PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI PENARIKAN GARIS PANGKAL KEPULAUAN

Kresno Buntoro - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI PENARIKAN
GARIS PANGKAL KEPULAUAN
Oleh:

KRESNO BUNTORO
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul

ABSTRAK
Wilayah suatu negara merupakan unsur utama dalam pembentukan
negara, untuk itu penentuan suatu negara didasarkan pada norma hukum
internasional yang berlaku. Penentuan ini menjadi pedoman dasar
untuk menghindari klaim negara terhadap suatu wilayah, selain untuk
menghindari perselisihan terhadap kepemilikan suatu wilayah. Dalam
Hukum Internasional dikenal norma bahwa penentuan wilayah suatu
negara didasarkan asas unilateral, yang mengandung arti bahwa
penentuan wilayah suatu negara merupakan kewenangan negara dan
tidak memerlukan kesepakatan dengan organisasi internasional ataupun
negara lain terkecuali perbatasan dengan negara tersebut. Khususnya
tentang perbatasan suatu Negara banyak aturan hukum internasional

yang justru mensyaratkan adanya suatu penentuan bersama (bilateral
atupun multilateral) tentang batas wilayah suatu negara. Demikian juga
dengan penentuan wilayah negara kesatuan Indonesia, sebagai negara
kepulauan yang telah diakomodasi dalam Bab IV Konvensi Hukum
Laut PBB (United Nations Convention on the Law of The Sea/
UNCLOS) 1982, Indonesia dalam penentuan wilayah sebagai negara
kepulauan sudah diakui secara internasional, permasalahannya adalah
bagaimana cara penentuan wilayah negara kepulauan yang dikenal
dengan penarikan garis pangkal kepulauan.
Key Words: Garis Pangkal Kepulauan, Hukum Laut, Batas Wilayah

bahwa penentuan wilayah suatu negara

Pendahuluan
Wilayah
merupakan

suatu

unsur


pembentukan

negara

utama

negara,

dalam

untuk

itu

penentuan suatu negara didasarkan pada
norma

hukum


berlaku.

internasional

Penentuan

ini

yang
menjadi

pedoman dasar untuk menghindari klaim
negara terhadap suatu wilayah, selain
untuk menghindari perselisihan terhadap
kepemilikan

suatu

wilayah.


Dalam

Hukum Internasional dikenal norma

didasarkan

asas

mengandung
wilayah

arti

suatu

unilateral,
bahwa
negara

yang


penentuan
merupakan

kewenangan

negara

dan

memerlukan

kesepakatan

tidak
dengan

organisasi internasional ataupun negara
lain terkecuali perbatasan dengan negara
tersebut. Khususnya tentang perbatasan

suatu Negara banyak aturan hukum
internasional yang justru mensyaratkan
adanya

suatu

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3 /Agustus 2005

penentuan

bersama

11

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

(bilateral atupun multilateral)

tentang


batas wilayah suatu negara.

mengimplementasikan UNCLOS 1982.
dalam

Norma tersebut akan berakibat
bahwa deklarasi wilayah suatu negara

tulisan

ini

kami

uraikan

perbedaan dalam penentuan titik dasar
dan garis pangkal tersebut, antara lain:

dapat ditanggapi oleh negara lain atau


a. Bab II dan Bab IV UNCLOS

negara lain tersebut tidak bereaksi

merupakan hal yang terpisah karena

disebabkan kepentingannya pada saat itu

Bab IV merupakan sui generis.

tidak terganggu. Permasalahan akan
muncul jika suatu negara atau kapal

b. Penafsiran pasal 5 UNCLOS yang
berbeda.

negara lain melintas dan menimbulkan
suatu pelanggaran, akan muncul masalah
tentang dimana kejadian terjadi, apakah


c. Penafsiran Pasal 47 ayat (1).
d. Penafsiran Pasal 47 ayat (3).

di wilayah negara tersebut atau sudah
berada di luar wilayah negara. Jawaban
terhadap

adalah

a. Pembahasan permasalahan pertama

wilayah

(1) yang mengatakan bahwa Bab IV

negara apakah sudah memenuhi kreteria

merupakan sui generis sehingga


hukum internasional atau belum.

terpisah dari Bab II.

