PROFILING PASAR TRADISIONAL DI KOTA MALA (1)

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG MASALAH
Pasar tradisional sebagai aset sosio-kultur masyarakat telah memberi sumbangsih
besar dalam kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi dimaksud erat kaitannya untuk
mempertemukan permintaan dan penawaran, dan tempat kegiatannya dapat dijumpai
dalam bentuk fisik yang disebut pasar tradisional.1 Pasar memiliki arti sebagai tempat
bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa.2
Pasar tradisional menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian masyarakat dan
juga membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pada perkembangannya saat ini, pasar tradisional adalah salah satu sektor
ekonomi yang terancam dan mulai tergeser. Mulai terdapat rasionalisasi mall sebagai
peluang bisnis yang lebih besar yang telah menjadi tuntutan dan gaya hidup modern.
Sharing antara investor pasar modern di Kota Malang dinilai lebih menjanjikan devisa
yang lebih besar dibandingkan dengan pasar tradisional. Potret semakin tergesernya
pasar tradisional dikuatkan pula pada survei yang dilakukan oleh AC Nielsen. Menurut
survei AC Nielsen (2005), pertumbuhan pasar modern termasuk hypermart,
supermarket, supermall, minimarket, dan lain-lain sebesar 31,4% sedangkan
pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1%.3 Selain itu, dari hasil kajian AC Nielsen

teridentifikasi bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0 % setiap tahunnya (AC
Nielsen, 2005).4 Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail
Pasar/ Toko
Modern dan
Pasar
Tradisional

2000

2001

2002

2003

2004

1 M. Djumantri, tanpa tahun, Pasar Tradisional: Ruang untuk Masyarakat Tradisional yang Semakin

Terpinggirkan (online), http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi4 d.pdf, (28 April 2014).
2 ___, 2014, Pengertian Pasar dan Jenis-jenis Pasar (online), http://www.pengertian
ahli.com/2013/10/pengertian-pasar-dan-jenis-jenis-pasar.html, (28 April 2014).
3 M. Djumantri, Pasar Tradisional, Ruang Masyarakat yang Terpinggirkan, bulletin.penataanruang.net (05
Mei 2014), hlm. 2
4 Ibid.

Minimarket
3,6 %
4,7 %
Supermarket 18,0 %
20,3 %
Pasar
78,3 %
74,9 %
Tradisional
Total
100,0 %
100,0 %
Sumber: Djumantri, tanpa tahun.5


5,0 %
20,4 %
74,6 %

5,4 %
21,1 %
73,4 %

7,6 %
22,0 %
70,5 %

100,0 %

100,0 %

100,0 %

Djumantri dalam tulisannya menyebut beberapa penyebab kemunduran pasar

tradisional sebagai berikut:
Salah satu kemunduran dari pasar tradisional karena adanya persaingan aspek yang tidak
seimbang. ... Pasar tradisional bermodal kecil, skala kecil, manajemen sederhana,
harus bersaing pada kegiatan retail dengan toko modern, mini market, mall, plaza,
pusat perdagangan/perbelanjaan, departement store, supermarket, hypermarket.
Sementara tidak ada perbedaan segmen antara pasar modern dengan pasar tradisional.
Tentu saja konsumen cenderung berbelanja ke tempat yang bersih, sehat, aman,
nyaman, bahkan harganya lebih murah daripada membeli di pasar tradisional yang
mempunyai kesan semerawut, gerah, becek, bau got, banyak copet, tapi akrab bergaul
dan bisa bernostalgia.6
Survei AC Nielsen lainnya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa pangsa pasar
dari pasar modern meningkat sebesar 11,8% selama lima tahun terakhir.7 Bisa
dibayangkan, jika survei dari tahun 2001-2005 menunjukkan angka tersebut, maka
konsumen ritel Indonesia telah meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke pasar
modern. Jika hingga tahun 2005 pasar tradisional telah mengalami kemunduran
sedemikian, maka yang dikhawatirkan saat ini adalah matinya pasar tradisional jika
tidak dilakukan upaya revitalisasi yang berkesinambungan.
Bagi Kota Malang, kekhawatiran akan semakin matinya peran pasar tradisional di
Kota Malang juga semakin dikuatkan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh
Pusat Pengembangan Otonomi Daerah, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya.

Berdasarkan penelitian Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya pada 2011, seluruh pasar tradisional di Malang akan
mati dalam waktu sepuluh tahun ke depan.8 Terjadi pertumbuhan negatif pada pasar
tradisional sebesar 7%, sedangkan pasar modern justru tumbuh 35,4%.9
Selain di Kota Malang, penelitian Lembaga Penelitian SMERU terhadap pasarpasar tradisional di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi serta Bandung
memperoleh informasi bahwa pesaing terberat dari para pedagang pasar tradisional
5 M. Djumantri, loc.cit., hlm. 5
6 M. Djumantri, loc.cit., hlm. 5-6.
7 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34958/4/Chapter%20I.pdf, (7 Mei 2014).
8 Halo Malang, 2012, Pasar Tradisional Akan Mati Sepuluh Tahun
http://halomalang.com/news/pasar-tradisional-akan-mati-sepuluh-tahun-lagi, (7 Mei 2014)
9 Ibid.

Lagi

(online),

adalah sesama pedagang di dalam pasar, kemudian diikuti dengan berturut-turut
supermarket dan para Pedagang Kaki Lima (PKL). 10
Indikasinya bahwa kebanyakan para pedagang tradisional di satu pasar saling

bersaing satu sama lain, masing-masing cenderung monoton dalam penataan dagangan,
sehingga menjadi tidak menarik lagi dihadapan para pedagang yang sekarang
cenderung berperilaku dinamis dalam berbelanja. Sedangkan para PKL, sekalipun
dalam menata dagangannya lebih tidak menarik lagi, namun mereka lebih diuntungkan
yaitu tempat mereka berdagang di luar sekitar pasar lebih mudah dijangkau para
pembeli, sehingga para pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar, bahkan dapat
langsung berbelanja langsung dari atas kendaraannya. Keadaan ini semakin diperkuat
oleh keadaan pasar tradisional yang tidak nyaman untuk mereka kunjungi.
Indikasi paling kuat berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian SMERU bahwa
para pelanggan pasar tradisional lebih banyak beralih ke pasar modern yaitu
supermarket.11 Peralihan lokasi belanja ini tidak dapat dipungkiri, kini di kalangan
masyarakat perkotaan telah terjadi perubahan perilaku belanja, yang seringkali
sekaligus juga berekreasi bersama keluarga. Sudah tentu tingkat kenyamanan dan
kebersihan lokasi serta tersedianya fasilitas lain, seperti tempat parkir yang luas, tempat
bermain anak-anak serta restoran turut berperan dalam mendorong terjadinya
perubahan perilaku berbelanja ini. Hal ini erat kaitannya dengan pentingnya revitalisasi
pasar, terutama pasar tradisional yang tak dipungkiri masih mengalami beberapa
kondisi tidak layak seperti kekumuhan, becek, bau menyengat, dan lingkungan tidak
sehat. Tuntutan akan adanya pasar berkualitas akan semakin besar beriringan dengan
pertumbuhan masyarakat. Masyarakat kini semakin selektif dalam memilih pasar

tempat mereka melakukan pemenuhan kebutuhannya.
Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan perbedaan yang menunjukkan
disparitas antara pasar tradisional dan pasar modern.
Tabel 2. Jenis pasar dan skala pelayanannya

10 Daniel Suryadarma, 2007, Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di
Daerah Perkotaan di indonesia (online), Lembaga Penelitian SMERU, http://www.smeru.or.id/, (7 Mei 2014).
11 Ibid.

