View of UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM KOORDINASI DAN ALAT INDRA PADA MANUSIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM KOORDINASI DAN ALAT
INDRA PADA MANUSIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
TRI WAHJUNI
SMP Negeri 2 Bangkalan Kabupaten Bangkalan
Abstrak: Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskanan permasalahan: “Apakah model
pembelajaran Student Facilitator and Eksplaining dengan pende-katan CTL dapat meningkatkan
penguasaan konsep siatem koordinasi dan alat in-dra pada manusia. Penelitian dilakukan di kelas
IX C SMP Negeri 2 Bangkalan, dari 8 kelas paralel Kelas IX C dipilih karena menunjukkan
tingkat kepasifan de-ngan tingkat disiplin rendah, rata-rata 65% siswa tuntas belajar dari
ketrampilan sains 35%. Materi pokok yang dipelari Sistem Koordinasi dan Alat Indra pada
manusia. Hasil belajar pada siklus III ada peningkatan yang cukup signifikan. Meskipun
indikator keberhasilan siswa yang tuntas belajar sebesar 85% belum tercapai. Namun dari tabel
tampak ada peningkatan nilai rata-rata dan persentase siswa yang tutas belajar. Dari segi guru,
siklus IIII, terjadi peningkatan kualitas pembelajaran. Fungsi guru sebagai fasilitator dan
dinamisator sangat terasa. Awalnya pembelajaran kooperatif terasa asing. Namun lambat laun
kinerja guru semakin membaik, pemahaman sintaks pembelajaran kooperatif semakin meningkat sehingga membantu proses pembelajaran menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (student
centered learning). Menurut Susilo(2000) Juga harapan Dharman (2005), bahwa guru harus
mampu mengidentifdikasi dan mencari solusi terhadap permasalahan dalam proses belajar
mengajar.
Kata Kunci: IPA, Pembelajaran Student Facilitator And Explaining
Abstract: Based on description above, the problem can be formulated: " Does the model of
Student Facilitator and Explaining learning by CTL approach improve the mastery of the concept
of coordination system and sensory devices in humans. The study was conducted in class IX C of
SMP Negeri 2 Bangkalan, from 8 class parallel, Class IX C was chosen because it shows the
passivity level with low discipline level, on average 65% of students were complete in learning
from 35% of science skill. The main subject of which is Coordinated System and Indra Tool in
humans. Learning outcomes in cycle III there is a significant increase. Although the success
indicator of students who complete learning by 85% has not been achieved. However, from the
table it appears that there is an increase in the average score and the percentage of students who
tutas learn. In terms of teachers, cycle IIII, there is an increase in the quality of learning. The
function of teachers as facilitators and dynamicators is felt. Initially cooperative learning was
unfamiliar. But gradually the performance of teachers getting better, understanding the syntax of
cooperative learning is increasing so as to help the learning process into student centered
learning). According to Susilo (2000) Also hope Dharman (2005), that teachers should be able to
identify and find solutions to problems in the learning process.
1
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
bahasan system koordinasi manusia
dalam kehidupan sehari-hari,
d. Kegiatan belajar mengajar masih
berpusat pada guru (techer concered ),
siswa lebih banyak mendengar dan
mencatat materi yang disampai-kan guru,
e. Interaksi siswa dalam kelompok be-lajar
masih kurang, karena hanya terbatas pada
pekerjaan mengisi LKS, dimana meteri
kegiatan LKS masih berpusat pada buku
(textbook oriented) dan didominasi
dengan ha-falan bukan pada penerapan
konsep,
sehingga
siswa
tidak
mengembang-kan
kemampuan
membangun penge-tahuan sendiri,
f. Soal tes pokok bahasan system koordinasi pada manusia belum mempertanyakan soal-soal aplikasi kon-sep
dalam berbagai bidang kehidu-pan, tapi
masih berupa hafalan kon-sep, sehingga
sislam proses pembe-lajara cenderung
belajar dengan menghafal.
Pendahuluan
Dari pengalaman nyata guru da-lam
proses kegiatan belajar mengajar IPABiologi. Pada kelas IX di SMP Negeri 2
Bangkalan, ketika membela-jarkan pokok
bahasan system koordina-si manusia,
menemukan berbagai per-masalahan, antara
lain:
1. Aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar masih ren-dah,
ini ditunjukkan dengan sedikit-nya
jumlah siswa yang mengajukan pendapat
dalam menyelesaikan ma-salah yang
diajukan oleh guru, de-mikian juga pada
saat kegiatan ke-lompok,
2. Kriteria Ketuntasan minimal (KKM)
yang diperoleh siswa dari test for-matif
yaitu
65%
jumlah siswa
yang
mendapatkan nilai tuntas, 35 % sis-wa
belum tuntas untuk pokok baha-san
tersebut, jika permasalahan ini tidak
segera diatasi, maka KKM un-tuk pokok
bahasan tersebut tidak tercapai dan akan
berpengaruh ter-hadap ketidak tuntasan
mata pelajar-an IPA-Biologi.
Upaya yang dilakukan agar permasalahan-permaslahan tersebut segera
dapat diatasi, guru harus berani menco-ba
mencari model pembelajaran yang lebih
sesuai dengan obyek belajar yang tersedia,
salah satu model yang dipilih adalah model
pembelajaran Student Facilitator and
Explaining. Model pem-belajaran Student
Facilitator
and
Explaning,
adalah
pembelajaran yang memberikan kebebasan
pada siswa un-tuk menuangkan ide, gagasan
dan pen-dapat tentang sesuatu permasalahan
yang berhubungan dengan pemahaman
konsep maupun penerapan pada kehi-dupan
sehari-hari (Depdiknas 2006). Aktivitas
siswa dalam menemukan dan membangun
pengetahuan
sangat
me-nentukan
kemampuan terhadap konsep tertentu yang
dipelajarinya. Keberhasil-an yang didapat
dengan membangun sendiri akan bersifat
Guru mencoba melakukan pendekatan lebih intensif, untuk menyelesai-kan
permasalahan-permasalahan
terse-but,
melalui
kegiatan
wawancara.
Hasil
wawancara terhadap beberapa siswa yang
mengalami kesulitan belajar pada konsep
sistem koordinasi dan alat indra pada
manusia karena:
a. Motivasi belajar siswa dan rasa per-caya
diri rendah,
b. Siswa belum diberi kesempatan un-tuk
membuat dan menampilkan ha-sil karya
didepan kelas dari pokok bahasan sistem
koordinasi manusia,
c. Siswa belum diberi kesempatan menerapkan konsep untuk memecah-kan
masalah yang berkaitan dengan pokok
2
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
motivator. IPA-Biologi se-bagai ilmu yang
mengkaji fenomena a-lam, tidak cukup
dikuasai
dengan
cara
membaca,
menghafalkan, atau menger-jakan tes untuk
mengukur penguasaan konsep siswa.
IPA-Biologi perlu didukung kegi-atan
kerja ilmiah, siswa melakukan ke-giatan
percobaan, pengamatan, menga-nalisis data,
berdiskusi,
dan
memapar-kan
hasil
pengamatan,
sehinggga
mam-pu
menerapkan ketrampilan, sikap, dan nilai
ilmiah pada diri siswa. Dengan ca-ra ini, bila
siswa melihat peristiwa yang ada di
lingkungan sekitar diharapkan mampu
mengkaitkan pengetahuan yang sudah
mereka miliki untuk memecah-kan masalah
sederhana yang terjadi di lingkungannya
(Depdiknas 2006) Pem-belajaran IPA
Biologi berkaitan erat dengan lingkungan,
maka pendekatan Pembelajaran Kontekstual
(CTL)
sa-ngat
dianjurkan.
