STRATEGI 4CS DALAM PRAKTIK KEPEMIMPINAN

STRATEGI 4CS DALAM PRAKTIK KEPEMIMPINAN UNTUK
MENINGKATKAN KAPASITAS MANAJEMEN SEKOLAH

Abstrak
Djam’an Satori, dan Aan Komariah
UPI-Bandung Indonesia, aan_komariah@yahoo.com, +628122228920
Strategi 4CS dibangun sebagai bentuk kapasitas kepemimpinan dalam rangka
membangun kapasitas individu dan kapasitas organisasi sehingga diperoleh
kapasitas manajemen sekolah yang efektif dan efisien. Strategi 4CS yang
mengetengahkan strategi kepemimpinan dengan piramida pengaruh yang
memiliki filosofi CS (Cums Suis) berupa performance (casing), communicating,
competencies, contribution dan sample (4CS) pada networking 4CS yaitu
pengawas, kepala sekolah, koordinator PKB dan guru. Praktek yang dilakukan
dimulai dari peningkatan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan
profesional yang dilandasai pengembangan diri secara individual dan kelompok,
dilakukan secara kontinu dan dengan penilaian kinerja yang valid. Alat untuk
meningkatkan keberlanjutan bagi pengembangan kapasitas manajemen adalah
kolegialitas dan prinsip pelaksanaannya adalah berkelanjutan melalui suatu action
plan yang terukur.
Kata kunci: Kapasitas Manajemen Sekolah, Kapasitas Individu, Kapasitas
Organisasi, Kapasitas Kepemimpinan, 4CS

The equilateral triangle of the school working capacity is the individual capacity,
organizational capacity and leadership capacity that becomes the focus on the
development of the school management capacity observation. The center of the
development capacity is on the leadership which accentuates work through selfdiscipline that uses 4CS strategy. How can this 4CS strategy be built as a form of
leadership capacity in building the individual capacity and the organizational
capacity to achieve the effective and efficient school management capacity. The
R&D method in building the feasible model to build the effective and efficient
school management capacity in High School in West Java through 4CS strategy.
The findings of the research shows that the development of the school
management capacity through 4CS strategy with the PDCA (Plan DO Check Act)
Circle approach in learning organization context which is presented in MGMP
activities and Teachers Collective Activity (KKG). The 4CS strategy that priors to
leadership strategy with the affective pyramid in form of Performance (casing),
Communicating, Competencies, Contribution and Sample (4CS). The implication
is begun with the increase of the professional teachers and the staff teachers
ability based on self-development individually and in group, continually and valid

working assessment. The tool to improve the continuality of management capacity
development is collegiality and the principal of the implication is the continuality
through a measured action plan.

Key Word : Capacity, School Management, Individual Capacity, Organizational
Capacity, Leadership Capacity, 4CS
A. Pendahuluan
Lahirnya kebijakan baru jabatan fungsional guru melalui Permenegpan RB
No 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
berimplikasi terhadap intensitas kerja guru dalam melaksanakan tugas fungsi yang
diembannya terutama memberi perhatian cukup besar terhadap keberadaan dan
pengembangan karier profesinya. Kebijakan yang telah mensyaratkan wajibnya
guru melaporkan pendidikan, penilaian kinerja guru, pengembangan keprofesian
berkelanjutan dan penunjuang tugas fungsi guru dalam pengusulan kenaikan
pangkatnya memberi dampak pada cara kerja dan pola pikir guru dalam
mengelola kariernya dan lebih menyesuaikan dengan keinginan pemerintah dan
masyarakat.
Kebijakan baru yang menjadi trigger bagi kesibukan guru dalam menata
kariernya menjadi alat kapasitas manajemen sekolah untuk terus berupaya
memfasilitasi dan mewadahi dalam suatu tatanan manajemen kapasitas
pengembangan sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Persoalan
penyelenggaraan sekolah di Indonesia saat ini menjadi sorotan banyak pihak,
tidak saja para orang tua peserta didik, tetapi juga pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah, dunia usaha dan dunia industri, organisasi kemasyarakatan,

para pemerhati pendidikan, dan masyarakat secara luas. Apa yang menjadi sorotan
adalah kondisi sekolah yang diwakili manajemen sekolah belum mampu
memberikan layanan yang terbaik dan dirasakan secara nyata hasil dan
dampaknya oleh stakeholders (para pemangku kepentingan) sekolah.
Akar permasalahan mengapa penyelenggaraan sekolah saat ini tidak dapat
memenuhi harapan pemerintah dan masyarakat terletak pada lemahnya kapasitas
sekolah, khususnya kemampuan untuk belajar, dalam merespon situasi dan
kondisi yang dihadapi oleh sekolah. A. De Gues Mengungkapkan “To cope with a
changing world, any entity must develop the capacity of shifting and changing - of
developing new skills and attitudes: in short, the capability of learning”. (Paul
Clarke, 2000:20).
Masalah sekolah dilihat dari kapasitas sekolah dapat diidentifikasi dari
komponen strategis penyelenggaraan sekolah, yaitu kurikulum (standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian), pendidik dan
tenaga kependidikan (PTK), fasilitas sekolah, biaya sekolah, dan pengelolaan
sekolah. Sejauhmana efektifitas pencapaian tujuan sekolah akan dipengaruhi oleh
sejauhmana komponen-komponen strategis ini memiliki kapasitas untuk mencapai
tujuan sekolah dan sejauhmana kapasitas ini dikembangkan untuk merespon
fungsi-fungsi dan masalah yang dihadapi sekolah.


