PENGGUNAAN METODE POTENSIOMETRI UNTUK ME

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS III
PENGGUNAAN METODE POTENSIOMETRI UNTUK MENGUKUR
KADAR N (NITRAT DAN AMONIA) PADA TANAH UNIVERSITAS
JEMBER DENGAN EKSTRAKTAN

oleh :
Wiwit Puji Lestari

121810301052

Lubabah Putri Dhuha

121810301061

Winda Intan Novalia
Octavianti Nuryani
Yulia Agustin

121810301062
121810301067
121810301073


LABORATORIUM KIMIA ANALITIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik
yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon-horizon yang berkembang secara
genetik (Henry, 1998).

Medium tanah dimanapun keberadaannya sering

digunakan sebagai medium pertumbuhan tanaman. Tanah dipilih sebagai medium
karena merupakan penyedia hara, air dan lingkungan bagi akar dan batang
tanaman dalam melakukan aktifitas fisiologinya. Tanah sebagai medium
pertumbuhan haruslah memiliki kesuburan yang tinggi. Kesuburan tanah ialah
kemampuan yang memungkinkan tanah untuk menyediakan unsur hara yang

memadai, baik dalam jumlah maupun keseimbangannya bagi pertumbuhan
tanaman dan produksi.
Unsur hara merupakan zat-zat penting yang tersedia di alam yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur yang pada umumnya
dibutuhkan tanaman dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan pada jumlah yang
dibutuhkan tanaman. Unsur hara makro diperlukan relatif dalam jumlah besar,
biasanya diatas 500 ppm dalam tanaman. Unsur hara mikro diperlukan hanya
dalam jumlah sangat kecil, biasanya kurang dari 50 ppm dalam tanaman (Henry,
1998). Unsur hara utama yang banyak dibutuhkan tanaman adalah unsur nitrogen
(nitrat:

NO3-

dan

ammonium:

NH4+),

Phosporus


(phosphate

:

PO43-,

hydrophosphate : HPO42-, dihydrophosphate : H2PO4-) dan Potasium (potash : K+)
adalah elemen yang paling penting (Lin J, et al., 2 2008). Tidak terpenuhinya
salah satu maka akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil produksi tanaman.
Kesuburan tanah disetiap daerah berbeda-beda walaupun dalam satu
kawasan. Hal ini dikarenakan lingkungan dan pemanfaatannya berbeda. Tanah
dari fakultas sosial berbeda dengan tanah dari FMIPA maupun dengan FP diduga
memiliki kandungan unsur hara yan berbeda apalagi ditempat-tempat khusus.
Tanah FMIPA seperti didekat sumur pembuang zat kimia pasti berbeda kandungan
unsur haranya dibandingkan tanah FP yang telah dipupuk untuk praktek, dan juga
FISIP yang jauh dari kontaminasi zat kimia.

Pada percobaan ini akan dilakukan analisis potensiometri untuk mengukur
kadar K, NO3-, dan NH4+ dalam tanah menggunakan ISE. ESI (elektroda selektif

ion) dengan metode potensiometri umumnya digunakan untuk uji liquid, namun
berdasarkan selektifitas, sensitifitas keakuratan, dan ketepatan yang relatif tinggi.
Keefektifan ESI dikarenakan gangguan terhadap kerja ESI umumnya hanya
sedikit dan mudah diatasi. Contoh larutan keruh (berwarna sampat batas tertentu)
tidak menyulitkan pengukuran dan prosedur analisisnya sederhana, sehingga
pengukuran hanya memerlukan waktu singkat, alat-alat sederhana dan mudah
dilakukan. Detektor potensiometri juga selektif dan sensitif terutama untuk
penentuan senyawa-senyawa organik.

ESI dapat digunakan untuk pengukuran

analisis ini dengan cara FIA(Agustiani W, 2007). Oleh karena itu penentuan unsur
nitrogen dan Kalium pada tanah didaerah kampus antara lain tanah dekat sumur

FMIPA, tanah FP, dan tanah FISIP akan dilakukan menggunakan ESI dengan
metode FIA potensiometri.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil untuk percobaan ini adalah sebagai
berikut:

1.2.1

Bagaimana variasi kandungan NO3-, dan NH4+ dalam masing-masing
sampel?

1.2.2

Mengapa kandungan unsur NO3-, dan NH4+ yang didapat demikian?

1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam percobaan ini adalah:
1.3.1

Sampel tanah yang digunakan diambil dari tanah Agroteknopark
Universitas Jember.

1.3.2

Pengambilan sampel tanah tidak memperhatikan musim.


1.3.3

Pengambilan tanah dilakukan pada tempat yang dimanfaatkan sebagai
penanaman.

1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.3.1

Mahasisawa dapat menerapkan metode potensiometri pada FIA dalam
menetukan kadar N (nitrat dan amonia) dalam sampel tanah.

1.3.2

Dapat membandingkan kandungan unsur N dalam sampel tanah yang
berbeda.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Tanah merupakan lapisan kerak bumi yang melapuk yang terdiri dari

bahan mineral dan bahan organik yang terletak di permukaan sampai kedalaman
tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis lingkungan (Winarso, 2005).
Komponen tanah terdiri dari 4 macam yaitu mineral (45%), organik (5%), air (2030%), udara (20-30%). Mineral tanah berasal dari hasil pelapukan bahan induk
tanah (berupa batuan baik yang terkonsolidasi maupun tidak terkonsolidasi setelah
mengalami proses pelapukan) (Sutanto, 2005).
Kerangka penyusun tanah tidak hanya mineral saja (tubuh tanah mineral),
ada juga bahan organik tanah yang didefinisikan sebagai sisa-sisa tanaman dan
hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan baik masih hidup maupun mati
(Winarso, 2005). Bahan organik juga mempunyai kontribusi (tubuh tanah organik)
terhadap tanah sebagai tubuh alam yaitu sumber N tanah dan unsur hara lainnya,
terutama S dan P; berperan penting dalam pembentukan struktur tanah;
mempengaruhi keadaan air, udara dan tempertur tanah; serta mempengaruhi
tingkat kesuburan tanah (Sutanto, 2005). Bahan organik terdiri dari:75% air dan
25% padatan yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, Ca, K, Mg dll (Wijaya,
2011).
Unsur hara pertama-tama dibebaskan ke dalam larutan tanah (air tanah)
sebelum dipindahkan ke dalam sistem perakaran tanaman (Rao, 1994). Fungsi
tanah dalam bidang pertanian adalah sebagai tempat tumbuh, penyedia hara, air
dan lingkungan bagi akar dan batang tanaman dalam melakukan aktifitas
fisiologinya. Pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan kualitas tanah tertentu,

berupa kesuburan tanah baik berupa fisik, kimia maupun biologis (Ajud, 2002).
Unsur-unsur yang pada umumnya dibutuhkan tanaman dibagi dalam dua
kelompok, berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara makro
diperlukan relatif dalam jumlah besar, biasanya di atas 500 ppm dalam tanaman.
Unsur hara mikro diperlukan hanya dalam jumlah sangat kecil, biasanya kurang
dari 50 ppm dalam tanaman (Henry, 1998).