CTL
implementasinya
ditandai
dengan
pembelajaran yang di-lakukan disesuaikan
dengan perkem-bangan siswa, membentuk
kelompok belajar yang saling tergantung,
dengan mempertimbangkan keberagaman
sis-wa, serta menyediakan lingkungan yang
mendukung
pembelajaran
mandi-ri.
Penciptaan lingkungan tersebut me-miliki
tiga karakterisrik umum: a) ke-sadaran
berpikir, b) penggunaan stra-tegi yang
cocok, dan c)
motivasi ber-kelanjutan
(Ibrahim,2003). Teori bela-jar Thordike
menyebutkan bahwa bela-jar memerlukan
adanya latihan (law of exercise). Siswa
perlu berlatih menga-jukan pertanyaan,
menjawab,
dan
ber-pendapat
untuk
membentuk konsep yang lebih matang pada
dirinya sendiri. Demikian pula dalam hal
ketrampilan, perlu diberikan kesempatan
tahan lama dan menumbuhkan rasa percaya
diri dan pandangan positif terhadap materi
pem-belajaran. Adapun langkah-langkah untuk menyusun pembelajaran Student
Facilitator and Eksplaning adalah:
a. Guru menyampaikan indikator hasil
belajar yang akan dicapai,
b. Guru menjelaskan apa yang perlu
dilakukan siswa
untuk
mencapai
kompetensi yang diharapkan,
c. Guru membagi kelompok dan kemampuan akademik yang merata,
d. Siswa membuat karya tulis ilmah dengan
topik yang menjadi tugas mereka,
e. Siswa mempresentasikan hasil dis-kusi
pada siswa lain yang berbeda kelompok,
f. Guru menyimpulkan pendapat sis-wa,
g. Guru membuat peta konsep menge-nai
konsep yang telah ditentukan.
Jhonson Elaine, dalam Mohamad Nur
(2004) bahwa “Teaching should be offered
in context, Learning in order to know should
not be separated from learning in order to
do”, pernyataan ini mengaplikasikan bahwa
pembelajaran yang dikembangkan disekolah
seharus-nya mengacu 3 hal:
1. menghubungkan
pengetahuan
dan
ketrampilan,
2. mempelajari konsep abstrak dengan
melakukan aktifitas praktis,
3. menghubungkan pelajaran di seko-lah
dengan dunia nyata.
Depdiknas
(2006)
menerapkan
pendekatan yang memuat 4 pilar pendidikan, yaitu “learningto do, learning to
know, learning to be and learning to live
together”, inquiry, konstrutivisme, SETS
atau sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat, pemecahan masalah. Dalam
pendekatanpendekatan tersebut, guru lebih
banyak berperan sebagai fa-silitator dan
3
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
melakukan sesuatu karena ingin mencapai
sesuatau
yang
dikehen-daki
atau
mendapatkan
keleluasaan
de-ngan
perbuatannya”. ( DEPDIK-BUD )
berlatih melakukan pengamatan atau
melaku-kan percobaan sehingga siswa
menda-patkan pengetahuan secara langsung
dengan mengalaminya sendiri. Belajar
dengan mengalami sendiri tentu akan
memberikan kesan yang lebih menda-lam
pada diri siswa. Konsep belajar berdasarkan
pengalaman setidaknya bersandar pada dua
anggapan dasar: 1) belajar yang paling baik
adalah bila sis-wa secara pribadi terlibat
dalam penga-laman belajar, dan 2) agar
menjadi pe-ngetahuan yang bermakna, maka
pe-ngetahuan harus ditemukan sendiri oleh
siswa (Johnson and Johnson, 2002).
Sistem Koordinasi dan Indera pada
Manusia Serta Hubungannya dengan
Kesehatan
Dalam sistem Koordinasi diperlu-kan
tiga komponen agar fungsi koordi-nasi dapat
berlangsung yaitu reseptor, konduktor, dan
efektor.
1. Reseptor, Reseptor adalah bagian tubuh
yang berfungsi sebagai pene-rima
rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita
yang bertindak sebagai reseptor adalah
organ indera.
2. Konduktor
(Penghantar
impuls)
konduktor adalah bagian tubuh yang
berfungsi sebagai penghantar rangsangan. Bagian tersebut adalah sel-sel
saraf (neuron) yang membentuk system
saraf. Sel-sel ini ada yang berfungsi
membawa rangsangan ke pusat saraf ada
juga yang membawa pesan dari pusat
saraf.
3. Efektor Efektor, ini adalah bagian yang
menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan oleh penghantar im-plus.
Efektor yang paling penting pada
manusia adalah otot dan kelen-jar system
kerja ketiga komponen tersebut dapat
digambarkan seperti berikut :
Kajian Teori
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penguasa-an
pengetahuan
atau
ketrampilan
yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya yang ditunjukkan dengan nilai tes
atua angka nilai yang diberikan oleh guru”(
DEPDIKBUD Kamus Bahasa Indonesia
1994:787 ). “ Prestasi adalah penguasaan
terhadap materi pendidikan yang sedang
ditekuninya oleh indivi-du”. (Dewa ketut
sukardi 1987: 48 ).”
Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah kegiatan melalui jalan
latihan dalam laboratorium atau lingkungan
alam yang dibedakan oleh perubahnperubahn”. (Nasution 1989:3 ).
Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu atau u-saha-usaha
yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok
orang
tertentu
bergerak
Sistem Saraf sebagai system koordinasi, system mempunyai fungsi:
1. Menghantarkan impuls/Rangsangan
4
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
oleh sitoplasma granuler. Di dalam
sitoplasma badan sel juga terdapat dalam
badan Nissl yang merupakan modifikasi
dari retiku-lum endoplasma kasar (REK).
Ba-dan Nissl mengandung protein yang
digunakan sebagai pengganti protein
yang habis. Selama metabolisme, protein
ini juga bermanfaat bagi per-tumbuhan
neuron. Jika badan sel mengalami
kerusakan maka serabut-serabut dari
neuron akan mati. Fungsi Badan
Sel adalah untuk me-nerima impuls
(ransangan) dari den-drit dan meneruskan
ke Akson (neu-rit).
b. Dendrit, Dendrit adalah tonjolan dari
sitoplasma pada bagian dari ba-dan sel.
Di bandingkan dengan ak-son, dendrit ini
jauh lebih halus, le-bih pendek, dan juga
memiliki per-cabangan yang lebih
banyak. Fungsi dendrit adalah untuk
meneruskan ransang dari organ penerima
rang-sang (reseptor) menuju ke badan
sel)
2. Memberikan respon terhadap Impuls
3. Mengatur kerja system organ
Bagian-Bagian Sel Saraf (Neuron) dan
Fungsinya
Struktur Neuron memiliki berba-gai
macam jenis bagian-bagian sel sa-raf yang
berfungsi dalam hal tertentu. Neuron atau
sel saraf adalah unik struk-tural dan
fungsional dari sistem saraf. Neuron
mempunyai
kemampuan
dalam
konduktivitas (penghantar) dan ke-mampuan
eksistabilitas (dapat dirang-sang), serta
kemampuan merespon ran-sangan dengan
sangat baik. Neuron ter-diri atas beberapa
bagian-bagian yang setiap jenisnya berbeda
antara satu de-ngan yang lain. Di otak
terdapat sekitar 100 milliar neuron dan sel
glial. Neu-ron berkomunikasi melalui
persim-pangan neuron yang disebut
sinapsis.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam pene-litian
model pembelajaran Stu-dent Facilitator
and
Eksplaning dapat
me-ningkatkan
penguasaan konsep sys-tem koordinasi
manusia. Indikator keberhasilan yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1)
persentase sis-wa mengungkapkan ide atau
pendapat didepan kelas untuk setiap
pertemuan setidaknya 75%, 2) minimal 85%
siswa
memperoleh nilai≥ 70 pada tes
ulangan harian pokok bahasan Sistem
Koordi-nasi.