bagaimana

permasalahan
cara

ini

Pembahasan

penentuan

Demikian

dengan

Dalam Bab II UNCLOS 1982


penentuan wilayah negara kesatuan

mengatur mengenai Laut Teritorial dan

Indonesia, sebagai negara kepulauan

Zona Tambahan yang terdiri dari pasal 2

yang telah diakomodasi dalam Bab IV

sampai pasal 16 yang antara lain berisi

Konvensi Hukum Laut PBB (United

status hukum laut teritorial, udara diatas

Nations Convention on the Law of The

laut teritorial dan dasar laut dan tanah di

Sea / UNCLOS) 1982, Indonesia dalam

bawahnya; lebar laut teritorial; batas luar

penentuan

wilayah

sebagai

negara

laut teritorial; garis pangkal biasa (pasal

kepulauan

sudah

diakui

secara

5); karang; garis pangkal lurus (pasal 7);

internasional, permasalahannya adalah

perairan pedalaman; mulut sungai; teluk;

bagaimana

pelabuhan; elevasi surut; kombinasi

cara

juga

penentuan

wilayah

negara kepulauan yang dikenal dengan

cara-cara penetapan garis pangkal.

penarikan garis pangkal kepulauan.
Dalam penentuan titik dasar dan
garis pangkal setidaknya terdapat 2

Sedangkan Bab IV UNCLOS
1982

mengatur

tentang

negara

kepulauan yang berisi antara lain garis

pendekatan hukum yang berbeda dalam

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

12

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

pangkal

kepulauan

(pasal

47),

pengukuran lebar laut teritorial, zona

dimana dikenal 4 cara penarikan garis
pangkal yaitu:
1)

tambahan, zona ekonomi eksklusif dan

Garis pangkal normal, yaitu

hukum

garis pangkal berdasarkan garis

perairan kepulauan, ruang udara di atas

air rendah terendah (low water

perairan kepulauan, dan dasar laut serta

line).

landasan

kontinen;

status

tanah di bawahnya; penetapan batas

2)

perairan pedalaman.
Jika

Garis lurus, yaitu garis pangkal
yang

meneliti

konstruksi

dipergunakan

untuk

menutup muara sungai.

penyusunan pasal-pasal dalam Bab II
3)

dan IV UNCLOS 1982 terlihat bahwa

teritorial

dan

perairan

kepulauan.

Pengaturan status hukum laut teritorial
dan perairan kepulauan terdapat dalam
rumusan pasal 2 ayat (1) dan (2) Bab II
UNCLOS 1982. Timbul permasalahan
yaitu jika tidak di atur dalam Bab IV
UNCLOS

1982,

kepulauan

tidak

teritorial

dan

maka

di

negara

mempunyai
perairan

laut

kepulauan,

dimana hal ini sangat tidak mungkin.
Selanjutnya pengaturan tentang
lebar laut teritorial (berapa mil lebar laut
teritorial suatu negara jawaban masalah
ini ada pada Pasal 3 Bab II), sedangkan
cara penarikan garis pangkal dalam Bab
IV hanya untuk garis pangkal lurus
kepulauan. Hal ini berbeda dalam Bab II

garis

dipergunakan

Ketiga jenis garis pangkal ini

Bab II dan IV UNCLOS 1982 kurang

ada Pasal) tentang status hukum laut

yang

yaitu

untuk menutup mulut teluk.

sama lain. Sehingga pemisahan antara

UNCLOS 1982 tidak mengatur (tidak

penutup,

pangkal

kedua Bab tersebut saling terkait satu

tepat, hal ini disebabkan dalam Bab IV

Garis

merupakan norma hukum yang paling
tua

karena dipergunakan oleh suatu

negara untuk klaim daratan negaranya.
4)

Garis

pangkal

lurus,

yaitu

penarikan garis pangkal bagi
negara pantai (coastal state),
dengan norma-norma tertentu,
antara

lain

untuk

meng-

hubungkan pulau atau karang
karang terluar suatu negara.
Sedangkan

yang

dimaksud

dengan Garis pangkal lurus kepulauan
(dalam Pasal 47 Bab IV), penarikan
garis pangkal bagi negara kepulauan
(archipelagic
prinsipnya

state),
hampir

yang
sama

pada
dengan

penarikan garis pangkal lurus.
Jika

diteliti

tentang

latar

belakang UNCLOS 1982, mengatur cara
penarikan garis pangkal dalam 5 cara

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

13

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

yang

berbeda

mengakomodasikan

adalah

untuk

suatu

bentuk

konfigurasi geografis yang berbeda-beda

where deeply indented and cut
into);
4)

dan unik di suatu tempat, sehingga suatu

Fringe of islands along the coast
in its immediate vicinity;

negara dengan bentuk geografis tertentu
dapat

mempergunakan

semua

cara

penarikan garis pangkal sesuai yang ada

5)

