PERSPEKTIF KOMUNIKASI DALAM IMPLEMENTASI. pdf
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
PERSPEKTIF KOMUNIKASI DALAM IMPLEMENTASI SNI ISO 9001:2008
DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Agus Fanar Syukri dan Rahmi Kartika Jati
1
Abstrak
Di era globalisasi, pelanggan menuntut produk yang bermutu, termasuk jasa pelayanan dari
institusi riset. Untuk meningkatkan mutu layanan, salah satu cara yang ditempuh organisasi
adalah menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) berbasis SNI ISO 9001:2008. Sebagai
lembaga penelitian tertua di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terdiri
dari 50 satuan kerja, sampai akhir 2014, telah 18 satuan kerja (satker) di LIPI yang
mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008 dan telah tersertifikasi. Makalah ini membahas
masalah-masalah yang dihadapi oleh 18 satuan kerja di LIPI dalam implementasi SMM di satker
masing-masing, dengan metode penelitian campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian terdahulu menyatakan bahwa komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI
yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, tetapi dari perspektif komunikasi di era teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), di mana LIPI telah memiliki jaringan intra-LIPI, media komunikasi
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi
implementasi SMM di satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, terbukti bahwa
akses rata-rata 18 satker yang telah tersertifikasi adalah 53,6 hari, sedangkan 32 satker yang
belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya ternyata lebih tinggi yaitu 73,9 hari;
dari 176 hari kerja Januari sampai September 2015.
Kata kunci: institusi riset, implementasi, Sistem Manajemen Mutu (SMM), SNI ISO 9001:2008,
komunikasi
Abstract
In the globalization era, customers are demanding quality products, including the services of
research institutions. One way to improve the service quality, is implementing a quality
management system (QMS) based on SNI ISO 9001: 2008. As the oldest research institutions in
Indonesia, Indonesian Institute of Sciences (LIPI), which consists of 50 units, until the end of
2014, has 18 units which implement SNI ISO 9001: 2008 and has been certified. This paper
discusses the problems faced by the 18 units in LIPI in the implementation of QMS, with a mix
methods of quantitative and qualitative, specially from the communication perspective. Results of
previous studies stating that the communication was not a problem in LIPI‟s units which has been
certified SNI ISO 9001: 2008, but from the perspective of communication in the era of information
and communication technology (ICT), where LIPI has a intra-LIPI network, as communication
media such not used optimally to improve the effectiveness and efficiency of the implementation
of QMS in units that has been certified SNI ISO 9001: 2008, that the average access of 18 work
units that have been certified is 53.6 days, while 32 units that have not been certified SNI ISO
9001 : 2008 was higher 73.9 days of 176 weekdays from January to September 2015.
Keywords: Research Institution, implementation, Quality Management System (QMS), SNI ISO
9001:2008, communication
1
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
132
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
1.
PENDAHULUAN
Salah satu efek globalisasi adalah tuntutan terhadap organisasi, termasuk di dalamnya institusi
publik seperti lembaga riset, untuk terus meningkatan mutu produknya, baik berupa barang
ataupun jasa. Kondisi tersebut mendorong organisasi untuk terus berusaha mempertahankan
dan meningkatkan mutu barang/jasa-nya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya
(Kanapathy, 2008). Lovelock & Wirtz (2009) dan Barney & Hesterly (2010) menyatakan bahwa
organisasi yang begerak di bidang jasa memiliki kesulitan dalam mendefinisikan kegiatan yang
menghasilkan jasa yang bermutu, yang dapat memuaskan stakeholders.
Untuk dapat memenuhi kepuasan stakeholders, salah satu strategi yang banyak
diadopsi oleh organisasi adalah menerapkan sistem manajemen mutu berbasis SNI ISO 9001,
yaitu sebuah standar sistem manajemen mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi
Nasional yang diadopsi dari ISO 9001:2008 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Dunia
The International Organization for Standardization (ISO) yang bersifat generik, dapat diterapkan
di semua organisasi, baik pemerintah/publik maupun swasta, bahkan juga organisasi nirlaba;
dan sangat fleksibel untuk dapat diterapkan di semua level manajemen suatu organisasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Sebagai lembaga penelitian tertua di Indonesia dan menjadi acuan nasional di bidang penelitian,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 2010 telah mencanangkan diri menjadi
lembaga riset berkelas dunia. LIPI terdiri dari 50 satuan kerja (satker), sampai akhir tahun 2014,
dan telah ada 18 satker yang mengimplementasikan sistem manajemen mutu (SMM) berbasis
SNI ISO 9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya.
Syukri dkk (2015) menemukan masalah-masalah implementasi SNI ISO 9001:2008 di
LIPI adalah : 9 satker menghadapi masalah SDM, 8 satker bermasalah di sarana prasana, 7
satker masih memiliki masalah di proses dan dokumentasi SMM, 5 satker bermasalah di
rekaman mutu, dan 3 satker masih memiliki masalah lain di luar SMM. Komunikasi tidak menjadi
masalah di satker-satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008.
Dalam makalah ini, para peneliti membahas lebih dalam apakah benar komunikasi yang
dihadapi oleh 18 satuan kerja di LIPI tidak masalah dalam implementasi SMM di satker masingmasing, dengan metode penelitian campuran kualitatif-kuantitatif (mix methods) dengan
triangulasi data. Bila komunikasi memang tidak menjadi masalah di LIPI, bagaimanakah
meningkatkan efektivitas SMM dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
akan menjadi bahasan selanjutnya.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Menurut Dharma (2007) SMM merupakan sekumpulan prosedur yang terdokumentasi untuk
manajemen sistem yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian dari suatu proses dan produk
berupa barang ataupun jasa terhadap persyaratan tertentu. SMM dibutuhkan untuk meyakinkan
bahwa produk (barang/jasa) yang dihasilkan oleh organisasi memiliki kualitas sesuai dengan
yang direncanakan. Pendekatan ini juga memberikan kemudahan bagi organisasi untuk
merancang sistem yang membantu proses organisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
dari penciptaan produk, baik berupa barang ataupun jasa (Djatmiko & Jumaedi, 2011).
SNI ISO 9001 menyediakan kerangka kerja bagi organisasi dan juga seperangkat
prinsip-prinsip dasar dengan pendekatan manajemen yang dirancang untuk mengatur aktivitas
organisasi, sehingga tercipta konsistensi untuk mencapai tujuan (Tjiptono & Diana, 2003).
133
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
2.2
SNI ISO 9001:2008
SNI ISO 9001:2008 (BSN, 2008) adalah standar mutakhir tentang SMM di mana organisasi yang
memakainya dituntut memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan
dan perundang-undangan, sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Standar SNI ISO 9001:2008 merupakan adopsi standar internasional yang diakui untuk sertifikasi
SMM, yang menjadi acuan untuk menilai praktik manajemen mutu suatu organisasi, yaitu
kemampuan organisasi dalam melakukan proses desain, produksi dan pengantaran (delivery)
produk ataupun jasa yang bermutu kepada pelanggan (customer).
Seiring berjalannya waktu, jumlah organisasi yang menggunakan SNI ISO 9001:2008
sebagai standar bagi manajemen mutu organisasi semakin meningkat. Hal ini juga membuktikan
bahwa ada manfaat/keuntungan yang didapatkan organisasi dengan penerapan standar tersebut
(Djatmiko & Jumaedi, 2011).
2.3
Manajemen Riset di Institusi Penelitian
Kegiatan riset yang berupa penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menjadi bagian yang penting dalam hal inovasi, kemajuan ekonomi, dan menghadapi
permasalahan sosial (Mulyanto, 2014). Peran riset tersebut harus diimbangi dengan manajemen
yang baik, karena manajemen berpengaruh terhadap kinerja sebuah organisasi (Beerkens,
2013), termasuk dalam hal produktivitas, efisiensi serta pemanfaatan hasil riset oleh masyarakat
(Zulfah, 2010). Zulfah (2010) juga menyebutkan bahwa faktor terpenting keberhasilan sebuah
manajemen organisasi adalah komitmen manajemen dan partisipasi personil.