Bagian-Bagian Sel Saraf (Neuron) adalah
sebagai berikut.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di kelas IX C
SMP Negeri 2 Bangkalan, dari 8 ke-las
paralel Kelas
IX C
dipilih karena
menunjukkan tingkat kepasifan dengan
Bagian-Bagian Neuron (Sel Saraf) dan
Fungsinya
a. Badan Sel (Perikarion), Badan sel
menyimpan inti sel (nukleus) dan a-nak
dari inti sel (nukleolus), Badan sel
berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi
5
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
kegiatan dalam pertemuan
ke-2,
nampaknya memberikan penga-ruh
yang po-sitif terhadap kegia-tan
kelom-pok. Dalam pertemuan ini
siswa melakukan percobaan sederhana, berdiskusi dan mengisi LKS-2
dengan
mengamati char-ta serta
menjawab
pertanyaan
pa-da
LKS.Kelompok Sumsum tu-lang
belakang, Hidung, Kulit, Te-linga dan
saraf pusat belum me-nunjukkan
kinerja yang baik, kelompok ini
terlambat menye-lesaikan tugas, baik
percobaan
maupun
menjawab
permasalahan, diskusi kelas, akibatnya
waktu penyajian data kelompok dan
dis-kusi kelas berkurang. Menurut
Darsono 2001, lambatnya kerja
kelompok tahap awal sudah u-mum,
asalkan
masih
batas
to-leran.
Kegiatan ini hanya 2 ke-lompok
menyajikan
hasil,
sudah
ada
peningkatan kualitas penya-jiannya,
sebab pembelajaran koo-peratif mulai
dipahami siswa. (Tabel 1)
Tabel 1.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sebelum tindakan sampai siklus 1
tingkat disiplin rendah, rata-rata 65% siswa
tuntas belajar dari ketrampilan sains 35%.
Materi pokok yang di-pelari Sistem
Koor-dinasi dan Alat Indra pada manusia.
Hasil Penelitiand Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I:
1) Pertemuan ke-1dengan kegiatan utama
membuat peta pikiran. Tujuan: agar
siswa cermat mem-baca materi dan
membangun
pe-ngetahuannya
berdasarkan apa yang dibaca ke dalam
bentuk peta pikiran. Peta pikiran yang
baik ditandai adanya warna, bentuk
dan garis yang bervariasi sehing-ga
tidak membosankan. Setiap siswa
menyelesaikan
tugas
se-cara
individual, anggota
kelom-pok
menentukan peta pikiran yang
disajikan di depan kelas dan
menyalin
pada OHP selan-jutnya
memilih anggota kelom-pok yang
menyajikan di depan kelas. Hasil peta
pikiran masih sederhana, warna
belum berani, bentuk tambahan
belum
tam-pak.
Hal
ini
menunjukkan bah-wa siswa perlu
banyak latihan. Ada beberapa siswa
berhasil membuat peta pikiran
dengan baik. Ada 2 kelompok yang
menyajikan, dan penyajiannya masih
terlalu tegang. Tanggap-an kelompok
lain juga masih ren-dah meskipun guru
sudah mem-beri motivasi untuk
berlatih Ta-nya jawab.
2) Pertemuan ke-2, aktivitas siswa
sudah mulai menunjukkan peningkatan yang menggembira-kan.
Apabila pada pertemuan-1, masih
ada
siswa
yang
menyon-tek
pekerjaan teman,
maka
pa-da
pertemuan ke-2 sudah se-makin
berkurang karena peker-jaan mereka
lebih membutuhkan aktivitas kelompok. Pembagian tugas pada awal
Pada siklus I ini, aktivitas sis-wa
dalam kelompok mencapai 72% dan
dalam kelas beru 48%. Artinya
siswa menunjukkan ke-aktifan yang
lebih
tinggi
dalam
kelompok
dibandingkan dalam kelas. Dari hasil
wawancara selama pendampingan
kegiatan kelompok, mereka merasa
lebih yaman bila pembicaraannya
ha-nya didengar oleh sedikit orang
dan ada perasaan takut, malu, segan
6
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
bila harus berbicara di-depan kelas.
Hal ini terlihat pada saat guru
meminta siswa untuk menyajikanpeta
pikiran, ti-dak ada satupun kelompok
yang berani maju, namun setelah ada
motivasi dari guru, satu demi satu
kelompok siswa mulai be-rani
mengajukan
peta
pikiran-nya.
Selanjutnya guru meminta setiap
kelompokmenentukan
satu
peta
pikiran yang harus
ditampil-kan
dalam papan informasi ke-giatan
siswa. Kemudian setiap kelompok
memberikan
penilai-an terhadap
seluruh karya ke-lompok siswa dan
tidak diper-bolehkan menilai peta
pikiran kelompoknya sendiri. Siswa
me-rasa senang dan mengetahui bahwa melakukan penilaian tidaklah
mudah. Adapun dalam pelaksa-naan
percobaan,
peran
guru
masih
dominan, karena sering memberikan
layanan kepada
kelompok yang
mengalami ham-batan. Hal ini
membuat guru menjadi kurang sabar
dalam membimbing siswa, karena terlalu sering bertanya, padahal me-reka
diberi kesempatan untuk membaca
langkah kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa
siswa
perlu ditingkatkan
kemandirian-nya.
Adapun
hasil
pengamatan
kemampuan
kerja
ilmiah
dalam pembuatan karya
ilmiah, dipero-leh data seperti tabel 2
di bawah ini.
Tabel 2.
Perkembangan ketrampilan ilmiah sebelum
tindakan sampai siklus I.
Ketrampilan yang diamati da-lam
membuat karya ilmiah ada-lah:
a. latar belakang masalah: dirumuskan dalam kalimat-kali-mat
yang
runtut,
menunjuk-kan
pentingnya masalah,
b. ketajaman
pembahasan:isinya
relevan dengan permasalahan yang
ada, diambil dari sumber yang
benar,
c. Pembahasan:
menganalisis data
yang ada, menghubung-kan antara
data dengan pus-taka sebagai
referensi,
d. rumusan simpulan: relevan de-ngan
tujuan, relevan dengan data dan
pembahasannya,
e. tatatulis dan bahasa: menggunakan bahasa yang baku,
f. jumlah buku sumber pustaka:
buku refernsi, internet,
g. CD Power Point: hubungan
antara judul dengan materi sesuai,
variasi menarik mudah dipahami.
Pada akhir pertemuan ke-2 gu-ru
memberikan tes hasil belajar, bentuk
soal pilihan ganda yang harus
dikerjakan dalam waktu lima belas
menit.