Deltas;

6)

Natural conditions the coastline
is highly unstable;

di UNCLOS 1982. Hal ini untuk
menjawab pertanyaan apakah suatu

7)

Low tide elevation;

8)

Mouths of rivers flow directly

negara kepulauan cukup mengandalkan
cara penarikan “garis pangkal lurus

into the sea;

kepulauan”, bagaimanakah jika negara
kepulauan tersebut mempunyai teluk,

9)

Bay;

mulut sungai, deep identation, pantai

10)

Archipelago;

11)

Any other form of island and

yang tidak stabil dan bentuk pantai yang
cembung. Semua itu dapat diselesaikan
jika

selain

mempergunakan

reef.

garis
negara

Melihat bentuk konfigurasi di

tersebut mempergunakan

atas maka cara penarikan garis pangkal

juga cara penarikan garis pangkal

tidak dapat diserahkan pada satu cara

lainnya.

penarikan garis pangkal. Dalam hal ini

pangkal

lurus

kepulauan

kepulauan,

geografis

suatu negara kepulauan mempunyai hak

yang di kenal di UNCLOS 1982

yang lebih karena selain diperkenankan

(geographical configuration in legal

untuk menarik garis pangkal dengan

terms) antara lain:

menggunakan

Bentuk

1)

2)

konfigurasi

garis

pangkal

lurus

Garis pantai yang cembung,

kepulauan dapat menggunakan cara

dapat diatasi dengan low water

penarikan

line (sesuai pasal 5);

disebutkan dalam Bab II UNCLOS

Karang yaitu pulau yang terletak
pada atol atau pulau yang
mempunyai

karang-karang

disekitarnya (fringing reefs);

1982.

garis

Dasar

ditekankan,

lain

pemikiran
sebab

yaitu

ini

apakah

yang

perlu
bentuk

konfigurasi Kepulauan Indonesia tidak
ada

kemungkinan

mempunyai

konfigurasi seperti di atas. Prinsip
3)

Deep

identation

(coastline

utama cara penarikan adalah dengan

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

14

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

mempergunakan garis pangkal lurus

diantara

karang-karang

kepulauan tetapi untuk suatu bentuk

Penarikan

ini

karakteristik geografis tertentu maka

Norwegian secara tradisional mengambil

diperkenankan untuk mempergunakan

ikan di daerah tersebut, sehingga dengan

cara penarikan garis pangkal lain.

penarikan garis pangkal ini wilayah laut

Pendapat ini dapat dilihat dari
pembentukan konsep hukum dari Bab

Norwegia

tersebut.

disebabkan

semakin

nelayan

jauh

untuk

melindungi kehidupan nelayannya.

IV UNCLOS 1982 tentang negara

Kasus dengan Inggris muncul

kepulauan. Konsep negara kepulauan

karena nelayan Inggris mengambil ikan

didasarkan pada perkembangan hukum,

dalam wilayah laut yang ditutup oleh

tidak ada konsep hukum tumbuh secara

Norwegia tersebut sehingga nelayan

tiba-tiba.

Inggris

Pertumbuhan penarikan garis

tersebut

Pemerintah

ditangkap

Norwegia

dan

oleh
diadili.

pangkal diawali dengan klaim terhadap

Pemerintah Inggris protes dan membawa

daratan (manusia menginginkan wilayah

kasus

darat yang lebih yaitu ke laut dengan

Internasional (International Court of

tujuan

keamanan,

Justice/ICJ). Putusan ICJ tersebut antara

komunikasi dan sumber daya alam).

lain bahwa hak perikanan tradisional

Untuk itu dipakai suatu cara yang

Norwegia diakui di daerah tersebut dan

pertahanan

normal

dan

base

line

tersebut

ke

Mahkamah

untuk

Norwegian secara sah dapat menarik

mengukur lebar laut teritorialnya sejauh

garis pangkal baru (straight base line)

3 mil, kemudian berkembang penutupan

untuk klaim wilayah lautnya.

disebut

terhadap sungai (straight line) dan

Hasil putusan ICJ ini merupakan

penutupan terhadap teluk (closing line).