Sumber : M. Djumantri, tanpa tahun.12
Namun hal tersebut tidak serta merta membuat pasar-pasar tradisional kehilangan
pelanggan dan konsumennya. Kebanyaan konsumen tetap bertahan melakukan aktivitas
perbelanjaan di pasar tradisional karena harga barang-barang yang dijual relatif lebih
murah. Tradisi yang menjadi ciri utama dalam transaksi di dalam pasar tradisional
yakni tawar menawar adalah tradisi yang tidak dapat dihapuskan begitu saja.
Kesempatan tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah inilah yang
tidak dapat dijumpai di pasar-pasar modern yang menjual barang dengan harga pas.
Masih bertahannya para pembeli tidak beralih berbelanja dari pasar-pasar tradisional ke
pasar modern karena masih adanya rasa emosional di antara para pedagang dengan para
pelanggannya. Di sini para pedagang pasar yang mampu menarik pelanggannya antara

lain dengan membangun rasa emosional, maka tidak akan takut kehilangan para
pelanggannya berpindah berbelanja ke pedagang lainnya termasuk berpindah
berbelanja ke pasar modern.
Dalam membangun rasa emosional, biasanya para pedagang berusaha
memelihara hubungan kekeluargaan dengan para pelanggan, di samping memberikan
layanan istimewa kepada para pelanggannya itu seperti harga yang bersaing serta
ketersediaan barang yang dijamin kepastiannya dan sudah tentu kualitas barangnya
cukup layak menurut para pelanggan. Hubungan emosional yang terbangun di antara
para pedagang dengan para pelanggannya inilah yang menjadi salah satu daya tarik
pasar tradisional yang masih terjaga di tengah-tengah persaingan dengan pasar-pasar
atau ritel moderen. Para pelanggan yang biasa berbelanja di pasar-pasar atau ritel
moderen, biasanya mereka tidak membutuhkan suasana yang membangkitkan rasa
emosional, tetapi hanya lebih menekankan segi kepraktisan dan suasana kenyamanan
berbelanja semata.
Berbagai upaya revitalisasi pasar tradisional telah dilakukan Pemerintah Kota
Malang. Pemerintah Kota Malang kini telah mengajukan anggaran Rp 41,5 miliar ke
12 Djumantri, loc.cit, hlm. 7

pemerintah pusat untuk kebutuhan merevitalisasi 14 pasar tradisional (dari total 28
pasar).13 Revatalisasi pasar tradisional dibutuhkan untuk memperbaiki citra buruk pasar

tradisional menjadi pasar yang modern dan sehat.14 Dilaksanakannya program
revitalisasi pasar tradisional melahirkan suatu kesimpulan di mana modernisasi bukan
satu-satunya solusi, tetapi bisa dilakukan peningkatan fungsi dan daya tarik Pasar
Tradisional dalam bentuk lain dengan menciptakan sesuatu yang khas dan unik namun
tingkat kenyamanan, keamanan, kebersihan dan ketertiban menjadi terpelihara dengan
baik.15 Pentingnya revitalisasi erat kaitannya dengan keberadaan pasar tradisional
sebagai aset Kota Malang yang harus dilindungi karena mempertahankan nilai sosial
dan budaya masyarakat. Bambang Suhariyadi, Kepala Dinas Pasar Kota Malang,
mengatakan bahwa pemerintah kota menginginkan pasar tradisional menjadi bersih dan
terawat baik seperti Pasar Puspa Agro di Sidoarjo.16
Walaupun pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai langkah dalam
program revitalisasi pasar tradisional, kerjasama serta dukungan dari seluruh lapisan
masyarakat sangat dibutuhkan. Adanya suatu sistem informasi terkait pemetaan profil
pasar diharapkan akan memberikan kemudahan akses informasi yang sangat berguna.
Pusat informasi dapat digunakan untuk membantu pihak terkait mengumpulkan
informasi pasar terkait dalam melakukan program revitalisasi pasar. Walaupun
pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai langkah dalam program
revitalisasi pasar tradisional, kerjasama serta dukungan dari seluruh lapisan masyarakat
sangat dibutuhkan. Atas dasar latar belakang tersebut, Pusat Pengembangan Otonomi
Daerah mengajukan penelitian berjudul: PROFILING PASAR TRADISIONAL DI

KOTA MALANG.
B.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep terhadap keberadaan profiling pasar tradisional di Kota
Malang?
2. Bagaimanakah klasifikasi isu terhadap pemetaan profil pasar tradisional di Kota
Malang?

C.

TUJUAN

13 Eko Widianto, 2014, 14 Pasar Tradisional di Malang Kumuh dan Tak Sehat (online),
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/07/058552145/14-Pasar-Tradisional-di-Malang-Kumuh-dan-TakSehat, (28 April 2014).
14 Ibid.
15 ___, tanpa tahun, Revitalisasi Pasar (online), http://pasartradisional.balidenpasartr ading.com/index.php?
r=statispage/view&id=2, (28 April 2014)
16 Mohammad Sofii, 2014, Pemkot Malang Impikan Pasar Tradisional Layaknya Supermarket (online),
http://surabaya.bisnis.com/read/20140211/10/68182/pemkot-malang-impikan-pasar-tradisional-layaknyasupermarket, (28 April 2014).


1. Untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan memetakan profil pasar tradisional di Kota
Malang dalam mendukung program revitalisasi di Pasar Tradisional Kota Malang
2. Untuk membangun suatu pusat informasi yang dapat diakses dengan mudah guna
membenahi pengelolaan pasar dalam mendukung program revitalisasi di Pasar
Tradisional Kota Malang.
D.

