ORGAN ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMIN

ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZATZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN
PADA TERNAK

“PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN TERNAK”

Oleh :

FADIL
O 121 14 029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis berupa kesehatan rohani dan jasmani sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ORGAN-ORGAN
PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT
PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA
TERNAK“ diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya penulis mengucapkan
terima kasih.

Palu, 12 Oktober 2015

Penulis

ii
2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….........iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………............4
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………............6
1.3. Tujuan Pembahasan………………………………………….................6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pencernaan…………………………………………………….7
2.2. Senyawa Alami Dalam Nabati………………………………….............7
2.3. Definisi Nitrat……………………………………………..……………7
III. PEMBAHASAN
3.1. Organ-Organ Pencernaan Ternak Ruminansia…………………............9
3.1.1. Mulut……………………………………………..……………..........9
3.1.2. Esophagus……………………………………………..…….............10
3.1.3. Lambung……………………………………………………….........10
3.1.4. Rumen……………………………………………..…………...........10
3.1.5. Retikulum……………………………………………..……….........11
3.1.6. Omasum………………………………………………………..........11
3.1.7. Abomasum……………………………………………..……............12
3.1.9. Usus Halus (Intestinum Tenue) …………………………………….12

3.1.20. Usus Besar (Large Intestine) ……………………………………...13
3.1.21. Rectum……………………………………………..………............14
3.2. Zat Toksit Pada Pakan Nabati…………………………………………14
3.2.1. Karbohidrat……………………………………………..…………...14
3.2.1.1. Glikosida……………………………………………..………........14
3.2.1.2. Glikosid Yang Mengandung Sianida (Cyanogenetic Glucosides)..14
3.2.1.3. Amygdalin……………………………………………..………….15
3.2.1.4. Saponin……………………………………………..……………..16
3.2.2. Protein……………………………………………..………………...17
3.2.2.1. Peptida……………………………………………..……………...18
3.2.2.2. Mimosine………………………………………………………….18
3.2.2.3. Jengkolic Acid……………………………………………..……...18
3.2.2.4. Lathyrogen ……………………………………………..…………19
3.2.2.5. Asam-Asam Amino Selenium…………………………………….19
3.2.2.6. LDopa……………………………………………..………………20
3.3.1. Vitamin……………………………………………..……………….20
3.3. Mekanisme Keracunan Pada Ternak………………………………….20
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


iii
3

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami
bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan
makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses
pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi
empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut
bulu) dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia,
rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan
retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan
sebanyak sekitar 100 lembar (Mindelwill, 2006).
Pada umumnya pangan dikonsumsi karena citarasanya dan terutama karena
kandungan gizinya, yaitu senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi tubuh baik
sebagai sumber energi, bahan pembangun jaringan maupun senyawa-senyawa
yang berfungsi membantu proses metabolisme sehingga tubuh dalam kondisi
sehat. Namun demikian, selain mengandung zat atau senyawa-senyawa yang

sangat penting tersebut kadang bahan pangan mengandung senyawa-senyawa
yang

beracun

atau

yang

berpotensi

mengganggu

kesehatan

sehingga

keberadaannya tak dikehendaki. Kelompok senyawa-senyawa non-gizi dan
berpotensi membahayakan kesehatan ini penting dipelajari dalam kaitannya
dengan keamanan pangan. (Liener IE. ed, 1969)

Secara kimiawi, senyawa-senyawa ini sangat beragam mulai yang paling
sederhana berupa garam anorganik sampai makromolekul yang berat molekulnya
tinggi. Senyawa-senyawa ini terdapat secara alami dalam bahan-bahan yang
berasal dari tanaman (nabati), dari hewan (hewani), atau diproduksi oleh mikrobia
dan juga berupa kontaminan-kontaminan. Senyawa-senyawa tersebut berbedabeda sifat-sifatnya dan tingkat potensinya dalam membahayakan kesehatan mulai