1

Kapasitas sekolah terdiri dari kapasitas sumber daya sekolah dan kapasitas
manajemen sekolah. Permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah saat ini ada
pada kedua hal tersebut. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Horton et al. (2003:25) menunjukkan bahwa banyak organisasi di
Negara-negara berkembang yang melakukan pengembangan kapasitas pada fisik
dan keuangan organisasi dan sering melupakan pengembangan kapasitas yang
paling penting, yaitu pengembangan kapasitas kepemimpinan dan manajemen.
Hasil penelitian pengembangan kapasitas manajemen sekolah yang
dilakukan Satori, dkk (2014) menemukan pengembangan kapasitas manajemen
sekolah melalui kepemimpinan yang dilakukan dengan strategi 4CS yaitu
mengembangkan kapasitas casing/performance, communication, competencies,
contribution, sampel/suri tauladan melalui networking 4CeeS yaitu guru, kepala
sekolah, koordinator PKB dan pengawas sekolah.
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas dapat dirumuskan
masalah penelitiannya yaitu, “Bagaimana strategi 4CS dibangun sebagai bentuk
kapasitas kepemimpinan dalam rangka membangun kapasitas individu dan
kapasitas organisasi sehingga diperoleh kapasitas manajemen sekolah yang efektif
dan efisien.” Pertanyaan penelitian untuk menggali data dan informasi di sekolah

adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan strategi 4CS dalam peningkatan kapasitas
kepemimpinan sekolah?
2. Bagaimana strategi 4CS diimplementasikan dalam peningkatan kapasitas
kepemimpinan sekolah
Keutamaan penelitian ini selain menjadi dasar bagi pengembangan
keilmuan kepemimpinan pendidikan juga berguna bagi pembangunan kualitas
sekolah yang pada akhirnya membangun sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk memajukan negara. Pengembangan kapasitas organisasi dapat diidentifikasi
dari dua sisi, yaitu kapasitas sumber daya organisasi dan kapasitas manajemen
organisasi. (Horton et al., 2003:24). Kapasitas sumber daya merupakan hal-hal
yang dikenal sebagai “hard capacities” sebuah organisasi, yaitu: infrastruktur,
teknologi, keuangan, dan staf. Kapasitas manajemen berkaitan dengan pembuatan
berbagai kondisi dimana tujuan dibuat dan dicapai, meliputi: perencanaan,
penentuan tujuan, penentuan tanggungjawab, kepemimpinan, pengalokasian
berbagai sumber daya, pemotivasian dan supervisi SDM organisasi, dan
penjagaan hubungan dengan jejaring kerja organisasi.
Berbagai aktivitas yang bereda dalam kapasitas manajemen organisasi dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu kepemimpinan stratejik, manajemen
program dan proses, dan jejaring kerjasama dan keterhubungan. (Horton et al.,

2003:24). Penelitian ini mencoba membatasi kajian pengembangan kapasitas
organisasi pada kapasitas sumber daya dan kapasitas manajemen organisasi.
Walupun demikian, temuan pengalaman para peneliti selama dua dekade terakhir
menunjukkan bahwa kapasitas manajemen merupakan hal kritis untuk
pengembangan kapasitas suatu organisasi dan pengembangan kapasitas
manajemen terletak pada kapasitas kepemimpinan. Dengan penelitian
pengembangan kapasitas kepemimpinan ini, keilmuan kepemimpinan menjadi
lebih teruji dan teraplikasikan sesuai kaidah-kaidah keilmuan di samping

2

meningkatnya kepercayaan para praktisi kepada lembaga pendidikan sebagai
dapurnya ilmu pengetahuan.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian research and development
(R&D) yang dilakukan selama 3 tahun. Jenis penelitian kualitatif yang digunakan
adalah studi kasus, yaitu mencoba mempelajari suatu fenomena (dalam kasus)
dalam konteks yang nyata. (Yin, 2011:17). Tujuannya adalah untuk menyelidiki
secara mendalam dan menganalisis secara intensif aneka aktivitas, permasalahan
dan dinamika pelaksanaan kepemimpinan sekolah untuk dibangun suatu praktek
kepemimpinan yang lebih efektif, efisien, dan bermakna . (Cohen dan Manion

