KONSEP MUTU DAN PARADIGMA PENJAMINAN MUT
KONSEP MUTU
DAN PARADIGMA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Makalah Tugas Kelompok Evaluasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan Dosen Pengampu: 1. Prof. Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc.
2. Prof. Dr. Fatkhuruddin, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok IV Rombel I
DEDY HERIYANTO
WACHID NUGROHO
NIM. 0102514044
AGUS SAEFUDIN
NIM. 0102514057
AKHMAD KUSFANDI
NIM. 0102514064
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG APRIL 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pula makalah dengan judul “Konsep Mutu dan Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan ” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Evaluasi dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc. yang telah membuka wawasan kami tentang evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan;
2. Prof. Dr. Fatkhuruddin, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang bagaimana evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan;
3. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa sebagaimana kata pepatah tak ada gading yang tak retak , makalah ini pun masih terdapat kekurangan. Saran dan masukan demi
perbaikan sangat dinantikan. Kami berharap semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita semua dalam mengabdi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.
Semarang, 11 April 2015 Dedy Heriyanto
Wachid Nugroho
/ NIM. 0102514044
Agus Saefudin
/ NIM. 0102514057
Akhmad Kusfandi
/ NIM. 0102514064
ABSTRAK KONSEP MUTU DAN PARADIGMA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Oleh: Dedy Heriyanto / NIM. 0102514038 Syahriyati / NIM. 0102514040 Wachid Nugroho / NIM. 0102514044 Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057 Akhmad Kusfandi / NIM. 0102514061
Tujuan penulisan makalah ini, adalah: (1) menjelaskan konsep mutu, (2) menguraikan konsep manajemen mutu terpadu (total quality management) , (3) menjelaskan penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu pendidikan, (4) menjelaskan konsep paradigma penjaminan mutu pendidikan, dan (5) mengkritisi implementasi proses dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan (quality assurance in education) dalam idealisme praksis pendidikan melalui sistem akreditasi.
Sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan harus dibangun dan dikembangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya saing, citra, dan akuntabilitas publik. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pda proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input , komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stake holders .
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggungjawab satuan pendidikan yang harus didukung oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing serta peran serta masyarakat. Implementasi penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan hingga saat ini masih menghadapi berbagai macam permasalahan antara lain: (1) belum tersosialisasikannya secara utuh Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan mutu pendidikan; (2) pelaksanaan penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan masih terbatas pada pemantauan komponen mutu di satuan pendidikan; (3) pemetaan mutu masih dalam bentuk pendataan pencapaian mutu pendidikan yang belum terpadu dari berbagai penyelenggara pendidikan; dan (4) tindak lanjut hasil pendataan mutu pendidikan yang belum terkoordinir dari para penyelenggara dan pelaksana pendidikan pada berbagai tingkatan.
Kata Kunci: konsep mutu, penjaminan mutu pendidikan, paradigma penjaminan mutu pendidikan
ABSTRACT
CONCEPT OF QUALITY ASSURANCE AND QUALITY EDUCATION PARADIGM
By: Dedy Heriyanto / NIM. 0102514038 Syahriyati / NIM. 0102514040 Wachid Nugroho / NIM. 0102514044 Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057 Akhmad Kusfandi / NIM. 0102514061
The purpose of this paper, are: (1) explain the concept of quality, (2) outlines the concept of total quality management, (3) describes the preparation of a planning strategy to improve the quality of education, (4) to explain the concept of the paradigm of education quality assurance, and (5) criticized the implementation process and the implementation of quality assurance of education in a practical idealism education through accreditation system.
System development and improvement of education quality should be built and developed nationally in an effort to improve competitiveness, image, and public accountability. Quality assurance activities directed pda process to build trust by way of eligibility or minimum standards on the input component, component or process and outcome results as expected by stakeholders.
Assurance and quality improvement of education is the responsibility of the educational unit that must be supported by the government, the provincial government and local government district / city in accordance with their respective authorities and community participation. Implementation and impr ovement of education quality assurance is still facing various kinds of problems, among others: (1) has not been fully socialized National Education Standards as a reference the quality of education; (2) the implementation of quality assurance and improvement of education is limited to monitoring the quality of the components in the educational unit; (3) mapping data quality is still in the form of educational attainment are not yet integrated quality of various education providers; and (4) follow-up of the data quality of education that has not been coordinated from the organizers and executors of education at various levels.