4

yang menimbulkan keracunan akut (segera) sampai yang sifatnya kronis (jangka
lama).
Dalam mempelajari kimia hasil pertanian, hal-hal yang perlu dipelajari
berkaitan dengan senyawa-senyawa toksit ini terutama adalah sifat-sifat dasar
senyawa tersebut, sumber dan rute masuknya ke bahan pangan, pengaruhnya
dalam sistem tubuh (biologis) yang mempunyai konsekuensi terhadap segi
keamanan pangan, serta prinsip-prinsip pengendaliannya yaitu bagaimana
mengurangi atau menghilangkan potensi bahayanya.
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,
seperti dalam tanaman, pupuk dan sebagainya. Sebenarnya nitrat ini kurang
beracun dibandingkan dengan nitrit. Kandungan nitrat dalam hijauan yang
dikonsumsi oleh hewan dalam konsentrasi tinggi, maka nitrat dalam rumen akan

direduksi menjadi nitrit oleh bakteri rumen dan dapat mematikan hewan.
Perubahan nitrat menjadi nitrit ini tidak hanya terjadi dalam rumen, tetapi dapat
juga terjadi pada waktu proses pencincangan/perlakuan fisik pada hijauan sebelum
diberikan pada hewan ternak. Pada hijauan yang mengandung nitrat cukup tinggi,
kemudian pada perlakuan pencincangan akan ada reaksi panas (gesekan) yang
akan membantu terjadinya reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit dalam hijauan
tersebut. Begitu juga, kondisi panas dalam penyimpanan harus dihindarkan
dengan cara ventilasi udara harus cukup, terutama apabila penyimpanannya dalam
suatu tempat yang tertutup, misalnya gudang (Jones, 1993).
Jumlah nitrat yang mengakibatkan keracunan pada ternak bervariasi,
tergantung pada jumlah nitrat yang dikonsumsi, jenis makanan dan jumlah
karbohidrat dalam makanan (Vermunt dan Visser, 1987). Setelah terjadi
perubahan nitrat menjadi nitrit, maka nitrit ini akan diserap ke dalam aliran darah
sehingga akan mengoksidasi ferrous menjadi ferric dalam haemoglobin (Hb) dan
mengubah Hb menjadi methaemoglobin (MetHb). Apabila perubahan Hb menjadi
MetHb ini mencapai 20-30% dari nilai Hb.

5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang diatas, kami merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa Saja Organ-Organ Pencernaan Pada Ternak Ruminansia?
2. Apa Saja Zat-Zat Toksit Alamiah Pada Pakan Nabati?
3. Bagaimana Mekanisme Keracunan Pada Ternak?
1.3. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui apa
saja organ-organ pencernaan pada ternak ruminansia, apa saja zat-zat toksit
alamiah pada pakan nabati dan bagaimana mekanisme keracunan pada ternak.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pencernaan
Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami
bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan
makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses
pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi
empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut

bulu) dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia,
rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan
retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan
sebanyak sekitar 100 lembar (Mindelwill, 2006).
2.2. Senyawa Alami Dalam Nabati
Pada umumnya pangan dikonsumsi karena citarasanya dan terutama karena
kandungan gizinya, yaitu senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi tubuh baik
sebagai sumber energi, bahan pembangun jaringan maupun senyawa-senyawa
yang berfungsi membantu proses metabolisme sehingga tubuh dalam kondisi
sehat. Namun demikian, selain mengandung zat atau senyawa-senyawa yang
sangat penting tersebut kadang bahan pangan mengandung senyawa-senyawa
yang

beracun

atau

yang

berpotensi


mengganggu

kesehatan

sehingga

keberadaannya tak dikehendaki. Kelompok senyawa-senyawa non-gizi dan
berpotensi membahayakan kesehatan ini penting dipelajari dalam kaitannya
dengan keamanan pangan. (Liener IE. ed, 1969)
2.3. Definisi Nitrat
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,
seperti dalam tanaman, pupuk dan sebagainya. Sebenarnya nitrat ini kurang
beracun dibandingkan dengan nitrit. Kandungan nitrat dalam hijauan yang
dikonsumsi oleh hewan dalam konsentrasi tinggi, maka nitrat dalam rumen akan