dalam Bassey, 1999:24). Penelitian ini merupakan temuan dari pendekatan R&D
yang dilakukan di tahun ke 2 dan 3 setelah analisis kualitatif diperoleh dan
menghasilkan suatu kajian bermakna perlunya pengembangan model
pengembangan kapasitas yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
dan salah satu temuan yang bermakna adalah perlunya pengembangan kapasitas
kepemimpinan sekolah.
Data kualitatif dikumpulkan dari SMA 2 dan SMA 11, sedangkan data
kuantitatif dikumpulkan dari hasil penelitian mahasiswa anggota tim dari SMA
Taruna Bhakti, dan SMA Santa Angela. Instrumen yang dikembangkan untuk
mendeskripsikan praktek kepemimpinan adalah melalui pengamatan langsung,
studi dokumen dan proses wawancara yang mendalam. Agar penelitian ini terarah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan, peneliti menyusun pedoman wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Pedoman penelitian dalam pelaksanaannya
dapat dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan realitas alamiah tempat
penelitian untuk mendapatkan data yang tepat, akurat, dan lengkap. Sedangkan
dalam penyusunan model dilakukan pengembangan alat ukur standar berdasarkan
uji pakar, selain dua kegiatan analisis empirik dan kajian teoritik. Wawancara,
kuesioner dan FGD masih dilakukan saat pengembangan draf untuk mendapatkan
masukan balik (feed back) sehingga diperoleh rancangan awal strategi
pengembangan kapasitas.

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep
Kategori
Strategi 4CS

Sub-kategori
Kapasitas 4CS

Tema
Casing/Performance
Communication
Competencies
Contribution
Sample/Suri Tauladan
Pengawas
Kepala Sekolah
Koordinator PKB
Guru

Ukurannya
Optimal- mendekati

optimal- belum optimal

Management
complex change

vision
skills
resources,
insentive
action plan

Sangat signifikan-tidak
signifikan

Learning
Organization
(MGMP, MKKS,

Pengembangan diri
Cooperative collegial

Development

Tinggi-sedang-rendah

Networking 4CS

Implementasi Strategi
4CS

Terikat Sangat kuatkurang kuat

3

MKPS)

Skill Development Model

Tabel 2. Matriks Pengumpulan Data
Tujuan
Indepth

Mencari data
berkenaan
dengan
dimensi strategi
4CS

Mencari data
berkenaan
dengan
dimensi
Implementasi 4CS

 Alat: pedoman
wawancara
 Substansi:
seluruh
informasi
berkaitan
dengan dimensi
strategi 4CS
 Informan: tokoh
yg terkait, KS,
guru, pengawas,
koordinator
PKB dan
informan lain
yang terkait
 Pemilihan
informan:
purposif dan
Snowball
 Alat: pedoman
wawancara
 Substansi:
seluruh
informasi
berkaitan
dengan dimensi
implementasi
4CS
 Informan: tokoh
yg terkait, KS,
guru, pengawas,
koordinator
PKB dan
informan lain
yang terkait
 Pemilihan
informan:
purposif dan
Snowball

Data Primer
Observasi

Data Sekunder
Survei

 Alat: pedoman
observasi, dan
foto.
 Cara kerja: catat
dan foto
kegiatan,
kejadian dan
bukti fisik.
 Substansi:
informasi lain
yang relevan
dengan strategi
4cs

 Alat: kuesioner.
 Substansi:
berkenaan
dengan persepsi
responden tentang
strategi 4cs ;
 digunakan sebagai
data
penunjang.
 Sampel: acak atau
purposif

 Substansi: datadata penunjang,
berkenaan
dengan strategi
4CS
 Sumber:
Perguruan
Tinggi, dinas
pendidikan dan
masyarakat

 Alat: pedoman
observasi, dan
foto.
 Cara kerja: catat
dan foto
kegiatan,
kejadian dan
bukti fisik.
 Substansi:
informasi lain
yang relevan
dengan
implementasi
4cs

 Alat: kuesioner.
 Substansi:
berkenaan
dengan persepsi
responden tentang
implementasi 4cs ;
 digunakan sebagai
data
penunjang.
 Sampel: acak atau
purposif

 Substansi: datadata penunjang,
berkenaan
dengan
implementasi
4CS
 Sumber:
Perguruan
Tinggi, dinas
pendidikan dan
masyarakat

Rujukan: Patton, 1990; Neuman, 1997; dan Cresswell, 2009
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
1) Strategi 4CS Kepemimpinan dalam Pengembangan Kapasitas
Manajemen Sekolah
Strategi 4CS dalam Pengembangan Kapasitas Manajemen Sekolah
yaitu pengembangan kapasitas kepemimpinan melalui kapasitas 4CS yaitu
casing/performance, communication, competencies, contribution dan