Soal
dibuat
berdasarkankegiatan
yang
sudah
dilakukan dengan beberapa modifikasi. Hasil belajar, menun-jukkan
kenaikan yang relatif sa-ngat kecil (
Tabel 3)
Tabel 3.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus I
7
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
lebih berharga dari pada kerja individu.
b) Pertemuan ke-5 siswa membuat karya
ilmiah materi Indra pada Manusia
sesuai dengan materi yang menjadi
tugasnya
dengan pentunjuk LKS.
Dengan semakin seringnya siswa
membuat karya ilmiah, maka secara
otomatis me-reka menjadi terlatih.
Hal ini menjadikan kerja siswa lebih
ce-pat, kesalahan-kesalahan
yang
dilakukan pada siklus I
menjadi
pelajaran berharga bagi siswa. Hasil
pengamatan karya ilmiah siswa dapat
dilihat pada tabel 5
Tabel 5.
Perkembangan Ketrampilan Ilmiah Siswa
Sebelum Tindakan Sampai siklus II
2. Siklus II :
a) Pertemuan ke-4, Siswa membu-at
peta pikiran materi Indra pada
manusia.
Siswa sudah
semakin
terlatih dalam membuat peta piki-ran,
sehingga sebagian besar sis-wa dapat
menyalesaikan tugas-nya dengan cepat
sesuai waktu yang ditetapkan,
meskipun masih ada tujuh siswa yang
terlambat. Hal yang penting dari
kegiatan
ini siswa mendapat
gambaran se-cara menyeluruh apa
yang sedang dan akan dipelajari. Pada
saat pe-nyajianpun siswa sudah
semakin berani. Tujuan penyajian ini
ada-lah untuk melatih keberanian siswa untuk berbicara didepan ke-las.
Secara ringkas, aktivitas sis-wa dalam
pembelajaran dapat di-lihat pada tabel
4
Tabel4.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sampai siklus II
Siswa yang terampil mening-katan
sebesar 15% dari siklus I. Ada
35% yang belum te-rampil dalam
bekerja. Pada sik-lus II diberikan tes
pilihan gan-da, 10 soal 15 menit.
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus II.
Pada siklus II anggota ke-lompok
semakin baik. Hal ini sesuai dengan
teori Konstruktif dalam pembelajaran
yaitu bela-jar pada hakekatnya
memiliki aspek sosial dan budaya,
se-hingga kerja kelompok dianggap
Pada siklus II sudah ada peningkatan rata-rata dan jumlah
siswa yang tuntas belajar. Hal ini
ditegaskan Nuriman dan sap-tono
8
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
7% siswa yang masuk kategori
belum aktif, se-cara umum indikator
keberhasi-lan keaktifan siswa telah
terca-pai.Adapun ketrampilan siswa
dapat dilihat pada tabel 8 di ba-wah
ini!
Tabel 8.
Ketrampilan Siswa Sebelum Tindakan
Sampai siklus III
(1999) , bila kegiatan kerja ilmiah
dirancang dengan baik maka sedikit
demi sedikit akan memperoleh dan
membentuk
pe-ngetahuan
secara
mandiri. Nilai ratarata 64,06 dan
ketuntasan 62,5% berarti masih jauh
dari ba-tas tuntas kelas sebesar 85%.
3. Siklus III :
1) Pertemuan ke-6 :Siswa membuat
karya ilmiah materi Gangguan dan
Kelainan Sistem dan Alat In-dra.
Siswa dapat menyelesaikan tugas
tersebut
secara mandiri sesuai
waktu
yang
ditetapkan,
kualitasnyapun
menunjukkan
peningkatan, penyajian materi su-dah
semakin berani dan santai. Dari
kegiatan
ini
guru
sudah
mendapatkan data dari siswa-siswa
yang dinilai baik dalam penyajian
data / diskusi dan dapat menjadi
bahan intropeksi tentang kelebihan
dan kekurang-an siswa.
2) Pertemuan ke-7 : hasil perbai-kan
karya
ilmiah di presentasi-kan
kembali untuk melatih ke-cepatan
tanggap. Siswa secara berkelompok
berhasil menyeles-aikan permasalahan
dan menja-wab permasalahan sesuai
waktu yang ditentukan. Ada 3
kelompok yang menyajikan data
(lidah, hi-dung dan otak).
Tabel 7
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sampai siklus III
Ketrampilan siswa dalm mem-buat
karya 76%. Hal ini sesuai dengan
teori pembelajaran Thorndike yang
menyatakan
bahwa
belajar
memerlukan ada-nya latihan (law of
exercise). Ada 24% siswa yang belum
te-rampil. Akhir pertemuan ke-8,
dilakukan
tes akhir siklus III.
Hasilnya dapat dilihat tabel di bawah
ini !
Tabel 12.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus III
Aspek yang
diamati
Skor Tertinggi
Skor Terendah
Rata-rata
Ketuntasan
Sebelum
tindakan
80
20
49,06
40,6%
Siklus
I
80
20
50,63
53,13
%
Siklus
II
80
30
64,06
62,5%
Siklus
III
90
50
71,25
81,25%
B. Pembahasan
Hasil belajar pada siklus III ada
peningkatan yang cukup sig-nifikan.
Meskipun indikator keber-hasilan siswa
yang tuntas belajar sebesar 85%
belum tercapai. Na-mun dari tabel
tampak ada pening-katan nilai rata-rata
dan persentase siswa yang tutas belajar.
Aktivitas siswa dalam ke-lompok
ada peningkatan sebe-sar 12% dan
9
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
c. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat
meningkatkan
motivasi
belajar.
d. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari segi guru , siklus III, terjadi
peningka-tan kualitas pembelajaran.
Fungsi guru sebagai fasilitator dan
dina-misator sangat terasa.
Awalnya pembelajaran koope-ratif
terasa asing. Namun lambat laun
kinerja
guru semakin
mem-baik,
pemahaman
sintaks
pembe-lajaran
kooperatif
semakin
me-ningkat
sehingga
membantu
proses
pembelajaran menjadi pembelaja-ran
berpusat pada siswa (student centered
learning). Menurut Susilo (2000) Juga
harapan Dharman (2005 ), bahwa guru
harus mampu meng-identifdikasi dan
mencari solusi ter-hadap permasalahan
dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan Tim Pelatih Proyek
PGSM (1999), disebutkan tujuan u-tama
PTK adalah perbaikan dan pe-ningkatan
layanan
profesional
guru
dalam
menangani
proses
pembela-jaran.
Berdasarkan pengalaman ke-lemahan dari
kegiatan ini adalah:
1. Waktu untuk membelajarkan ma-teri
terbatas,
2. Jumlah pengamat hanya 2 o-rang
yang dirasakan berat ka-rena harus
mengamati berbagai aspek sekaligus
pada beberapa kelompok,
3. Soal tes akhir siklus tidak diuji
cobakan terlebih dahulu
B. Saran
1. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
lebih luas guna mendukung KTSP,
2. perlunya dicoba pada sekolah–sekolah agar meningkatkan kinerja
sekolah dalam mewujudkan kelulusan yang kompeten.
Daftar Pustaka
Anonim ,2006. Panduan Pengembangan
Silabus Sekolah Menengah Pertama (
SMP ), Jakarta : Departemen
Pendidikan
Nasional
Direktorat
Jendral Menejemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Derektorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama
Anonim
,2006.