7

direduksi menjadi nitrit oleh bakteri rumen dan dapat mematikan hewan.
Perubahan nitrat menjadi nitrit ini tidak hanya terjadi dalam rumen, tetapi dapat

juga terjadi pada waktu proses pencincangan/perlakuan fisik pada hijauan sebelum
diberikan pada hewan ternak. Pada hijauan yang mengandung nitrat cukup tinggi,
kemudian pada perlakuan pencincangan akan ada reaksi panas (gesekan) yang
akan membantu terjadinya reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit dalam hijauan
tersebut. Begitu juga, kondisi panas dalam penyimpanan harus dihindarkan
dengan cara ventilasi udara harus cukup, terutama apabila penyimpanannya dalam
suatu tempat yang tertutup, misalnya gudang (Jones, 1993).

8

III. PEMBAHASAN

3.1. Organ-Organ Pencernaan Ternak Ruminansia

Gambar 1. Pencernaan Ternak Ruminansia
3.1.1. Mulut
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan
oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat
saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan
disebarkan ke dalam cavitas oral.
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun
demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum
karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik
terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat
(sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein
yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin,
vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti
testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2.

9

Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi
rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Fungsi saliva adalaah, (a). Membantu Penelanan, (b).
Buffer (ph 8,4 – 8,5), (c). Suplai Nutrien Mikroba (70% urea).
Kelenjar saliva mensekresikan granula sekretorik (zymogen) yang
mengandung enzim-enzim saliva kemudian dikeluarkan dari sel-sel asinar ke
dalam duktus. Jumlah sekresi salisa berbeda-beda, sekresi saliva pada sapi ±150
liter/hari, domba ±10 liter/hari. Organ yang berfungsi mencerna makanan secara
mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis).
3.1.2. Esophagus
Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan
lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang
disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan
agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan
makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus,
terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.
3.1.3. Lambung
Lambung terdiri dari : “kardia, fundus, badan” (sekresi pepsin dan HCl) dan
“pylorus” (sekresi mucus : gastrin). Fungsi lambung adalah sebagai tempat
menyimpan bahan makanan sementara, lambung mengalami proses mekanis dan
kimiawi, adanya gerakan lambung dan cairan lambung bersifat asam. Lambung
terbagi menjadi 4 ruang, yaitu rumen, retikulum, omasum, abomasum.
3.1.4. Rumen
Bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan besar adalah
rumen. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari
diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal.
Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.
Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan

10

fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan
pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid
fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka
untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Fungsi rumen adalah, (a). Tempat
Fermentasi Oleh Mikroba Rumen, (b). Absorbsi : VFA, Ammonia, (c). Lokasi
Mixing, (d). Menyimpan Bahan Makanan → Fermentasi.
3.1.5. Retikulum
Retikulum sering disebut sebagai perut jalang atau hardware stomach.
Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi
rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara
keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen
yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur. (a).
Secara Fisik Tidak Terpisahkan Dari Rumen, (b). Terdapat Lipatan-Lipatan
esophagus yang merupakan lipatan jaringan yg langsung dari esofagus ke
omasum, (c). Permukaan Dalam : Papila → Sarang Laba-Laba (Honey Comb)
perut jala. Fungsi retikulum adalah, (a). Tempat Fermentasi, (b). Membantu
Proses Ruminasi, (c). Mengatur Arus Ingesta Ke Omasum, (d). Absorpsi Hasil
Fermentasi, (e). Tempat Brkumpulnya Benda-Benda Asing.
3.1.6. Omasum
Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya
berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum merupaka
suatu organ seferis yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian
dorsum atau bagian atap. Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari
dengan papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah
kanan rumen dan retikulum persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan
kambing jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak
menyentuh dinding abdominal ruminansia kecil itu.