Unsur hara utama yang banyak dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen
(nitrat: NO3- dan amonium: NH4+), Phosporus (phosphate : PO43-, hydrophosphate
: HPO42-, dihydrophosphate : H2PO4-) dan Potasium (potash : K+) adalah elemen
yang paling penting (Lin J, et al., 2008). Tidak terpenuhinya salah satu maka akan
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil produksi tanaman.
2.2 Unsur Nitrogen dalam Tanah
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada
umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar (Sutedjo, 2002). Unsur N banyak
tersedia atau berlimpah di dalam udara dalam bentuk N 2 , tetapi bentuk tersebut
tidak bisa diserap atau dimanfaatkan oleh tanaman dan agar bisa dimanfaatkan
tanaman maka unsur N yang ada di udara tersebut terlebih dahulu harus berfiksasi
dengan unsur hidrogen ataupun oksigen dan air.

Nitrogen diserap perakaran tanaman dalam bentuk ion nitrat dan
ammonium (Tisdale et al., 1975). Nitrogen memegang peranan penting sebagai
penyusun klorofil, yang menjadikan daun berwarna hijau. Peran utama nitrogen
dalam tanaman adalah merangsang pertumbuhan batang, cabang, dan daun
(Lingga, 2001). Fungsi nitrogen yang lain adalah dorongan pertumbuhan
vegetatif. Pertumbuhan itu tidak dapat berlangsung kecuali ada unsur hara fosfor,
kalium, dan unsur-unsur hara lainnya yang tersedia secara cukup (Foth, 1994).
2.3 Transformasi N dalam tanah
Mineralisasi merupakan aspek penting dari transformasi nitrogen dalam
tanah. Mineralisasi adalah proses konversi dari bentuk organik dari nitrogen
menjadi bentuk mineral. Proses mineralisasi nitrogen mencakup perombakan Norganik menjadi N-mineral dalam tanah. Nitrogen tanah sebagian besar berada
dalam bentuk organik, maka pelapukan N-organik merupakan suatu proses yang
menjadikan nitrogen tersedia bagi tanaman. Pelapukan yang merupakan suatu
proses biokimia yang kompleks membebaskan karbondioksida dan akhirnya
nitrogen dibebaskan dalam bentuk amonium (NH4+ ) (Krisna, 2002).

Menurut Havlin et al. (1999), proses mineralisasi melibatkan dua reaksi
yaitu reaksi aminisasi dan amonifikasi yang terjadi melalui aktivitas
mikroorganisme heterotrofik. Aminisasi merupakan proses perubahan protein dan
senyawa serupa yang merupakan sebagian besar nitrogen dari tanah menjadi

senyawa amino. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut (Soepardi, 1983):
Protein → R–NH2 + CO2 + Energi
Mineralisasi disebut juga dengan amonifikasi, karena hasil akhirnya adalah
ammonia,

sebagian

besar

amonia

cepat

menghasilkan

bentuk

NH 4+.

Kecenderungan NH4+ terbentuk karena kehadiran ion-ion hidrogen dalam tanah,

dan ikatan yang kuat terbentuk antara amonia dan hidrogen dari penyatuan
elektron. Amino dan asam amino yang dihasilkan melalui proses aminisasi
didekomposisi oleh bakteri heterotrof dan membebaskan NH4+. Proses ini disebut
dengan amonifikasi nitrogen. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut (Foth,
1998):
R–NH2 + H2O→NH3 + R - OH + Energi
NH3 + H+ → NH4+
Amonium yang terbentuk pada proses ini akan diubah menjadi N-NO 3melalui nitrifikasi kemudian diserap oleh tanaman dan digunakan langsung oleh
mikroorganisme heterotrof dalam dekomposisi C-organik untuk proses
selanjutnya yaitu fiksasi dalam kisi-kisi mineral liat dan diubah menjadi N 2 dan
dilepaskan perlahan kembali ke atmosfer (Havlin et al., 1999).
2.4 Nitrifikasi
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi N-NH4+ menjadi N-NO3-. Nitrifikasi
merupakan proses dua tahap dengan N-NO2- sebagai hasil antara. Proses pertama
dalam nitrifikasi, yaitu perubahan N-NH4+ menjadi N-NO2- dan selanjutnya diubah
menjadi N-NO3-. Oksidasi secara biologis N-NH4+ menjadi N-NO2- dapat
digambarkan sebagai berikut (Foth, 1998):
2NH4+ + 3 O2 → 2 NO2- + 2H2O +4 H+
Nitrosomonas adalah bakteri autotrofik yang mendapatkan energi dari
oksidasi N dan karbon dari CO2. Bakteri autotrofik lainnya (nitrosolobus,

nitrospira dan nitrosovibrio) dan beberapa bakteri heterotrofik juga dapat
mengoksidasi N-NH4+ menjadi N-NO2-. Pada reaksi yang kedua N-NO 2dioksidasi menjadi N-NO3- melalui reaksi:
2 NO2 - + O2 → 2 NO3Oksidasi N-NO2- dilakukan oleh bakteri autotrofik yang dikenal dengan nama
Nitrobacter. Intensitas proses ini terutama bergantung pada jumlah N-NH 4+ yang
tersedia untuk bakteri penitrifikasi (Sanchez et al., 2001).
Menurut Havlin et al. (1999), faktorfaktor yang mempengaruhi nitrifikasi
dalam tanah adalah jumlah amonium dalam tanah, populasi bakteri, reaksi tanah,
aerasi tanah, kelembaban tanah, dan suhu.
Bentuk nitrogen yang tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme, yaitu NNH4+ dan N-NO3-. Penggunaannya berakibat dalam perubahan bentuk mineral
nitrogen ke dalam bentuk organik dan prosesnya disebut imobilisasi nitrogen.
Imobilisasi nitrogen tidak berbahaya dalam tanah. Hal ini merupakan subyek
untuk mengulangi siklus nitrogen dalam tanah yang meliputi mineralisasi,
nitrifikasi dan imobilisasi (Foth 1998).
Pencucian nitrat (leaching) merupakan salah satu proses hilangnya nitrat
di dalam tanah. Kehilangan nitrat merupakan kejadian fisika disebabkan oleh
perkolasi air melalui tanah. Nitrat mudah larut dan bergerak dengan tanah yang
airnya berlebih di bawah zona akar. Standar yang ditetapkan untuk jumlah nitrat
yang diperbolehkan dalam air minum adalah 50 mg/l (Foth 1998).
2.5 Metode Penetapan Senyawa Nitrogen
Penetapan nitrogen total dalam tanah dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl
yang didasarkan ketetapan bahwa senyawa nitrogen organik dan anorganik dapat
dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Amonium
sulfat yang terbentuk disuling dengan penambahan NaOH yang akan
membebaskan NH3. NH3 yang tersuling akan diikat oleh asam borat dan dapat
dititrasi dengan H2SO4 dengan menggunakan indikator conway (Widjik &
Hardjono 1996). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
N-Tanah + H2SO4 → (NH4)2 SO4

( NH 4)2SO4+2NaOH→2NH3+Na2SO4+2H2O
NH3 + H3BO3 → NH4H2BO3
2 NH 4H2BO3+H2SO4→(NH4)2SO4 +2H3BO3
Nitrogen yang tersedia dalam tanah dapat ditetapkan dengan metode KCl.
Dasar metode ektraksi dengan KCl pada penetapan senyawa nitrogen (NH4+ dan
NO3-) dalam tanah dapat dibebaskan oleh KCl 1N menjadi amonium klorida dan
kalium nitrat (Bertrand, 2006). Metode ekstraksi CaCl2 yang digunakan pada
penentuan nitrat telah memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan metode
ekstraksi KCl (Umariah 2007). Nitrat dapat juga diekstrak dengan menggunakan
CaCl 2 (Suhardi, 2005).
Sementara N-organik tidak terekstrak. NH