Model
–
Model
Pembelajaran
Inovatif
,Jakarta
:Departemen Pendidikan Nasional
Anonim, 2006.Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Satuan Pendidikan
SMP, Jakarta: Badan Standar Nasional
(BNSP)
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa:
b. Penerapan
model
pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat
meningkatkan penguasaan
konsep system ko-ordinasi dan alat
indra pada manusia.
Darsono,
M.
2001.
Belajar
Pembelajaran.
Semarang:
Semarang Press
dan
IKIP
Dharma, S. 2005. Kebijakan Penelitian
untuk
Penerapan
Profesi
Guru.Makalah
dalam Semlok
10
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
dan
Cara-cara
Mempersiapkannya.Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional.
Permasalahan
dari alternatif
Pemecahan Masalah Pendidikan
MIPA
di
Universitas
Malang
tanggal 23 Februari 2000. 10 halTim
Pelatih
Proyek
PGSM,
1999.
Penelitian
Tindakan
Kelas.Depdikbut,Ditjen
Dikti.
Proyek PGSM . BRD Loan No 3979IND
Penerapan Pembelajaran Berbasis
Riset: Tantangan dan Peluangi bagi
Dosen dan Guru. Semarang 6 Agustus
2005. 10 hal
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching
and Learning. California: Corwi Press,
Inc
Muhamnad Nur, dan Prima Retno.2004.
Pengajaran Berpusat Kepada S iswa
dan Pendekatan Konstruktive dalam
Pengajaran. Surabaya : UNESA
Nurman,W.dan Saptono S 1999.
Konstrusivisme dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Bandung: PPPG
Subiyanto. 1990. Strategi - strategi Belajar
IPA. Malang : IKIP Malang.
Susilo, H. 2000.Beberapa pemikiran
mengenai Guru MIPA Masa Depan
11
UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISTEM KOORDINASI DAN ALAT
INDRA PADA MANUSIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
TRI WAHJUNI
SMP Negeri 2 Bangkalan Kabupaten Bangkalan
Abstrak: Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskanan permasalahan: “Apakah model
pembelajaran Student Facilitator and Eksplaining dengan pende-katan CTL dapat meningkatkan
penguasaan konsep siatem koordinasi dan alat in-dra pada manusia. Penelitian dilakukan di kelas
IX C SMP Negeri 2 Bangkalan, dari 8 kelas paralel Kelas IX C dipilih karena menunjukkan
tingkat kepasifan de-ngan tingkat disiplin rendah, rata-rata 65% siswa tuntas belajar dari
ketrampilan sains 35%. Materi pokok yang dipelari Sistem Koordinasi dan Alat Indra pada
manusia. Hasil belajar pada siklus III ada peningkatan yang cukup signifikan. Meskipun
indikator keberhasilan siswa yang tuntas belajar sebesar 85% belum tercapai. Namun dari tabel
tampak ada peningkatan nilai rata-rata dan persentase siswa yang tutas belajar. Dari segi guru,
siklus IIII, terjadi peningkatan kualitas pembelajaran. Fungsi guru sebagai fasilitator dan
dinamisator sangat terasa. Awalnya pembelajaran kooperatif terasa asing. Namun lambat laun
kinerja guru semakin membaik, pemahaman sintaks pembelajaran kooperatif semakin meningkat sehingga membantu proses pembelajaran menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (student
centered learning). Menurut Susilo(2000) Juga harapan Dharman (2005), bahwa guru harus
mampu mengidentifdikasi dan mencari solusi terhadap permasalahan dalam proses belajar
mengajar.
Kata Kunci: IPA, Pembelajaran Student Facilitator And Explaining
Abstract: Based on description above, the problem can be formulated: " Does the model of
Student Facilitator and Explaining learning by CTL approach improve the mastery of the concept
of coordination system and sensory devices in humans. The study was conducted in class IX C of
SMP Negeri 2 Bangkalan, from 8 class parallel, Class IX C was chosen because it shows the
passivity level with low discipline level, on average 65% of students were complete in learning
from 35% of science skill. The main subject of which is Coordinated System and Indra Tool in
humans. Learning outcomes in cycle III there is a significant increase. Although the success
indicator of students who complete learning by 85% has not been achieved. However, from the
table it appears that there is an increase in the average score and the percentage of students who
tutas learn. In terms of teachers, cycle IIII, there is an increase in the quality of learning. The
function of teachers as facilitators and dynamicators is felt. Initially cooperative learning was
unfamiliar. But gradually the performance of teachers getting better, understanding the syntax of
cooperative learning is increasing so as to help the learning process into student centered
learning). According to Susilo (2000) Also hope Dharman (2005), that teachers should be able to
identify and find solutions to problems in the learning process.
1
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
bahasan system koordinasi manusia
dalam kehidupan sehari-hari,
d. Kegiatan belajar mengajar masih
berpusat pada guru (techer concered ),
siswa lebih banyak mendengar dan
mencatat materi yang disampai-kan guru,
e. Interaksi siswa dalam kelompok be-lajar
masih kurang, karena hanya terbatas pada
pekerjaan mengisi LKS, dimana meteri
kegiatan LKS masih berpusat pada buku
(textbook oriented) dan didominasi
dengan ha-falan bukan pada penerapan
konsep,
sehingga
siswa
tidak
mengembang-kan
kemampuan
membangun penge-tahuan sendiri,
f. Soal tes pokok bahasan system koordinasi pada manusia belum mempertanyakan soal-soal aplikasi kon-sep
dalam berbagai bidang kehidu-pan, tapi
masih berupa hafalan kon-sep, sehingga
sislam proses pembe-lajara cenderung
belajar dengan menghafal.
Pendahuluan
Dari pengalaman nyata guru da-lam
proses kegiatan belajar mengajar IPABiologi. Pada kelas IX di SMP Negeri 2
Bangkalan, ketika membela-jarkan pokok
bahasan system koordina-si manusia,
menemukan berbagai per-masalahan, antara
lain:
1. Aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar masih ren-dah,
ini ditunjukkan dengan sedikit-nya
jumlah siswa yang mengajukan pendapat
dalam menyelesaikan ma-salah yang
diajukan oleh guru, de-mikian juga pada
saat kegiatan ke-lompok,
2. Kriteria Ketuntasan minimal (KKM)
yang diperoleh siswa dari test for-matif
yaitu
65%
jumlah siswa
yang
mendapatkan nilai tuntas, 35 % sis-wa
belum tuntas untuk pokok baha-san
tersebut, jika permasalahan ini tidak
segera diatasi, maka KKM un-tuk pokok
bahasan tersebut tidak tercapai dan akan
berpengaruh ter-hadap ketidak tuntasan
mata pelajar-an IPA-Biologi.
Upaya yang dilakukan agar permasalahan-permaslahan tersebut segera
dapat diatasi, guru harus berani menco-ba
mencari model pembelajaran yang lebih
sesuai dengan obyek belajar yang tersedia,
salah satu model yang dipilih adalah model
pembelajaran Student Facilitator and
Explaining. Model pem-belajaran Student
Facilitator
and
Explaning,
adalah
pembelajaran yang memberikan kebebasan
pada siswa un-tuk menuangkan ide, gagasan
dan pen-dapat tentang sesuatu permasalahan
yang berhubungan dengan pemahaman
konsep maupun penerapan pada kehi-dupan
sehari-hari (Depdiknas 2006). Aktivitas
siswa dalam menemukan dan membangun
pengetahuan
sangat
me-nentukan
kemampuan terhadap konsep tertentu yang
dipelajarinya. Keberhasil-an yang didapat
dengan membangun sendiri akan bersifat
Guru mencoba melakukan pendekatan lebih intensif, untuk menyelesai-kan
permasalahan-permasalahan
terse-but,
melalui
kegiatan
wawancara.