preseden baru dalam hukum laut yang

Ketiga cara penarikan garis pangkal

kemudian dipakai untuk negara-negara

untuk klaim daratan.

lainnya, tetapi cara penarikan garis

Pada tahun 1951 ada kasus

tersebut khusus untuk negara Pantai

antara Inggris dan Norwegia (Anglo

(coastal state). Sedangkan untuk negara

Norwegian Fisheries Case) dimana pada

kepulauan belum ada metode penarikan

kasus tersebut Norwegian membuat

garis pangkal.
UNCLOS

klaim terhadap lautnya, karena dengan

1982

memper-

bentuk konfigurasi tertentu (fringing of

kenalkan cara penarikan garis pang-kal

islands dan deep identation) Norwegia

kepulauan yaitu dengan garis pangkal

menutup laut dengan menarik garis

lurus

kepulauan.

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

Perbedaan

prinsip

15

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

dengan garis pangkal lurus adalah garis

normal baseline for measuring the

pangkal lurus kepulauan hanya dapat

breadth of the territorial sea is the

dipergunakan oleh negara kepulauan

low water line along the coast as

yang mempunyai perbandingan 1 : 1

marked

atau 1 : 9 antara wilayah darat dan

officially recognized by the coastal

lautnya. Garis pangkal lurus dapat

state.

ditarik sejauh 100 Mil atau dengan

on

large

scale

charts

b. Adanya pendapat bahwa dengan

garis

adanya statement berarti bahwa

pangkalnya dapat ditarik sejauh 125 Mil,

ketentuan pasal tersebut tidak dipakai

sedangkan garis pangkal lurus tidak ada

dalam

ketentuan

garis

kepulauan dalam Bab IV UNCLOS

pangkalnya, perairan yang ditutup oleh

1982. Di lain pihak, ada pendapat

garis pangkal lurus kepulauan menjadi

lain yang menyatakan bahwa Pasal 5

perairan

tersebut

perbandingan

3

%

tentang

kepulauan

dengan

panjang

(archipelagic

penarikan

tetap

garis

pangkal

berlaku

untuk

waters) sedangkan perairan yang ditutup

penarikan garis pangkal kepulauan

oleh

jika

garis

pangkal

lurus

menjadi

perairan pedalaman (internal waters).
Sedangkan

jika

melihat

keadaan

geografisnya

tidak

memungkinkan ditarik garis pangkal
kepulauan tersebut.

konstruksi UU nomor 6 tahun 1996,

Klausul dalam Pasal 5 ini sangat

telah dianut konsepsi bahwa Indonesia

berlainan dengan klausul dalam pasal 8

menganut cara penarikan garis sesuai

yang tertulis ”Except as provided in

dengan UNCLOS 1982 dengan tanpa

Part IV, water on the landward side of

pengecualian antara Bab II dan bab IV

the baseline of the territorial sea form

di UNCLOS yaitu bahwa Indonesia

part of the internal waters of the state”.

menganut

garis

Dalam Pasal 8 ini memang pengecualian

mengutamakan

dalam Bab IV dimana garis pangkal

5

pangkal,
penggunaan

cara

dengan
garis

penarikan

pangkal

lurus

kepulauan ke dalam/kedaratan adalah

kepulauan (Pasal 5, 6 UU nomor 6 tahun

perairan

1996).

waters)

a. Pembahasan permasalahan kedua (2)

Pengaturan tentang internal waters telah

yaitu bahwa dalam Pasal 5 Bab II

diuraikan dalam penjelasan dalam di

UNCLOS

atas (a).

1982

tertulis

sebagai

kepulauan
bukan

(archipelagic

internal

waters.

berikut “ Except where otherwise

c. Pembahasan permasalahan ketiga (3)

provided in this Convention, the

adalah penafsiran pasal 47 ayat 1

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

16

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

yang tertulis “ Archipelagic state may

hukum laut internasional. Point to point

draw straight archipelagic baseline

theory merupakan exercise Indonesia

joining the outermost point of the

dalam menyatukan wilayah nusantara

outermost islands and drying reefs

pada waktu itu. Konsep ini belum

of the archipelago provided that

diterima

within such baselines are included

internasional.

the main islands and an area in

nyatukan wilayah nusantara (kepulauan

which the ratio of the area of the

Indonesia)

water to the area of the land,

penarikan garis pangkal yang terdapat

including atolls, is between 1 to 1

dalam UNCLOS 1982.