Manajemen riset yang baik akan membuat suasana lingkungan penelitian yang
mendukung peningkatan produktivitas para peneliti.Penelitian terhadap produktivitas penelitian
telah dilakukan terhadap institusi penelitian
yang dimiliki oleh pemerintahan
Indonesia.Produktivitas diukur berdasarkan dua faktor pengukuran, yaitu produktivitas publikasi
yang didasarkan pada karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal maupun prosiding ilmiah
internasional, serta produktivitas teknologi yang berdasarkan pada produk atau layanan
teknologi baru yang diberikan oleh institusi penelitian (Mulyanto, 2014).
2.4
Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi menurut Khomsahrial Romli (2011) adalah pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang di setujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya
berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas,
dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan di dalam organisasi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang di setujui secara sosial, orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih
kepada anggotanya secara individual. Dan menurut Arni Muhammad (2009) komunikasi
organisasi juga dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan dan saling menukar pesan
dalam suatu jaringan hubunganyang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah – ubah.
Perkembangan organisasi tak luput dari kerja keras para anggota di dalamnya. Setiap
orang berhak memberikan pendapatnya untuk membawa suatu perubahan positif bagi
perusahaan atau organisasi.A kantetapi, dalam pelaksanaanya justru pendapat atau komunikasi
antara yang satu dengan lainnya dapat menimbulkan sebuah permasalahan. Adapun hambatan
yang terjadi karena komunikasi antara lain :
a) Hambatan Teknis
Yang termasuk dalam hambatan teknis adalah keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi.
Dilihat dari sisi teknologi, maka hambatan ini akan semakin berkurang seiring dengan adanya
temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan informasi, sehingga saluran komunikasi dapat
134
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
diandalkan dan efisien sebagai media komunikasi. Menurut Cruden dan Sherman dalam
bukunya Personal Management (1976), jenis hambatan teknis dari komunikasi meliputi :
1. Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas.
2. Kurangnya informasi atau penjelasan.
3. Kurangnya keterampilan membaca.
4. Pemilihan media yang kurang tepat.
b) Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau idea secara
efektif. Faktor pemahaman bahasa dan istilah tertentu serta kata- kata yang dipergunakan dalam
komunikasi terkadang mempunyai arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belitantara pemberi
pesan dan penerima pesan, misalnya adanya perbedaan bahasa (bahasa daerah, nasional
maupun internasional) serta adanya istilah – istilah yang hanya berlaku pada bidang – bidang
tertentu saja,misalnya bidang bisnis, industri, kedokteran dan sebagainya.
c) Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau
ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat – alat panca indera seseorang dan
sebagainya.
2.5
Implementasi SMM dan Permasalahannya
SMM merupakan sebuah sistem yang mencakup proses bisnis, prosedur, dan interaksi manusia
di dalamnya yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu (To et al, 2011).
Permasalahan mengenai efektivitas penerapan SMM organisasi terkait erat dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia di dalamnya mengenai sistem manajemen
mutu itu sendiri (Dharma, 2007). Akan timbul permasalahan yang pelik jika karyawan sebagai
pelaksana SMM di lapangan yang memiliki andil dalam melaksanakan fungsi operasional
organisasi menganggap bahwa pemenuhan persyaratan SNI ISO 9001:2008adalah merupakan
beban yang memberatkan, bukan dipandang atau diyakini sebagai cara yang memudahkan
mereka dalam mengerjakan tugas/pekerjaan.
Permasalahan penerapan SMM dalam suatu organisasi dimulai sejak persiapan
implementasi, dan tidak berhenti sampai memperoleh sertifikasi SNI ISO 9001:2008 semata,
tetapi masih ada perjuangan lainnya yang tidak pernah berhenti yaitu bagaimana memelihara
SMM dan meningkatkan secara berkelanjutan (continual improvement), sehingga menjadi
sebuah sistem efektif yang mampu mendukung organisasi dalam meningkatkan mutunya,
memenuhi persyaratan pelanggan organisasi dan memuaskan mereka. Tetapi ada catatan
bahwa SMM tidak selalu menciptakan hasil yang diinginkan oleh manajemen organisasi,
dikarenakan adanya proses penerapan yang tidak/kurang efektif dalam organisasi (Kim, 2011).
Ada beberapa metode pengukuran kesiapan organisasi dalam menerapkan SMM
berbasis SNI ISO 9001:2008, antara lain delapan prinsip manajemen mutu (Syukri, 2011), atau
Total Quality Person (TQP) (Syukri, 2014), atau dengan instrumen pengukuran iklim organisasi
(organizational climate) (Syukri, 2015).
Permasalahan yang relatif sering
9001:2008(Tanudjaja, 2004) antara lain:
muncul
pasca
implementasi
SNI
ISO
1. Penerapan hanya dipersepsikan untuk memenuhi persyaratan administratif;
2. Menjalankan SMM tanpa membangun budaya mutu;
3. Masalah komunikasi;
4. Aspek sumber daya manusia;
5. Program apresiasi tidak dilaksanakan;
6. Krisis kepemimpinan dalam menjalankan sistem; dan
135
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
7. Implementasi hanya dianggap tanggung jawab Wakil Manajemen.
Masalah yang telah diutarakan umum terjadi pada organisasi yang berkomitmen awal
yang lemah, dan pemahaman sivitas dalam mutu yang kurang. Permasalahan lainnya yang
sering muncul adalah kurangnya keterlibatan karyawan dalam menjalankan sistem manajemen
mutu. Tidak sedikit manajemen tingkat menengah kurang tanggap akan dinamika bawahannya,
serta minimnya pemahaman akan penghargaan pada karyawan tingkat bawah, terhadap
prestasi keseharian dalam menjalankan SMM.
Pada tahun awal penerapan SMM merupakan tahun transisi dengan mengubah
kebiasan yang sudah dilakukan bertahun-tahun dan tidaklah mudah. Komunikasi yang efektif
merupakan langkah awal dalam penyelesaian masalah dan penghargaan dapat dilaksanakan
sebagai motivasi untuk perbaikan yang sudah dilakukan.Faktor kedua adalah kurangnya
komitmen dari karyawan itu sendiri (Gaspersz, 2011).
Sisi lainnya pemahaman sivitas akan panduan mutu terhadap pelaksanaan di lapangan.
Sivitas dengan tanggung jawab unit layanan yang terlibat langsung dengan pelanggan pada
saat bertambahnya layanan yang melebihi dari ketentuan, diperlukan keterlibatan manajemen
dan keputusan dari Manajemen Puncak.
Pentingnya sosialisasi dan komunikasi yang fleksibel antar bidang/bagian atau unit/divisi,
dengan pemahaman mengubah perilaku karyawan tidak mudah dan perlu konsisten akan aturan
yang telah disepakati. Komunikasi antara karyawan senior dan junior sangat diperlukan,
komunikasi yang tepat akan mempermudah jalannya SMM yang diinginkan oleh seluruh sivitas
organisasi.
2.6
Kunci sukses implementasi SMM
Dalam penelitiannya Asa dkk (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor kritis keberhasilan (Critical
Success Factors) yang penting untuk diperhatikan dalam implementasi standar ISO 9000 adalah
sebagai berikut:
1. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari managemen puncak;
2. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari managemen menengah;
3. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari karyawan;
4. Ketepatan dokumentasi proses;
5. Pengertian terhadap sistem manajemen mutu;
6. Komunikasi yang baik antara manajemen dan karyawan;
7. Adanya waktu tambahan untuk pelatihan dan pertemuan;
8. Tercapainya penghematan biaya.
Faktor sukses tertinggi adalah dukungan dan komitmen dari managemen puncak. Peran
managemenpuncaksangat berkorelasi dengan kesuksesan penerapan SMM.
Cianfraniet all(2009) menyatakan dalam bukunya, bahwa faktor kunci sukses (key
success factor) dalam implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 adalah:
1. Pemahaman SMM yang baik oleh seluruh karyawan organisasi dapat meningkatkan
kinerja organisasi dan kepuasan pelanggan;
2. Keterlibatan manajemen puncak sebagai manajer maupun leaderdalam operasional dan
implementasi SMM;
3. Mencapai dan menjaga pemahaman yang jelas mengapa organisasi perlu
mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008;
4. Membangun prinsip-prinsip dan nilai-nilai organisasi;
5. Menyelaraskan seluruh tujuan bisnis dan tujuan mutu;
6. Merencanakan proses implementasi SMM;
136
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
7. Mengidentifikasi proses penting dan pengontrolannya, dimana berkaitan dengan
pemastian kesesuaian produk/jasa dengan pelanggan dan persyaratan lainnya;
8. Fokus pada tindakan perbaikan dan peningkatan berkesinambungan;
9. Menjaga proses, dokumentasi dan keseluruhan SMM sesederhana dan semudah
mungkin;
10. Audit selama dan setelah implementasi; dan
11. Melaksanakan kaji ulang manajemen.
3.