Keywords: concept of quality, quality assurance of education, educational quality assurance paradigm
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan bidang pendidikan sangat menentukan pembentukan SDM berkualitas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanah Pembukaan UUD 1945. Bangsa yang cerdas dengan kebudayaan dan berperadaban unggul merupakan cita-cita para founding fathers yang bisa diwujudkan dengan proses pendidikan yang terstruktur dan sistematis.
Kemajuan dan kejayaan suatu negara (bangsa) bukan ditentukan umur negara tersebut. Ketersediaan sumber daya alam di suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Para eksekutif dari negara maju dan dari negara terbelakang sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Apalagi ras atau warna kulit juga bukan faktor penyebab kemajuan suatu bangsa. Para imigran yang dikatakan pemalas di negara asalnya ternyata sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.
Sesungguhnya faktor ataupun penyebab kemajuan dan kejayaan suatu negara (bangsa) adalah pada sikap/perilaku dan kemampuan berpikir masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang masa melalui kebudayaan dan proses pendidikan. Pendidikan merupakan peristiwa interaksi individu dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan (nilai-nilai positif kehidupan). Secara umum pendidikan dimaknai dari dua perspektif, sebagai proses belajar yang dibentuk secara alami/natural (yaitu ranah pendidikan informal dalam keluarga) dan proses pembelajaran yang direncanakan dan dirancang, by design (ranah pendidikan formal sekolah). Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat, ternyata bahwa
mayoritas penduduk di negara maju menerapkan prinsip-prinsip dasar perilaku tersebut dalam kehidupan keseharian.
Diantara prinsip dasar positif nilai-nilai kehidupan tersebut adalah etika, kejujuran dan integritas, tanggung jawab, taat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada hak orang/warga lain, cinta pada pekerjaan/profesi, berusaha keras untuk menabung dan investasi, mau dan mampu bekerja keras dan cerdas, serta sadar waktu, sadar mutu, dan sadar biaya. Di negara terbelakang/miskin/ ’berkembang’, hanya sebagian kecil masyarakatnya yang mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Jadi, negara-negara yang dikategorikan terbelakang/lemah/miskin karena perilaku masyarakatnya yang kurang/tidak baik. Mereka kurang kemauan untuk mematuhi, menghayati, serta menerapkan prinsip-prinsip dasar kehidupan yang memungkinkan mereka pantas membangun masyarakatnya sehingga memiliki aspek budaya, sosial dan perekonomian bangsa dan negara yang unggul dan berkembang.
Ternyata proses pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam UU Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan mempunyai peran besar dalam kehidupan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan selama ini juga tidak terlepas dari sebuah proses pendidikan. Kehidupan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas system pendidikan yang diterapkan pada bangsa tersebut. Pendidikan akan memproduksi manusia kreatis yang mampu menjawab persoalan sebuah bangsa. Pendidikan dengan kata lain mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak zaman dahulu hingga memasuki zaman globalisasi saat ini.
Sistem pendidikan di Indonesia dirancang dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM (UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 3). Fungsi sIstem pendidikan nasional menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 adalah :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
UUSPN tersebut menyatakan kualitas sumber daya manusia yang diinginkan oleh bangsa Indonesia adalah kualitas yang menyeluruh. SDM yang berkualitas tidak hanya dilihat dari penguasaan ilmu pengetahua semata.
Kemajuan dan perbaikan mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor. Dalam perspektif kebijakan pemerintah, salah satu faktor penilaian kemajuan dan pencapaian mutu pendidikan yang ideal bisa dilihat dari sudut pandang pelaksanaan 8 Standar Nasional Pendidikan (PP No 19 Tahun 2005) atau proses dan sistem penjaminan mutu pendidikan (Permendiknas No 63 Tahun 2009).
Dalam perspektif global, secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu pendidikan nasional terletak pada mutu pendidikan (sekolah) dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar di kelas. Mutu kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai siswa. Oleh karena itu menjadi jelas dan nyata bahwa peningkatan mutu terjadi di lingkungan sekolah/kelas, bukan di kantor birokrasi pendidikan (Djam’an Satori, 2014 : 2).