+

3

dan NO

-

3

yang dibebaskan

dari dalam tanah dapat diukur dengan spektrofotometer (Widjik & Hardjono,
1996). Panjang gelombang yang digunakan pada penentuan konsentrasi amonium
tanah adalah 636 nm, sedangkan pada penentuan nitrat digunakan panjang
gelombang 210 nm dan 275 nm. Panjang gelombang tersebut digunakan karena
memberikan nilai serapan yang maksimum. Panjang gelombang 275 nm
digunakan sebagai pengoreksi dari serapan bahan organic (Norman et al., 1985).
2.6 Ion Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrogen sangat mudah larut dalam
air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna
senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia
menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan
berlangsung pada kondisi anaerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit oleh bakteri
Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.
Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemoterafik, yaitu bakteri yang
mendapatkan energi dari proses kimiawi. Nitrat dan amonium adalah sumber
utama nitrogen di perairan. Kadar nitrat–nitrogen
pada perairan alami hamper tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Kadar nitrat lebih
dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal

dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat- nitrogen yang lebih dari 0,2
mg/L dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan perairan), yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Kadar
nitrat dalam air tanah dapat mencapai 100 mg/L. Air hujan memiliki kadar nitrat
sekitar 0,2 mg/L. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak
melebihi 10 mg/L. (Effendy, 2003).
2.7 Amonium
Amonium adalah suatu ion hasil hidrolisis amonia, dimana amonia
merupakan hasil hidrolisis dari urea yang ada dalam urin. Amonium adalah ion
NH4+

yang bersifat tidak berwarna, berbau menyengat dan berbahaya bagi

kesehatan. Garam - garam amonium umumnya adalah senyawa-senyawa yang
mudah larut dalam air, melalui pemanasan, semua garam amonium terurai
menjadi amonia dan asam yang sesuai, kecuali jika asamnya tak mudah menguap.
Gas amonia akan dilepaskan ketika campuran senyawa dipanaskan (Svehla,
1985).
NH4+ + OH-

→ NH3 ↑+ H2O

Amonium bersifat basa sebagai “substansi bergabung dengan ion
hidrogen (protons)”. Amonium dalam larutan berada dalam kesetimbangan seperti
berikut :
NH3 + H2O ↔ NH4+ + OHSelain baunya, amonia dalam bentuk gas merupakan polutan yang berbahaya
terutama jika terhirup ke dalam sistem pernafasan. Bahaya tersebut diantaranya
menyebabkan iritasi hidung dan tenggorokan, penyakit paru-paru kronis, batuk,
asma dan pengerasan paru-paru. Sedangkan pada kulit dan mata dapat
menyebabkan luka seperti terbakar, katarak dan gloukoma. Dalam larutan air
amonia berada dalam bentuk terionisasi (NH4+) maupun tidak terionisasi (NH3).
Konsentrasi relatif dari masing-masing jenis tergantung dari beberapa faktor
diantaranya pH dan suhu.

Sifat racun dari amonia berhubungan dengan

konsentrasi dari bentuk tak terionisasi (NH3). Sifat racun dari amonia tak
terionisasi ini akan tinggi pada lingkungan dengan suhu yang rendah dan pH

tinggi. Sedangkan pada pH yang rendah sebagian besar dari amonia akan
terionisasi menjadi ion amonium (NH4+) (Brigden dan Stringer, 2000).
Amonium bereaksi sebagai basa karena adanya pasangan bebas yang
aktif dari nitrogen. Nitrogen lebih elektronegatif dari hidrogen sehingga menarik
ikatan elekton pada molekul amonia kearahnya. Atau dengan kata lain dengan
adanya pasangan bebas terjadi muatan negatif sekitar atom nitrogen. Kombinasi
dari negatifitas ekstra tersebut dan daya tarik pasangan bebas, menarik hydrogen
dari air.

Dalam hubungannya dengan urin, sifat fisika bau (amonia) tidak

berwarna dan dalam sifat kimia amonia mempunyai dua reaksi yaitu :
1). Reaksi subtitusi : masuknya ion H+ (dari molekul H2O) dalam amonia, misal :
NH3 + H2O → NH4OH →NH4+ + OH2). Reaksi oksidasi : reaksi Amonia dengan Oksigen membentuk Nitrogen dan
Air. reaksinya :
4 NH3 + 3 O2 → 2 N2 + 6 H2O
(Svehla, 1985).
2.8 Elektroda Selektif Ion
Potensiometri merupakan salah satu teknik analisis elektrokimia yang
didasarkan pada hubungan antara potensial sel dengan konsentrasi spesi kimia
dari potensial antara dua elektroda. Metode ini didasarkan pada pengukuran arus
listrik sebagai fungsi perubahan potensial listrik yang diterapkan pada sel
elektrolisis. Sel elektrolisis terdiri atas elektroda kerja, elektroda pembanding dan
elektroda pendukung (Agustiani W, 2007).
Elektroda pembanding merupakan elektroda yang harga potensial selnya
diketahui, konstan dan sama sekali tidak peka terhadap komposisi larutan yang
sedang diselidiki. Elektroda indikator merupakan pasangan elektroda pembanding
yang potensialnya tergantung pada konsentrasi zat yang sedang diteliti
(Underwood, 1986).
Pengukuran dalam potensiometri, yang merupakan sensor kimia adalah
elektroda indikator. Elektroda ini dibagi menjadi dua golongan yaitu elektroda
logam dan elektroda membran. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah

elektroda indikator membran sering disebut elektroda selektif ion (ISE) (Khopkar,
1990).
Elektroda Selektif Ion (ISE) merupakan setengah sel elektrokimia, yang
terdiri dari sebuah membran selektif ion, larutan pengisi internal, dan sebuah
elektroda referensi internal atau terdiri dari membran selektif ion dan sebuah solid
contact. Elektroda Selektif Ion (ESI) merupakan suatu sensor elektrokimia yang
banyak digunakan karena memiliki selektivitas, sensitifitas, keakuratan, dan
ketepatan yang relative besar. Keefektifan ESI dikarenakan gangguan terhadap
kerja ESI umumnya hanya sedikit dan mudah diatasi. Contoh larutan keruh
(berwarna sampat batas tertentu) tidak menyulitkan pengukuran dan prosedur
analisisnya sederhana, sehingga pengukuran hanya memerlukan waktu singkat,
alat-alat sederhana dan mudah dilakukan. Oleh karena itu ESI dapat digunakan
untuk pengukuran analisis rutin (Agustiani W, 2007).
Metode potensiometri dengan ion selektif elektroda dapat digunakan untuk
menganalisis ion nitrat dan amonium. Elektroda selektif Ion ini memiliki
membran polimer matriks PVC yang dirancang untuk mendeteksi ion nitrat dan
ammonium dalam larutan air dan cocok untuk lapangan dan aplikasi laboratorium
(Nico, tanpa tahun).
konsentrasi ion-ion dalam larutan secara langsung dapat diukur melalui
pengukuran potensial

elektroda selektif ion (ESI), dimana digunakan dua

elektroda yaitu elektroda pembanding dan elektroda indikator. Skema
pengukurannya :

Elektroda
Elektroda

V

Pembanding
Indikator

Gambar 2. Pengukuran Potensiometri
Elektroda selektif ion yang digunakan pada penelitian ini merupakan elektroda
komersial yang dikombinasikan dengan elektroda reference dan dialirkan pada
volt meter. Beda potensial akan terukur karena inner solution atau membrane
electrode spesifik dengan analit yang diukur sehingga ion analit akan berdifusi ke
membran dan menyebabkan adanya perubahan kesetimbangan antara elektroda
reference dan elektroda kerja yang diterjemahkan sebagai beda potensial
pengukuran (Khopkar, 1990).
Metoda elektroda selektif ion nitrat merupakan salah satu metode analisis
elektrokimia yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, penentuan
kandungan nitrat dalam air.