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian campuran (mix methods) antara kualitatif
dan kuantitatif. Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang
mengombinasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsiasumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran
(mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari
sekadar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data; tetapi juga melibatkan fungsi dari dua
pendekatan penelitian tersebut secara kolektif, sehingga kekuatan penelitian ini secara
keseluruhan lebih besar daripada penelitian kualitatif dan kuantitatif (Creswell, 2010).
Metode penelitian campuran yang dipakai dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh hasil-hasil statistik kuantitatif dari para responden, kemudian menindaklanjutinya
dengan mewawancarai sejumlah individu untuk membantu menjelaskan lebih jauh tentang hasil
statistik yang sudah diperoleh (O‘Cathain et all, 2007), dan diperdalam lagi penjelasannya
melalui Focus Group Discussion (FGD).
3.2
Objek Penelitian
Fokus penelitian ini adalah seluruh satker di LIPI yang berjumlah 50 satker dengan 18 satker
yang telah mengimplementasikan SMM berbasis ISO 9001:2008 hingga akhir 2014, dan data
yang berhasil dikumpulkan adalah data dari seluruh 18 satker tersebut, di mana pada penelitian
sebelumnya (Syukri dkk, 2015) masih terdapat 1 satker yang tidak diperoleh datanya karena
satker tersebut tidak menginformasikan bahwa satkernya telah mengimplementasikan SNI ISO
9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya di akhir tahun 2014. Sedangkan satker lain yang
belum mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 datanya diperoleh dari IntraLIPI, yaitu jaringan network komunikasi untuk seluruh pegawai LIPI.
3.3
Responden Penelitian
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Wakil Manajemen (WM) dan atau
Sekretaris Wakil Manajemen (SWM), yang merupakan penanggung jawab implementasi SMM di
satkernya masing-masing.
Satker-satker di LIPI yang menjadi responden penelitian adalah lembaga pemerintah
setingkat eselon 2 (Pusat Penelitian/Biro) sebanyak 17satker dan eselon 3 (Unit Pelaksana
Teknis) 1 satker, di mana seluruh satker tersebut memberikan pelayanan kepada para peneliti
dan masyarakat, dalam bentuk diseminasi hasil penelitian, termasuk di dalamnya paten,
prototipe dan inkubasi bisnis.
3.4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan survei kepada para responden. Menurut
Kerlinger dalam Rochaety (2009), penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada
ukuran populasi besar maupun kecil. Penelitian ini mempelajari data yang didapatkan dengan
137
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
mengambil sampel dari responden, mewakili satker. Hasil penelitian kuantitatif biasanya berupa
pola atau tipologi atau pola mengenai fenomena yang dibahas. Sedangkan, pengumpulan data
kualitatif dilaksanakan dengan metode Focus Group Discussion (FGD), pesertanya adalah WM
atau SWM satker-satker yang telah mengimplementasikan SMM SNI ISO 9001:2008.
Strategi pengumpulan data adalah dengan bertahap/sekuensial (sequential mixed
method), yaitu para peneliti mengumpulkan dua jenis data secara bertahap, dengan melakukan
survei wawancara kepada para responden untuk memperoleh hasil umum atas pelaksanaan
SMM di satker responden, hasilnya dikuantisasi dari seluruh responden;kemudian dilanjutkan
dengan metode kualitatif melalui FGD terlebih dahulu untuk mendapatkan penjelasan-penjelasan
yang memadai atas hasil survei.
Pengumpulan data kuantitatif telah dilaksanakan bulan Maret dan April 2015 dengan
mendatangi para responden, sedangkan data kualitatif didapatkan melalui FGD yang
dilaksanakan 16 April 2015 di Jakarta. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui intra LIPI
dengan rentang waktu Januari hingga September 2015.
3.5
Metoda Analisis dan Validasi
Analisis data dilakukan berdasarkan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan menganalisis angkaangka secara deskriptif dan inferensial dan dengan pendekatan kualitatif pula, yaitu dengan cara
menganalisis pernyataan responden atau teks dan atau dokumen yang diberikan oleh
responden, sehingga diperoleh gambaran secara tematik atas masalah-masalah implementasi
SMM di satker-satker LIPI yang telah mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008, khususnya
masalah komunikasi yang dibahas di makalah ini.
Data divalidasi dengan metode triangulasi data, yaitu dari hasil survei, hasil FGD dan
dokumen SMM satker yang menjadi responden, juga penggunaan jaringan internet intra-LIPI
oleh satker-satker LIPI sebagai bahan analisis masalah komunikasi di LIPI.
Untuk membantu mempermudah dalam menganalisis data hasil survei dan FGD,
digunakan pengklasteran data-data dengan 3 warna: hijau (berjalan baik), kuning (ada potensi
masalah), dan merah (bermasalah) atas data-data yang disampaikan oleh para responden, baik
saat survei maupun saat FGD.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Survei
Hasil seluruh survei melalui wawancara ke WM/SWM 18 satker di LIPI, ditunjukkan di Gambar 1.
Seperti telah disebutkan dalam metoda analisis bahwa untuk membantu mempermudah
membaca data, maka digunakan pengklasteran kondisi implementasi SMM di satker-satker, yaitu
dengan 3 warna, yaitu hijau berarti implementasi berjalan baik, kuning berarti ada potensi
masalah, dan merah berarti ada masalah dalam implementasi SMM di satker.
138
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
Gambar 1 Potret kondisi implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di LIPI
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa 7 parameter yang diukur dalam implementasi SNI
ISO 9001:2008 menunjukkan bahwa parameter SDM dari 18 responden, 10 responden
menyatakan terdapat masalah SDM yang meliputi kurangnya penerimaan SMM, perlu bimbingan
lebih lanjut dalam implementasi, SDM yang kurang, perlu waktu untuk adaptasi, dan tumpang
tindih pekerjaan.Sedangkan 8 responden lainnya menyatakan tidak ada masalah SDM dalam
implementasi SNI ISO 9001:2008 di satuan kerjanya.
Pada parameter dokumen 8 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah dalam
implementasi SNI ISO 9001:2008. Adapun masalah tersebut meliputi dokumen tidak digunakan,
karena dokumen menjadi banyak tahapan pekerjaan yang harus dilakukan, penggunaan bahasa
dalam dokumen yang tidak umum, perlu revisi untuk segala perubahan, dan tambahan proses
pengendalian dokumen.
Pada parameter sarpras 8 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah, yang
antara lain dana pengelolaan SMM yang terbatas, pemborosan kertas, dan kebutuhan ruang
arsip yang tidak semua satker menyediakan.
Pada parameter proses 7 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah dalam
proses implementasi SNI ISO 9001:2008 yaitu penggunaan dokumen yang belum seperti yang
diharapkan, proses adaptasi yang lama, pemahaman SMM yang kurang, dan faktor eksternal
yang tidak bisa dikendalikan.
Pada parameter rekaman 5 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah yaitu
terkait dengan konsistensi perekaman dengan format yang telah disediakan masih kurang.
Pada parameter dan lain-lain di luar SMM yang mempengaruhi implementasi SNI ISO
9001:2008, 3 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah seperti lambatnya proses
pengukuran kepuasan pelanggan yang sangat tergantung dari kecepatan respon pelanggan.
Parameter komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI yang telah
tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, hanya terdapat potensi masalah, yang apabila tidak ditangani
dengan baik, akan menjadi masalah yang menghambat keberlangsungan implementasi SMM di
satker tersebut.
4.2
Analisis
Seperti telah disebutkan di bagian II.5 bahwa masalah-masalah implementasi SMM berbasis
ISO 9001 antara lain: penerapan dipersepsikan hanya administratif, masalah komunikasi, SDM,
krisis kepemimpinan, dan tanggung jawab hanya di WM.