Rosalina Ginting dan Titik Haryati (2012 : 8) menyatakan bahwa mutu pendidikan merupakan isu yang sangat penting dan kompleks karena melibatkan berbagai komponen dan dimensi yang saling berkaitan satu sama lainnya, mencakup konteks dan proses yang terus berkembang, dalam konteks pendidikan khususnya di sekolah sebagai unit satuan pendidikan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskankan beberapa masalah yang berhubungan dengan konsep mutu dan paradigm penjaminan mutu pendidikan. Masalah-masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep mutu dibangun dan dikembangkan sehingga bisa menjadi kerangka acuan pelaksanaan sistem pendidikan nasional?
2. Apa dan bagaimana konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) yang ideal sehingga dapat diimplementasikan secara menyeluruh dalam sistem pendidikan bangsa?
3. Bagaimana penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu pendidikan untuk
menjawab tantangan dan berbagai permasalahan pendidikan modern saat ini?
4. Bagaimana konsep dan paradigma penjaminan mutu pendidikan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa?
5. Bagaimana implementasi proses dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan ( quality assurance in education) dalam idealisme praksis pendidikan di lapangan?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sejalan dengan perumusan masalah di atas, yaitu :
1. Menjelaskan dan mendeskripsikan konsep mutu yang dibangun dan dikembangkan
sehingga bisa menjadi kerangka acuan pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
2. Menguraikan dan menganalisis konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) yang ideal sehingga dapat diimplementasikan secara menyeluruh dalam sistem pendidikan suatu bangsa.
3. Menjelaskan dan memaparkan penyusunan strategi perencanaan peningkatan mutu pendidikan untuk menjawab tantangan dan berbagai permasalahan pendidikan modern saat ini.
4. Menjelaskan dan menguraikan konsep paradigma penjaminan mutu pendidikan yang dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.
5. Menganalisis dan mengkritisi bagaimana implementasi proses dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan ( quality assurance in education) dalam idealisme praksis pendidikan melalui sistem akreditasi.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Mutu
Mutu menurut Edward Sallis (1993:24) adalah kepuasan terbaik dan tercapainya kebutuhan/keinginan pelanggan. Dan menurut Hoy (2000:15), yaitu “Quality is often defined in term of outcomes to match a customer’s satisfaction”, mutu adalah kepuasan terhadap lulusan berkualitas dan pelayanan yang baik .
Berkaitan dengan manajemen mutu modern, Joseph M. Juran (1980:18) mengembangkan konsep trilogi kualitas, yaitu: perencanaan kualitas ( quality planning ), pengendalian kualitas ( quality control ) dan perbaikan kualitas ( quality improvement ). Perencanaan kualitas ( quality planning ), yaitu suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan dengan cara: memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen, menentukan market segment (segmen pasar) produk, mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan permintaan konsumen, dan mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk.
Pengendalian kualitas ( quality control ), yaitu suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki. Caranya: mengevaluasi performa produk, membandingkan antara performa aktual dan target, serta melakukan tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan.
Sedangkan perbaikanan kualitas ( quality improvement ), yaitu suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Caranya: mengidentifikasi proyek perbaikan ( improvement ), membangun infrastruktur yang memadai, membentuk tim, melakukan pelatihan- Sedangkan perbaikanan kualitas ( quality improvement ), yaitu suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Caranya: mengidentifikasi proyek perbaikan ( improvement ), membangun infrastruktur yang memadai, membentuk tim, melakukan pelatihan-
B. Konsep Manajemen Mutu Terpadu (TQM : Total Quality Management) Istilah manajemen mutu terpadu sebagai padanan pengertian total quality management (TQM) didasarkan pada kepercayaan bahwa semua aktivitas organisasi terfokus pada memperbaiki produk. Mutu dalam pengertian TQM tidak hanya dilihat dari hasil akhir saja. Suatu organisasi atau lembaga memandang bahwa penciptaan suatu produk atau jasa dapat dilihat dalam setiap proses kegiatan. Gambaran mutu tersebut tentunya membutuhkan dukungan semua pihak dalam upaya pemeliharaan mutu. TQM oleh Karena itu digambarkan sebagai komitmen total semua karyawan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus.