Penggunaan elektroda selektif ion (ESI) dalam

analisis kimia sangat luas karena selektivitasnya tinggi, relatif murah, cepat, tidak
memerlukan perlakuan awal yang rumit dan dapat digunakan untuk pengujian
anion maupun kation. Beberapa aplikasi metode ESI menjadi alternatif pengganti
metode analisis yang telah ada dengan nilai kelebihan dalam hal efisiensi dan
kesederhanaan dalam pengukurannya, akan tetapi kelemahan metode ESI ini
kestabilannya rendah (Anonim, 2003).
Elektroda selektif ion berdasarkan jenis ion sensitif membran yang
digunakan dalam konstruksinya digolongkan menjadi 3, yaitu : elektroda
membran padat (solid-state) membran cair (liquid) dan membran gelas. Elektroda
ion selektip nitrat termasuk dalam elektroda membran cair (liquid) ion-exchange
berisi plastik inert porous substrat yang dijenuhkan dengan air tidak bercampur

(immisible) dengan pelarut organik yang mengandung garam anorganik dari ion
yang diukur (Atikah, 2005).
Respon dari suatu elektroda selektif ion adalah potensial sebagai fungsi dari
aktivitas ion atau konsentrasi dalam larutan. Bila aktivitas naik maka potensial
elektroda menjadi lebih positip bila elektrodanya adalah sensor kation, menjadi
lebih negatif jika elektroda sensor untuk anion. Bila potensial elektroda dari suatu
elektroda diukur terhadap elektroda pembanding, diperoleh harga potensial
sebanding dengan logaritma aktivitas atau konsentrasi ion.

Hubungan antara

potensial elektroda dengan aktivitas ion ditunjukkan dengan persamaan Nernst
sebagai berikut :

Dimana : E
Ea

: total potensial dari sistem yang diukur
: bagian dari total potensial terhadap elektroda pembanding dalam

larutan
R

: konstante gas umum (8,314 J.K-1.mol-1 )

T

: derajat Kelvin, n muatan ion

F

: bilangan Faraday (96,485 C.mol-1)

a

: aktivitas ion dalam larutan cuplikan

Untuk sepuluh kali perubahan dalam aktivitas ion, potensial elektroda (pada
25 0C) berubah dengan 59,2 mV jika ion yang diukur adalah monovalen dan 29,6
mV jika yang diukur adalah divalent, akan tetapi dalam prakteknya sering
diperoleh slope elektroda yang lebih kecil atau kurang dari teori dan hal ini
menyebabkan kesalahan pengukuran jika kompensasi tidak dipenuhi (Anonim,
2003) .
2.9 Spektrometri
Analisis spektrometri adalah salah satu metode analisis dalam ilmu kimia
yang didasarkan pada identifikasi dan kuantifikasi spesies analit berdasarkan sifat
optisnya. Dalam metode ini spektrum radiasi elektromagnetik dimanfaatkan
sebagai entitas perantara untuk analisis kualitatif dan kuantitatif ketika

berinteraksi dengan spesies analit yang dapat melalui proses absorpsi, emisi,
fluoresensi atau proses lainnya (Siswoyo, 2007).
Metode spektrometri, larutan sampel menyerap radiasi elektromagnetik
dari sumber yang tepat, dan jumlah yang diserap terkait dengan konsentrasi analit
dalam larutan. Transisi elektronik yang terjadi di daerah tampak dan ultraviolet
dari spektrum adalah karena penyerapan radiasi oleh jenis tertentu dari kelompok,
obligasi, dan kelompok fungsional dalam molekul. Panjang gelombang
penyerapan dan intensitas tergantung pada jenis. Panjang gelombang serapan
adalah ukuran dari energi yang dibutuhkan untuk transisi. Intensitasnya
tergantung pada probabilitas transisi yang terjadi ketika sistem elektronik dan
radiasi berinteraksi dan pada polaritas keadaan tereksitasi ( Christian, 1994).
2.9.1 Spektrfotometri UV-Vis
Spektrofotometri sinar tampak adalah salah satu teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak
dengan menggunakan instrument spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometer UV-Vis adalah sejenis peralatan yang digunakan untuk
mengukur serapan molekul organik atau anorganik yang diberikan sumber cahaya
dengan rentang panjang gelombang di daerah UV-Vis (180-770 nm) (Siswoyo,
2007).
Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis karena
mereka mengandung electron, baik sekutu

maupun menyendiri, yang dapat

dieksitasikan ke tingkst energi yang lebih tinggi (Underwood, 1999).
Adsorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan bentuk interaksi antara
gelombang cahaya (foton) dan atom/molekul. Energi cahaya diserap oleh
ataom/molekul dan digunakan oleh elektron di dalam atom/molekul tersebut
untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Proses absorbsi
cahaya UV-Vis berkaitan dengan promosi elektron dari suatu orbital molekul
dengan tingkat energi elektronik tertentu ke orbital molekul lain dengan tingkat
nergi elektronik yang lebih tinggi (Siswoyo, 2007).
Kompenen yang penting dari suatu spektrofotometer, secara skema dapat
ditunjukan sebagai berikut :

Skema 1. Komponen Spektrofotometer
1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah
spektrum dalam mana instrument itu dirancang untuk beroperasi.
2. Suatu monokromator, yakni suatu piranti untuk memencilkan pita sempit
panjang-panjang gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh
sumber cahaya.
3. Suatu wadah untuk sampel.
4. Suatu detector, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya
menjadi suatu isyarat listrik.
5. Suatu pengganda (amplifier) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat
isyarat listrik itu memadai untuk dibaca.
6. Suatu sistem baca yang diperagakan besarnya isyarat listrik (Underwood,
1999).
2.10 Metode FIA
Konsep analisis injeksi alir (FIA) diperkenalkan pada pertengahan tahun
tujuh puluhan yang didahului oleh keberhasilan analisis aliran tersegmentasi,
terutama dalam analisis klinis dan lingkungan. Ini kemajuan, serta pengembangan
monitor terus menerus untuk pengendalian proses dan monitor lingkungan,
memastikan keberhasilan metodologi FIA. Sebagai sarana yang sangat efektif
mekanisasi untuk berbagai prosedur analisis kimia basah, metodologi FIA,
digunakan dengan persenjataan seluruh metode deteksi kimia analisis modern,
terbukti menjadi perhatian besar bagi banyak orang.
Perkembangan cepat dan intensif dari metodologi FIA disebabkan oleh
beberapa faktor penting bagi penentuan analisis rutin, seperti konsumsi sampel
sangat terbatas, waktu analisis singkat berdasarkan pengukuran sinyal transien