Sedangkan di bagian II.6 dinyatakan bahwa kunci sukses implementasi SMM berbasis
ISO 9001 antara lain: dukungan dan komitmen manajemen (baik puncak maupun menengah),
139
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
dukungan dan komitmen karyawan, dokumentasi proses, komunikasi, pelatihan, dan
penghematan biaya.
Dari potret kondisi implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di 18 satker di LIPI,
jumlah masalah yang dihadapi oleh satker-satker ditunjukkan di Gambar 2 (Syukri dkk, 2015)
yang sudah dilengkapi dari data sebelumnya yang berjumlah 17 satker menjadi 18 satker.
Gambar 2 Diagram pareto permasalahan implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008
di 18 satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
4.3
Komunikasi SMM di LIPI
Komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI, tetapi potensi masalah dihadapi oleh 4
satker dari 18 satker yang menjadi responden, yaitu antara lain manajer puncak menyerahkan
sepenuhnya kontrol SMM kepada wakil manajemen, komunikasi formal terasa kering (kurang
optimal), saling mengandalkan pekerjaan antara beberapa penanggung jawab yang
berhubungan dengan SMM, tetapi tidak ada pihak yang mengerjakannya.
Mengacu pada penjelasan II.4 mengenai komunikasi organisasi, dengan penyerahan
kontrol SMM sepenuhnya kepada wakil manajemen dan komunikasi dirasa kurang optimal
sangat dimungkinkan dapat menimbulkan masalah dan hambatan yang secara teknis dapat
terjadi karena kurangnya informasi atau penjelasan khususnya dalam pengambilan keputusan
dan penentuan kebijakan. Hambatan semantik dapat terjadi dalam proses penyampaian maksud
dan tujuan organisasi serta pengontrolan pelaksanaan dari SMM itu sendiri, yang seharusnya
bukan hanya menjadi tanggung jawab dan wewenang wakil manajemen, tetapi juga menjadi
tanggung jawab dan wewenang manajer puncak.
Dengan adanya kondisi saling mengandalkan tetapi tidak ada pihak yang
mengerjakannya, dapat menunjukkan terjadinya hambatan manusiawi. Yang terjadi karena
beberapa hal seperti faktor emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau
ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat – alat panca indera seseorang dan lain
sebagainya.
Hambatan-hambatan tersebut dapat diminimalkan dengan pemilihan media komunikasi
yang tepat, dan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan
sangat menguntungkan bagi para pelaku organisasi apabila digunakan pula TIK dalam
mengkomunikasikan SMM di satker-satker, karena dengan menggunakan teknologi informasi,
komunikasi dapat didefinisikan sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik secara bentuk dan alur
140
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
prosesnya, sehingga memudahkan dalam proses pengontrolan. Dengan begitu komunikasi
dalam organisasi menjadi lebih efektif dan efisien.
Namun di antara 18 satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 di LIPI, baru 3
satuan kerja yang telah mencoba mentransformasikan SMM offline (berbasis paper/kertas)
menjadi SMM versi online (paperless) dalam bentuk software stand alone (mandiri)/belum
terintegrasikan ke sistem intra-LIPI.
Model Komunikasi SMM di 18satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
ditunjukkan pada Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3 Model komunikasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di LIPI
Gambar 3 menunjukkan bahwa satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
pun belum mengoptimalkan media komunikasi online, termasuk di dalamnya intra-LIPI yang
telah dimiliki oleh LIPI. Rapat formal masih menjadi pilihan mayoritas satker, walaupun ada
satker yang menyampaikan bahwa rapat formal dirasa kurang optimal.
Intra LIPI sebagai media online memiliki potensi besar dalam meningkatkan efektifitas
dan efisiensi komunikasi dalam penerapan SMM di lingkungan LIPI, karena akses masuk intra
LIPI dimiliki oleh setiap sivitas yang tersebar di seluruh satker se-Indonesia,sehingga kecepatan
informasi yang disampaikan akan lebih baik.
Namun perlu dilakukan optimalisasi terlebih dahulu pada intra LIPI supaya dapat
menjadi alternatif media komunikasi SMM, karena seperti ditunjukkan gambar 4, data akses intra
lipi yang diambil pada periode2 Januari 2015 s.d. 21 September 2015 yaitu dari total 176 hari
kerja rata-rata akses karyawan ke intra LIPI adalah 127,5 hari kerja, dengan data akses tertinggi
adalah UPT Jampang Kulon dengan akses rata-rata 162,7 hari; sedangkan yang terendah
adalah Pusat Penelitian Politik yang hanya 19,0 hari.
Dari semua data akses para sivitas sakter-sakter di LIPI yang ditunjukkan di gambar 4,
ternyata akses rata-rata satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 adalah 53,6 hari,
sedangkan satker-satker yang belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya
ternyata lebih tinggi yaitu 73,9 hari. Bukan berarti bahwa satker-satker yang telah
mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 dan telah tersertifikasi, tidak lebih baik
dari pada yang belum mengimplementasikannya, tetapi dikarenakan belum ada satu pun satker
yang menggunakan intra-LIPI sebagai sarana implementasi SMM satker tersebut.
141
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
Gambar 4 Rerata akses sivitas satker-satker LIPI di intra-LIPI di tahun 2015
5.
KESIMPULAN
Sebagai lembaga penelitian tertua di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
terdiri dari 50 satuan kerja, sampai akhir 2014, telah ada 18 satuan kerja di LIPI yang
mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya. Dalam makalah
142
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
terdahulu (Syukri dkk, 2015), telah dibahas masalah-masalah yang dihadapi oleh 17 satuan kerja
di LIPI dalam implementasi SMM di satker masing-masing, dengan metode penelitian campuran
antara metode kuantitatif dan kualitatif (mix methods). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan
bahwa dari 18 satker yang telah diperoleh datanya ada 9 satker menghadapi masalah SDM, 8
satker bermasalah di sarana prasana dan dokumentasi SMM, 7 satker masih memiliki masalah di
proses, 5 satker bermasalah di rekaman mutu, dan 3 satker masih memiliki masalah lain di luar
SMM, dan komunikasi tidak menjadi masalah bagi satker-satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI
ISO 9001:2008.
Dalam makalah ini, yang para peneliti berfokus kepada bahasan komunikasi SMM di
satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 maupun yang belum tersertifikasi,
ternyata pola komunikasi satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 tersebut masih
menggunakan media komunikasi offline (pertemuan langsung dan berbasis paper) dan belum
mengoptimalkan penggunaan media online, termasuk intra-LIPI padahal teknologi informasi dan
komunikasi dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi implementasi SMM di organisasi; terbukti
dengan akses rata-rata 18 satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 adalah 53,6 hari,
sedangkan 32 satker yang belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya ternyata
lebih tinggi yaitu 73,9 hari.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. SNI ISO/IEC 17025:2005 Klausul 5.9
Hadi A, 2007, Pemahaman dan penerapan ISO/IEC 17025:2005, Persyaratan Umum
Kompetensi Laboratorium Penguji dan Laoratorium Kalibrasi, hal 125, 335-338.
Hidayati, A. Dogmatis, Spekulatif, Verifikatif dan Falsifikatif, http:\tugas\verifikasi\dogmatis,
anis_hidayati.htm. diakses tgl 9 Oktober 2013 pkl 07.10 WIB
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers
Limited, New York.
Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition., CRC Press, U.S.A.
Komite Akreditasi Nasional. KAN-G-06 KAN Guide on Measurement Assurance
Mandel, BJ, 1969. "The Regresi Control Chart" Journal of Kualitas Teknologi 1 (1):. 1-9.
Oakland, J. (2002). Statistical Process Control. ISBN 0-7506-5766-9.
Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry, Prentice
Hall PTR, New Jersey, USA.