Edward Sallis (2012 : 75-76) menguraikan bahwa TQM biasanya digunakan untuk mendeskripsikan dua gagasan yang sedikit berbeda namun saling berkaitan. Yang pertama adalah filosofi perbaikan secara terus-menerus. Kedua, untuk mendeskripsikan alat-alat atau teknik-teknik, seperti brainstorming dan analisis lapangan, yang digunakan untuk membawa peningkatan mutu. TQM adalah sebuah pola pikir sekaligus aktivitas praktis.
BAB III PEMBAHASAN
A. Konsep Mutu dalam Pendidikan
Praktek pendidikan dapat dianalogikan dengan industri khususnya industri jasa. Sekolah dapat dianggap sebagai lembaga yang memproduksi dan menjual jasa ( service ) kepada para pelanggannya. Pelanggan jasa pendidikan yang di produksi oleh sekolah terdiri dari pelanggan primer yaitu siswa, pelanggan sekunder yaitu orang tua dan masyarakat atau penyandang dana, dan pelanggan tersier yaitu pemakai lulusan sekolah yang terdiri dari lembaga pendidikan yang lebih tinggi dan dunia kerja. Pelanggan sekunder dan tersier, yaitu orang tua, masyarakat penyandang dana dan pemakai lulusan, bisa disebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan di sekolah ( stakeholders ).
Dengan berpegang kepada konsep mutu sebagaimana dijelaskan di atas, apabila konsep modern digunakan, maka mutu sekolah haruslah ditentukan oleh pelanggannya, yakni siswa dan stakeholders , bukan oleh produsen yaitu sekolah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu memberikan layanan atau jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya.
Apakah sekolah dapat memberi layanan yang sesuai atau melebihi kepuasan para pelanggannya merupakan pertanyaan kunci dalam menilai mutu suatu sekolah. Untuk menilainya diperlukan adanya kriteria-kriteria penilaian pada masing-masing dimensi mutu. Menurut Sanusi (1990), dimensi-dimensi itu meliputi dimensi hasil belajar, dimensi mengajar, bahan kajian, dan dimensi pengelolaan. Dimensi hasil belajar dapat dipandang sebagai mutu output sedangkan dimensi pengelolaan dan mutu mengajar sebagai mutu proses, sementara dimensi bahan kajian sebagai mutu input. Berbagai dimensi tersebut dapat dipandang sebagai sumber-sumber mutu sekaligus sebagai fokus mutu dalam penjaminan mutu sekolah.
Secara umum, mutu dalam pendidikan dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001).
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkt kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input, sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan ( enjoyable learning ), mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan ( enjoyable learning ), mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang idajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam : (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-lomba akademik ; dan (2) prestasi non- akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan.
Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler, serta terbentuknya karakter/ soft skill yang handal pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Keunggulan karakter/ soft skill dapat dilihat dari sikap dan budaya peserta didik pada lingkungan kehidupan social baik di sekolah, keluarga, maupun pergaulan di masyarakat.
B. Konsep TQM ( Total Quality Management ) dalam Pendidikan
TQM adalah sebuah pendekatan praktis, namun strategis, dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan dan kliennya. Tujuannya adalah untuk mencari hasil yang lebih baik. TQM bukan sekumpulan slogan, namun merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-hati untk mencapai tingkatan kualitas yang tepat dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan TQM adalah sebuah pendekatan praktis, namun strategis, dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan dan kliennya. Tujuannya adalah untuk mencari hasil yang lebih baik. TQM bukan sekumpulan slogan, namun merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-hati untk mencapai tingkatan kualitas yang tepat dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan
Sebagai sebuah pendekatan, TQM mencari sebuah perubahan permanen dalam tujuan sebuah organisasi, dari tujuan ‘kelayakan’ jangka pendek menuju tujuan perbaikan mutu jangka panjang. Institusi yang melakukan inovasi secara konstan, melakukan perbaikan dan perubahan secara terarah, dan mempraktikkan TQM, akan mengalami siklus perbaikan secara terus-menerus. Semangat tersebut akan menciptakan sebuah upaya sadar untuk menganalisis apa yang sedang dikerjakan dan merencanakan perbaikannya. Untuk menciptakan kultur perbaikan terus-menerus, seorang manajer harus mempercayai stafnya dan mendelegasikan keputusan pada tingkatan-tingkatan yang tepat. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan staf sebuah tanggung jawab untuk mencapaikan mutu dalam lingkungan mereka. Staf membutuhkan kebebasan kerja dalam kerangka kerja yang sudah jelas dan tujuan organisasi yang sudah diketahui.