dalam detektor flow-through dan on-line menjalankan operasi pemisahan yang
sulit, prekonsentrasi atau konversi fisikokimia analit menjadi spesies terdeteksi.
Dua puluh tahun penelitian oleh sejumlah kelompok peneliti di seluruh
dunia telah memberikan kemajuan yang signifikan dalam deskripsi teoritis
fenomena dispersi dalam operasi FIA dan berbagai pengobatan fisikokimia analit.
Volume ini dikhususkan untuk penyajian status pengembangan instrumentasi
untuk FIA dan banyak bidang aplikasi praktis, berdasarkan bibliografi ekstensif
publikasi riset asli. Injeksi alir analisis (FIA) adalah sebuah pendekatan untuk
analisis kimia yang dilakukan dengan menyuntikkan sebuah plug sampel ke dalam
aliran pembawa mengalir. Prinsipnya mirip dengan analisis aliran tersegmentasi
(SFA), tetapi tidak ada udara yang disuntikkan ke dalam sampel atau aliran reagen
(Trojanowicz, 2000).
Arus analisis injeksi tidak harus dijelaskan. Hal ini harus ditunjukkan. FIA
meliputi dalam manipulasi mikofluida sampel dan reagen. Sampel yang
disuntikkan ke dalam larutan pembawa / reagen, yang mengangkut zona sampel
ke detektor sementara diinginkan reaksi biokimia terjadi. Respon Detector
menghasilkan kurva kalibrasi mengukur analit sasaran. Dengan demikian, FIA
didasarkan pada tiga prinsip:
1) Sampel direproduksi suntikan atau penyisipan menjadi pembawa mengalir
stream.
2) Controlled dispersi dari sampel zone
3) Direproduksi waktu gerakan dari titik sampel injeksi dengan sistem deteksi.
(M.C.Biurrun, 2009).
2.11 Ekstraksi
Ada dua aktivitas dalam proses analisa tanah di laboratorium yaitu
ekstraksi dan pengukuran. Ekstraksi meliputi penggunaan larutan reagent kimia
untuk memisahkan semua atau bentuk-bentuk unsur hara tersedia bagi tanaman.
Hal ini disebabkan bahwa unsur/senyawa hara di dalam tanah tidak semuanya
bebas akan tetapi berinteraksi atau bergabung dengan bagian-bagian tanah lainnya
baik organik maupun anorganik. Sedangkan pengukuran adalah menentukan
jumlah unsur hara yang terekstrak/terpisahkan. Hasil pengukuran sangat
ditentukan oleh alat dan analis (tenaga kerja) (Winarso, 2005).

Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi
cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut
pada ekstraksi padat-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori
padatan atau ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh
pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi
larutan ekstrak. Tingkat ekstraksi bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan
tersebut.

Bahan

yang

diekstrak

sebaiknya

berukuran

seragam

untuk

mempermudah kontak antara bahan dan pelarut sehingga ekstraksi berlangsung
dengan baik (Sudarmadji et al., 1984).
2.11.1 Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut) merupakan suatu teknik dalam suatu
larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(biasanya organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan pelarut
pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) ke
dalam pelarut dua itu. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan dalam analisis untuk
memisahkan suatu zat terlarut (atau zat-zat terlarut) yang dianggap penting dari
zat yang mengganggu dalam analisis kuantitatif terakhir terhadap bahan tersebut,
kadang justru zat terlarut pengganggu tidak diekstraksi secara selektif. Ekstraksi
pelarut juga digunakan untuk memekatkan suatu spesi, yang dalam larutan air
adalah terlalu encer untuk dianalisis. Pemilihan pelarut untuk ekstraksi ditentukan
oleh pertimbangan-pertimbangan berikut :
1. Kelarutan yang rendah dalam fase air
2. Viskositas yang cukup rendah, dan perbedaan rapatan yang cukup besar dari
fase airnya, untuk mencegah terbentuknya emulsi.
3. Toksisitas yang rendah dan tidak mudah terbakar.
4. Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut untuk proses proses analisis
berikutnya
(Basset et al., 1994).
2.11.2 Ekstraksi Padat-Cair (Leaching)

Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat padat yang
terlarut dari campurannya dengan pelarut yang tidak saling larut. Pemisahan
umumnya melibatkan pemutusan yang selektif, dengan atau tanpa difusi. Tetapi
pada kasus yang ekstrim dari simple washing terdiri dari pertukaran (dengan
pengadukan) dari satu cairan interstitial dengan yang lainnya, di mana terjadi
pencampuran (Perry, 1997).
Leaching merupakan proses peluruhan bagian yang mudah terlarut (solute)
dari suatu padatan dengan menggunakan suatu larutan (pelarut) pada temperatur
dan proses alir tertentu. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan bagian yang
mudah terlarut karena lebih berharga dari padatannya, misalnya bahan tambang,
minyak nabati, dan lain-lain, ataupun untuk menghilangkan bahan kontaminan
yang mudah terlarut dari padatan yang lebih berharga, misalnya pigmen dari
kontaminan kimiawi yang bisa atau mudah dilarutkan (Treybal, 1980).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan Percobaan
3.1.1 Alat

-

Scoop

-

Wadah sampel

-

Cawan porselen

-

Oven

-

Desikator

-

Neraca

-

Beaker glass 50 mL, 100 mL, 1 L

-

Batang pengaduk

-

Labu ukur 50 mL

-

Pipet tetes

-

Pipet mohr 10 mL

-

Gelas ukur 10 mL, 50 mL

-

1 set FIA Potensiometer

-

Ayakan

3.1.2 Bahan

3.2

-

Tanah Agroteknopark Universitas Jember

-

Aquademin

-

CaCl2 0,01 M

-

NaNO3 anhidrat

-

(NH4)2SO4 2,00 M

-

NH4Cl

-

CuSO4 1,00 M

Diagram Alir Percobaan
Pengambilan Sampel Tanah

Penentuan Kadar Air

Ekstraksi Tanah

Filtrat

Analisis Potensiometri

Data Hasil

3.3

Prosedur Kerja
3.3.1

Pengambilan Sampel

Tanah Agroteknopark Univ. Jember
- diambil dengan scoop pada kedalaman ± 20 cm
- dimasukkan ke dalam wadah
- disimpan pada tempat yang bebas kontaminasi dan yang
terlindung dari sinar matahari
- diayak sampel menggunakan ayakan
Hasil

3.3.2

-

Penetapan Kadar Air
Sampel
- diambil 5,00 g sampel tanah

- dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah
ditimbang massanya
- dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam
- dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit
- ditimbang massa sampel
- dihitung kadar air yang diperoleh
Hasil

3.3.3

-

Ekstraksi Tanah

3.3.3.1 Ekstrak Tanah dengan CaCl2 0,01 M
sampel tanah
- diambil 20,00 g sampel tanah
- diamasukkan ke dalam beaker glass 100 mL
- dilarutkan dengan 50 mL CaCl2 0,01 M
- diaduk selama 45 menit
- disaring menggunakan kertas sehingga didapatkan ekstrak
tanah
Hasil

-

3.3.3.1 Ekstrak Tanah dengan Air
Sampel tanah
- diambil 20,00 g sampel tanah

- diamasukkan ke dalam beaker glass 100 mL
- dilarutkan dengan 50 mL Aquademin
- diaduk selama 45 menit
- disaring menggunakan kertas saring sehingga didapatkan
ekstrak tanah
Hasil