and 9 to 1”.

sebagai

konsep

Sehingga

harus

hukum

untuk

digunakan

me-

cara

Dalam teori hukum dikenal, jika

Dalam pembahasan ini, ada

menghadapi

suatu

intepretasi

yang berpendapat bahwa pengertian

membingungkan

outermost point of the outermost

penyelesaiannya

islands adalah suatu negara kepulauan

yurisprudensi terhadap kasus yang sama,

boleh menarik garis pangkal dari titik

selain itu dapat juga dipergunakan

terluar dari satu pulau yaitu antara

pertumbuhan hukum munculnya konsep

tanjung ke tanjung dari satu pulau.

baru tersebut.

Pendapat lain adalah bahwa
prinsip

penarikan

garis

maka

dicari

yang

dengan

jalan
melihat

Dengan melihat kemungkinan

pangkal

tersebut, jika dilihat dari pertumbuhan

kepulauan adalah untuk klaim air (claim

hukum pasal 47 ayat (1) tentang garis

waters) sehingga penarikan garis dari

pangkal lurus kepulauan maka konsep

tanjung ke tanjung tidak tepat karena

yang

akan merupakan klaim daratan. Konsep

pertumbuhan hukum dari Pasal 7 ayat

penarikan garis pangkal dari tanjung ke

(1) tentang garis pangkal lurus. Konsep

tanjung dalam satu pulau merupakan

Pasal 7 UNCLOS merupakan pejabaran

konsep penarikan garis pangkal sesuai

yang sama dengan pengaturan dalam

UU nomor 4 Prp tahun 1960 (point to

Konvensi Jenewa 1958 sebagai hasil

point theory), tetapi konsep ini tidak

dari Keputusan Mahkamah Internasional

berlaku lagi karena setelah di survei

tentang Kasus Perikanan Inggris dan

hasil dari point to point theory justru

Norwegian tahun 1951. perbedaanya

banyak memotong pulau atau karang,

adalah Pasal 7 tersebut dipergunakan

sehingga prinsip ini sudah ditinggalkan,

untuk negara pantai, tetapi prinsip dasar

selain itu teori ini tidak dikenal dalam

pembentukan kaidah tersebut adalah

ada

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

tersebut

merupakan

17

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

sama.

dengan

d. Pembahasan permasalahan keempat

dibenarkan dari segi teknis dan hukum.

(4) adalah Pasal 47 ayat 3 yang
tertulis

“The

drawing

of

such

argumentasi

yang

dapat

Subjektifitas dalam penentuan
general configuration of the archipelago

baselines shall not depart to any

dapat dieliminir karena ada

appreciable extent from the general

terbitan dari PBB (The Law of the Sea;

configuration of the archipelago”.

Baselines: An Examination of the

referensi

Pengertian konfigurasi umum

Relevant Provisions of the United

kepulauan (general configuration of the

Nations Convention on the Law of the

archipelago) adalah sangat subyektif

Sea; Office for Ocean Affair and the

karena tidak ada batasan pengertian ini.

Law of the Sea, United Nation- New

Oleh sebab itu, adanya pendapat bahwa

York,

konfigurasi umum kepulauan ditentukan

International

dari panjangnya garis pangkal tersebut

Organization (IHO) yaitu A Manual on

yaitu maksimal 100 mil. Tetapi ada

Technical Aspects of the United Nation

pendapat lain bahwa untuk mengetahui

on the Law of the Sea 1982; Special

pengertian konfigurasi umum kepulauan

Publication No. 52 3rd Edition July

perlu dilihat dari sejarah pembentukan

1993;

dan

1989)

terbitan

dari

Hydrographic

konsep tersebut yaitu diawali dari hasil

Dalam uraian contoh penarikan

putusan sidang ICJ pada putusan sidang

garis dalam 1 (satu) pada kondisi

Anglo Norwegian Fisheries Case 1951

geografis yang sama ada 5 kemungkinan

yang antara lain secara teknis tidak

cara

boleh menyimpang antara 15 - 20

contoh

derajat dari arah umum pantai (general

kemungkinan yang dapat digunakan

direction of the coast), putusan ini

ataupun dipilih oleh negara kepulauan

memang untuk negara Pantai (coastal

untuk

state) bukan untuk negara kepulauan,

pangkalnya dengan tetap berdasarkan

selain itu rumusan pasalnya memang

pada persyaratan konsisten dan dalam

berlainan tetapi konsep pembentukannya

koridor hukum yang berlaku.

memang dari

3.

sidang ICJ tersebut.

penarikan

garis.

tersebut

menetapkan

Dalam

Berdasarkan

ada

beberapa

penarikan

pembahasan

garis

Peraturan

Permasalahan in memang sulit dicari

Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun

titik temu karena subjektif untuk itu

2002 tentang Daftar Koordinat

diperlukan pembahasan tersendiri untuk

titik-titik dasar muncul beberapa

tiap kondisi geografi suatu daerah

permasalahan antara lain.