Konsep TQM selanjutnya menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup dan menekankan pada tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga sekolah kea rah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur sekolah yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.
Kultur sekolah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembangan media massa dan lain Kultur sekolah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembangan media massa dan lain
Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel ketiga yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling dekat dan paling menentukan mutu lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM memilki hubungan timbal balik dengan realitas sekolah. Di sampi ng itu juga dipengaruhi oleh fak tor internal sekolah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah seperti struktur organisasi, bagaimana pemilihan kepala sekolah, pengangkatan guru. Faktor internal ini akan mempengaruhi pandangan dan pengalaman sekolah. Selain itu, pandangan dan pengalaman sekolah juga akan dipengaruhi oleh faktor eksternal.
C. Strategi Perencanaan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tantangannya
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembaga dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien. Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang ada dan kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil ( the output oriented strategy ), strategi yang menekankan pada proses ( the process oriented strategy ), dan strategi komprehensif ( the comprehensive strategy ).
Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down , di mana hasil yang akan dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari atas, bisa dari pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, ataupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil yang harus dicapai telah dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar.
Untuk mencapai standar yang telah ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan berbagai standar yang lain, seperti standar proses, standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar tenaga pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan umum, sehingga apabila diikuti dengan pedoman, pengendalian dan pengorganisasian yang baik serta kebijakan yang memberikan dorongan sekaligus ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan akan sangat efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut strategi ini juga mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin besar antara sekolah yang maju dan sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-asaan. Untuk strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena sekolah memilki peran yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka akan muncul semangat dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari masing- masing sekolah. Gerakan untuk memperkuat diri dengan bekerja sama di antara sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara nasional.
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebut strategi yang komprehensif ( the comprehensive strategy ). Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebut strategi yang komprehensif ( the comprehensive strategy ). Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula
Strategi peningk a tan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada strategi yang ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai standar nasional yang menjadi acuan sekolah, namun sekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan manajemen berbasis sekolah dan kurikulum berbasis kompetensi dengan kewenangan sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (setelah dievaluasi Kurikulum 2013 ternyata belum siap diimplementasikan). Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua komponen sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk meningkatkan mutu mencakup membangun kapasitas level birokrat, sekolah dan kelas.
1. Membangun kapasitas level birokrat
Membangun kapasitas ( capacity building ) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a) pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b) infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c) Membangun kapasitas ( capacity building ) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a) pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b) infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c)
Membangun kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menekankan pada penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Variabel yang diperlukan dalam pengembangan kapasitas birokrat institusional antara lain visi, skills , incentive , sumber daya, dan program.
Di bidang infrastruktur, pembangunan kapasitas pada level birokrat kantoran, keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room paling tidak memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi pendidikannya dan data yang senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun. Disamping itu diperlukan juga suatu sistem, mekanisme dan dan prosedur pelatihan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan data dan fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan berbagai skenario peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau wilayah. Disamping itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran perlu dikaji dan ditentukan scenario bagaimana pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatan kemampuan guru secara berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu guru harus ditekankan pada pemberdayaan dan pen-dinamisasi-an KKG, MGMP, dan MKKS. Dinamisasi ini ditujukan untuk dua hal, yaitu ; a) meningkatkan interaksi akademik antara guru dan kepala sekolah, b) untuk mengembangkan kemampuan di kalangan guru melalui refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.
Dalam aspek pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran harus mempersiapkan rancangan pengadaan gueu, baik karena lingkaran proses pensiun sudah mulai muncul maupun perluasan pelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditunda lagi.