3.3.4

-

Larutan Standar Potensiometri

a. Nitrat
1,37 g NaNO3 anhidrat
- dilarutkan dengan 1 L aquademin
- divariasikan konsentrasi menjadi 0,01; 0,10; 1,00; 10,00;
100,00 mg/L
- dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL
- ditambahkan 1 ml larutan ISA ((NH4)2SO4 2,00 M)
- dianalisa nitrat dengan FIA potensiometer
Hasil

-

b. Amonium
2,97 g NH4Cl
- dilarutkan dengan 1 L aquademin

- divariasikan konsentrasi menjadi 0,01; 0,10; 1,00; 10,00;
100,00 mg/L
- dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL
- ditambahkan 1 ml larutan ISA (CuSO4 1,00 M)
- dianalisa amonia dengan FIA potensiometer
Hasil

3.3.5

-

Penentuan Sampel

10 mL ekstrak
- dilarutkan dengan 1 L aquademin
- dianalisa nitrat, ammonia dan kalium dengan FIA
potensiometer
Hasil

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.1.1 Beda potensial dengan Metode Simultan dan Single
Metode
Simultan
Single

Beda potensial

Beda potensial

NO3- (mV)
478.51
430.7

NH4+ (mV)
314.72
380.04

4.1.2 Kadar NO3 dan NH4+
Metode
Simultan
Single

Kadar NO3 (ppm)
Tidak masuk range
1089,1

Kadar NH4+ (ppm)
Tidak masuk range
1082,6

4.1.3 Range Larutan standard
Larutan Standar NO3
Konsentrasi
Bedapotensial
(ppm)
0.01
0.1
1
10
100

(mV)
385.2
455
439.8
383.9
324.1

Larutan Standar NH4+
Konsentrasi
Bedapotensial
(ppm)
0.01
0.1
1
10
100

(mV)
370.1
387.8
389
391.4
402.5

4.2 Pembahasan
Percobaan ini berjudul Penggunaan Metode Potensiometri untuk
Mengukur Kadar N (Nitrat dan Amonia) pada Tanah Universitas Jember dengan
Ekstraktan. Tujuan dilakukan percobaan ini yaitu agar mahasisawa dapat
menerapkan metode potensiometri pada FIA dalam menetukan kadar N (nitrat
dan amonia) dalam sampel tanah serta dapat membandingkan kandungan unsur N
dalam sampel tanah dengan standart. Sampel tanah yang digunakan berasal dari
tanah Agroteknopark Universitas Jember. Sampel tanah diambil dengan
kedalaman 20 cm dari permukaan tanah. Sampel tanah disimpan dalam sebuah
wadah supaya tidak terkontaminasi. Sampel tanah diayak supaya dalam tanah
tidak mengandung batu maupun akar tumbuhan. Tanah yang sudah tidak
mengandung batu maupun akar tumbuhan, selanjutnya diambil sesuai kebutuhan
dalam praktikum.

Analisis potensiometri merupakan metode analisis kimia berdasarkan
hubungan antara potensial elektroda relatif dengan konsentrasi larutan dalam
suatu sel kimia. Potensiometri berupa pemerikasaan fisik kimia yang
menggunakan peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda, dimana
besarnya potensial elektroda tergantung padakepekatan ion-ion tertentu dalam
larutan. Metode ini menggunakan elektroda ion selektif (ISE) yang dapat
memberikan respon selektif terhadap ion tertentu.
Percobaan yang dilakukan pertama yaitu penetapan kadar air dalam tanah.
Sampel tanah diambil sebanyak 5 g. Cawan porselen sebagai wadah sampel di
timbang terlebih dahulu dan massanya sebesar 72, 262 g. Selanjutnya diletakkan
sampel tanah pada cawan porselen ditimbang keduanya, diperoleh massa
keduanya sebesar 77,287 g. Setelah penimbangan, cawan porselen dimasukkan
pada oven dengan suhu 105oC selama 4 jam untuk menguapkan air dalam tanah
karena air akan mempengaruhi kondisi analisa pada sampel. Proses selanjutnya,
cawan porselen dimasukkan ke dalam desikator supaya sampel tanah menjadi
kering dan kelembaban lingkungan (uap air) tidak kembali masuk dalam tanah.
Cawan porselen dan tanah tersebut selanjutnya ditimbang kembali dan diperoleh
massa sebesar 76,000 g. Hasil kadar air yang terkandung dalam tanah diperoleh
sebesar 25,612%. Kandungan air yang sangat banyak dibuktikan dengan
pengambilan sampel pada esok hari dan malam hari sebelum pengambilansampel
tanah telah terjadi hujan.
Percobaan kedua yaitu pembuatan ekstrak tanah dengan pelarut CaCl 2 0,01
M. CaCl2 digunakan sebagai pelarut karena nitrat dan amonium mudah larut
dalam pelarut CaCl2 serta mudah mengion di dalamnya, sehingga nilai beda
potensial dari nitrat dan ammonium dapat terukur dengan metode potensiometri.
Menurut literatur CaCl2 merupakan ekstraktan untuk natrium dan ammonium,
walaupun respon yang dihasilkan tidak terlalu tinggi namun respon yang
dihasilkan cukup baik. Potensiometri berprinsip pada pengukuran beda potensial
yang dihasilkan oleh senyawa nitrat dan ammonium. Sampel tanah diambil
sebanyak 20 g sampel. Selanjutnya ditambahkan 50 mL CaCl 2 0,01 M.
Pembuaatan larutan CaCl2 0,01 M dengan cara melarutkan 0,01 g CaCl2 padat

dalam 100 mL aquademin. Selanjutnya campuran sampel dengan 50 mL CaCl2
diaduk selama 45 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring, barulah
diperoleh ekstrak tanah CaCl2.
Percobaan ketiga yaitu pembuatan tanah dengan air. Sampel tanah
ditimbang sebanyak 20 g. Sampel tanah lalu dilarutkan dalam 50 mL aquademin.
Aquademin digunakan sebagai pelarut karena aquademin merupakan hasil
destilasi dimana kandungan mineral didalam aquademin sangat sedikit (hampir
tidak mengandung mineral). Selanjutnya dilarutkan sampel tanah dalam
aquademin

dan

diaduk

selama

45

menit.

