) harus terus meningkatkan kualitas
ibadahnya dan beranjak dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi (al-maqâmât)
sampai mencapai kemantapan tauhid (al-tauhîd) dan makrifat (al-ma‘rîfah). Dari aspek
pembahasan, tasawuf membicarakan empat pokok persoalan yaitu:
1. Pembahasan tentang mujahadah (al-mujahâdâh), zauq (al-dzawq), intropeksi diri
(muhâsabah al-nafs), dan tingkatan-tingkatan spiritual (al-maqâmât).

2. Penyingkapan spiritual (al-kasyf) dan hakikat-hakikat (al-haqîqah) alam gaib (‘âlam
al-gayb).
3. Keramat wali (al-karâmât).
4. Istilah-istilah kaum sufi yang diungkap pasca ‘mabuk’ spiritual (al-syathahât).
Menurut Ibn Khaldûn, kebanyakan fukaha menolak ajaran kaum sufi tentang tasawuf.
Penolakan fukaha (Sunni) tidak serta merta ditujukan kepada semua jenis tasawuf.
Menurut al-Taftâzânî, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah.1
 Aliran tasawuf terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Tasawuf Sunni
yaitu aliran tasawuf yang berusaha memadukan aspek hakekat dan syariat, yang
senantiasa memelihara sifat kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri
kepada allah, dengan berusaha bersungguh-sungguh berpegang teguh terhadap ajaran
alquran, sunnah dan sirah (kebiasaan) para sahabat nabi. Tasawuf sunni banyak
berkembang di dunia Islam, terutama di negara–negara yang dominan bermazhab
Syafi‘i. Tasawuf ini sering digandrungi orang karena paham atau ajaran-ajarannya
tidak terlalu rumit.
Ciri-ciri tasawuf sunni antara lain :
1. Melandaskan diri pada Alquran dan As-Sunnah.
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat sebagaimana terdapat
pada ungkapan-ungkapan syathahat (ucapan-acapan ganjil yang keluar dari

mulut seorang sufi). Terminologi-terminologi yang dikembangkan tasawuf
sunni lebih transparan, sehinggga tidak sering bergelut dengan term-term
1

Dr. Ja’far, MA, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), h.21-23.

syathahat. Kalaupun ada term yang mirip syathahat itu dianggapnya

merupakan pengalaman pribadi dan mereka tidak menyebarkannya kepada
orang lain. Juga hal itu dianggap sebagai karamah atau keajaiban yang mereka
temui.
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan
manusia. Dualisme yang dimaksud di sini adalah ajaran yang mengakui bahwa
meskipun manusia dapat berhubungan dengan tuhan, hubungannya tetap
dalam kerangka yang berbeda antara keduanya, dalam hal esensinya. Sedekat
apapun manusia dengan tuhannya, tidak lantas membuat manusia dapat
menyatu dengan tuhan.
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syari‘at.
5. Lebih terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa
dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah takhalli (usaha

mengosongkan diri dari perilaku atau akhlaq tercela), tahalli (upaya mengisi
atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, prilaku dan
akhlaq terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib).
Diantara ini adalah tokoh-tokoh sufisme Sunni yaitu Hasan al-Basri, AlMuhasibi, Al-Qusyairi, Al-Ghazali.2
2. Tasawuf Falsafi
tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis
dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah
mempengaruhi para tokohnya. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf
Falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ide dasar dari
tasawuf Falsafi adalah Pantheisme (Pantheisme berasal dari kata yunani, yaitu pan
yang berarti semua dan theos yang berarti Tuhan. Jadi pantheisme adalah paham yang
menganggap Tuhan adalah immanen [ada di dalam] makhluk~makhluk. Dengan kata
lain Tuhan dan alam adalah sama). Tentunya ajaran tasawuf para sufi banyak
terpengaruh oleh teori-teori filsafat. Mereka mempunyai teori mendalam mengenai
soal jiwa, moral, pengetahuan, wujud, yang berdampak besar bagi para sufi
sesudahnya.

2


Abu Bakar Atjeh, Sejarah Perkembangan Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h.26-27.

Perbedaan tasawuf Sunni dan Falsafi ialah tasawuf Sunni lebih menonjol kepada segi
praktis ( ‫) العمل‬, sedangkan tasawuf Falsafi menonjol kepada segi teoritis ( ‫) النطري‬
sehingga dalam konsep-konsep, tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio
dengan pendektan-pendekatan filosofis yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan
sehari-hari khususnya bagi orang awam. Kaum sufi Falsafi menganggap bahwasanya
tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga manusia dan alam semesta,
semuanya adalah Allah. Mereka tidak menganggap bahwasanya Allah itu zat yang
Esa, yang bersemayam diatas Arsy.3

Ciri-ciri Tasawuf Falsafi :
1) Ajaran-ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf dengan
sejumlah ajaran filsafat di luar Islam, seperti Yunani, Persia, India, dan agama
Nasrani.
2) Para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang
berbeda dan beraneka ragam, sejalan dengan ekspansi Islam yang berjalan saat
itu.
3) Adanya


terminologi-terminologi

filsafat

dalam

pengungkapan

ajaran-

ajarannya yang maknanya disesuaikan dengan ajaran tasawuf yang mereka
anut dan berkecenderungan mendalam pada pantheisme.
4) Terkadang menimbulkan ungkapan-ungkapan yang samar (syathahat) akibat
dari banyaknya peristilahan khusus yang hanya dimengerti oleh kalangan
tertentu.
5) Obyek utama yang menjadi perhatian para sufi filosofi adalah :
a.

Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul darinya.


b.

Iluminasi ataupun hakekat yang tersingkap dari alam ghaib.

c.

Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap
berbagai bentuk keluarbiasaan.

d.

Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya samar-samar.

Diantara ini adalah tokoh-tokoh sufisme Falsafi yaitu Ibn Arabi, Haqiqah
Muhammadiyyah, Abdul Karim al-Jilli, Ibn Sabi’in.

3

Abdurrahman Abdul Kholiq, Penyimpangan-penyimpangan Tasawuf, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h.59.


Para

fukaha dari mahzab Sunni menolak banyak teori tasawuf yang

dikembangkan oleh sufi-sufi mahzab tasawuf Faslsafi yang ternyata lebih diterima
dan berkembang di dunia syiah.4

4

Dr. Ja’far, MA, Gerbang Tasawuf (Medan: Perdana Publishing, 2016), h.24.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
1. Pengertian Tasawuf adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
maksud untuk memperbaiki akhlak dengan cara menjauhkan diri dari pengaruh
kehidupan duniawi semata dan memfokuskan perhatian hanya kepada Allah SWT.

2. Ibn Khaldûn telah mengulas tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu dalam kitab
Muqaddimahnya. Dari aspek sumber, tasawuf sebagai salah satu dari ilmu syariah,

menurut Ibn Khaldûn, bersumber dari syariat yakni Alquran dan hadis, dan akal tidak
memiliki peran dalam ilmu-ilmu syariah kecuali menarik kesimpulan dari kaidahkaidah utama untuk cabang-cabang permasalahannya.
3. Aliran-aliran Tasawuf yaitu Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi.

Daftar Pustaka
Atjeh ,Abu Bakar. 1998. Sejarah Perkembangan Tasawuf. Jakarta: Bulan Bintang.
Ja’far. 2016. Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publishing.
Kholiq, Abdurrahman Abdul. 2001. Penyimpangan-penyimpangan Tasawuf. Jakarta:
Robbani Press.