4

sample/suri tauladan dalam networking persaudaraan 4CS yaitu membangun
jejaring yang kuat antara pengawas, kepala sekolah, koordinator PKB dan
guru dalam melaksanakan upaya CPD (Continuous Professional
Development).
Hasil penelitian menunjukan bahwa lima dimensi 4CS yaitu
Casing/performance, Communication, Competencies, Contribution dan
Sample/suri tauladan) harus dimiliki oleh 4 jejaring 4CS yaitu pengawas,
kepala sekolah, koordinator PKB dan guru. Penelitian baru menjaring tingkat
penting dari 4CS dibangun atas filosofi persaudaraan yang erat belum
menjaring seberapa kuat 4CS dimiliki oleh keempat komponen PKB. 4CS
yang disimbolkan atas genggaman erat kedua belah tangan memiliki filosofi
persaudaraan yang kuat dan mewakili tingkat pengaruh terhadap
pembangunan kapasitas kepemimpinan yang diibaratkan sebagai piramida
pengaruh. Piramida seperti gunung paling tinggi adalah puncaknya dalam
keeratan genggaman tangan 4CS diwakili oleh kelingking, itu yang disebut
dengan casing/performance, kecil tapi yang pertama yang diperhitungkan
orang. Selanjutnya level kedua dari piramida atau jari manis dalam 4CS
adalah communication, bahwa setelah performance sebagai kesan pertama
maka selanjutnya tergantung pada cara berkomunikasi 4CS, level ketiga
dalam piramida pengaruh diwakili oleh jari tengah dalam genggaman tangan
4CS, jaritengah ini paling besar tetapi di tengah keberadaannya mengandung
makna bahwa menentukan keberadaan kapasitas lebih besar dibanding yang
lain tetapi tersembunyi dan dapat diketahui setelah adanya kinerja, itulah
kompetensi. Level keempat dalam piramida pengaruh diwakili telunjuk dalam
genggaman tangan 4CS, telunjuk memiliki makna “awas” artinya suatu
peringatan bahwa meskipun sudah dimiliki ketiga level sebelumnya, tetapi
tanpa bisa berkontribusi terhadap sekolah maka semuanya menjadi sia sia.
Level kelima dalam piramida pengaruh adalah level yang mendasar dan luas
yang dalam 4CS disimbolkan sebagai genggaman tangan utuh 4CS yaitu
sampel atau suri tauladan. Bila seluruh level sebelumnya sudah dimiliki maka
jadilah pemimpin yang membuat contoh menjadi suri tauladan bagi
semuanya.
Casing/performance
Mendekati optimal
Communicating
Mendekati optimal
Competencies
Belum Optimal
Contribution
Belum Optimal
Sample/Suri Tauladan
Belum Optimal
4CS dalam konstelasi networking yang dibangun 4 komponen yaitu
pengawas, kepala sekolah, koordinator PKB dan guru untuk meningkatkan
kapasitas manajemen sekolah masih harus dibangun dan dikukuhkan melalui
learning organization Sekolah yang medianya melalui MGMP. Artinya
kepala sekolah dan pengawas serta koordinator PKB harus bersentuhan
dengan keberadaan MGMP sebagai tempat para guru sharing pengembangan
profesinya. Networking 4CS dinilai dari kontribusi membangun ikatan

5

jejaring terhadap keberadaan pengembangan profesionalisme guru secara
intensif adalah sebagai berikut:
Pengawas
Kepala Sekolah
Koordinator PKB

Terikat kurang kuat
Terikat kurang kuat
Terikat kurang kuat

2) Implementasi 4CS dalam Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan
Sekolah
Implementasi 4CS dalam Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan
Sekolah dilakukan melalui suatu upaya CPD (Continuous Professional
Development), Learning Organization, Pengembangan Diri, Cooperative
Collegial Development dan Skills Development Model.
4CS Kepemimpinan sekolah bagi peningkatan kapasitas manajemen
sekolah dilakukan melalui pendekatan management complex change ditinjau
dari 5 kapasitas manajemen sekolah yaitu vision, skills, resources, insentive,
dan action plan. Strategi implememtasi dilakukan melalui pelaksanaan
kegiatan Pengembangan diri Cooperative collegial Development dan Skill
Development Model
Vision dan Shared Vision dalam Peningkatan Kapasitas Sekolah
Visi sekolah sudah menjadi bagian utama pengelolaan sekolah namun
keberadaannya belum menjadi energi inti yang menggerakan aktifitas
personil sekolah. Visi berdasarkan prosedur perumusannya sudah dinyatakan
berdasarkan kesepakatan namun ketiadaan pemahaman yang komprehensif
tentang bagaimana visi dibangun dan mempengaruhi denyut nadi kehidupan
sekolah menjadi penyebab visi ini hanya sebagai pernyataan yang terpelihara.
Visi sejatinya menjadi pernyataan bermakna yang hidup yang menginspirasi
aktifitas kreatif para personil sekolah dan menciptakan budaya baru yang
lebih dinamis. Visi walaupun statmentnya sudah dikenali oleh seluruh warga
sekolah namun pengaruhnya belum dirasakan secara signifikan yang hal ini
disebabkan karena tidak intensnya visi dikomunikasikan dan diaksentuasikan
dalam kehidupan bermasyarakat warga sekolah. Meskipun beberapa guru
menyatakan kalo visi sekolah cukup menginspirasikan antusiasme dan
merangsang consensus, namun belum dirasakan secara merata oleh seluruh
personil sekolah terutama tata usaha dan para siswa secara langsung. Namun
demikian keberadaan visi menjadi bagian penting secara global yang
mempengaruhi aktifitas para personil sekolah melalui misi dan program yang
dibuat. Kurangnya visi mempengaruhi secara langsung terhadap semangat
dan penciptaan kerja baru yang kreatif disebabkan karena pernyataan visi
yang sangat panjang dan sulit dilafalkan dalam satu lirikan mata.
Visi
sudah
menjadi
rujukan
kepala
sekolah
dalam
mengimplementasikan program sehingga bila ada kegiatan yang bertaraf