Peningkatan kemapuan profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada emapat sasaran, yaitu; 1) kemampuan melaksanakan PBM secara individual, 2) kemampuan melaksanakan PBM dan mengembangkan kurikulum secara berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir, memimpin, menjalin, hubungan, dan memecahkan masalah secara individual dan, 4) kemampuan untuk bekerja sama memajukan sekolah.
2. Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan membangun kelompok atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana akan menuju dan dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas diarahkan pada sekolah sebagai suatu system dan juga level kelas sebagai inti dari sekolah.
Secara teoritis dalam membangun kapasitas sekolah ada beberapa konsep yang diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu ; pertama, dalam membangun kapasitas sekolah individu memegag peranan penting. Individu dalam hal ini bisa kepala sekolah, guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan kaitan kerja di antara individu-individu yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang solid. Ketiga, terdapat suatu sistem dan mekanisme yang mendorong dan memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan meningkatkan kemampuan individu dan kauitas kerjasama. Keempat, keberadaan pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust , keutuhan sosial, dan kebersamaan yang tulus. Jadi, membangun kapasitas mencakup membangun diri idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup ; mengembangkan visi dan misi, mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah, mengembangkan kultur sekolah, mengembangkan
a learning school , dan melibatkan orang tua, alumni dan masyarakat serta memahami tantangan yang
dihadapi kepala sekolah.
3. Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi di ruang kelas. Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar mengajar di ruang kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas sekolah harus membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkan interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari kegiatan di sekolah.
Interaksi memiliki dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang positif akan melahirkan energi yang positif yang akan mendukung peningkatan mutu. Sebaliknya interaksi negatif akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya peningkatan mutu. Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar di kelas muncul interaksi guru dan siswa yang bersifat positif.
Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas level kelas antara lain ; a) memahami hakekat proses belajar mengajar, b) memahami karakteristik kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan pembelajaran, d) meningkatkan kemampuan mengelola kelas, e) tantangan guru.
Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah
Di bawah ini akan diuraikan beberapa tantangan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah secara umum, yaitu:
1. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta did ik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
2. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar, sistem pendidikan dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standarisasi pendidikan di Indonesia Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Peserta didik terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak peduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan Peserta didik terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak peduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan
4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat
menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan.
5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih
terbatas.
6. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di
Indonesia yang timpang.
7. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentangan kebijakan pendidikan
gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tertentu di daereh, sehingga masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri.
8. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan.
D. Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan
Penjaminan mutu pendidikan formal, nonformal, dan informal telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional diarahkan pada upaya mewujudkan daya saing, pencitraan publik, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Tolok ukur efektivitas implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari ketercapaian indikator-indikator mutu penyelenggaraan pendidikan yang telah ditetapkan BNSP dalam delapan (8) standar nasional pendidikan (SNP).
Dasar hukum upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP. Sedangkan tujuan antara yang hendak dicapai melalui sistem penjaminan mutu pendidikan ini adalah adalah terbangunnya Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, meliputi:
1. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal;
2. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam penjaminan mutupendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program pendidikan, penyelenggarasatuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah;
3. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal;
4. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan;
5. Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah.
Paradigma Penjaminan Mutu Pendidikan yang dikembangkan adalah:
1. Pendidikan untuk semua yang bersifat inklusif dan tidak mendiskriminasi peserta didik atas dasar latar belakang apa pun;
2. Pembelajaran sepanjang hayat berpusat pada peserta didik yang memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi insan pembelajar mandiri yang kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan; dan
3. Pendidikan untuk perkembangan, pengembangan, dan/atau pembangunan berkelanjutan ( education for sustainable development ), yaitu pendidikan yang mampu mengembangkanpeserta didik menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip:
1. Keberlanjutan;
2. Terencana dan sistematis, dengan kerangka waktu dan target-target capaian mutu yang jelas dan terukur dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan nonformal;
3. Menghormati otonomi satuan pendidikan formal dan nonformal;
4. Memfasilitasi pembelajaran informal masyarakat berkelanjutan dengan regulasi negara yangeminimal mungkin;
5. SPMP merupakan sistem terbuka yang terus disempurnakan secara berkelanjutan.