11

Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang meruncing
yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium
retikulo-omosal, di antara laminae, dan menuju ke orifisium omaso-abdomosal.
Setiap laminae mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang
berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa
muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral.
Dasar omasum seperti juga halnya lembaran-lembaran (lipatan-lipatan)
ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan
abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela terminalia’
yang barang kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahanbahan dari abomasum menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan
bagian dari abomasum. Fungsi omasum adalah sebagai grinder, fermentasi,
filtering dan absorpsi.

3.1.8. Abomasum
Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal
orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke

omasum. Ph pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum
terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam,
maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi
oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh
enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen
dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk
pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Fungsi
abomasum adalah Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan
protein dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.
3.1.9. Usus Halus (Intestinum Tenue)
Fungsi Usus Halus (Intestinum Tenue) adalah sebagai pencernaan enzimatis
dan absorpsi.

12

Kedalam usus halus masuk 4 sekresi : (a). Cairan Duodenum : Alkalis,
Fosfor, Buffer, (b). Cairan Empedu : Dihasilkan Hati, K dan Na (mengemulsikan
lemak), Mengaktifkan Lipase Pankreas, Zat Warna, (C). Cairan Pankreas : Ion
Bikarbinat Untuk Menetralisir Asam Lambung, (d).Cairan Usus.
Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum,
berdasarkan

pada

perbedaan-perbedaan

struktural

histologis/mikroskopis.

Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat
dengan dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu
mesoduodenum. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian
pertama dari duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah
kaudal pada sisi kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang
ke sisi kiri di belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk
bergabung dengan jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas,
menyatu ke dalam duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.
Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum
bermula dari kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang
(pada duodenum mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan
tidak ada batas yang jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah
ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukan
ileal).
3.1.20. Usus Besar (Large Intestine)
Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan
kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang
turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada
bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak
ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal
(ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa
spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral
ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk

13

spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang
naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal.
Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal
menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan. Fungsi usus
besar adalah sebagai fermentasi oleh mikroba.
3.1.21. Rectum
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang
lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses
sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan
penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan
otot lurik. Fungsi rectum adalah sebagai tempat pembuangan feses.
3.2. Zat Toksit Pada Pakan Nabati
3.2.1. Karbohidrat
3.2.1.1. Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa antara karbohidrat dan zat lain yang
dinamakan radikal aglikon. Radikal aglikon ini dapat melalui proses bersifat toksit
dan dapat dibebaskan dari persenyawaan melalui proses hidrolisa yang dapat
dikatalisa oleh enzim yang ada pada tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Di
laboratorium hidrolisa dapat dilaksanakan dengan penambahan asam encer. Cara
lain untuk membebaskan aglikon ini adalah dengan penggilingan atau pemanasan.
3.2.1.2. Glikosid Yang Mengandung Sianida (Cyanogenetic Glucosides)
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam
tumbuh-tumbuhan, terutama dalam bentuk cyanogenetic glucosides. Pada rumput,
kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji tertentu, diketemukan dalam kadar yang
relatif tinggi. Tiga macam glukosida yang dapat meng-hasilkan sianida dan
diketahui ada pada tumbuh-tumbuhan yang lazim dimakan (edible), adalah (a).

14

Amygdalin pada bitter almonds, dan biji (kernel) buah- buah lain, (b). Dhurrin
pada sorghum, dan rumput-tumput lainnya, (c). Linamarin atau Phaseolunatin pada
kacang-kacangan, seperti koro dan linseed, dan akar berpati seperti singkong.
Lebih terperinci, glikosida ini ada pada bahan-bahan makanan seperti berikut:
singkong (pada daun dan akar), ubi jalar, "yam" (dyoscoreaceae) (pada umbi),
jagung (pada butir), cantel (pada butir), rempah-rempah, tebu, kacang-kacangan
(peas & beans), terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah diketemukan antara