6

nasional atau internasional, kepala sekolah memberikan peluang untuk
pemanfaatannya dan ini suatu keuntungan bagi guru dan pada akhirnya dapat
meningkatkan kapasitas organisasi.
Meskipun belum optimal namun
keberadaan visi secara umum telah menjadi arah bertindak dan menjadi dasar
nilai yang dijadikan rujukan bagi sekolah untuk merealisasikan program yang
merujuk pada pencapaian visi. Program-program yang bernilai religius, dan
berskala nasional dan internasional tidak sulit dijumpai di sekolah dan
begitupun lingkungan sekolah sudah sangat terkenal sebagai sekolah sehat
dan hijau di Masyarakat.
Visi secara kelembagaan telah menunjukan eksistensinya namun belum
bersifat bottom-line yang digerakan dari grassroot yang benar-benar dipahami
dari visi. Guru dan personil lainnya memiliki kesempatan untuk
mengembangkan profesionalismenya bukan karena mereka berinisiatif
menerjemahkan visi untuk aktifitas pengembangan profesinya tetapi lebih
karena kesempatan yang dibuat pihak eksternal yang dieksekusi
keberadaannya oleh kepala sekolah.
Visi sekolah yang dipahami secara utuh dan komprehensif oleh warga
sekolah memberi ruang nyaman bagi persahabatan 4cs yaitu menjadikan
casing/performance, communication, competencies, contribution dan
sample/suri tauladan sehingga keberadaannya menjadi lebih terkukuhkan.
Skill Peningkatan Kapasitas Sekolah
Skills peningkatan kapasitas sekolah dipahami guru dan kepala sekolah
serta tenaga tata usaha sebagai kompetensi dan tambahan dari kompetensi
utama sebagai guru yang memberi value added terhadap eksistensi guru dan
personil lainnya. Kompetensi utama yang menunjukan skills seorang guru
yang menjadi usaha peningkatan kapasitas sekolah secara organisasional
diwadahi dalam bentuk lesson study. Sebenarnya banyak sekali upaya-upaya
yang telah dilaksanakan termasuk usaha-usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas para guru pra-jabatan (in-service teacher). Namun
Pada lesson study skills guru-guru dapat lebih diasah secara real termasuk
yang lebih mendalam lagi adalah bagaimana pembelajaran tersebut terjadi di
kelas-kelas dengan perubahan yang disengaja dan disadari untuk terjadinya
kualitas pendidikan. Melalui kebijakan baru, guru-guru kini telah memiliki
wadah peningkatan kemampuan dan keterampilannya melalui program
pengembangan diri yang telah menciptakan berbagai kegiatan kolektif guru
seperti workshop pembelajaran, inhause trainning, dan kegiatan-kegiatan
pengembangan diri lainnya pada MGMP.
Skills atau keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas
sekolah tidak terbatas pada skills yang berkembang untuk guru tetapi seluruh
personil sekolah yang mendukung pencapaian tujuan. Namun karena
keterbatasan biaya, maka skills yang dikembangkan secara lebih
komprehensif baru pada dimensi guru. Namun demikian guru dapat menjadi