MANFAAT
1. Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai pusat dan media pertukaran
informasi untuk mengetahui aktivitas masyarakat di Pasar Tradisional Kota Malang
sehingga antara masyarakat baik pedagang maupun konsumen dalam menjalin
2.

hubungan sosial-budaya antar masyarakat dapat terjaga dan terjalin dengan baik.
Bagi Pedagang
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai pusat informsi dan
pertukaran informasi para pedagang pasar tradisional untuk mengaspirasikan
segala kondisi, situasi dan keluhan-keluhan secara keseluruhan terkait pasar
tradisional di wilayah masing-masing untuk meningkatkan taraf kehidupan dan
memberikan hak bagi mereka (pelaku usaha kecil) dalam mengembangkan

3.

usahanya agar tetap eksis dan tetap dipertahankan oleh pemerintah kota Malang.
Bagi Pemerintah Kota Malang
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bentuk informasi kepada
pemerintah untuk membenahi pengelolaan pasar yang didapatkan langsung dari
struktur pasar tradisonal dalam mendukung program revitalisasi di Pasar
Tradisional Kota Malang.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Pasar Tradisional
Definisi pasar menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112
Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar
tradisional pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.17
17 Pasal 1 angka 1 Perprs Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, http://hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf
(online), 20 Juni 2014, hlm. 2

Sedangkan pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.18
Pasar tradisional adalah pasar yang kegiatan para penjual dan pembelinya
dilakukan secara langsung dalam bentuk eceran dalam waktu sementara atau tetap
dengan tingkat pelayanan terbatas. 19
Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah
termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios,
los, dan tenda yang dimiliki /dikelola oleh pedagang kecil, menengah, koperasi
dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual beli barang dagangan
dengan tawar-menawar.20
Dari beberapa pengertian di atas, pasar tradisional adalah tempat pasar yang
dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang merupakan tempat bertemunya
penjual dan pembeli dalam proses transaksi jual beli secara langsung dalam bentuk
eceran dengan proses tawar menawar dan bangunannya biasanya terdiri dari kioskios atau gerai, los, dan dasaran terbuka. Pasar tradisional biasanya ada dalam
waktu sementara dengan tingkat pelayanan terbatas.
Dari definisi tersebut di atas, terdapat empat point penting yang menonjol yang
menandai terbentuknya pasar yakni Pertama, ada penjual dan pembeli; Kedua,
antara penjual dan pembeli bertemu di sebuah tempat tertentu; Ketiga, terjadi
kesepakatan diantara penjual dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau tukar
menukar;dan Keempat, antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat.
B. Ciri- ciri Pasar Tradisional
Ciri-ciri pasar tradisional adalah pada umumnya adalah sebagai berikut:21
1. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli
18 Pasal 1 angka 2 Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Op.Cit, hlm. 2
19 Peraturan Bupati Grobogan Nomor 25 Tahun 2011
20 Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pasar
21 Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pembersayaan Pasar
Tradisional

Tawar menawar ini adalah salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar.
Hal ini yang dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan pembeli
yang lebih dekat. Tawar menawar mampu memberikan dampak psikologis
yang penting bagi masyarakat. Setiap orang yang berperan pada transaksi jual
beli akan melibatkan seluruh emosi dan perasaannya sehingga timbul interaksi
sosial dan persoalan kompleks. Penjual dan pembeli saling bersaing mengukur
kedalaman hati masing-masing lalu muncul pemenang dalam penetapan harga.
Tarik tambang psikologis itu biasanya diakhiri perasaan puas pada keduanya.
Hal ini yang dapat menjalin hubungan sosial lebih dekat.
2. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama
Meskipun semua berada pada lokasi yang sama, barang dagangan setiap
pedagang berbeda-beda. Selain itu juga, terdapat pengelompokan barang
dagangan atau produk dagangan sesuai dengan jenisnya, seperti kelompok
pedagang ikan, daging, sayur dan buah.
3. Sebagain besar barang dan jasa yang ditawarkan adalah berbahan lokal
Barang dagangan yang dijual di pasar tradisional ini adalah hasil bumi yang
dihasilkan oleh daerah tersebut., meskipun ada beberapa barang dagangan yang
berasal dari hasil bumi daerah lain.
4. Ciri pasar berdasarkan pengelompokan dan jenis barang pasar yang dibagi
menjadi empat kategori:
a) Kelompok bersih ( kelompok jasa, kelompo warung, toko)
b) Kelompok kotor yang tidak bau (kelompok hasil bumi dan buah-buahan)
c) Kelompok yang kotor yang bau dan basah (kelompok sayur dan bumbu)
d) Kelompok bau, basah, kotor, dan busuk (kelompok ikan basah dan
daging)
5. Ciri pasar berdasarkan tipe tempat berjualan
Tempat-tempat yang strategis selalu diminati oleh pedagang karena terlebih
dahulu terlihat atau dikunjungi pembeli. Tempat strategis yang dimaksud adalah
sirkulasi utama, dekat pintu masuk, dekat tangga atau dekat hall.22
a) Kios
Merupakan tipe tempat yang berjualan yang tertutup, tingkat kemanan
lebih tinggi dibanding dengan yang lain. Dalam kios dapat ditata dengan
berbagai macam alat display. Pemilikan kios tidak hanya satu saja tetapi
dapat beberapa kios sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
b) Los
Merupakan tipe berjualan yang terbuka, tetapi telah dibatasi secara pasti
seperti dibatasi meja, lemari dan lain-lain.
22Galuh Oktavina, Redesain Pasar Tradisional Jongke Surakarta, http://ejournal.uajy.ac.id/835/3/2TA12704.pdf (online), 23 Juni 2014

c) Emper/pelataran
Merupakan tipe tempat berjualan yang terbuka atau tidak dibatasi secara
tetap, tetapi mempunyai tempatnya sendiri. Termasuk pedagang emperan di
pasar adalah pedagang asong yang berjualan di dalam maupun di luar pasar
tetapi masih menempel di dinding pasar.
C. Sejarah Pasar Tradisional
Menurut Adhi Moersid dalam Forum Musyawarah daerah IAI cabang
Sumatera Selatan Tahun 199523 mengemukakan bahwa dalam lingkungan
komunitas masyarakat yang bermukim secara tetap, dikenal adanya pasar. Pada
umumnya pasar mengambil tempat di suatu ruang atau lapangan terbuka, di bawah
pohon besar yang telah ada, di salah satu sudut perempatan jalan atau tempattempat yang strategis dilihat dari jarak capai aksesibilitas dari dalam dan dari luar
lingkungan yang bersangkutan. Pasar dimulai dari semacam “hapenning” pada
waktu-waktu tertentu saja. Kemudian pasar inilah yang kerap dikenal seperti Pasar
Minggu, Pasar Senin, Pasar Rabu, Pasar Kliwon, Pasar Pon dan sebagainya.
Pada dasarnya kegiatan pasar sebagai tempat jual beli barang dan jasa di antara
para petani yang membawa hasil bumi, produsen/pedagang eceran barang-barang
kebutuhan sehari-hari dan penduduk lingkungan setempat. Kegiatan pertukaran
barang dan jasa dengan tutur sapa yang akrab, tawar-menawar barang, pemilihan
tempat dan suasana akrab menadi suatu tradisi tersendiri sehingga pasar seperti ini
bisa disebut pasar tradisional.
Di kota-kota Indonesia, selanjutnya dikenal pusat perbelanjaan peninggalan
zaman Belanda dengan empat bentuk, yaitu:24
1. Pasar (area terbuka, bangsal dan los beratap atau kombinasi keduanya) dengan
toko dan warung di sekitarnya atau retail
2. Daerah pertokoan khusus (elite) di beberapa jalan tertentu bersambung dengan
pusat perdagangan (bussines centre)
3. Toko kecil/warung, tersebar di beberapa lokasi/daerah pemukiman penduduk
D. Fungsi Pasar Tradisional
Keberadaan pasar mempunyai fungsi yang sangat penting. Bagi konsumen,
adanya pasar akan mempermudah memperoleh barang dan jasa serta kebutuhan
sehari-hari. Adapun bagi produsen, pasar menjadi tempat untuk mempermudah
23 Ikatan Arsitek Indonesia adalah keanggotaan dalam Lembaga Pegembangan Jasa Konstruksi dan
Forum Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi
24 Galuh Oktavina, Ibid