Shewhart, WA (1939). Metode statistik dari Viewpoint Quality Control. ISBN 0-486- 65232-7
Susanna Tuning S, Samin, 2012, Pengendalian Mutu Hasil Uji Unsur-unsur Ca dan Mg dalam air
tangki reaktor dengan metode AAS, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah, BATAN.
http://learningspc.blogspot.com/2011/04/teori-dasar-statistical-process-control.html
http://blh.jogjaprov.go.id, Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Hasil Uji Laboratorium
143
PERSPEKTIF KOMUNIKASI DALAM IMPLEMENTASI SNI ISO 9001:2008
DI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Agus Fanar Syukri dan Rahmi Kartika Jati
1
Abstrak
Di era globalisasi, pelanggan menuntut produk yang bermutu, termasuk jasa pelayanan dari
institusi riset. Untuk meningkatkan mutu layanan, salah satu cara yang ditempuh organisasi
adalah menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) berbasis SNI ISO 9001:2008. Sebagai
lembaga penelitian tertua di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terdiri
dari 50 satuan kerja, sampai akhir 2014, telah 18 satuan kerja (satker) di LIPI yang
mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008 dan telah tersertifikasi. Makalah ini membahas
masalah-masalah yang dihadapi oleh 18 satuan kerja di LIPI dalam implementasi SMM di satker
masing-masing, dengan metode penelitian campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian terdahulu menyatakan bahwa komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI
yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, tetapi dari perspektif komunikasi di era teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), di mana LIPI telah memiliki jaringan intra-LIPI, media komunikasi
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi
implementasi SMM di satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, terbukti bahwa
akses rata-rata 18 satker yang telah tersertifikasi adalah 53,6 hari, sedangkan 32 satker yang
belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya ternyata lebih tinggi yaitu 73,9 hari;
dari 176 hari kerja Januari sampai September 2015.
Kata kunci: institusi riset, implementasi, Sistem Manajemen Mutu (SMM), SNI ISO 9001:2008,
komunikasi
Abstract
In the globalization era, customers are demanding quality products, including the services of
research institutions. One way to improve the service quality, is implementing a quality
management system (QMS) based on SNI ISO 9001: 2008. As the oldest research institutions in
Indonesia, Indonesian Institute of Sciences (LIPI), which consists of 50 units, until the end of
2014, has 18 units which implement SNI ISO 9001: 2008 and has been certified. This paper
discusses the problems faced by the 18 units in LIPI in the implementation of QMS, with a mix
methods of quantitative and qualitative, specially from the communication perspective. Results of
previous studies stating that the communication was not a problem in LIPI‟s units which has been
certified SNI ISO 9001: 2008, but from the perspective of communication in the era of information
and communication technology (ICT), where LIPI has a intra-LIPI network, as communication
media such not used optimally to improve the effectiveness and efficiency of the implementation
of QMS in units that has been certified SNI ISO 9001: 2008, that the average access of 18 work
units that have been certified is 53.6 days, while 32 units that have not been certified SNI ISO
9001 : 2008 was higher 73.9 days of 176 weekdays from January to September 2015.
Keywords: Research Institution, implementation, Quality Management System (QMS), SNI ISO
9001:2008, communication
1
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
132
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
1.
PENDAHULUAN
Salah satu efek globalisasi adalah tuntutan terhadap organisasi, termasuk di dalamnya institusi
publik seperti lembaga riset, untuk terus meningkatan mutu produknya, baik berupa barang
ataupun jasa. Kondisi tersebut mendorong organisasi untuk terus berusaha mempertahankan
dan meningkatkan mutu barang/jasa-nya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya
(Kanapathy, 2008). Lovelock & Wirtz (2009) dan Barney & Hesterly (2010) menyatakan bahwa
organisasi yang begerak di bidang jasa memiliki kesulitan dalam mendefinisikan kegiatan yang
menghasilkan jasa yang bermutu, yang dapat memuaskan stakeholders.
Untuk dapat memenuhi kepuasan stakeholders, salah satu strategi yang banyak
diadopsi oleh organisasi adalah menerapkan sistem manajemen mutu berbasis SNI ISO 9001,
yaitu sebuah standar sistem manajemen mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi
Nasional yang diadopsi dari ISO 9001:2008 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Dunia
The International Organization for Standardization (ISO) yang bersifat generik, dapat diterapkan
di semua organisasi, baik pemerintah/publik maupun swasta, bahkan juga organisasi nirlaba;
dan sangat fleksibel untuk dapat diterapkan di semua level manajemen suatu organisasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Sebagai lembaga penelitian tertua di Indonesia dan menjadi acuan nasional di bidang penelitian,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 2010 telah mencanangkan diri menjadi
lembaga riset berkelas dunia. LIPI terdiri dari 50 satuan kerja (satker), sampai akhir tahun 2014,
dan telah ada 18 satker yang mengimplementasikan sistem manajemen mutu (SMM) berbasis
SNI ISO 9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya.
Syukri dkk (2015) menemukan masalah-masalah implementasi SNI ISO 9001:2008 di
LIPI adalah : 9 satker menghadapi masalah SDM, 8 satker bermasalah di sarana prasana, 7
satker masih memiliki masalah di proses dan dokumentasi SMM, 5 satker bermasalah di
rekaman mutu, dan 3 satker masih memiliki masalah lain di luar SMM. Komunikasi tidak menjadi
masalah di satker-satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008.
Dalam makalah ini, para peneliti membahas lebih dalam apakah benar komunikasi yang
dihadapi oleh 18 satuan kerja di LIPI tidak masalah dalam implementasi SMM di satker masingmasing, dengan metode penelitian campuran kualitatif-kuantitatif (mix methods) dengan
triangulasi data. Bila komunikasi memang tidak menjadi masalah di LIPI, bagaimanakah
meningkatkan efektivitas SMM dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
akan menjadi bahasan selanjutnya.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Menurut Dharma (2007) SMM merupakan sekumpulan prosedur yang terdokumentasi untuk
manajemen sistem yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian dari suatu proses dan produk
berupa barang ataupun jasa terhadap persyaratan tertentu. SMM dibutuhkan untuk meyakinkan
bahwa produk (barang/jasa) yang dihasilkan oleh organisasi memiliki kualitas sesuai dengan
yang direncanakan. Pendekatan ini juga memberikan kemudahan bagi organisasi untuk
merancang sistem yang membantu proses organisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
dari penciptaan produk, baik berupa barang ataupun jasa (Djatmiko & Jumaedi, 2011).
SNI ISO 9001 menyediakan kerangka kerja bagi organisasi dan juga seperangkat
prinsip-prinsip dasar dengan pendekatan manajemen yang dirancang untuk mengatur aktivitas
organisasi, sehingga tercipta konsistensi untuk mencapai tujuan (Tjiptono & Diana, 2003).
133
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
2.2
SNI ISO 9001:2008
SNI ISO 9001:2008 (BSN, 2008) adalah standar mutakhir tentang SMM di mana organisasi yang
memakainya dituntut memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan
dan perundang-undangan, sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Standar SNI ISO 9001:2008 merupakan adopsi standar internasional yang diakui untuk sertifikasi
SMM, yang menjadi acuan untuk menilai praktik manajemen mutu suatu organisasi, yaitu
kemampuan organisasi dalam melakukan proses desain, produksi dan pengantaran (delivery)
produk ataupun jasa yang bermutu kepada pelanggan (customer).
Seiring berjalannya waktu, jumlah organisasi yang menggunakan SNI ISO 9001:2008
sebagai standar bagi manajemen mutu organisasi semakin meningkat. Hal ini juga membuktikan
bahwa ada manfaat/keuntungan yang didapatkan organisasi dengan penerapan standar tersebut
(Djatmiko & Jumaedi, 2011).
2.3
Manajemen Riset di Institusi Penelitian
Kegiatan riset yang berupa penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menjadi bagian yang penting dalam hal inovasi, kemajuan ekonomi, dan menghadapi
permasalahan sosial (Mulyanto, 2014). Peran riset tersebut harus diimbangi dengan manajemen
yang baik, karena manajemen berpengaruh terhadap kinerja sebuah organisasi (Beerkens,
2013), termasuk dalam hal produktivitas, efisiensi serta pemanfaatan hasil riset oleh masyarakat
(Zulfah, 2010). Zulfah (2010) juga menyebutkan bahwa faktor terpenting keberhasilan sebuah
manajemen organisasi adalah komitmen manajemen dan partisipasi personil.
Manajemen riset yang baik akan membuat suasana lingkungan penelitian yang
mendukung peningkatan produktivitas para peneliti.Penelitian terhadap produktivitas penelitian
telah dilakukan terhadap institusi penelitian
yang dimiliki oleh pemerintahan
Indonesia.Produktivitas diukur berdasarkan dua faktor pengukuran, yaitu produktivitas publikasi
yang didasarkan pada karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal maupun prosiding ilmiah
internasional, serta produktivitas teknologi yang berdasarkan pada produk atau layanan
teknologi baru yang diberikan oleh institusi penelitian (Mulyanto, 2014).