Hal

ini

bertujuan

untuk

menghomogenkan campuran. Selanjutnya campuran didekantasi agar diperoleh
ekstrak tanah.
Sebelum dilakukan pengukuran ekstraktan sampel tanah dibuat suatu
larutan standar. Larutan standar ini berfungsi sebagai nilai pembanding yang
dihasilkan dari sampel. Nilai yang dihasilkan dari sampel dibandingkan dengan
nilai yang dihasilkan dari standart. Larutan standar ini dibuat dalam beberapa
konsentrasi, hal ini dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel yang
diukur. Larutan standar pada pengukuran FIA elektro dengan elektroda
potensiometri yaitu larutan standar Nitrat dan Amonium. Kedua larutan standart
tersebut digunakan untuk mengetahui kadar senyawa N dalam bentuk nitrat dan
ammonium dalam sampel ekstraktan tanah yang akan diukur. Masing-masing
larutan standar tersebut dibuat dengan konsentrasi 100 ppm; 10,0 ppm; 1,00 ppm;
0,10 ppm dan 0,01 ppm.
Larutan standar Nitrat (NaNO3) dibuat dengan mengencerkan 0,14 g
padatan natrium nitrat dalam 100 mL akuademin. Kosentrasi yang diperoleh dari
pengenceran tersebut yaitu 100 ppm. Konsentrasi 10,0 ppm dibuat dengan
mengambil 10 mL larutan standar 100 ppm diencerkan kedalam labu ukur 100 mL
dengan menggunakan akuademin. Konsentrasi 1,00 ppm dubuat dengan
mengambil 10 mL larutan standar 10,0 ppm diencerkan kedalam labu ukur 100
mL dengan menggunakan akuademin. Konsentrasi 0,10 ppm dibuat dengan
mengambil 10 mL larutan standar 1,00 ppm diencerkan kedalam labu ukur 100
mL dengan menggunakan akuademin. Konsentrasi 0,01 ppm dibuat dengan

mengambil 10 mL larutan standar 0.10 ppm diencerkan kedalam labu ukur 100
mL dengan menggunakan akuademin. Hasil beda potensial yang dihasilkan dapat
dilihat di tabel 4.1.3 yaitu berkisar antara 324,1 - 455 mV.
Larutan standar Amonium (NH4Cl) dibuat dengan mengencerkan 0,297 g
padatan ammonium klorida dalam 100 mL akuademin. Kosentrasi yang diperoleh
dari pengenceran tersebut yaitu 100 ppm. Selanjutnya untuk membuat larutan
standar nitrat dengan konsentrasi 10, 0 ppm; 1,00 ppm; 0,10 ppm; dan 0,01 ppm.
Konsentrasi 10,0 ppm dibuat dengan mengambil 10 mL larutan standar 100 ppm
diencerkan kedalam labu ukur 100 mL dengan menggunakan akuademin.
Konsentrasi 1,00 ppm dibuat dengan mengambil 10 mL larutan standar 10,0 ppm
diencerkan kedalam labu ukur 100 mL dengan menggunakan akuademin.
Konsentrasi 0,10 ppm dibuat dengan mengambil 10 mL larutan standar 1,00 ppm
diencerkan kedalam labu ukur 100 mL dengan menggunakan akuademin.
Konsentrasi 0,01 ppm dibuat dengan mengambil 10 mL larutan standar 0.10 ppm
diencerkan kedalam labu ukur 100 mL dengan menggunakan akuademin. Hasil
beda potensial yang dihasilkan dapat dilihat di tabel 4.1.3 yaitu berkisar antara
370.1 - 402.5 mV.
Prosedur selanjutnya yaitu Penentuan konsentrasi nitrat dan ammonium
dalam ekstrak tanah. Penentuan konsentrasi nitrat ini dilakukan dengan metode
single dan simultan. Metode single elektroda nitrat dilakukan dengan hasil ekstrak
tanah CaCl2 yang diperoleh kemudian diuji dengan metode FIA potensiometri,
dimana ekstrak tanah dialirkan menggunakan instrumentasi FIA kemudian
digunakan elektroda kerja nitrat dan elektroda referen pH, sehingga selain didapat
nilai potensial dari nitrat juga diperoleh nilai pH. Sebelum dialirkan dalam FIA
potensiometri ditambahkan dulu larutan ISA (Ionic Strength Adjustor) (NH4)2SO4
2 M. Fungsi penambahan larutan ISA adalah untuk mengurangi jumlah kesalahan
dalam solut dikarenakan adanya variasi kadar ion. Selain itu larutan ISA disini
berfungsi untuk menaikkan kekuatan ion dalam ekstraktan tanah. Hal ini
diperlukan karena elektroda ISE nantinya akan mengukur aktifitas analit.
Selanjutnya campuran diaduk menggunakan stirrer magnetic supaya homogen.
Baru larutan ekstrak tanahnya di uji dengan FIA potensiometri sehingga diperoleh

nilai beda potensial nitrat. Beda potensial NO3 rata-rata yang dihasilkan pada
metode single ini adalah 430,7 mV. Hal ini membuktikan bahwa beda potensial
yang dihasilkan masuk ke dalam range larutan standard. Kadar NO3 metode single
yang diperoleh yaitu sebesar 1089,1 ppm.
Penentuan konsentrasi amonium ini dilakukan dengan metode single
elektroda dan metode simultan. Metode single elektroda amonium dilakukan
dengan hasil ekstrak tanah CaCl2 yang diperoleh kemudian diuji dengan metode
FIA potensiometri, dimana ekstrak tanah dialirkan menggunakan FIA kemudian
digunakan elektroda kerja amonium dan elektroda referen pH. Sehigga selain
didapat nilai potensial dari ammonium juga diperoleh nilai pH. Sebelum dialirkan
dalam FIA potensiometri ditambahkan dulu ISA CuSO 4 2 M. Fungsi penambahan
larutan ISA adalah untuk mengurangi jumlah kesalahan dalam solut dikarenakan
adanya variasi kadar ion. Selain itu larutan ISA disini berfungsi untuk menaikkan
kekuatan ion dalam ekstraktan tanah. Hal ini diperlukan karena elektroda ISE
nantinya akan mengukur aktifitas analit. Selanjutnya campuran diaduk
menggunakan stirrer magnetic supaya homogen. Baru larutan ekstrak tanahnya
diuji dengan FIA potensiometri sehingga diperoleh nilai beda potensial
ammonium. Beda potensial NH4+ rata-rata yang dihasilkan pada metode single ini
adalah 380,04 mV. Hal ini membuktikan bahwa beda potensial yang dihasilkan
masuk ke dalam range larutan standard. Kadar NH 4+ metode single yang diperoleh
yaitu sebesar 1082,6 ppm.
Penentuan

konsentrasi nitrat dan

ammonium menggunakan FIA

potensiometri dengan metode simultan dilakukan dengan menggunakan elektroda
kerja nitrat dan ammonium serta elektroda referens berupa elektroda pH. Ekstrak
aquademin juga dialirkan menggunakan FIA potensiometri, namun dalam metode
ini tidak digunakan ISA karena pada metode ini nantinya beda potensial dari nitrta
dan ammonium akan terdeteksi secara bersamaan. Beda potensial rata-rata yang
didapat pada metode simultan untuk NO3- adalah 478.51 mV sedangkan untuk
NH4+ adalah 314.72 mV. Hal ini membuktikan bahwa beda potensial yang
dihasilkan keduanya tidak masuk ke dalam range larutan standard. Sehingga
praktikan tidak perlu menghitung konsentrasi yang terdapat didalam sampel.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tentang Penggunaan Metode
Potensiometri Untuk Mengukur Kadar N (Nitrat Dan Amonia) Pada Tanah
Universitas Jember Dengan Ekstraktan adalah :
1. Kadar NO3 dan NH4+ metode simultan tidak masuk range standard, berbeda
dengan metode single untuk NO3 dan NH4+ masuk range standard
2. Jika dibandingkan hasil keduanya, metode yang lebih efektif adalah metode
single
5.2 Saran
Diharapkan pada percobaan selanjutnya dosen pembimbing lebih sering
mengontrol kegiatan praktikan sehingga dapat mengetahui perkembangannya dan
tidak hanya menunggu hasil praktikum saja.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Flow Injection Analysis. www.en.wikipedia.org. Diakses pada
tanggal 24-12-2012 pukul 19.15 WIB.
Biurrun, Yebra, M.C. 2009. Flow Injection Analysis of Marine. New York : Nova
Science Publishers Inc.
Bohn HL, McNeal BL, O’Connor GA. 1979. Soil Chemistry. New York: J Wiley.
Buckman OH, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan dari The Nature and
Properties of Soils. Jakarta : Penerbit Bhatara Karya Aksara.
Crohn D. 2004. Nitrogen Mineralization and Its Importance in Organic Waste
Recycling. [terhubung berkala]. http://alfalfa.ucdavis.edu.pdf. [Agustus
2008].
Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Gardiner DT, Miller RW. 2004. Soils In Our Environment. Tenth Edition. New
Jersay: Pearson Education.
Goldman E, Jacobs R. 1991. Determination of nitrates by ultraviolets absopstion.
J. Amer. Water Works Assoc 53:187.
Hardjowigeno S. 2003. llmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelsen WL. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers, 6th Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Puslittanah. 2005. Penuntun Analisis Kimia Tanah dan Tanaman. Bogor: Balai
Penelitian Tanah.
Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Bandung: ITB.
Sarwono, H. 2007. Ilmu Tanah. Ed ke-4. Jakarta: Akademika Pressindo.
Soepardi G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Bogor : IPB.
Soepardi G. 1996. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. United States : Departement of
Agriculture. Natural Resources Conservation Service.
Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gumadi DH, penerjemah. Yogyakarta:
Gajah Mada University.