proses penyaluran barang hasil produksi. Secara umum, pasar memunyai tiga fungsi
utama yaitu sebagai sarana distribusi, pembentukan harga dan sebagai tempat
promosi. 25
1. Pasar sebagai Sarana Distribusi
Psar sebagai sarana distribusi berfungsi memperlancar proses penyaluran
banrang atau jasa dari produsen kepada konsumen. Dengan adanya pasar,
prosuden dapat berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
menawarkan hasil produksinya kepada konsumen.
2. Pasar sebagai Pembentuk Harga
Psar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Di dalam psar
tersebut penjual menawarkan barang-barang atau jasa kepada pembeli. Pembeli
yang membutuhkan barang atau jasa akan berusaha menawar harga dari barang
atau jasa tersebut sehingga terjadilah twar enawar antara keduanya. Setelah
terjadinya kesepakatan , terbentuklah harga. Dengan demikian, pasar berfungsi
sebagai pembentuk harga.
3. Pasar sebagai Sarana Promosi
Pasar sebagai sarana promosi artinya pasar menjadi empat memperkenalkan dan
menginformasikan suatu barang/jasa tentang manfaat, keunggulan dan
kekhasannya pada konsumen. Promosi dilakukan untuk menarik minat pembeli
terhadap barang dan atau jasa yang diperkenalkan.
E. Nilai di Pasar Tradisional
Nilai adalah konsepsi abstrak diri manusia mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk. 26 Sistem nilai akan timbul atas dasar pengalamanpengalaman manusia di dalam berinterkasi yang kemudian membentuk nilai-nilai
positif dan nilai-nilai negatif. Menurut Polanyi dalam Evers, di pasar radisional
terdapat nilai-nilai yang hidup dan berkembang sampai saat ini karena adanya
suatu pranata yang melibatkan tindakan barter, pembelian dan penjualan, dan
dengan demikian benar-benar diperlukan suatu penawaran kepada beberapa
individu yang disebut proses tawar menawar.
Menurut Alexander dalam Hefner, hubungan dagang yang dibangun secara
bertahap dalam waktu yang lama sehingga pedagang yang berhasil tidak hanya
memerlukan ketrampilan tawar menawar dan keahlian pasar lainnya yang
menghasilkan keuntungan-keuntungan yang layak, tetapi juga ketrampilan pribadi
untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan sosial yang ramah. Dalam
25 Ibid
26 Soerjono Soekanto, 1983

mempertahankan hubungan relasi sosial ini, pedagang mempunyai sistem yang
dituntun dengan nilai nilai untuk melakukan hubungan/relasi diantara mereka.27
Selain terdapat nilai-nilai untuk melakukan hubungan antar pribadi dalam
pasar tradisional terdapat nilai-nilai untuk melakukan kehidupan bersama atau
dapat dikatakan sebaga nilai kolektivitas.28 Kolektivitas adalah suatu bentuk
pergaulan hidup dimana kesatuan-keastuan sosial itulah dengan daya normatifnya
yang besar menentukan segala perbuatan individu-individu anggotanya. Dalam
pergaulan hidup yang demikian, manusia berada pada keadaan yang terikat,
sebagian perbuatan dan pernyataan hidupnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya, sedangkan perilakunya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh normanorma, aturan dan ketetapan-ketetapan yang berada dan dibuat oleh kesatuan
sosialnya.29
F. Struktur Sosial Pasar Tradisional
Struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi
sosial dan antara peranan-peranan interaksi dalam sistem sosial dikonsepsikan
secara lebih terperinci dengan menjabarkan manusia yang menempati posisi dan
melaksanakan peranannya. Struktur sosial adalah jalinan dari unsur-unsur pokok.
Dalam hal ini adalah jalinan dari unsur-unsur ekonomi pasar.
Pembagian kerja dalam pasar tradisional merupakan pola struktural yang
terpenting yang timbul dari sistem pekerjaan itu sendiri. Struktur itu dapat timbul
sebagai akibat dari tempat seseorang di jaringan distribusi yang menyeluruh atau
menurut jenis barang yang dijual. Pembagian kerja yang diakibatkan oleh
penggunaan dan pengelolaan pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan
hubungannya dengan ekonomi keluarga, aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan
pedagang menurut jalur distribusi memunculkan struktur pembagian kerja yang ada
di pasar tradisional. Kemunculan ini disebabkan oleh adanya rutinitas perilaku yang
merupakan suatu sistem hubungan antar aktor-aktor pasar tradisional dengan

27Giddens, A, The Constitution of Society. Cambridge: Polity Press, 1984,
http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=134:sektor-informal-kotaanalisis-teori-strukturasi-giddens-kasus-pedagang-pasar-keputran-kotasurabaya&catid=34:mkp&Itemid=62 (online), 23 Juni 2014
28 Ibid
29 Supriyadi, 1998

menggunakan sumberdaya alokatif30 maupun sumber daya otoritarif31 guna
melakukan integrasi sosial.

BAB III
METODE PENELITIAN
A.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam profiling pasar tradisional di Kota Malang
adalah penelitian sosial. Penelitian sosial ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
lengkap tentang informasi umum mengenai pasar-pasar tradisional di Kota Malang.

B.

Pendekatan Penelitian
Menurut Robert K Yn, dalam penelitian sosial ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan yaitu survei, studi kasus, eksperimen, sejarah dan analisis arsip.32 Penelitian
sosial untuk profiling pasar-pasar tradisional di Kota Malang ini menggunakan metode
pendekatan survei yang berarti pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk
mendapatkan keterangan yang jelas dan baik mengenai masalah-masalah tertentu yang
terjadi di pasar-pasar tradisional di Kota Malang. Karakteristik yang dimunculkan
melalui pendekatan survei dalam penelitian ini adalah:
a) Melihat setting atau latar dengan konteks secara utuh (holistik) di dalam setiap
pasar-pasar tradisional di kota Malang. Proses ini dapat dilakukan dengan
pengambilan foto dan pengamatan secara langsung terkait lokasi, infrastruktur,
kebersihan dan kenyamanan, keadaan pedangang, tempat parkir, sarana dan
prasarana yang ada di dalam passar tradisional, dan lain sebagainya;