2.4
Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi menurut Khomsahrial Romli (2011) adalah pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang di setujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya
berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas,
dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan di dalam organisasi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang di setujui secara sosial, orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih
kepada anggotanya secara individual. Dan menurut Arni Muhammad (2009) komunikasi
organisasi juga dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan dan saling menukar pesan
dalam suatu jaringan hubunganyang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah – ubah.
Perkembangan organisasi tak luput dari kerja keras para anggota di dalamnya. Setiap
orang berhak memberikan pendapatnya untuk membawa suatu perubahan positif bagi
perusahaan atau organisasi.A kantetapi, dalam pelaksanaanya justru pendapat atau komunikasi
antara yang satu dengan lainnya dapat menimbulkan sebuah permasalahan. Adapun hambatan
yang terjadi karena komunikasi antara lain :
a) Hambatan Teknis
Yang termasuk dalam hambatan teknis adalah keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi.
Dilihat dari sisi teknologi, maka hambatan ini akan semakin berkurang seiring dengan adanya
temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan informasi, sehingga saluran komunikasi dapat
134
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
diandalkan dan efisien sebagai media komunikasi. Menurut Cruden dan Sherman dalam
bukunya Personal Management (1976), jenis hambatan teknis dari komunikasi meliputi :
1. Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas.
2. Kurangnya informasi atau penjelasan.
3. Kurangnya keterampilan membaca.
4. Pemilihan media yang kurang tepat.
b) Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau idea secara
efektif. Faktor pemahaman bahasa dan istilah tertentu serta kata- kata yang dipergunakan dalam
komunikasi terkadang mempunyai arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belitantara pemberi
pesan dan penerima pesan, misalnya adanya perbedaan bahasa (bahasa daerah, nasional
maupun internasional) serta adanya istilah – istilah yang hanya berlaku pada bidang – bidang
tertentu saja,misalnya bidang bisnis, industri, kedokteran dan sebagainya.
c) Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau
ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat – alat panca indera seseorang dan
sebagainya.
2.5
Implementasi SMM dan Permasalahannya
SMM merupakan sebuah sistem yang mencakup proses bisnis, prosedur, dan interaksi manusia
di dalamnya yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu (To et al, 2011).
Permasalahan mengenai efektivitas penerapan SMM organisasi terkait erat dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia di dalamnya mengenai sistem manajemen
mutu itu sendiri (Dharma, 2007). Akan timbul permasalahan yang pelik jika karyawan sebagai
pelaksana SMM di lapangan yang memiliki andil dalam melaksanakan fungsi operasional
organisasi menganggap bahwa pemenuhan persyaratan SNI ISO 9001:2008adalah merupakan
beban yang memberatkan, bukan dipandang atau diyakini sebagai cara yang memudahkan
mereka dalam mengerjakan tugas/pekerjaan.
Permasalahan penerapan SMM dalam suatu organisasi dimulai sejak persiapan
implementasi, dan tidak berhenti sampai memperoleh sertifikasi SNI ISO 9001:2008 semata,
tetapi masih ada perjuangan lainnya yang tidak pernah berhenti yaitu bagaimana memelihara
SMM dan meningkatkan secara berkelanjutan (continual improvement), sehingga menjadi
sebuah sistem efektif yang mampu mendukung organisasi dalam meningkatkan mutunya,
memenuhi persyaratan pelanggan organisasi dan memuaskan mereka. Tetapi ada catatan
bahwa SMM tidak selalu menciptakan hasil yang diinginkan oleh manajemen organisasi,
dikarenakan adanya proses penerapan yang tidak/kurang efektif dalam organisasi (Kim, 2011).
Ada beberapa metode pengukuran kesiapan organisasi dalam menerapkan SMM
berbasis SNI ISO 9001:2008, antara lain delapan prinsip manajemen mutu (Syukri, 2011), atau
Total Quality Person (TQP) (Syukri, 2014), atau dengan instrumen pengukuran iklim organisasi
(organizational climate) (Syukri, 2015).
Permasalahan yang relatif sering
9001:2008(Tanudjaja, 2004) antara lain:
muncul
pasca
implementasi
SNI
ISO
1. Penerapan hanya dipersepsikan untuk memenuhi persyaratan administratif;
2. Menjalankan SMM tanpa membangun budaya mutu;
3. Masalah komunikasi;
4. Aspek sumber daya manusia;
5. Program apresiasi tidak dilaksanakan;
6. Krisis kepemimpinan dalam menjalankan sistem; dan
135
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
7. Implementasi hanya dianggap tanggung jawab Wakil Manajemen.
Masalah yang telah diutarakan umum terjadi pada organisasi yang berkomitmen awal
yang lemah, dan pemahaman sivitas dalam mutu yang kurang. Permasalahan lainnya yang
sering muncul adalah kurangnya keterlibatan karyawan dalam menjalankan sistem manajemen
mutu. Tidak sedikit manajemen tingkat menengah kurang tanggap akan dinamika bawahannya,
serta minimnya pemahaman akan penghargaan pada karyawan tingkat bawah, terhadap
prestasi keseharian dalam menjalankan SMM.
Pada tahun awal penerapan SMM merupakan tahun transisi dengan mengubah
kebiasan yang sudah dilakukan bertahun-tahun dan tidaklah mudah. Komunikasi yang efektif
merupakan langkah awal dalam penyelesaian masalah dan penghargaan dapat dilaksanakan
sebagai motivasi untuk perbaikan yang sudah dilakukan.Faktor kedua adalah kurangnya
komitmen dari karyawan itu sendiri (Gaspersz, 2011).
Sisi lainnya pemahaman sivitas akan panduan mutu terhadap pelaksanaan di lapangan.
Sivitas dengan tanggung jawab unit layanan yang terlibat langsung dengan pelanggan pada
saat bertambahnya layanan yang melebihi dari ketentuan, diperlukan keterlibatan manajemen
dan keputusan dari Manajemen Puncak.
Pentingnya sosialisasi dan komunikasi yang fleksibel antar bidang/bagian atau unit/divisi,
dengan pemahaman mengubah perilaku karyawan tidak mudah dan perlu konsisten akan aturan
yang telah disepakati. Komunikasi antara karyawan senior dan junior sangat diperlukan,
komunikasi yang tepat akan mempermudah jalannya SMM yang diinginkan oleh seluruh sivitas
organisasi.
2.6
Kunci sukses implementasi SMM
Dalam penelitiannya Asa dkk (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor kritis keberhasilan (Critical
Success Factors) yang penting untuk diperhatikan dalam implementasi standar ISO 9000 adalah
sebagai berikut:
1. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari managemen puncak;
2. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari managemen menengah;
3. Mendapatkan dukungan dan komitmen dari karyawan;
4. Ketepatan dokumentasi proses;
5. Pengertian terhadap sistem manajemen mutu;
6. Komunikasi yang baik antara manajemen dan karyawan;
7. Adanya waktu tambahan untuk pelatihan dan pertemuan;
8. Tercapainya penghematan biaya.
Faktor sukses tertinggi adalah dukungan dan komitmen dari managemen puncak. Peran
managemenpuncaksangat berkorelasi dengan kesuksesan penerapan SMM.
Cianfraniet all(2009) menyatakan dalam bukunya, bahwa faktor kunci sukses (key
success factor) dalam implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 adalah:
1. Pemahaman SMM yang baik oleh seluruh karyawan organisasi dapat meningkatkan
kinerja organisasi dan kepuasan pelanggan;
2. Keterlibatan manajemen puncak sebagai manajer maupun leaderdalam operasional dan
implementasi SMM;
3. Mencapai dan menjaga pemahaman yang jelas mengapa organisasi perlu
mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008;
4. Membangun prinsip-prinsip dan nilai-nilai organisasi;
5. Menyelaraskan seluruh tujuan bisnis dan tujuan mutu;
6. Merencanakan proses implementasi SMM;
136
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
7. Mengidentifikasi proses penting dan pengontrolannya, dimana berkaitan dengan
pemastian kesesuaian produk/jasa dengan pelanggan dan persyaratan lainnya;
8. Fokus pada tindakan perbaikan dan peningkatan berkesinambungan;
9. Menjaga proses, dokumentasi dan keseluruhan SMM sesederhana dan semudah
mungkin;
10. Audit selama dan setelah implementasi; dan
11. Melaksanakan kaji ulang manajemen.
3.