lain pada : jeruk, apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Pada rumput dan tebu,
kadar tertinggi glikosida toksit tersebut terutama ada di pucuk muda tanaman yang
tumbuh di tanah subur. Pada koro krupuk kadar tertinggi ada pada varietas hitam.
Penanaman secara sistematis dari varietas putih dapat banyak mengurangi kadar
linamarin, tetapi mungkin varietas tanpa linamarin tidak dapat diperoleh. Pada
singkong, kadar sianida yang tinggi hanya ada pada varietas pahit, tetapi tidak ada
perbedaan jelas antara varietas pahit dan manis. Seluruh tanaman mengandung
sianida, kadarnya paling tinggi di kulit umbi. Mungkin sianida diperlukan oleh
tanaman untuk perlindungan terhadap serangga.
3.2.1.3. Amygdalin
Amygdalin merupakan suatu glikosida dari benzaldehyde cyanohydrin
(mandelonitrile) bila dihidrolisa lengkap meng-hasilkan glukosa, benzaldehid dan
hidrogensianida (HCN). Hidrolisa dengan alkali atau asam pekat menghasilkan
amyg-dalinic acid.

Hidrolisa dengan enzim berjalan dalam 2 tahap sebagai

berikut :
1. Dhurrin
Dhurrin adalah glikosida dari phydroxy benzaldehyde cyanohydrin, yang
bila

dihidrolisa

menghasilkan

glucose

phydroxy

benzaldehyde,

dan

hidrogensianida (HCN).
2. Linamarin
Linamarin yang antara lain ada pada Koro krupuk (Lima bean, Phaseolus
lunatus) dan singkong (Cassava) adalah glu-kosida dart acetone cyanohydrin.

Bila dihidrolisa dengan enzim Bglukosidase, menghasilkan glukosa dan 2-cyano-

15

2propanol. Hidrolisa lebih lanjut dari 2cyano2propanol dengan enzim oxynitrilase
menghasilkan aseton dan asam sianida (Hydrocyanic acid, HCN). Zat-zat tersebut
di atas termasuk golongan Bglukosida, sukar larut dalam air, sehingga tepat
sebagai pembawa zat- zat toksit seperti sianida, sampai zat toksit ini diperlukan
untuk suatu fungsi biologik. Pengeluaran spontan HCN (autohidrolisa) dari
tanaman dapat terjadi, bila ada enzim glukosidase khusus dan air. Enzim ini
adalah enzim ekstraseluler, sehingga bila sel rusak dapat bereaksi dengan
glukosida. Sifat lain dari enzim ini adalah dapat bereaksi dalam suasana dingin
tapi mudah rusak dengan pemanasan. Autohidrolisa dapat diperbesar bila sesudah
sel-sel rusak, tanaman direndam. Sianida cepat diabsorpsi di saluran pencernaan
bagian atas, juga langsung dapat melalui kulit. Gas HCN cepat di-absorpsi oleh
paru-paru. Sebetulnya ternak secara terus menerus mendapatkan sianida dalam
konsentrasi kecil, tidak hanya dari makanan tetapi juga dari polusi udara, terutama
asap rokok. Adanya jumlah yang kecil sekali dalarn tubuh mungkin dapat
dianggap fisiologis dan mungkin berfungsi menghambat proses oksidasi sel.
Untuk menghilangkan HCN dari makanan, caranya adalah dengan merebus dan
membuang air perebus. Misalnya, sing-kong harus dimakan bila masih segar dan
tidak rusak sel- selnya, atau dikupas dan dicuci dengan air mengalir. Tanrnantanaman lain yang mengandung HCN tidak boleh disimpan lama, dan tidak boleh
rusak (bruised) selama panen, penjualan dan persiapan untuk dimakan. Dan yang
telah direbus tidak boleh dicampur dengan yang segar. Saran lain, singkong yang
pahit, yang berarti mengandung banyak HCN sebaiknya tidak dimakan.
3.2.1.4. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam
tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada
bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap
pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai
bentuk

penyimpanan

karbohidrat,

atau

merupakan

waste

product

dari

metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung
terhadap serangan serangga. Sifat-sifat Saponin adalah : (1). Mempunyai Rasa