Hasil
wawancara terhadap beberapa siswa yang
mengalami kesulitan belajar pada konsep
sistem koordinasi dan alat indra pada
manusia karena:
a. Motivasi belajar siswa dan rasa per-caya
diri rendah,
b. Siswa belum diberi kesempatan un-tuk
membuat dan menampilkan ha-sil karya
didepan kelas dari pokok bahasan sistem
koordinasi manusia,
c. Siswa belum diberi kesempatan menerapkan konsep untuk memecah-kan
masalah yang berkaitan dengan pokok
2
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
motivator. IPA-Biologi se-bagai ilmu yang
mengkaji fenomena a-lam, tidak cukup
dikuasai
dengan
cara
membaca,
menghafalkan, atau menger-jakan tes untuk
mengukur penguasaan konsep siswa.
IPA-Biologi perlu didukung kegi-atan
kerja ilmiah, siswa melakukan ke-giatan
percobaan, pengamatan, menga-nalisis data,
berdiskusi,
dan
memapar-kan
hasil
pengamatan,
sehinggga
mam-pu
menerapkan ketrampilan, sikap, dan nilai
ilmiah pada diri siswa. Dengan ca-ra ini, bila
siswa melihat peristiwa yang ada di
lingkungan sekitar diharapkan mampu
mengkaitkan pengetahuan yang sudah
mereka miliki untuk memecah-kan masalah
sederhana yang terjadi di lingkungannya
(Depdiknas 2006) Pem-belajaran IPA
Biologi berkaitan erat dengan lingkungan,
maka pendekatan Pembelajaran Kontekstual
(CTL)
sa-ngat
dianjurkan.
CTL
implementasinya
ditandai
dengan
pembelajaran yang di-lakukan disesuaikan
dengan perkem-bangan siswa, membentuk
kelompok belajar yang saling tergantung,
dengan mempertimbangkan keberagaman
sis-wa, serta menyediakan lingkungan yang
mendukung
pembelajaran
mandi-ri.
Penciptaan lingkungan tersebut me-miliki
tiga karakterisrik umum: a) ke-sadaran
berpikir, b) penggunaan stra-tegi yang
cocok, dan c)
motivasi ber-kelanjutan
(Ibrahim,2003). Teori bela-jar Thordike
menyebutkan bahwa bela-jar memerlukan
adanya latihan (law of exercise). Siswa
perlu berlatih menga-jukan pertanyaan,
menjawab,
dan
ber-pendapat
untuk
membentuk konsep yang lebih matang pada
dirinya sendiri. Demikian pula dalam hal
ketrampilan, perlu diberikan kesempatan
tahan lama dan menumbuhkan rasa percaya
diri dan pandangan positif terhadap materi
pem-belajaran. Adapun langkah-langkah untuk menyusun pembelajaran Student
Facilitator and Eksplaning adalah:
a. Guru menyampaikan indikator hasil
belajar yang akan dicapai,
b. Guru menjelaskan apa yang perlu
dilakukan siswa
untuk
mencapai
kompetensi yang diharapkan,
c. Guru membagi kelompok dan kemampuan akademik yang merata,
d. Siswa membuat karya tulis ilmah dengan
topik yang menjadi tugas mereka,
e. Siswa mempresentasikan hasil dis-kusi
pada siswa lain yang berbeda kelompok,
f. Guru menyimpulkan pendapat sis-wa,
g. Guru membuat peta konsep menge-nai
konsep yang telah ditentukan.
Jhonson Elaine, dalam Mohamad Nur
(2004) bahwa “Teaching should be offered
in context, Learning in order to know should
not be separated from learning in order to
do”, pernyataan ini mengaplikasikan bahwa
pembelajaran yang dikembangkan disekolah
seharus-nya mengacu 3 hal:
1. menghubungkan
pengetahuan
dan
ketrampilan,
2. mempelajari konsep abstrak dengan
melakukan aktifitas praktis,
3. menghubungkan pelajaran di seko-lah
dengan dunia nyata.
Depdiknas
(2006)
menerapkan
pendekatan yang memuat 4 pilar pendidikan, yaitu “learningto do, learning to
know, learning to be and learning to live
together”, inquiry, konstrutivisme, SETS
atau sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat, pemecahan masalah. Dalam
pendekatanpendekatan tersebut, guru lebih
banyak berperan sebagai fa-silitator dan
3
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
melakukan sesuatu karena ingin mencapai
sesuatau
yang
dikehen-daki
atau
mendapatkan
keleluasaan
de-ngan
perbuatannya”. ( DEPDIK-BUD )
berlatih melakukan pengamatan atau
melaku-kan percobaan sehingga siswa
menda-patkan pengetahuan secara langsung
dengan mengalaminya sendiri. Belajar
dengan mengalami sendiri tentu akan
memberikan kesan yang lebih menda-lam
pada diri siswa. Konsep belajar berdasarkan
pengalaman setidaknya bersandar pada dua
anggapan dasar: 1) belajar yang paling baik
adalah bila sis-wa secara pribadi terlibat
dalam penga-laman belajar, dan 2) agar
menjadi pe-ngetahuan yang bermakna, maka
pe-ngetahuan harus ditemukan sendiri oleh
siswa (Johnson and Johnson, 2002).
Sistem Koordinasi dan Indera pada
Manusia Serta Hubungannya dengan
Kesehatan
Dalam sistem Koordinasi diperlu-kan
tiga komponen agar fungsi koordi-nasi dapat
berlangsung yaitu reseptor, konduktor, dan
efektor.
1. Reseptor, Reseptor adalah bagian tubuh
yang berfungsi sebagai pene-rima
rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita
yang bertindak sebagai reseptor adalah
organ indera.
2. Konduktor
(Penghantar
impuls)
konduktor adalah bagian tubuh yang
berfungsi sebagai penghantar rangsangan. Bagian tersebut adalah sel-sel
saraf (neuron) yang membentuk system
saraf. Sel-sel ini ada yang berfungsi
membawa rangsangan ke pusat saraf ada
juga yang membawa pesan dari pusat
saraf.
3. Efektor Efektor, ini adalah bagian yang
menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan oleh penghantar im-plus.
Efektor yang paling penting pada
manusia adalah otot dan kelen-jar system
kerja ketiga komponen tersebut dapat
digambarkan seperti berikut :
Kajian Teori
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penguasa-an
pengetahuan
atau
ketrampilan
yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya yang ditunjukkan dengan nilai tes
atua angka nilai yang diberikan oleh guru”(
DEPDIKBUD Kamus Bahasa Indonesia
1994:787 ). “ Prestasi adalah penguasaan
terhadap materi pendidikan yang sedang
ditekuninya oleh indivi-du”. (Dewa ketut
sukardi 1987: 48 ).”
Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah kegiatan melalui jalan
latihan dalam laboratorium atau lingkungan
alam yang dibedakan oleh perubahnperubahn”. (Nasution 1989:3 ).
Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu atau u-saha-usaha
yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok
orang
tertentu
bergerak
Sistem Saraf sebagai system koordinasi, system mempunyai fungsi:
1. Menghantarkan impuls/Rangsangan
4
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
oleh sitoplasma granuler. Di dalam
sitoplasma badan sel juga terdapat dalam
badan Nissl yang merupakan modifikasi
dari retiku-lum endoplasma kasar (REK).