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian campuran (mix methods) antara kualitatif
dan kuantitatif. Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang
mengombinasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsiasumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran
(mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari
sekadar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data; tetapi juga melibatkan fungsi dari dua
pendekatan penelitian tersebut secara kolektif, sehingga kekuatan penelitian ini secara
keseluruhan lebih besar daripada penelitian kualitatif dan kuantitatif (Creswell, 2010).
Metode penelitian campuran yang dipakai dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh hasil-hasil statistik kuantitatif dari para responden, kemudian menindaklanjutinya
dengan mewawancarai sejumlah individu untuk membantu menjelaskan lebih jauh tentang hasil
statistik yang sudah diperoleh (O‘Cathain et all, 2007), dan diperdalam lagi penjelasannya
melalui Focus Group Discussion (FGD).
3.2
Objek Penelitian
Fokus penelitian ini adalah seluruh satker di LIPI yang berjumlah 50 satker dengan 18 satker
yang telah mengimplementasikan SMM berbasis ISO 9001:2008 hingga akhir 2014, dan data
yang berhasil dikumpulkan adalah data dari seluruh 18 satker tersebut, di mana pada penelitian
sebelumnya (Syukri dkk, 2015) masih terdapat 1 satker yang tidak diperoleh datanya karena
satker tersebut tidak menginformasikan bahwa satkernya telah mengimplementasikan SNI ISO
9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya di akhir tahun 2014. Sedangkan satker lain yang
belum mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 datanya diperoleh dari IntraLIPI, yaitu jaringan network komunikasi untuk seluruh pegawai LIPI.
3.3
Responden Penelitian
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Wakil Manajemen (WM) dan atau
Sekretaris Wakil Manajemen (SWM), yang merupakan penanggung jawab implementasi SMM di
satkernya masing-masing.
Satker-satker di LIPI yang menjadi responden penelitian adalah lembaga pemerintah
setingkat eselon 2 (Pusat Penelitian/Biro) sebanyak 17satker dan eselon 3 (Unit Pelaksana
Teknis) 1 satker, di mana seluruh satker tersebut memberikan pelayanan kepada para peneliti
dan masyarakat, dalam bentuk diseminasi hasil penelitian, termasuk di dalamnya paten,
prototipe dan inkubasi bisnis.
3.4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan survei kepada para responden. Menurut
Kerlinger dalam Rochaety (2009), penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada
ukuran populasi besar maupun kecil. Penelitian ini mempelajari data yang didapatkan dengan
137
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
mengambil sampel dari responden, mewakili satker. Hasil penelitian kuantitatif biasanya berupa
pola atau tipologi atau pola mengenai fenomena yang dibahas. Sedangkan, pengumpulan data
kualitatif dilaksanakan dengan metode Focus Group Discussion (FGD), pesertanya adalah WM
atau SWM satker-satker yang telah mengimplementasikan SMM SNI ISO 9001:2008.
Strategi pengumpulan data adalah dengan bertahap/sekuensial (sequential mixed
method), yaitu para peneliti mengumpulkan dua jenis data secara bertahap, dengan melakukan
survei wawancara kepada para responden untuk memperoleh hasil umum atas pelaksanaan
SMM di satker responden, hasilnya dikuantisasi dari seluruh responden;kemudian dilanjutkan
dengan metode kualitatif melalui FGD terlebih dahulu untuk mendapatkan penjelasan-penjelasan
yang memadai atas hasil survei.
Pengumpulan data kuantitatif telah dilaksanakan bulan Maret dan April 2015 dengan
mendatangi para responden, sedangkan data kualitatif didapatkan melalui FGD yang
dilaksanakan 16 April 2015 di Jakarta. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui intra LIPI
dengan rentang waktu Januari hingga September 2015.
3.5
Metoda Analisis dan Validasi
Analisis data dilakukan berdasarkan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan menganalisis angkaangka secara deskriptif dan inferensial dan dengan pendekatan kualitatif pula, yaitu dengan cara
menganalisis pernyataan responden atau teks dan atau dokumen yang diberikan oleh
responden, sehingga diperoleh gambaran secara tematik atas masalah-masalah implementasi
SMM di satker-satker LIPI yang telah mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008, khususnya
masalah komunikasi yang dibahas di makalah ini.
Data divalidasi dengan metode triangulasi data, yaitu dari hasil survei, hasil FGD dan
dokumen SMM satker yang menjadi responden, juga penggunaan jaringan internet intra-LIPI
oleh satker-satker LIPI sebagai bahan analisis masalah komunikasi di LIPI.
Untuk membantu mempermudah dalam menganalisis data hasil survei dan FGD,
digunakan pengklasteran data-data dengan 3 warna: hijau (berjalan baik), kuning (ada potensi
masalah), dan merah (bermasalah) atas data-data yang disampaikan oleh para responden, baik
saat survei maupun saat FGD.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Survei
Hasil seluruh survei melalui wawancara ke WM/SWM 18 satker di LIPI, ditunjukkan di Gambar 1.
Seperti telah disebutkan dalam metoda analisis bahwa untuk membantu mempermudah
membaca data, maka digunakan pengklasteran kondisi implementasi SMM di satker-satker, yaitu
dengan 3 warna, yaitu hijau berarti implementasi berjalan baik, kuning berarti ada potensi
masalah, dan merah berarti ada masalah dalam implementasi SMM di satker.
138
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
Gambar 1 Potret kondisi implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di LIPI
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa 7 parameter yang diukur dalam implementasi SNI
ISO 9001:2008 menunjukkan bahwa parameter SDM dari 18 responden, 10 responden
menyatakan terdapat masalah SDM yang meliputi kurangnya penerimaan SMM, perlu bimbingan
lebih lanjut dalam implementasi, SDM yang kurang, perlu waktu untuk adaptasi, dan tumpang
tindih pekerjaan.Sedangkan 8 responden lainnya menyatakan tidak ada masalah SDM dalam
implementasi SNI ISO 9001:2008 di satuan kerjanya.
Pada parameter dokumen 8 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah dalam
implementasi SNI ISO 9001:2008. Adapun masalah tersebut meliputi dokumen tidak digunakan,
karena dokumen menjadi banyak tahapan pekerjaan yang harus dilakukan, penggunaan bahasa
dalam dokumen yang tidak umum, perlu revisi untuk segala perubahan, dan tambahan proses
pengendalian dokumen.
Pada parameter sarpras 8 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah, yang
antara lain dana pengelolaan SMM yang terbatas, pemborosan kertas, dan kebutuhan ruang
arsip yang tidak semua satker menyediakan.
Pada parameter proses 7 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah dalam
proses implementasi SNI ISO 9001:2008 yaitu penggunaan dokumen yang belum seperti yang
diharapkan, proses adaptasi yang lama, pemahaman SMM yang kurang, dan faktor eksternal
yang tidak bisa dikendalikan.
Pada parameter rekaman 5 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah yaitu
terkait dengan konsistensi perekaman dengan format yang telah disediakan masih kurang.
Pada parameter dan lain-lain di luar SMM yang mempengaruhi implementasi SNI ISO
9001:2008, 3 dari 18 responden menyatakan terdapat masalah seperti lambatnya proses
pengukuran kepuasan pelanggan yang sangat tergantung dari kecepatan respon pelanggan.
Parameter komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI yang telah
tersertifikasi SNI ISO 9001:2008, hanya terdapat potensi masalah, yang apabila tidak ditangani
dengan baik, akan menjadi masalah yang menghambat keberlangsungan implementasi SMM di
satker tersebut.
4.2
Analisis
Seperti telah disebutkan di bagian II.5 bahwa masalah-masalah implementasi SMM berbasis
ISO 9001 antara lain: penerapan dipersepsikan hanya administratif, masalah komunikasi, SDM,
krisis kepemimpinan, dan tanggung jawab hanya di WM.
Sedangkan di bagian II.6 dinyatakan bahwa kunci sukses implementasi SMM berbasis
ISO 9001 antara lain: dukungan dan komitmen manajemen (baik puncak maupun menengah),
139
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
dukungan dan komitmen karyawan, dokumentasi proses, komunikasi, pelatihan, dan
penghematan biaya.