16

Pahit, (2). Dalam Larutan Air Membentuk Busa Yang Stabil, (3). Menghemolisa
Eritrosit, (4). Merupakan Racun Kuat Untuk Ikan Dan Amfibi, (5). Membentuk
Persenyawaan Dengan Kolesterol Dan Hidrok-Sisteroid Lainnya, (6). Sulit Untuk
Dimurnikan Dan Diidentifikasi, (7). Berat Molekul Relatif Tinggi, Dan Analisis
Hanya Menghasilkan Formula Empiris Yang Mendekati.
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan
(surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon)
dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid). Berdasarkan atas sifat
kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok : (1). Steroids dengan 27 C
atom, (2). Triterpenoids, dengan 30 C atom.
Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawi-nya, yaitu
berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuhtumbuhan tertentu dapat mem-punyai macam-macam saponin yang berlainan,
seperti : (a). Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin, (b). Alfalfa, (c).
saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin, (d). Soy bean saponin : terdiri

dari 5 fraksi yang berbeda dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam
kedua-duanya.
Kematian pada ternak, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan.
Ternak yang mati karena racun saponin, tidak toksit untuk manusia bila dimakan.
Tidak toksitnya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang
busanya disebabkan oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan
bensiltiogli-kosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat,
isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat
antitiroid. Zat-zat toksit tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan
seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.
3.2.2. Protein
Protein toksit, yang dapat menyebabkan aglutinasi eritrosit, menghambat
pertumbuhan, merusak vitamin, mengurangi aktivitas enzim, dan gejala-gejala
lain diketemukan pada macam-macam bahan makanan, misalnya hemagglutinin
pada kacang kedele (Liener, 1983). Tetapi umumnya tidak merupakan masalah,

17

karena dengan pemanasan protein akan mengalami denaturasi. Lain halnya bila
protein-protein ini ada pada bahan makanan yang dimakan mentah, seperti
macam-macam buah, atau bila pemanasan terlalu singkat.
3.2.2.1. Peptida
Peptida, yang merupakan bagian dari protein, ada yang toksit, misalnya
yang dihasilkan oleh cendawan tertentu. Protein terdiri dari asam-asam amino,
yang satu sama lain berikatan sehingga membentuk peptida. Di antara asam- asam
amino ini ada juga yang toksit, seperti Mimosine.
3.2.2.2. Mimosine
Mimosine suatu asam amino yang mempunyai rumus bangun mirip dengan
tirosin. Mimosine merupakan asam amino dari protein lamtoro kemlandingan,
(Leucaena glauca) yang menyebabkan lamtoro menjadi suatu bahan makanan
yang toksit. Kadar proteinnya tinggi dan rasanya enak, tetapi bila diberikan pada
hewan seperti kuda, sapi, kambing, babi dan binatang laboratorium lainnya dapat
mengakibatkan pertumbuhan berkurang, kondisi umum jelek dengan gejala khas,
yaitu rontoknya bulu. Menurut penelitian Lin dkk. (1964), efek makanan
eksperimen yang mengandung 0,5% lamtoro yaitu lambatnya pertumbuhan dapat
dihilangkan sebagian dengan penambahan fenilalanin, dan dapat dihilangkan
samasekali dengan penambahan tirosin in-vitro. Kadar mimosine dalam biji daun
lamtoro menjadi berkurang bila disimpan pada temperatur lebih tinggi dari 70°C
dan pada keadaan lembab. (Mitsumoto, 1951). Sedangkan hasil penelitian
Yoshida (1944) menunjukkan bahwa penambahan garam FeSO4 pada makanan
tikus yang mengandung lamtoro mengurangi aktivitas mimosine karena absorpsi
mimosine dari saluran pencernaan berkurang.
3.2.2.3. Jengkolic Acid
Biji jengkol (Pithecolobium lobatum) merupakan makanan yang digemari
oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sayangnya sering terdengar keluhan