Tejoyuwono N. 1998. Tanah & Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Trojanowicz, Marek. 2000. Arus Injeksi Analisis: Instrumentasi dan Aplikasi.
Singapura: Dunia Ilmiah.
Umariah S. 2007. Perbandingan Metode Analisis Senyawa Nitrogen Dengan KCl
dan CaCl2 di Beberapa Kedalaman Tanah Yang Ditanami Bawang Daun
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Watson, D.G. 2005. Pharmacheutical Analysis. Oxford United Kingdom :
Elsevier Limited.

PERHITUNGAN
Lampiran Perhitungan
1. Perhitungan Pembuatan Larutan
a. CaCl2 0,01 M
Mol CaCl2 = 0,01 M x 0,25 L
= 0,25 x 10-2 mol
m CaCl2.H2O = mol CaCl2 x Mr

=

10-2

x

147,02 g/mol
= 0,367 g
V 1=

b. NaNO3 100 ppm
100 mg 0,1mg
=
=0,1 mg/ L
1000 kg
1 kg

0,25.



1,0 ppm× 100 mL
=10 mL
10 ppm

NaNO3 konsentrasi 0,1 ppm
dari 1,0 ppm

NaNO3 (aq) → Na+ (aq) + NO3

M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

(aq)

1 ppm × V 1=0,1 ppm ×100 mL

m1 Mr NO
=
m2 Mr NaNO

V 1=

3

3

g
0,1 g
mol
=
xg
g
84,99
mol
62,049



NaNO3 konsentrasi 0,01 ppm
dari 0,1 ppm
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

0,1 ppm × V 1=0,01 ppm×100 mL

x=0,14 g

V 1=


NaNO3 konsentrasi 10 ppm
dari 100 ppm
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

100 ppm× V 1=10 ppm ×100 mL
V 1=


10 ppm× 100 mL
=10 mL
100 ppm

NaNO3 konsentrasi 1,0 ppm
dari 10 ppm
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2
10 ppm× V 1=1,0 ppm×100 mL

0,1 ppm× 100 mL
=10 mL
1 ppm

0,01 ppm× 100 mL
=10 mL
0,1 ppm

c. NH4Cl 100 ppm
100 mg 0,1mg
=
=0,1 mg/ L
1000 kg
1 kg
NH4Cl (aq) → NH4+ (aq) + Cl(aq)
Mr NH
Mr NH Cl
m1
=¿
m2
+¿
4

4

0,1 g
=
xg

1 ppm× V 1=0,1 ppm ×100 mL

g
mol
g
53,49
mol
18

V 1=

0,1 ppm× 100 mL
=10 mL
1 ppm

x=0,297 g=0,3 g



dari 0,1 ppm

NH4Cl konsentrasi 10 ppm

M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

dari 100 ppm
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

0,1 ppm × V 1=0,01 ppm×100 mL

1 00 ppm × V 1=10 ppm ×100 mL

V 1=

V 1=



10 ppm× 100 mL
=10 mL
100 ppm

NH4Cl konsentrasi 1,0 ppm
dari 10 ppm
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

10 ppm× V 1=1,0 ppm×100 mL
V 1=



NH4Cl konsentrasi 0,01 ppm

1,0 ppm× 100 mL
=10 mL
10 ppm

NH4Cl, NaNO3 konsentrasi 0,1
ppm dari 1,0 ppm larutan
masing-masing
M 1 ×V 1 =M 2 ×V 2

0,01 ppm× 100 mL
=10 mL
0,1 ppm

d. Pembuatan ISA
 Ammonia
(NH4)2SO4 2,00 M 25 mL
mol = M x V = 2,00 M x
0,025 L = 0,05 mol
massa = mol x Mr = 0,05 mol
x 132,14 g/mol = 6,607 g


Nitrat
CuSO4.5H2O 1,00 M 25 mL
mol = M x V = 1,00 M x
0,025 L = 0,025 mol
massa = mol x Mr = 0,025
mol x 249,68 g/mol = 6,242 g

2. Penentuan Kadar Air pada Sampel Tanah
Massa cawan porselen = 72,262 g
Massa (cawan porselen + tanah)awal = 77,287 g
Massa (cawan porselen + tanah)akhir = 76 g
Massa tanah awal = 5,025 g
Massa tanah akhir = 3,738

Kadar air

=

massa awal−massa akhir
x 100
massa awal

=

5,025−3,738
x 100 =25,612
5,025

3. Perhitungan Konsentrasi NO3 metode simultan
y
= 7,83x – 266,8
478,51= 7,83x – 266,8
x
= 478,51 + 266,8 : 7,83
x
= 95,2
x
= log [C]
95,2 = log [C]
[C]
= 1095,2
4. Perhitungan Konsentrasi NH4+ metode simultan
y
= 7,83x – 266,8
314,72= 7,83x – 266,8
x
= 314,72 + 266,8 : 7,83
x
= 74,3
x
= log [C]
74,3 = log [C]
[C]

= 1074,3

5. Perhitungan Konsentrasi NO3 metode single
y
430,7
x
x
x
89,1

= 7,83x – 266,8
= 7,83x – 266,8
= 430,7 + 266,8 : 7,83
= 89,1
= log [C]
= log [C]

[C]

= 1089,1

6. Perhitungan Konsentrasi NH4+ metode single
y
= 7,83x – 266,8
380,04= 7,83x – 266,8
x
= 380,04 + 266,8 : 7,83
x
= 82,6
x
= log [C]
82,6 = log [C]
[C]

= 1082,6

7. Hasil Bedapotensial (mV) dengan Metode Simultan dari Sampel NO3
432.6
428.2
428.2
427.9
427.3
427.3
427.5
429.6
432.6
433.8

434.7
432.2
427.4
425.2
425.3
425.3
434.1
434.1
434.1
434

Beda Potensial (mV) Sampel NO3
434.5
444.7
515.8
563.9
435.5
445.1
52