7

kekuatan pengembang kapasitas melalui peningkatan peran sertanya dalam
proses manajemen dan kepemimpinan partisipatif, sehingga ide-ide
cemerlang guru yang diperoleh dari agenda diklat dan lesson study menjadi
kekuatan membangun kapasitas sekolah.
Skills untuk meningkatkan kapasitas sekolah terutama berada pada
ranah guru yang langsung pada pembelajaran, selanjutnya skill pemimpin
yang sangat esensial untuk dapat menggerakan kapasitasa guru dan lainnya.
Dengan demikian, skill kepala sekolah menjadi sangat penting, pertama dan
utama untuk menjadikan sekolah memiliki kapasitas untuk peningkatan mutu
sekolah.
Manajemen kapasitas sekolah yang fokus pada Skills elah menyediakan
berbagai kebutuhan dan menginspirasi keinginan warga sekolah untuk
menciptakan kegiatan baru yang lebih kreatif dalam pembelajaran dan
pengembangan kariere guru dan personil lainnya. Skills menjadi ruang
lengkap 4CS untuk mengeksplorasi casing/performance, communication,
competencies, contribution dan sample/suri tauladan secara lebih bermakna
dan berkualitas.
Resources Dalam Peningkatan Kapasitas Sekolah
Resources merupakan bagian dari peningkatan kapasitas organisasi,
resources yang dikembangkan adalah sumber daya manusia yang lebih
banyak dikedepankan untuk tugas fungsi guru sedangkan tenaga
kependidikan lainnya serta pegawai administratif belum banyak
diberdayakan. Resources untuk peningkatan kapasitas sekolah lebih banyak
dikembangkan sarana prasarana fisik seperti penambahan bangunan,
pemeliharaan fasilitas belajar dan sekolah, penambahan jaringan,
pemeliharaan jaringan. Resources peningkatan kapasitas pada SDM masih
terfokus pada pemberian izin dan tugas mengikuti diklat, penugasan
keikutsertaan lomba, pendidikan lanjutan, keikutsertaan dalam workshop dan
seminar. Sedangkan untuk aktifitas pengembangan resources secara individu
seperti berlangganan jurnal, buku, keikutsertaan dalam forum asosiasi profesi
belum mendapat pengakuan secara penuh. Kelengkapan resources menjadi
kekayaan berharga 4CS yang untuk mempertahankan dan sebagai self
renewal capacity bagi keberadaan casing/performance, communication,
competencies, contribution dan sample/suri tauladan untuk senantiasa
dibarukan dan bersifat awet muda dan panjang umur
Insentive Peningkatan Kapasitas Sekolah
Insentive bagi pengembangan kapasitas sekolah didistribusikan
berdasarkan bidang garapan, sehingga pos-pos khusus untuk pengembangan
diri secara khusus belum dinyatakan secara eksplisit. Namun demikian, tiap
aktifitas pengembangan profesi bila diidentifikasi dari program sudah
memilii porsi biaya masing-masing. Untuk aktifitas individu, sekolah belum

8

menerapkan secara definitif pula orientasi untuk distribusi properity berupa
insentive berdasarakan merit system.
Insentive berupa bantuan untuk studi lanjut guru dan staf sekolah,
mengikuti pelatihan dan pengembangan, studi banding, mengikuti tes
kompetensi, mengikuti MGMP, mengikuti penataran, mengikuti lomba dan
duta/utusan ilmu, evaluasi kinerja guru dan supervisi pengajaran. Besaran
insentive belum benar-benar sesuai dengan kebutuhan, baru menjadi
rangsangan dan penghargaan alakadarnya bagi aktifitas kreatif guru.
Insentive bagi 4CS menjadi bagian konsep diri yang memiliki
kepercayaan
diri
untuk
tetap
memelihara
casing/performance,
communication, competencies, contribution dan sample/suri tauladan secara
terus menerus.
Action Plan CQI (Continuous Quality Improvement) Perbaikan Mutu
Sekolah
Program CPD untuk memperbaiki mutu yang dilakukan sekolah belum
dalam nama yang eksplisit tetapi masuk dalam program tiap bidang yaitu
bidang kesiswaan, kurikulum, sarana prasarana. CQI teridentifikasi dari
program-program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan
melalui seminar, lokakarya, trainning perbaikan dan peningkatan mutu
pembelajaran, kegiatan MGMP, keikutsertaan dalam perlombaan dan
penyusunan pedoman-pedoman untuk penignkatan mutu pendidik dan
kependidikan yang dilakukan dinas terkait maupun asosiasi profesi.
Pada SMAN 2 Bandung dan SMAN 11, belum secara eksplisit program
CPD sebagai kebijakan kunci inovasi manajemen PTK, namun demikian
MBO merupakan program inovasi yang dikembangkan secara bertahap. Dari
program MBO lah CPD tergambar dan terimplementasikan walaupun belum
komprehensif.
Action Plan bagi 4CS menjadi alat pemelihara kesehatan dan kesegaran
casing/performance, communication, competencies, contribution dan
sample/suri tauladan yang menjamin kesehatan dan keberadaannya.

2.

Pembahasan
4CS yang dimaknai secara filosofis sebagai 4 CumSuis yaitu 4CS yang
bersahabat sangat dekat dan saling melengkapi artinya keberadaan
casing/performance, communication, competencies, contribution dan sample
menjadi saling melengkapi dan terbentuk secara utuh sebagai jatidiri atau
integritas kepemimpinan yang mampu menciptakan kapasitas kepemimpinan
yang berimplikasi pada peningkatan kapasitas organisasi. 4CS merupakan
esensi kepemimpinan yang memiliki pengaruh kuat terhadap keberadaan