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

18

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

PP tersebut yang dikerjakan

dalam

lampiran

suatu

PP.

oleh Departemen Kehakiman dan HAM

Pendapat ini didasarkan bahwa

telah bekerja keras sejak tahun 1997

merubah

sampai 2002, kendala yang muncul

mudah untuk dilakukan dan tidak

adalah dalam pembuatan lampiran PP

perlu merubah batang tubuh PP

tersebut yang berisi daftar koordinat

itu sendiri. Perbedaan ini akhirnya

garis pangkal, sedangkan batang tubuh

disepakati bahwa daftar koordinat

PP tersebut sudah siap. Kendala yang

titik dasar dan garis pangkal

muncul adalah adanya kemungkinan

cukup berada pada lampiran PP

tidak konsisten antara formulasi pasal

saja. Permasalahan masih muncul

dalam batang tubuh PP dengan lampiran

yaitu sampai saat ini Indonesia

PP. Hal ini disebabkan dalam lampiran

belum

PP sebagian besar merupakan pekerjaan

untuk merubah lampiran PP tanpa

teknis penentuan titik dasar dan garis

perlu merubah batang tubuh PP

pangkal yang dihasilkan dalam suatu

itu, demikian pula dalam hukum

survei. Selain itu ada beberapa kendala

administrasi negara maupun tata

lainnya antara lain disebabkan:

negara

a.

Permasalahan

yang

lampiran

PP

mempunyai

tidak

lebih

mekanisme

ada

penelitian

muncul

masalah tersebut. Akan tetapi

pertama adalah apakah daftar titik

terobosan untuk menyelesaikan

dasar dan garis pangkal tersebut

masalah

akan ada di batang tubuh ataukah

dilakukan.

cukup ada dalam lampiran PP.
Permasalahan

perlu

untuk

Dishidros TNI AL pada tahun

muncul

1989-1994 telah melaksanakan

adanya

survei titik dasar, hasil survei titik

pendapat bahwa pagar wilayah

dasar sebanyak 223 titik telah

negara harus berada pada tataran

diedarkan ke beberapa instansi

hukum setingkat UU atau PP dan

dan dipaparkan di depan Panitia

tidak pada lampirannya. Akan

Koordinasi

tetapi di lain pihak ada yang

(Pankorwilnas). Hasil survei ini

menghendaki bahwa untuk titik

diverifikasi dengan survei yang

dasar dan garis pangkal yang

dilaksanakan oleh Bakosurtanal,

bersifat teknis dan sangat dinamis

Dishidros dengan bantuan dana

(berubah) karena rentan terhadap

dan tenaga ahli dari Norwegia

perubahan alam perlu dimasukkan

dari tahun 1996-1999. Survei

sehubungan

ini

b.

tersebut

dengan

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

Wilayah

Nasional

19

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

telah

menghasilkan

244

dicantum dalam lampiran

titik

dengan akurasi yang lebih tinggi.

tersebut, untuk itu perubahan

Penentuan titik dasar secara teknis

Lampiran

ini perlu mendapat legitimasi

dilakukan khususnya di daerah

dasar hukumnya. Untuk itu hasil

Timor Leste.

secar

teknis

ini

harus

diformulasikan

secara

yuridis

dalam

peraturan

bentuk

5.

Permasalahan

PP

Permasalahan
setelah

dapat

segera

lainnya

adalah

diundangkannya

PP

nomor 38 tahun 2002 ini, pada

per-

tanggal 17 Desember 2002 pulau

undang-undangan.
4.