Ba-dan Nissl mengandung protein yang
digunakan sebagai pengganti protein
yang habis. Selama metabolisme, protein
ini juga bermanfaat bagi per-tumbuhan
neuron. Jika badan sel mengalami
kerusakan maka serabut-serabut dari
neuron akan mati. Fungsi Badan
Sel adalah untuk me-nerima impuls
(ransangan) dari den-drit dan meneruskan
ke Akson (neu-rit).
b. Dendrit, Dendrit adalah tonjolan dari
sitoplasma pada bagian dari ba-dan sel.
Di bandingkan dengan ak-son, dendrit ini
jauh lebih halus, le-bih pendek, dan juga
memiliki per-cabangan yang lebih
banyak. Fungsi dendrit adalah untuk
meneruskan ransang dari organ penerima
rang-sang (reseptor) menuju ke badan
sel)
2. Memberikan respon terhadap Impuls
3. Mengatur kerja system organ
Bagian-Bagian Sel Saraf (Neuron) dan
Fungsinya
Struktur Neuron memiliki berba-gai
macam jenis bagian-bagian sel sa-raf yang
berfungsi dalam hal tertentu. Neuron atau
sel saraf adalah unik struk-tural dan
fungsional dari sistem saraf. Neuron
mempunyai
kemampuan
dalam
konduktivitas (penghantar) dan ke-mampuan
eksistabilitas (dapat dirang-sang), serta
kemampuan merespon ran-sangan dengan
sangat baik. Neuron ter-diri atas beberapa
bagian-bagian yang setiap jenisnya berbeda
antara satu de-ngan yang lain. Di otak
terdapat sekitar 100 milliar neuron dan sel
glial. Neu-ron berkomunikasi melalui
persim-pangan neuron yang disebut
sinapsis.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam pene-litian
model pembelajaran Stu-dent Facilitator
and
Eksplaning dapat
me-ningkatkan
penguasaan konsep sys-tem koordinasi
manusia. Indikator keberhasilan yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1)
persentase sis-wa mengungkapkan ide atau
pendapat didepan kelas untuk setiap
pertemuan setidaknya 75%, 2) minimal 85%
siswa
memperoleh nilai≥ 70 pada tes
ulangan harian pokok bahasan Sistem
Koordi-nasi.
Bagian-Bagian Sel Saraf (Neuron) adalah
sebagai berikut.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di kelas IX C
SMP Negeri 2 Bangkalan, dari 8 ke-las
paralel Kelas
IX C
dipilih karena
menunjukkan tingkat kepasifan dengan
Bagian-Bagian Neuron (Sel Saraf) dan
Fungsinya
a. Badan Sel (Perikarion), Badan sel
menyimpan inti sel (nukleus) dan a-nak
dari inti sel (nukleolus), Badan sel
berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi
5
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
kegiatan dalam pertemuan
ke-2,
nampaknya memberikan penga-ruh
yang po-sitif terhadap kegia-tan
kelom-pok. Dalam pertemuan ini
siswa melakukan percobaan sederhana, berdiskusi dan mengisi LKS-2
dengan
mengamati char-ta serta
menjawab
pertanyaan
pa-da
LKS.Kelompok Sumsum tu-lang
belakang, Hidung, Kulit, Te-linga dan
saraf pusat belum me-nunjukkan
kinerja yang baik, kelompok ini
terlambat menye-lesaikan tugas, baik
percobaan
maupun
menjawab
permasalahan, diskusi kelas, akibatnya
waktu penyajian data kelompok dan
dis-kusi kelas berkurang. Menurut
Darsono 2001, lambatnya kerja
kelompok tahap awal sudah u-mum,
asalkan
masih
batas
to-leran.
Kegiatan ini hanya 2 ke-lompok
menyajikan
hasil,
sudah
ada
peningkatan kualitas penya-jiannya,
sebab pembelajaran koo-peratif mulai
dipahami siswa. (Tabel 1)
Tabel 1.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sebelum tindakan sampai siklus 1
tingkat disiplin rendah, rata-rata 65% siswa
tuntas belajar dari ketrampilan sains 35%.
Materi pokok yang di-pelari Sistem
Koor-dinasi dan Alat Indra pada manusia.
Hasil Penelitiand Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I:
1) Pertemuan ke-1dengan kegiatan utama
membuat peta pikiran. Tujuan: agar
siswa cermat mem-baca materi dan
membangun
pe-ngetahuannya
berdasarkan apa yang dibaca ke dalam
bentuk peta pikiran. Peta pikiran yang
baik ditandai adanya warna, bentuk
dan garis yang bervariasi sehing-ga
tidak membosankan. Setiap siswa
menyelesaikan
tugas
se-cara
individual, anggota
kelom-pok
menentukan peta pikiran yang
disajikan di depan kelas dan
menyalin
pada OHP selan-jutnya
memilih anggota kelom-pok yang
menyajikan di depan kelas. Hasil peta
pikiran masih sederhana, warna
belum berani, bentuk tambahan
belum
tam-pak.
Hal
ini
menunjukkan bah-wa siswa perlu
banyak latihan. Ada beberapa siswa
berhasil membuat peta pikiran
dengan baik. Ada 2 kelompok yang
menyajikan, dan penyajiannya masih
terlalu tegang. Tanggap-an kelompok
lain juga masih ren-dah meskipun guru
sudah mem-beri motivasi untuk
berlatih Ta-nya jawab.
2) Pertemuan ke-2, aktivitas siswa
sudah mulai menunjukkan peningkatan yang menggembira-kan.
Apabila pada pertemuan-1, masih
ada
siswa
yang
menyon-tek
pekerjaan teman,
maka
pa-da
pertemuan ke-2 sudah se-makin
berkurang karena peker-jaan mereka
lebih membutuhkan aktivitas kelompok. Pembagian tugas pada awal
Pada siklus I ini, aktivitas sis-wa
dalam kelompok mencapai 72% dan
dalam kelas beru 48%. Artinya
siswa menunjukkan ke-aktifan yang
lebih
tinggi
dalam
kelompok
dibandingkan dalam kelas. Dari hasil
wawancara selama pendampingan
kegiatan kelompok, mereka merasa
lebih yaman bila pembicaraannya
ha-nya didengar oleh sedikit orang
dan ada perasaan takut, malu, segan
6
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
bila harus berbicara di-depan kelas.
Hal ini terlihat pada saat guru
meminta siswa untuk menyajikanpeta
pikiran, ti-dak ada satupun kelompok
yang berani maju, namun setelah ada
motivasi dari guru, satu demi satu
kelompok siswa mulai be-rani
mengajukan
peta
pikiran-nya.
Selanjutnya guru meminta setiap
kelompokmenentukan
satu
peta
pikiran yang harus
ditampil-kan
dalam papan informasi ke-giatan
siswa. Kemudian setiap kelompok
memberikan
penilai-an terhadap
seluruh karya ke-lompok siswa dan
tidak diper-bolehkan menilai peta
pikiran kelompoknya sendiri. Siswa
me-rasa senang dan mengetahui bahwa melakukan penilaian tidaklah
mudah. Adapun dalam pelaksa-naan
percobaan,
peran
guru
masih
dominan, karena sering memberikan
layanan kepada
kelompok yang
mengalami ham-batan. Hal ini
membuat guru menjadi kurang sabar
dalam membimbing siswa, karena terlalu sering bertanya, padahal me-reka
diberi kesempatan untuk membaca
langkah kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa
siswa
perlu ditingkatkan
kemandirian-nya.