9

manajemen kapasitas sekolah. Kepemimpinan dalam hal ini
ditegaskan Robbins (2009:130) adalah sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai
serangkaian tujuan. Ditegaskan Musakabe (2004:1) bahwa
pemimpin dan kepemimpinannya memegang peran yang
penting dan strategis dan menentukan dalam mmenjalankan
roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan
bahkan menentukan mati hidup atau pasang surutnya
kehidupan suatu bangsa dan negara.
Strategi 4CS sebagai esensi kepemimpinan sangat relevan dengan gaya
kepemimpinan otentik sebagaimana dikemukankan Mushabe
(2004:1)
bahwa “untuk memimpin atau membengaruhi
orang-orang yang dipimpinnya, seorang pemimpin dapat
menggunakan tipe dan gaya kepemimpinan”. Beberapa tipe
atau gaya kepemimpinan yang dimaksud antara lain adalah
kepemimpinan otentik (Authentic Leadership). Kepemimpinan
otentik (Authantic Leadership), sebagaimana dikemukakan
Avolio dan Luthans (2006:2) didefinisikan sebagai perilaku
yang dihasilkan dari perpaduan kapasitas psikologis individu
dengan konteks organisasi yang terbangun baik, sehingga
mampu
menghasilkan
perilaku
yang
tinggi
kadar
kewaspadaan dan kemampuanya dalam mengendalikan diri,
sekaligus mendorong pengembangan diri secara positif
dengan mengedepankan prinsip kesadaran diri dan
membangun keterbukaan hubungan/transparansi, saling
percaya/mutual-trust antara pemimpin dan pengikutnya.
Lebih lanjut Avolio & Luthans (2006) mendefinisikan
kepemimpinan otentik sebagai proses interaksi antara
kapasitas psikologis dan konteks perkembangan organisasi
untuk menciptakan positive-self awareness dan positive-self
regulated pada pemimpin dan pengikutnya.
Pemimpin
otentik mempunyai empat dimensi yaitu self awareness,
transparency, ethical/moral dan balance processing. Tipe
kepemimpinan ini diyakini dapat memberikan perbedaan
fundamental dalam orgnisasi untuk membantu individeu
menemukan makna dalam bekerja melalui self awareness.
Sebuah kesadaran yang bersumber dari keyakinan dan
harapan , mengutamakan keterbukaan dalam interaksi dan
proses pengambilan keputusan yang berujung pada
pembentukan rasa percaya, komitmen dan perspesi etika
diantara pengikut (Avolio dkk, 2006)
Mengadaptasi nilai-nilai kepemimpinan otentik untuk
4CS dengan mengembangkan komponen berikut:
1) Self awareness/kesadaran diri, adalah konsep yang
mendasari 4CS yang membutuhkan tingkat kesadaran diri

10

yang tinggi untuk tetap memelihara
casing/performance,
communication, competencies, contribution dan sample/suri tauladan.
Kesadaran diri seorang pemimpin merupakan titik awal
yang tepat untuk menafsirkan apa yang merupakan
pengembangan dari kepemimpinan otentik. Kesadaran diri
bukanlah titik tujuan, melainkan sebuah proses yang
muncul untuk memahami bakatnya yang unik, kekuatan,
rasa memiliki tujuan, nilai-nilai inti, kepercayaan dan
keinginan. Menurut Komariah (2012: 196), kesadaran diri
menggambarkan
sejauh
mana
pemimpin
memiliki
kesadaran diri untuk memimpin dengan menonjolkan sikap
yang penuh kelembutan, welas asih dan ketulusan untuk
melayani secara ikhlas, tidak deskriminatif dan legowo atas
kritik yang disampaikan;
2) Transparency, menggambarkan komitmen pemimpin untuk
terbuka
dalam
hal
manajemen
sebagai
bentuk
akuntabilitas kinerjanya (Komariah, 2012: 196);
3) Ethical/moral, artinya dalam mengembangkan dirinya, pemimpin
otentik harus mempunyai komponen etika/moral yang melekat yang
digunakan dalam pengambilan keputusan maupun dalam menyelesaikan
masalah dengan mengedepankan pertimbangan moral, keberanian dan
keterbukaan.
4) Balance processing, artinya, mereka mampu lebih objektif
mengevaluasi dan menerima baik aspek positif maupun
aspek negatif, atribut dan kualitas diri, termasuk
kekurangan keterampilan, kinerja yang kurang optimal, dan
emosi negatif.
Kepemimpinan otentik menjadi perhatian sentral tatkala
dihadapkan pada misi organisasi yang mengajarkan
keteladanan seperti halnya organisasi sekolah. Konsep yang
memiliki ruh yang hampir sama terkandung dalam tipe
kepemimpinan visioner, transformatif, konstruktivistik, dan
value based (Komariah, 2012:195). Hal ini dilandasi oleh
konsep Bill George (Avolio & Gardner, 2005:316) yang
mengungkapkan bahwa :
We need leaders who lead with purpose, value, and
integrity; leaders who build enduring organizations,
motivate their employees to provide superior customer
service, and create long-term value for shareholders...
We suggest a need to concentrate on the root construct
underlying all positive forms of leadership wich we label
authentic leadership development or ALD.
Lebih lanjut menurut Bill George, pemimpin otentik
adalah pemimpin yang konsisten dan menunjukkan satunya