18

keracunan atau kejengkolan. Keracunan ini disebabkan oleh suatu asam amino,
yaitu djeng-kolic acid (asam jengkol).
Rumus bangun asam jengkol mirip dengan rumus bangun asam amino
sistin, tetapi sistin bukan merupakan pengganti (substitute) ataupun antagonis
untuk asam jengkol. Anggapan Van Veen (1966) adalah, bila asam jengkol dalam
bentuk tidak berikatan dengan zat lain, maka kadarnya adalah 12%. Pada varietas
hitam kadar asam jengkol dapat mencapai sampai 34%. Kejengkolan dapat terjadi
bila reaksi air seni pemakan (consumer) adalah asam, sehingga asam jengkol
mengendap dalam bentuk jarum halus yang dapat merusak ginjal. Untuk
mengatasi hal ini dapat diminum air abu dari macam-macam tumbuh-tumbuhan
yang bereaksi alkalis. Menurut Heyne, keripik jengkol kurang beracun di-banding
dengan bahan semula.
3.2.2.4. Lathyrogen
Lathyrogen adalah suatu asam amino yang tidak umum, yang ada pada

protein dari biji tanaman jenis Lathyrus. Biji ini banyak dimakan antara lain di
India. Gejala dari lathyrism ini adalah kerusakan jaringan saraf, rangka dan
pembuluh darah. Ini disebabkan karena zat toksit tersebut merusak ikatan crosslink antara rantai-rantai polipeptida pada kolagen dan elastin, sehingga tulang dan

dinding pembuluh darah menjadi lemah. Zat toksit ini adalah suatu asam amino,
yaitu B aminopropionitrile (lathyrogen).
3.2.2.5. Asam-Asam Amino Selenium
Asam amino ini LSelenocystine mempunyai unsur Se, sebagai pengganti
unsur S. Tanaman yang mempunyai asam-asam aminoSe in, adalah yang tumbuh
di tanah kaya akan Se. Pada beberapa tanaman kadar Se dapat mencapai 15.000
ppm, sedangkan 10 ppm dalam makanan sudah menunjukkan toksisitas.

19

3.2.2.6. LDopa
Asam amino LDopa mungkin memegang peranan pada penyakit favism,
suatu penyakit akut anemia hemolitik yang disebabkan oleh konsumsi broad
beans (fava beans) atau inhalasi pollen dari kacang babi (Vicia faba). Dalam

tubuh ternak Dopa dapat dibentuk dari tirosin dan dapat dipakai untuk sintesa
hormon epinefrin.
3.3.1. Vitamin
Ada trace elements yang termasuk toksit. Dalam jumlah yang kecil sekali
trace elements seperti Mo dan Se diperlukan oleh ternak. Mo sebagai aktivator

untuk bekerjanya enzim-enzim tertentu dan Se sebagai pengganti vitamin E dalam
beberapa fungsi-fungsinya. Besarnya toksisitas oleh trace elements ini tergantung
dari banyaknya yang dimakan, sifat dan macamnya, dan juga jenis binatang yang
memakannya. Pada umumnya trace elements yang ada pada hasil makanan (food
products) adalah dari tanah di mana tanaman itu tumbuh dan dari polusi, terutama

polusi industri, jadi bukan yang diproduksi sendiri oleh tanaman-tanaman itu.
3.3. Mekanisme Keracunan Pada Ternak
Sebenarnya nitrat sendiri kurang beracun. Setelah hijauan dimakan sapi atau
ternak ruminansia lainnya dan sampai di rumen, maka nitrat ini akan direduksi
oleh mikroba rumen menjadi nitrit. Senyawa nitrit inilah yang bersifat racun. Ion
nitrit yang terbentuk diabsorbsi oleh darah dan masuk ke dalam eritrosit.
Kemudian mengoksidasi ion Fe2+ (ferro) dalam hemoglobin (MetHb). Hb yang
seharusnya berfungsi mengangkut oksigen setelah berubah menjadi MetHb tidak
sanggup lagi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Akibatnya ternak
mengalami sesak nafas karena kekurangan oksigen (hypoxia).
Apabila kadar MetHb dalam darah mencapai 20-30 % dari Hb normal,
mulailah terjadi hypoxia. Jika keadaan ini berlanjut terus, maka akan berakibat
fatal. Kematian akan terjadi jika kadar MetHb mencapai 80-90 % dari Hb normal.
Perubahan Hb menjadi MetHb dapat dideteksi dari perubahan warna darahnya,