Dari potret kondisi implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di 18 satker di LIPI,
jumlah masalah yang dihadapi oleh satker-satker ditunjukkan di Gambar 2 (Syukri dkk, 2015)
yang sudah dilengkapi dari data sebelumnya yang berjumlah 17 satker menjadi 18 satker.
Gambar 2 Diagram pareto permasalahan implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008
di 18 satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
4.3
Komunikasi SMM di LIPI
Komunikasi tidak menjadi masalah di satker-satker LIPI, tetapi potensi masalah dihadapi oleh 4
satker dari 18 satker yang menjadi responden, yaitu antara lain manajer puncak menyerahkan
sepenuhnya kontrol SMM kepada wakil manajemen, komunikasi formal terasa kering (kurang
optimal), saling mengandalkan pekerjaan antara beberapa penanggung jawab yang
berhubungan dengan SMM, tetapi tidak ada pihak yang mengerjakannya.
Mengacu pada penjelasan II.4 mengenai komunikasi organisasi, dengan penyerahan
kontrol SMM sepenuhnya kepada wakil manajemen dan komunikasi dirasa kurang optimal
sangat dimungkinkan dapat menimbulkan masalah dan hambatan yang secara teknis dapat
terjadi karena kurangnya informasi atau penjelasan khususnya dalam pengambilan keputusan
dan penentuan kebijakan. Hambatan semantik dapat terjadi dalam proses penyampaian maksud
dan tujuan organisasi serta pengontrolan pelaksanaan dari SMM itu sendiri, yang seharusnya
bukan hanya menjadi tanggung jawab dan wewenang wakil manajemen, tetapi juga menjadi
tanggung jawab dan wewenang manajer puncak.
Dengan adanya kondisi saling mengandalkan tetapi tidak ada pihak yang
mengerjakannya, dapat menunjukkan terjadinya hambatan manusiawi. Yang terjadi karena
beberapa hal seperti faktor emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau
ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat – alat panca indera seseorang dan lain
sebagainya.
Hambatan-hambatan tersebut dapat diminimalkan dengan pemilihan media komunikasi
yang tepat, dan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan
sangat menguntungkan bagi para pelaku organisasi apabila digunakan pula TIK dalam
mengkomunikasikan SMM di satker-satker, karena dengan menggunakan teknologi informasi,
komunikasi dapat didefinisikan sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik secara bentuk dan alur
140
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
prosesnya, sehingga memudahkan dalam proses pengontrolan. Dengan begitu komunikasi
dalam organisasi menjadi lebih efektif dan efisien.
Namun di antara 18 satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 di LIPI, baru 3
satuan kerja yang telah mencoba mentransformasikan SMM offline (berbasis paper/kertas)
menjadi SMM versi online (paperless) dalam bentuk software stand alone (mandiri)/belum
terintegrasikan ke sistem intra-LIPI.
Model Komunikasi SMM di 18satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
ditunjukkan pada Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3 Model komunikasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 di LIPI
Gambar 3 menunjukkan bahwa satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008
pun belum mengoptimalkan media komunikasi online, termasuk di dalamnya intra-LIPI yang
telah dimiliki oleh LIPI. Rapat formal masih menjadi pilihan mayoritas satker, walaupun ada
satker yang menyampaikan bahwa rapat formal dirasa kurang optimal.
Intra LIPI sebagai media online memiliki potensi besar dalam meningkatkan efektifitas
dan efisiensi komunikasi dalam penerapan SMM di lingkungan LIPI, karena akses masuk intra
LIPI dimiliki oleh setiap sivitas yang tersebar di seluruh satker se-Indonesia,sehingga kecepatan
informasi yang disampaikan akan lebih baik.
Namun perlu dilakukan optimalisasi terlebih dahulu pada intra LIPI supaya dapat
menjadi alternatif media komunikasi SMM, karena seperti ditunjukkan gambar 4, data akses intra
lipi yang diambil pada periode2 Januari 2015 s.d. 21 September 2015 yaitu dari total 176 hari
kerja rata-rata akses karyawan ke intra LIPI adalah 127,5 hari kerja, dengan data akses tertinggi
adalah UPT Jampang Kulon dengan akses rata-rata 162,7 hari; sedangkan yang terendah
adalah Pusat Penelitian Politik yang hanya 19,0 hari.
Dari semua data akses para sivitas sakter-sakter di LIPI yang ditunjukkan di gambar 4,
ternyata akses rata-rata satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 adalah 53,6 hari,
sedangkan satker-satker yang belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya
ternyata lebih tinggi yaitu 73,9 hari. Bukan berarti bahwa satker-satker yang telah
mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008 dan telah tersertifikasi, tidak lebih baik
dari pada yang belum mengimplementasikannya, tetapi dikarenakan belum ada satu pun satker
yang menggunakan intra-LIPI sebagai sarana implementasi SMM satker tersebut.
141
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
Gambar 4 Rerata akses sivitas satker-satker LIPI di intra-LIPI di tahun 2015
5.
KESIMPULAN
Sebagai lembaga penelitian tertua di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
terdiri dari 50 satuan kerja, sampai akhir 2014, telah ada 18 satuan kerja di LIPI yang
mengimplementasikan SNI ISO 9001:2008 dan telah mendapatkan sertifikatnya. Dalam makalah
142
Prosiding PPI Standardisasi 2015 – Jakarta, 10 November 2015
terdahulu (Syukri dkk, 2015), telah dibahas masalah-masalah yang dihadapi oleh 17 satuan kerja
di LIPI dalam implementasi SMM di satker masing-masing, dengan metode penelitian campuran
antara metode kuantitatif dan kualitatif (mix methods). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan
bahwa dari 18 satker yang telah diperoleh datanya ada 9 satker menghadapi masalah SDM, 8
satker bermasalah di sarana prasana dan dokumentasi SMM, 7 satker masih memiliki masalah di
proses, 5 satker bermasalah di rekaman mutu, dan 3 satker masih memiliki masalah lain di luar
SMM, dan komunikasi tidak menjadi masalah bagi satker-satker LIPI yang telah tersertifikasi SNI
ISO 9001:2008.
Dalam makalah ini, yang para peneliti berfokus kepada bahasan komunikasi SMM di
satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 maupun yang belum tersertifikasi,
ternyata pola komunikasi satker-satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 tersebut masih
menggunakan media komunikasi offline (pertemuan langsung dan berbasis paper) dan belum
mengoptimalkan penggunaan media online, termasuk intra-LIPI padahal teknologi informasi dan
komunikasi dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi implementasi SMM di organisasi; terbukti
dengan akses rata-rata 18 satker yang telah tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 adalah 53,6 hari,
sedangkan 32 satker yang belum tersertifikasi SNI ISO 9001:2008 akses rata-ratanya ternyata
lebih tinggi yaitu 73,9 hari.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. SNI ISO/IEC 17025:2005 Klausul 5.9
Hadi A, 2007, Pemahaman dan penerapan ISO/IEC 17025:2005, Persyaratan Umum
Kompetensi Laboratorium Penguji dan Laoratorium Kalibrasi, hal 125, 335-338.
Hidayati, A. Dogmatis, Spekulatif, Verifikatif dan Falsifikatif, http:\tugas\verifikasi\dogmatis,
anis_hidayati.htm. diakses tgl 9 Oktober 2013 pkl 07.10 WIB
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers
Limited, New York.
Kenkel, J., 2002, Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition., CRC Press, U.S.A.
Komite Akreditasi Nasional. KAN-G-06 KAN Guide on Measurement Assurance
Mandel, BJ, 1969. "The Regresi Control Chart" Journal of Kualitas Teknologi 1 (1):. 1-9.
Oakland, J. (2002). Statistical Process Control. ISBN 0-7506-5766-9.
Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry, Prentice
Hall PTR, New Jersey, USA.
Shewhart, WA (1939). Metode statistik dari Viewpoint Quality Control. ISBN 0-486- 65232-7
Susanna Tuning S, Samin, 2012, Pengendalian Mutu Hasil Uji Unsur-unsur Ca dan Mg dalam air
tangki reaktor dengan metode AAS, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah, BATAN.
http://learningspc.blogspot.com/2011/04/teori-dasar-statistical-process-control.html
http://blh.jogjaprov.go.id, Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Hasil Uji Laboratorium
143