30 Sumber Daya Alokatif yaitu yang memungkinkan dominasi manusia atas dunia material. Sumber
alokatif ini seperti misalnya bahan mentah, peralatan produksi, teknologi, hasil-hasil produksi
31 Sumber daya otoritatif ini seperti misalnya pengorganisasian ruang-waktu, organisasi dan relasi
manusia dalam asosiasi timbal balik, pengorganisasian kemungkinan kehidupan, ketika menggunakan
dua sumber daya tersebut
32 Robert K. Yn. 1989, Case Study Research: Design and Methods (online), SAGE Publications.Ins.
California, London. Hlm. 17 dalam http://kardady.files.wordpress.com/2010/11/ abdul-kadirmuhammad.pdf, (7 Mei 2014).

b) Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah manusia (human intrument)
yang terdiri dari pedagang, pembeli atau konsumen, petugas kebersihan, petugas
keamanan, ketua paguyuban pada tiap-tiap pasar dan juga tukang parkir pasar;
c) Penelitian ini dibatasi oleh fokus yang akan menjadi titik utama dalam profiling
pasar-pasar tradisonal di kota Malang. Fokus dalam penelitian ini adalah utuk
mengetahui dan mengidentifikasi profil-profil tiap pasar tradisional di kota
Malang meliputi sejarah, jumlah pedagang, lokasi, komoditas yang diperjualbelikan, dan lain sebagainya.
C.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam profiling penelitian riset ini adalah beberapa pasar tradisional
yang berada di area kota Malang, dengan rincian sebagai berikut:
Pasar Kelas I:
1. Pasar Besar
2. Pasar Buku Wilis
3. Pasar Klojen
4. Pasar Oro-Oro Dowo
5. Pasar Tawangmangu
6. Pasar Madyopuro
7. Pasar Blimbing
8. Pasar Kasin
9. Pasar Baru Barat
10. Pasar Induk Gadang
11. Pasar Bunul
12. Pasar Sukun
Pasar Kelas II:
13. Pasar Baru Timur (Comboran)
14. Pasar Bunga dan Burung
Pasar Kelas IV:

D.

15. Pasar Bareng
Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer dari hasil penelitian ini adalah hasil wawancara dengan struktur
masyarakat Pasar Tradisional di Kota Malang Ketua Paguyuban Pasar Besar
serta observasi langsung oleh tim peneliti. Wawancara (interview) terkait dengan
kegiatan ditujukan kepada:
1. Kepala Pasar
2. Koordinator Pasar/ Ketua Paguyuban Pasar
2) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan atau penelusuran kepustakaan
(library research) yang mendukung data primer. Antara lain dokumen resmi,
buku-buku, hasil penelitian berwujud laporan, dan sebagainya.
b. Sumber Data
1) Data Primer
Sumber data primer diperoleh peniliti secara langsung melalui observasi,
wawancara, penyelidikan sejarah hidup (life historical investigation dan lainlain dari narasumber terkait dengan profiling pasar-pasar tradisional di kota
Malang.
2) Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh peneliti secara tidak langsung yang
memberikan keterangan sebagai sumber yang mendukung sumber data primer.
Data diperoleh dari dokumentasi, situs-situs internet, dan literatur.

E.

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah anggota struktur yang berada pasar
tradisional yang melakukan transaksi jual beli di pasar tradisional sehari-hari.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa penjual atau
produsen, beberapa pembeli atau konsumen, petugas kebersihan, petugas keamanan dan
parkir yang terdapa pada masing-masing pasar tradisional yang tersebar di area Kota
Malang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yakni teknik
pegambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sampel yang diambil
hanya yang sesuai dengan tujuan penelitian, dengan kata lain, sampel yang diambil
dalam penelitian guna profiling pasar-pasar tradisional di Kota Malang ini adalah sesuai
dengan kriteria yang dijadikan dalam tujuan penelitian ini.

F.

Teknik Analisis Data
Data penelitian baik berupa data primer yang telah terkumpul selanjutnya
diinventarisasi, diklasifikasikan dan dianalisis dengan metode kualitatif. Dengan
menggunakan metode kualitatif akan menyajikan data deskriptif berbentuk kata-kata
atau tulisan yang memuat tentang informasi yang didapatkan selama penelititian di
pasar-pasar tradisional yang tersebar di Kota Malang. Selanjutnya, untuk memperkuat

analisis data primer dengan metode kualitatif, data-data sekunder yang didapatkan
diolah secara content analysis atau analisis isi.
G.

Desain Penelitian
Rumusan Masalah

Bahan Hukum Sekunder
Penelusuran
Kepustakaan (Library
research)
Analisis Isi
(Content
Analysis)

Bahan Hukum
Primer (penelitian
lapang di pasar)
Deskriptif
tradisional di
Kualitatif

Kesimpulan
& Rekomendasi

H.

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

NO
1
2
3
4

5

KEGIATAN
Persiapan
Penyusunan Term
Of Reference
Melakukan Studi
Pustaka
Menyusun
Instrumen
Penelitian
Melaksanakan
penelitian Lapang

I

BULAN KE
II

III




Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV

Menganilisis Data


6

I.

Menganalisis
Laporan Penelitian

LUARAN (Output)



Luaran (output) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
1.
2.

Pemetaan profil Pasar Tradisional di Kota Malang yang komprehensif.
Terbentuknya suatu sistem berbasis pusat informasi terkait profiling pasar
tradisional di Kota Malang yang dapat diakses dan dijangkau oleh masyarakat dan
stakeholders terkait.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. PROFIL PASAR TRADISIONAL DI KOTA MALANG
Berdasarkan penelitian lapang yang dilakukan selama satu bulan (Mei-Juni),
diperoleh beberapa hasil terkait profil pasar tradisional di Kota Malang berdasarkan
kelasnya masing-masing sebagai berikut:

I. PASAR KELAS I
Berikut kami sajikan profil beberapa Pasar Kelas I di Kota Malang
1.

PASAR BESAR KOTA MALANG

Profil
Nama

: Pasar Besar

Alamat

: Jalan Kyai Tamin
No. 1A

Luas

: 21.820 m²

Kelas

:I

Jumlah pedagang

: 914 pedagang

Jumlah kios/bedak

762 unit

Jumlah los/emper

: 1.040/139 unit

Tanggal wawancara

: 2 Juni 2014

Komoditas
1. Sayur
2. Buah
3. Daging, ayam, ikan, bebek,
4. Sembako
5. Perhiasan
6. Peralatan Rumah Tangga
7. Elektronik
8. Jilbab Wanita
9. Aksesoris Wanita
10. Pakaian Wanita/Pria
11. Tekstil
12. Pusat Mebel dan Furniture
13. Jajanan Pasar
14. Bahan Bangunan
15. Bahan Konveksi
Fasilitas
1. Jumlah MCK : 19 Lokasi
2. Jumlah TPS : 1 Unit
3. Jumlah Mushola : - Unit
Inventaris Barang
1. Alat Pemadam : 1 Unit
2. Gerobak Sampah : 1 Unit