20

yaitu warna merah (normal) menjadi warna merah kecoklatan (warna gelap).
Perubahan warna darah ini merupakan ciri spesifik dari gejala keracunan nitrit.
Gejala lainnya adalah sulit bernafas, pernafasan cepat dan pendek-pendek serta
denyut jantung cepat tapi lemah. Pada ternak bunting, kemungkinan terjadi aborsi
pada keracunan nitrat-nitrit yang akut.
Pengambilan rumput / hijauan pada sistem bercocok tanam tumpang sari
yang baru mendapatkan pemupukan urea atau pengambilan rumput yang tumbuh
di sekitar pembuangan kotoran ternak dilaporkan mengandung nitrat yang cukup
tinggi. Ini dapat berbahaya karena berpeluang terjadinya keracunan, bila rumput
tersebut dikonsumsi oleh ternak dalam jumlah yang banyak.
Sebagai langkah untuk mencegah keracunan nitrat adalah jangan
memberikan hijauan pakan yang berasal dari sekitar tempat pembuangan kotoran
ternak, atau yang diambil dari lokasi yang baru dilakukan pemupukan. Untuk
amannya sebaiknya pemotongan hijauan pakan ternak dilakukan 5 minggu setelah
pemupukan. Hijauan sebaiknya dilayukan atau diangin-anginkan terlebih dahulu
sebelum diberikan kepada ternak.

21

IV. KESIMPULAN

Dari ulasan keseluruhan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa saluran
pencernaan ruminansia, pencernaannya secara sistematis terdiri atas mulut,
esophagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum, JeJenum, ileum,
secum, colon, dan rectum. Yang membedakannya dengan system pencernaan nonruminansia adalah pada jumlah lambungnya, non-ruminansia hanya mempunyai 1
lambung, sedangkan ruminansia mempunyai lambung yang terdiri dari 4 bagian
yang masing-masing mempunyai fungsi spesifiik masing-masing. Proses
pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis, fermentatif, dan enzimatis.
Kasus keracunan nitrat-nitrit kebanyakan terjadi pada ternak ruminansia.
Penyebabnya adalah akibat mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat
tinggi, dan secara tidak langsung akibat perlakuan pemupukan baik pupuk alam
maupun pupuk buatan terhadap produksi hijauan pakan. Kasus keracunan nitratnitrit dapat terjadi pada non-ruminansia, kuda dan sebangsanya, dan unggas (ayam
dan itik), bahkan dapat terjadi pada manusia.
Mekanisme keracunan pada ternak sebenarnya nitrat sendiri kurang beracun.
Setelah hijauan dimakan sapi atau ternak ruminansia lainnya dan sampai di
rumen, maka nitrat ini akan direduksi oleh mikroba rumen menjadi nitrit.
Senyawa nitrit inilah yang bersifat racun. Ion nitrit yang terbentuk diabsorbsi oleh
darah dan masuk ke dalam eritrosit. Kemudian mengoksidasi ion Fe2+ (ferro)
dalam hemoglobin (MetHb). Hb yang seharusnya berfungsi mengangkut oksigen
setelah berubah menjadi MetHb tidak sanggup lagi membawa oksigen ke seluruh
jaringan tubuh. Akibatnya ternak mengalami sesak nafas karena kekurangan
oksigen (hypoxia).

22

DAFTAR PUSTAKA

Abrar, A. 2001. Eksplorasi Mikroba Rumen Pendegradasi Sianida. Tesis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Frandson, R. D. 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM
Press.
Jones, T.o. 1988. Nitrat/nitrit poisoning in cattle. In Practice. p. 199-203.
Jones, T.o. 1993. Poison nitrat/nitrit. In Practice. p. 146-147.
Liener IE. (ed). Toxic constituents of plant foodstuffs. Academic Press,
New York, 1969.
Mindelwill, I. 2006. Mikroba dalam rumen sapi.
Prakkasi, A. 2000. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan . Jakarta: UI
Press.
Sutardi. 2002. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Widodo, Wahyu.

2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak.

Malang : UMM Press

23

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124