PP

yang

Sipadan dan Ligitan berpindah

muncul

selanjutnya adalah dalam masa

kepemilikannya.

pembuatan PP Nomor 38 tahun

dalam Lampiran PP Nomor 38

2002 tersebut merdekanya Timor

tahun 2002 Pulau Sipadan dan

Leste.

berpengaruh

Ligitan merupakan pulau terluar

terhadap pembuatan PP tersebut

Indonesia yang dijadikan sebagai

disebabkan dari segi teknis survei

tempat untuk meletakan titik dasar

lapangan untuk menentukan titik

dan

dasar dan garis pangkal dilakukan

kepulauan Indonesia. Di kedua

sebelum Timor Leste merdeka,

Pulau tersebut terdapat 3 buah

sehingga

titik

Hal

ini

data

tentang

batas

penarikan

dasar.

Sedangkan

garis

Kondisi

pangkal

tersebut

wilayah yang ada belum dapat

memaksa Indonesia untuk segera

ditentukan. Sehingga dalam PP

mencari titik baru pengganti titik

Nomor 38 tahun 2002 tersebut

yang hilang tersebut. Survei untuk

khususnya Timor Leste dilakukan

menentukan titik dasar dan garis

secara kartografis tidak melalui

pangkal

survei di lapangan. Penentapan

dilakukan untuk menjamin adanya

secara kartografis ini dilakukan

batas wilayah yang jelas dengan

secara

ada

negara tetangga. Hal ini memaksa

antara

Indonesia untuk segera merevisi

sepihak

perjanjian

batas

kedua negara.
darat

sampai

kedua

darat

Penetapan batas
negara

lampiran

telah

titik-titik

koordinat

batas darat kedua negara dapat

PP

perlu

tersebut

segera

dengan

didasarkan pada hasil survei yang

disepakati pada bulan Mei 2005.
Sehingga

baru

dilaksanakan oleh Indonesia.
6.

Permasalahan selanjutnya adalah
mengenai

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

publikasi

atau

20

Kresno Buntorot - Permasalahan Dalam Implementasi Penarikan Garis Pangkal Kepulauan

menyerahkan

daftar

koordinat

DAFTAR PUSTAKA

titik dasar dan garis pangkal ke
Aaron L. Shalowitz, LL.M, Shore and
Sea Boundaries, With Special
Reference to the intepretation
and use of Coast and Geodetic
Survey Data, US Department of
Commerce, Publication 10 -1.

Sekjen PBB untuk didepositkan.
Aturan

untuk

pendepositan

tersebut dalam Bab II diatur
dalam Pasal 16. sedangkan untuk
negara kepulauan diatur dalam

Adi Sumardiman; Wilayah Indonesia
dan dasar Hukumnya, buku 1
Perbatasan Indonesia - Papua
New Guinea, Praditya Paramita,
Jakarta, 1992.

Pasal 47 ayat (9) UNCLOS 1982.
Jika

Indonesia

menganut

penarikan garis pangkal campuran

Fisheries Case, Judgement of 18
December 1951, ICJ Reports,
1951.

(mixed), maka aturan mana yang
akan dipakai. Kondisi ini perlu
segera

diperjelas

masalah

disebabkan

pendepositan

Malcoms N. Shaw; International Law,
Cambridge University Press,
1991.

bukan

hanya masalah administrasi saja

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun
2002 tentang Daftar Koordinat
Titik Dasar dan Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia.

akan tetapi akan berpengaruh
terhadap klaim penetapan titik
dasar dan garis pangkal Indonesia.

RR Churchil and AV Lowe; The Law of
the Sea, Manchester University
Press, 1992

Asumsi lain adalah akan adanya
nota protes dari negara lain
sehubungan

dengan

The Law of the Sea, Baselines: An
Examination of the Relevant
Provisions of the United
Nations Convention on the Law
of the Sea, Office,Ocean Affairs
on the Law of the Sea, United
Nations, New York, 1989.

cara

Indonesia menetapkan titik dasar
dan garis pangkal kepulauannya.
Berkaitan dengan hal tersebut
bahwa pendepositan PP Nomor 38

The Law of Baselines: The Official
Views of the United States;
Loose Paper; J. Asley Roach

tahun 2002 merupakan langkah
yang harus segera dilakukan oleh
Indonesia.

Sedangkan

dasar

Undang-undang No. 6 tahun 1996
tentang Perairan Indonesia.

hukum yang akan digunakan oleh

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun
2002 tentang Daftar Koordinat
Titik Dasar dan Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia.

Indonesia adalah Pasal 47 ayat
(9).
***

Lex Jurnalica /Vol.2 /No.3/ Agustus 2005

21