3. Meja dan Kursi : 23/25 Unit
4. Almari : 1 Unit
5. Mesin Tik : 1 Unit
Narasumber
I. Suhariyanto (Kepala Pasar Besar Kota Malang) CP: 081333978148
1. Sejarah pasar
Pasar Besar di Kota Malang dibangun pada zaman Kolonial Belanda pada
tahun 1914. Pasar Besar Kota Malang selalu tumbuh dan berkembang mengikuti
perkembangan yang terjadi di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan sebagai
pusat perdagangan, maka pada tahun 1938 dan 1973 diadakan renovasi.
Terdapat beberapa kejadian yang menyebabkan kerusakan di Pasar Besar
Malang. Di antaranya adalah pada tahun 1985 pernah terjadi musibah kebakaran di
wilayah timur pasar besar. Pada tahun tersebut bagian yang terbakar langsung
diganti dengan bangunan kerangka besi dan atap asbes bergelombang.
Terkait pembagian zona, pernah pula dulu pasar besar disegmentasi
berdasarkan jenis produk yang diperjualbelikan, namun hal tersebut mengalami
berbagai kendala, seperti misalnya sepinya pembeli. Apabila disegmentasi antara
satu jenis produk dengan jenis produk lainnya dianggap terlalu berjauhan sehingga
menyebabkan pembeli enggan berjalan terlalu jauh. Menurut narasumber, hal ini
juga disebabkan karena luasnya area Pasar Besar. Akhirnya semua pedagang
diijinkan untuk berkolaborasi atau bercampur baur dengan catatan tetap menjaga
kekondusifan pasar. Secara penataan, pasar besar sudah dapat dikatakan baik,
namun dikarenakan luas wilayahnya yang cukup luas sehingga tidak memunginkan
untuk dilakukan segementasi per produk secara keseluruhan. Meskipun demikian,
beberapa sudah tersegmentasi seperti produk-produk tekstil yang sudah menjadi
satu, dan ada pula yang berbaur.
2. Kebersihan dan kenyamanan
Menurut narasumber sudah nyaman, bersih, dan kondusif. Kesadaran
pedagang terkait kebersihan dan kenyamanan pasar masih sedikit kurang karena
pedagang berasal dari banyak daerah dengan karakter dan tradisi yang berbeda-beda
pula. Hal tersebut membuat komunikasi dan sosialiasi kadang tidak berjalan seperti
yang diharapkan. Namun sejauh ini antara pihak kantor Pasar Besar dengan para
pedagang hubungannya baik-baik saja. Pedagang juga dikoordinir secara sistematis

per produk jualan sehingga mudah bagi pihak kantor untuk melakukan pengawasan
dan pembinaan.
3. Sistem keamanan
Kemanan di Pasar Besar dilakukan 24 jam yang kemudian dibagi menjadi 3
shift. Untuk menangani masalah kemanan terdapat 3.000 personil yang dibagi pada
tiap-tiap regu dengan jumlah masing-masing regu sekitar 5 orang. Selain itu pihak
Pasar Besar juga melakukan koordinasi dengan linmas yang ada di lingkungan
sekitar Pasar Besar. Masalah kriminalitas seperti pencopetan dan pencurian jarang
terjadi karena pihak kantor juga telah berusahan semaksimal mungkin untuk
menjaga kemananan, biasanya pihak dari kantor pasar keliling pasar setiap 2 jam
sekali untuk melakukan pengecekan dan juga ada radioline yang dijadikan alat
komunikasi antara pedagang dengan pihak kantor pasar.
4. Masalah utama yang sering terjadi
Masalah utama yang terjadi adalah masalah kebersihan yakni sampah.
Pedagang masih kurang kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya.
Menurut narasumber, pedagang merasa sudah membayar retribusi sehingga
terkesan meremehkan kebersihan, padahal sesungguhnya kebersihan dapat terwujud
dengan adanya kerja sama yang baik dari semua pihak, seperti antara petugas
kebersihan dari dinas pasar dan pedagang.
Masalah lainnya adalah masalah penertiban PKL. Banyak sekali PKL yang
berdagang di tangga atau di jalan-jalan menuju ke dalam pasar yang menganggu
akses pasar. Terhadap hal ini pihak kantor Pasar Besar sudah bosan dan kesulitan
untuk mengatasinya karena sudah diperingatkan namun tetap saja kembali lagi.
Narasumber memberikan saran agar masalah penertiban PKL tidak hanya dilakukan
oleh pihak kantor pasar besar tapi juga dibutuhkan peran aktif dari instansi lain
seperti dari dinas pasar dan satpol pp untuk ikut menertibkan PKL. Namun hal itu
rasanya juga sulit untuk dilakukan karena alasan rasa kemanusiaan, di mana PKL
juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, hal ini perlu menjadi
perhatian bersama agar dapat ditemukan solusi terbaiknya.
5. Upaya pemerintah kota dalam menangani permasalahan di pasar tradisional
Narasumber mengaku belum puas, utamanya dari sisi fasilitas seperti drainase
dan lokasi-lokasi pasar yang sering terjadi kebocoran. Drainase adalah fasilitas yang
sangat dibutuhkan pihak pasar besar saat ini yang masih belum ditindaklanjuti oleh
pemerintah kota Malang.

6. Pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar modern
Pasar Besar di Kota Malang adalah satu-satunya pasar di Kota Malang yang
penataan tempatnya disatukan dengan pasar modern, yakni department store
Matahari di lantai 2, pusat mebel, foodcourt, lapangan futsal, dan toko elektronik di
lantai 3 yang tidak dikelola oleh pemerintah kota. Hal positif yang dapat diambil
adalah bagaimana kedua jenis pasar, yakni tradisional dan modern dapat
berkolaborasi dengan baik dan saling melengkapi. Hal ini seakan menjadi
percontohan di mana kedua jenis pasar dengan ciri khas masing-masing dapat
bersinergi dengan baik. Narasumber mengaku justru dengan berkembangnya pasar
modern seperti matahari department store di Pasar Besar Kota Malang telah sangat
membantu karena jumlah pengunjung semakin banyak dan tak merugikan pedagang
pasar tradisional di Pasar Besar Kota Malang.