11

pikiran, sikap, dan tindakan. Pemimpin otentik benar-benar
ingin melayani orang lain melalui kepemimpinan mereka.
Mereka lebih tertarik untuk memberdayakan orang-orang yang
dipimpinnya untuk membuat perbedaan daripada mereka
dalam kekuasaan, uang, atau prestise untuk diri mereka
sendiri. Mereka memimpin dengan hati, empati dan kasih
sayang. Banyak orang memiliki karunia kepemimpinan alami,
tetapi mereka harus mengembangkan mereka sepenuhnya
untuk menjadi pemimpin yang luar biasa.
Millikan (2010), kepemimpinan pendidikan otentik adalah
kepemimpinan yang senantiasa secara terus menerus
mengembangkan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan
untuk orang lain (inter-personal development) apakah
terhadap siswa, bawahan/staf/kolega baik secara formal
maupun informal.
Authentic Educational Leadership involves enabling others
to enact their strengths and abilities for their own and
others’ intellectual and inter-personal development,
whether
these
others
are
students,
colleagues,
subordinates within schools, or indeed others with whom
the leaders will interact in both formal and informal
settings.
Authentic Educational Leadership also entails providing
intellectual and practical guidance and support to others
who both seek and need this leadership from those having
leadership responsibilities. All educators have these
responsibilities to greater or lesser degrees in virtually all
interactive situations. However, impediments of various
kinds can constrain our ability to enact this inter-personal
leadership. (Millikan, 2010: 14).
Masih menurut Millikan (2010: 13), kepemimpinan
pendidikan otentik memiliki potensi untuk menciptakan
lingkungan belajar yang akan mengoptimalkan pembelajaran
dan pengajaran untuk setiap siswa dan guru. Kepemimpinan
yang efektif dan otentik merupakan dasar untuk hasil
pendidikan holistik yang efektif bagi personil sekolah. Terdapat
delapan dimensi kepemimpinan pendidikan otentik menurut
Millikan yaitu, Komitmen, Keteladanan, Legitimasi, Profesional,
Motivator, Empati, Involvement, dan Kompetensi.
C. Simpulan
4CS Kepemimpinan sekolah bagi peningkatan kapasitas manajemen
sekolah dilakukan melalui pendekatan management complex change ditinjau

12

dari 5 kapasitas manajemen sekolah yaitu vision, skills, resources, insentive,
dan action plan. Visi sekolah yang dipahami secara utuh dan komprehensif
oleh warga sekolah memberi ruang nyaman bagi persahabatan 4CS sehingga
keberadaannya menjadi lebih terkukuhkan. Skills menjadi ruang lengkap 4CS
untuk mengeksplorasi kemampuannya secara lebih bermakna dan berkualitas.
Resources menjadi kekayaan berharga 4CS yang mempertahankan dan
sebagai self renewal capacity untuk senantiasa dibarukan dan bersifat awet
muda dan panjang umur. Insentive bagi 4CS menjadi bagian konsep diri
yang memiliki kepercayaan diri untuk tetap memelihara casing/performance,
communication, competencies, contribution dan sample/suri tauladan secara
terus menerus. Action Plan bagi 4CS menjadi alat kesegaran yang menjamin
kesehatan
dan
keberadaannya.
Strategi
4CS
kepemimpinan
terimplementasikan secara nyaman melalui gaya kepemimpinan otentik.

D. Daftar Pustaka
Avolio, Bruce J. and Gardner, William L. (2006). Authentic Leadership
Development: Getting to The Root of Positive Forms of Leadership. The
Leadership Quarterly 16. Gallup Leadership Institute, College of Business
Administration, University of Nebraska-Lincoln, NE, United States
Avolio, Bruce J. and Luthans, Fred J. (2006). The High Impact Leader:
Moments Matter in accelerating Authentic Leadership. New York: McGrawHill.
Bassey. (2011). Case Study Research in Educational Settings. Journal of
Education for Teaching: International research and pedagogy. Volume 26,
Issue 1, 2000
Clarke, Paul. (2000). Learning Schools, Learning Systems. London And New
York: Continuum.
Cohen, Louis., Manion, Lawrence., & Morrison, Keith. (2007). Research
Methods in Education. (Sixth edition). New York: Routledge.
Creswell, JW. 2012. Qualitative inquiry and research design: Choosing
among five approaches. New York: Sage
Gardner, W., Avolio, B., Luthans, F., Walumbwa, F., & May, D. (2005). “Can
you see the real me?” A self-based model of authentic leader and follower
development. Leadership Quarterly, 16(3), 343-372.
George, Bill. (2003) .Authentic Leadership; Rediscovering the Secrets to
Creating Lasting Value.San Fransisco: Jossey-Bass

13

Horton, et al. (2003). Evaluating Capacity Development; Experiences from
Research and Development Organizations around the world. NetherlandsCanada: ISNAR, IDCR, ACP-EU, CTA.
Komariah, Aan. (2012) Authentic Leadership Kepala Sekolah Dalam
Menanamkan Sistim Nilai. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 18 : 387-392.
Universitas Negeri Malang
Musakabe, Herman. (2004). Mencari Kepemimpinan Sejati, di Tengah Krisis
dan Reformasi. Jakarta: Penerbit Citra Insan Pembaru.
Robbins, S.P. (2009). Organizational Behavior, Tenth Edition, Singapore:
Prentice Hall.
Yin, Robert K. (2011). Qualitative Research From Start to Finish. New York:
Guilford Publication Inc.
Permenegpan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.

14