Foto Kondisi Pasar Besar

Fasilitas Pasar Besar Malang
Area Parkir

MCK

2. PASAR BUKU WILIS KOTA MALANG
Profil
Nama

: Pasar Buku Wilis

Alamat

: Jl. Simpang Wilis

Luas

: 800 m²

Kelas

:I

Jumlah pedagang

: 68 pedagang

Jumlah bedak/kios

: 68 petak

Tanggal wawancara

: 19 Mei 2014

Komoditas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Buku/ Kitab Suci Agama
Buku Pengetahuan Sosial/Alam
Buku Pelajaran SMA/SMK/Perguruan Tinggi
Buku Ilmu Sosisal
Majalah/ Tabloid
Komik
Novel
Buku Resep Makanan
Buku Otomotif
Buku Tentang Informatika
Kamus

Fasilitas Umum
1.
Jumlah MCK : 1 Lokasi
2.
Jumlah Mushola : 1 Unit
3.
Jumlah TPS : - Unit
Daftar Inventaris Barang
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alat Pemadam : 1 Unit
Gerobak Sampah :1 Unit
Meja dan Kursi : 2/2 Unit
Almari : - Unit
Mesin Tik : - Unit
Armada Kebersihan : - Unit

Narasumber
I. Abdul Hamid (Pembina Paguyuban Pasar Buku Kota Wilis)
1. Sejarah pasar
Pasar Buku Wilis sebelumnya berada di Jalan Mojopahit seiring dengan
semakin banyaknya jumlah pedagang dan pembeli yang datang ke pasar buku. Pada

tahun 2003, Pemerintah Kota Malang kemudian memberikan lahan untuk ditempati
para pedagang buku yang terletak di Jalan Simpang Wilis. Jumlah pedangang yang
direlokasi dari Jalan Mojopahit ke Pasar Buku di Jalan Simpang Wilis tidak
mengalami perubahan, yakni sejumlah 68 pedagang yang semuanya difasilitasi kios
untuk usahanya. Berbeda dengan pedagang di pasar tradisional yang menggunakan
kios/bedak/los dengan status Hak Guna Usaha (HGU), pedagang di Pasar Buku
Wilis mendapatkan kios dengan status Hak Pakai.
2. Jumlah Pedagang
Jumlah pedagang di Pasar Buku Wilis adalah 68 pedagang. Jumlah ini tidak
mengalami penambahan karena luas lahan yang tersedia sudah pas dan tidak
memungkinkan lagi untuk penambahan kios/pedagang baru.
3. Produk yang diperjualbelikan
Produk yang menjadi unggulan Pasar Buku Wilis adalah berbagai jenis buku
meliputi buku perkuliahan untuk segala bidang jurusan, kamus, tabloid, novel,
komik, al-quran, majalah, buku anak-anak, poster, dan sebagainya. Buku-buku yang
diperjualbelikan di sini tidak hanya buku-buku baru tetapi ada juga buku-buku lama
yang tidak jarang pula diburu oleh kolektor.
4. Sistem keamanan
Untuk keamanan di Pasar Buku Wilis, organisasi paguyuban telah
membentuk anggota tersendiri yang khusus menangani masalah keamanan dan
ketertiban pasar. Sejauh ini, Pasar Buku Wilis selalu aman dan tidak ada hal yang
membahayakan.
5. Kebersihan dan kenyamanan
Pasar Buku Wilis tergolong pasar yang bersih dan rapi. Tidak ada PKL yang
membuka lapak secara sembarangan di sekitar pasar yang menganggu akses
pembeli. Pedagang juga ikut serta menjaga kebersihan pasar dengan membuang
sampah pada tempatnya, menata barang dagangan secara rapi dan tertata. Fasilitas
umum yang disediakan juga cukup baik seperti toilet dan mushola, terlihat bersih
meskipun tidak begitu bagus. Selain itu, pedagang juga membayar iuran kebersihan
(retribusi) kepada pemda yang pemungutannya ditarik setiap hari.
6. Masalah utama yang sering terjadi di pasar
Menurut pengakuan narasumber, tidak ada permasalahan berarti di Pasar
Buku Wilis. Namun yang menjadi alasan tidak berkembangnya pasar adalah tidak
adanya lahan untuk penambahan kios pedagang, jadi pasar buku wilis tidak dapat

bertambah banyak atau jenis buku bertambah lebih banyak karena lahannya sangat
terbatas. Pedagang ingin pasar buku wilis dikembangkan lebih besar lagi seperti
pasar-pasar buku di Surabaya, Semarang atau kota besar lainnya mengingat Kota
Malang juga merupakan kota pelajar. Untuk urusan pengembangan pasar pedagang
menyerahkan dan berharap sepenuhnya pada pemerintah daerah.
7. Keberadaan pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar modern
Pedagang tidak merasa terganggu karena produk yang mereka jual harganya
jauh lebih murah jika dibandingkan dengan toko buku modern seperti gramedia,
togamas, dan lain-lain.

Kondisi Pasar

Fasilitas Pasar Willis
Area Parkir

Mushola

Kantor Pasar Buku Willis

MCK

3. PASAR KLOJEN KOTA MALANG
Profil
Nama

: Pasar Klojen

Alamat

: Jalan Cokroaminoto

Luas

: 1.860 m²

Kelas

:I

Jumlah pedagang

: 88 pedagang

Jumlah bedak/kios

: 40 unit

Jumlah los/emper

: 270 unit

Tanggal wawancara

: 25 Mei 2014

Komoditas
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sayur
Buah
Sembako
Jajanan Pasar
Daging ikan/ ayam/ bebek
Peralatan Rumah Tangga

Fasilitas
1. Jumlah MCK : 1 Lokasi
2. Jumlah Mushola : 1 Unit
3. Jumlah TPS : - Unit
Inventaris Barang
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alat Pemadam Kebakaran : 1 Unit
Gerobak Sampah : 1 Unit
Meja dan Kursi : 2/2 Unit
Almari : 1 Unit
Mesin Tik : - Unit
Armada Kebersihan : - Unit

Narasumber
I. Jumarno Ngadiono (Kepala Pasar Klojen Kota Malang)
1. Sejarah pasar
Narasumber tidak mnegetahui secara jelas terkait sejarah pasar dikarenakan
narasumber baru bertugas di Pasar Klojen sekitar 2 tahun.

2. Jumlah pedagang
Terdapat 88 pedagang, sedangkan fasilitas yang tersedia di dalam Pasar Klojen
ada 40 kios, 195 los dan 78 emper.
3. Jenis produk yang diperjualbelikan
Hampir seluruh kebutuhan hidup diperjualbelikan di sini, dari buah-buahan,
sembako, jajanan pasar, tekstil, oleh-oleh khas malang, sayur mayur, daging, ikan,
dan lain-lain.
4. Sistem keamanan
Sistem keamanan yang dijalankan di pasar ini adalah swadaya dari
masyarakat. Maksudnya petugas yang diberikan wewenang untuk melakukan
pengamanan berasal dari anggota paguyuban. Selain itu juga terdapat iuran dari
pedagang untuk biaya keamanan pasar.
5. Kebersihan dan kenyamanan
Keadaaan pasar cukup bersih, jarang terlihat ada sampah dibiarkan menumpuk
di titik-titik tertentu. Lantai pasar juga bersih karena dibangun dengan keramik.
Pedagang juga terlihat turut serta menjaga kebersihan dan kenyamanan pasar. Pihak
dinas juga sudah beruapaya secara optimal untuk menangani masalah kebersihan
dan kenyamanan pasar seperti misalnya segera memperbaiki drainase dan talang air
yang bermalasah ketika hujan turun.
6. Masalah utama yang sering terjadi
Masalah yang sering dikeluhkan pedagang adalah menurunnya jumlah
pembeli. Dahulu Pasar Klojen ini ramai dipenuhi pengunjung karena ada terminal
di Jalan Patimura. Semenjak terminal dipindah, pedagang merasa pasar mulai terasa
sepi pengunjung dan pembeli. Hal ini tidak jarang membuat beberapa pedagang
menutup kios atau bedak dagangannya karena tidak mendapatkan pemasukan.
Masalah lain yang sering terjadi adalah kerusakan-kerusakan kecil seperti talang
atau drainase, jika kerusakan kecil yang terjadi pihak dinas dan staff pasar akan
segera memperbaiki dengan menggunakan dana swdaya dari pedagang, namun jika
perawatan dalam skala besar harus melibatkan peran pemerintah daerah. Diakui
narasumber, sampai sekarang belum ada perawatan dalam skala besar. Koordinasi
antara pedagang dengan staff pasar di Pasar Klojen ini terlihat terbina dengan baik.
7. Keberadaan pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar modern
Pasar modern dirasa cukup menganggu pasar tradisional, tapi semua itu oleh
kepala pasar dikembalikan lagi kepada pedagang. Pihak Dinas Pasar Klojen hanya

mampu bersaing sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang menjadi
wewenangnya seperti menjaga kebersihan, kenyamanan, dan keamanan pasar.
8. Tindakan pemerintah daerah terkait dengan pasar
Pemerintah tetap harus melakukan pembenahan meskipun keadaan Pasar
Klojen tertata cukup baik. Saat ini yang perlu dibenahi dan ditindaklanjuti segera
adalah pengadaan ventilsasi (angin-angin) untuk sirkulasi udara di dalam pasar agar
tidak terasa pengap. Hal tersebut sudah ada pengajuan dari dinas pasar ke
pemerintah daerah namun belum ada respon apapun.
II. Ibu Pani (Pedagang Sembako)
1. Sejarah pasar
Narasumber sudah berdagang lebih kurang selama lima tahun di Pasar Klojen.
Pasar Klojen awalnya hanyalah pasar pager luntas, maksudnya dulu Pasar Klojen
hanya dipagari oleh tanaman beluntas dengan atap genteng. Bangunannya masih ala
kadarnya. Baru sekitar tahun 1960, mulai dibangun, dibenahi dan didirikan bedak/kios
di Pasar Klojen. Keberadaan pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar
modern.
2. Keberadaan pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar modern
Tanggapan narasumber atas maraknya pasar modern dianggap cukup
menganggu karena pembeli pada umumnya lebih tertarik untuk belanja di pasar
modern karena tempatnya yang bersih dan harga barang khususnya sembako yang
tidak selisih banyak dengan yang dijual di pasar. Seperti misalnya minyak goreng
kemasan, harga antara di pasr modern dengan di pasar tradisonal sama, terlebih lagi
apabila di pasar modern terdapat promo atau diskon.
III. Bapak Djarwoko (Ketua Paguyuban Pasar) CP: 081333275125
1. Sejarah pasar
Narasumber kurang begitu memahami terkait sejarah pasar karena mulai
berdagang tahun 1980 dan itu sudah ada pasar klojen. Narasumber menambahkan
bahwa dahulunya Pasar Klojen merupakan wilayah milik angkatan darat 511.
2. Keamanan pasar
Sudah aman, hansip yang disediakan adalah swadaya dari pedagang dan
paguyuban. Pasar Klojen hanya memiliki 2 pintu terdiri dari pintu masuk dan pintu
keluar. Jam kerja di pasar klojen adalah mulai jam 6 pagi hingga jam 6 malam.
Setelah itu pasar akan ditutup dan dikunci. Keamanan pasar bukanlah hal yang
begitu penting karena saat ini keadaan pasar relatif sepi daripada dahulu ketika

masih ada terminal di dekat Pasar Klojen. Penerangan (lampu) juga dikoordinir
sendiri oleh pedagang dan paguyuban mulai tahun 2002 karena dari dinas tidak
menyediakan, sehingga tagihan listrik juga ditanggung oleh pedagang sendiri.
3. Kebersihan dan kenyamanan
Sebagai koordinator pasar, narasumber biasanya “ngoprak-ngoprak” pedagang
apabila ada pedagang yang tidak tertib dalam membuang sampah sebagaimana
mestinya. Saat ini, di Pasar Klojen terdapat retribusi untuk kebersihan dan hal
tersebut oleh narasumber dianggap sebagai permainan pihak pemerintah daerah
saja.
4. Masalah utama yang sering terjadi
Masalah utama yang banyak dikeluhkan oleh pedagang di Pasar Klojen adalah
adanya penerbitan SK untuk hak pakai dan iuran-iuran lain yang dianggap
memberatkan pedagang. Dahulunya SK tersebut memiliki jangka waktu berlaku
selama lima tahun, kemudian dipersingkat menjadi tiga tahun dan yang terakhir
menjadi satu tahun. Artinya, setiap tahunnya pedagang harus memperpanjang SK
tersebut dan melakukan pembayaran ke pemerintah kota dengan nominal harga
yang tidak sedikit yakni sekitar 150.000 rupiah untuk satu macam jenis surat.
Menurut narasumber, keberatan para pedagang inilah yang tidak diketahui oleh
pemkot dan pemkot merasa telah menjalankan tugas dengan baik. Padahal
masyarakat tidak merasa diuntungkan dengan kebijakan seperti itu.
5. Keberadaan pasar tradisional dengan semakin berkembangnya pasar modern
Narasumber merasa cukup terganggu dengan maraknya pendirian pasar
modern saat ini di Kota Malang. Idealnya, dalam satu kelurahan hanya ada satu
pasar modern seperti indomaret atau alfamart. kenyataannya saat ini dalam satu
kelurahan terdapat tiga atau bahkan lebih pasar modern. Menurut narasumber,
barangkali hal ini merupakan implikasi dari adanya otonomi daerah dalam
mengembangkan wilayahnya. Sayangnya, pemberian ijin untuk pasar modern
dianggap berlebihan dan merugikan pedagang pasar tradisional.
6. Peran pemerintah daerah terkait dengan pasar
Narasumber menyarankan agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) berbelanja ke
pasar tradisional karena peran pemerintah juga harus kooperatif untuk ikut serta
dalam memajukan pasar tradisional agar pasar tradisional tetap ramai. Bukan
dengan cara “memeras” pedagang lewat biaya-biaya seperti SK, pajak, dan iuran

lain yang memberatkan pedagang. Narasumber myarankan agar SK tersebut dicabut
saja.

4. PASAR ORO-ORO DOWO KOTA MALANG
Profil
Nama

: Pasar Oro-Oro Dowo

Alamat

: Jalan Guntur

Kelas

: II

Luas pasar

: 1.920 m²

Jumlah pedagang

: 120 pedagang

Jumlah bedak/kios

: 40 unit

Jumlah los/emper

: 209 unit

Tanggal wawancara

: 26 Mei 2014

Komoditas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.