Adapun
hasil
pengamatan
kemampuan
kerja
ilmiah
dalam pembuatan karya
ilmiah, dipero-leh data seperti tabel 2
di bawah ini.
Tabel 2.
Perkembangan ketrampilan ilmiah sebelum
tindakan sampai siklus I.
Ketrampilan yang diamati da-lam
membuat karya ilmiah ada-lah:
a. latar belakang masalah: dirumuskan dalam kalimat-kali-mat
yang
runtut,
menunjuk-kan
pentingnya masalah,
b. ketajaman
pembahasan:isinya
relevan dengan permasalahan yang
ada, diambil dari sumber yang
benar,
c. Pembahasan:
menganalisis data
yang ada, menghubung-kan antara
data dengan pus-taka sebagai
referensi,
d. rumusan simpulan: relevan de-ngan
tujuan, relevan dengan data dan
pembahasannya,
e. tatatulis dan bahasa: menggunakan bahasa yang baku,
f. jumlah buku sumber pustaka:
buku refernsi, internet,
g. CD Power Point: hubungan
antara judul dengan materi sesuai,
variasi menarik mudah dipahami.
Pada akhir pertemuan ke-2 gu-ru
memberikan tes hasil belajar, bentuk
soal pilihan ganda yang harus
dikerjakan dalam waktu lima belas
menit.
Soal
dibuat
berdasarkankegiatan
yang
sudah
dilakukan dengan beberapa modifikasi. Hasil belajar, menun-jukkan
kenaikan yang relatif sa-ngat kecil (
Tabel 3)
Tabel 3.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus I
7
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
lebih berharga dari pada kerja individu.
b) Pertemuan ke-5 siswa membuat karya
ilmiah materi Indra pada Manusia
sesuai dengan materi yang menjadi
tugasnya
dengan pentunjuk LKS.
Dengan semakin seringnya siswa
membuat karya ilmiah, maka secara
otomatis me-reka menjadi terlatih.
Hal ini menjadikan kerja siswa lebih
ce-pat, kesalahan-kesalahan
yang
dilakukan pada siklus I
menjadi
pelajaran berharga bagi siswa. Hasil
pengamatan karya ilmiah siswa dapat
dilihat pada tabel 5
Tabel 5.
Perkembangan Ketrampilan Ilmiah Siswa
Sebelum Tindakan Sampai siklus II
2. Siklus II :
a) Pertemuan ke-4, Siswa membu-at
peta pikiran materi Indra pada
manusia.
Siswa sudah
semakin
terlatih dalam membuat peta piki-ran,
sehingga sebagian besar sis-wa dapat
menyalesaikan tugas-nya dengan cepat
sesuai waktu yang ditetapkan,
meskipun masih ada tujuh siswa yang
terlambat. Hal yang penting dari
kegiatan
ini siswa mendapat
gambaran se-cara menyeluruh apa
yang sedang dan akan dipelajari. Pada
saat pe-nyajianpun siswa sudah
semakin berani. Tujuan penyajian ini
ada-lah untuk melatih keberanian siswa untuk berbicara didepan ke-las.
Secara ringkas, aktivitas sis-wa dalam
pembelajaran dapat di-lihat pada tabel
4
Tabel4.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sampai siklus II
Siswa yang terampil mening-katan
sebesar 15% dari siklus I. Ada
35% yang belum te-rampil dalam
bekerja. Pada sik-lus II diberikan tes
pilihan gan-da, 10 soal 15 menit.
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus II.
Pada siklus II anggota ke-lompok
semakin baik. Hal ini sesuai dengan
teori Konstruktif dalam pembelajaran
yaitu bela-jar pada hakekatnya
memiliki aspek sosial dan budaya,
se-hingga kerja kelompok dianggap
Pada siklus II sudah ada peningkatan rata-rata dan jumlah
siswa yang tuntas belajar. Hal ini
ditegaskan Nuriman dan sap-tono
8
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
7% siswa yang masuk kategori
belum aktif, se-cara umum indikator
keberhasi-lan keaktifan siswa telah
terca-pai.Adapun ketrampilan siswa
dapat dilihat pada tabel 8 di ba-wah
ini!
Tabel 8.
Ketrampilan Siswa Sebelum Tindakan
Sampai siklus III
(1999) , bila kegiatan kerja ilmiah
dirancang dengan baik maka sedikit
demi sedikit akan memperoleh dan
membentuk
pe-ngetahuan
secara
mandiri. Nilai ratarata 64,06 dan
ketuntasan 62,5% berarti masih jauh
dari ba-tas tuntas kelas sebesar 85%.
3. Siklus III :
1) Pertemuan ke-6 :Siswa membuat
karya ilmiah materi Gangguan dan
Kelainan Sistem dan Alat In-dra.
Siswa dapat menyelesaikan tugas
tersebut
secara mandiri sesuai
waktu
yang
ditetapkan,
kualitasnyapun
menunjukkan
peningkatan, penyajian materi su-dah
semakin berani dan santai. Dari
kegiatan
ini
guru
sudah
mendapatkan data dari siswa-siswa
yang dinilai baik dalam penyajian
data / diskusi dan dapat menjadi
bahan intropeksi tentang kelebihan
dan kekurang-an siswa.
2) Pertemuan ke-7 : hasil perbai-kan
karya
ilmiah di presentasi-kan
kembali untuk melatih ke-cepatan
tanggap. Siswa secara berkelompok
berhasil menyeles-aikan permasalahan
dan menja-wab permasalahan sesuai
waktu yang ditentukan. Ada 3
kelompok yang menyajikan data
(lidah, hi-dung dan otak).
Tabel 7
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
sampai siklus III
Ketrampilan siswa dalm mem-buat
karya 76%. Hal ini sesuai dengan
teori pembelajaran Thorndike yang
menyatakan
bahwa
belajar
memerlukan ada-nya latihan (law of
exercise). Ada 24% siswa yang belum
te-rampil. Akhir pertemuan ke-8,
dilakukan
tes akhir siklus III.
Hasilnya dapat dilihat tabel di bawah
ini !
Tabel 12.
Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan
sampai siklus III
Aspek yang
diamati
Skor Tertinggi
Skor Terendah
Rata-rata
Ketuntasan
Sebelum
tindakan
80
20
49,06
40,6%
Siklus
I
80
20
50,63
53,13
%
Siklus
II
80
30
64,06
62,5%
Siklus
III
90
50
71,25
81,25%
B. Pembahasan
Hasil belajar pada siklus III ada
peningkatan yang cukup sig-nifikan.
Meskipun indikator keber-hasilan siswa
yang tuntas belajar sebesar 85%
belum tercapai. Na-mun dari tabel
tampak ada pening-katan nilai rata-rata
dan persentase siswa yang tutas belajar.
Aktivitas siswa dalam ke-lompok
ada peningkatan sebe-sar 12% dan
9
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
c. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat
meningkatkan
motivasi
belajar.
d. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari segi guru , siklus III, terjadi
peningka-tan kualitas pembelajaran.
Fungsi guru sebagai fasilitator dan
dina-misator sangat terasa.
Awalnya pembelajaran koope-ratif
terasa asing. Namun lambat laun
kinerja
guru semakin
mem-baik,
pemahaman
sintaks
pembe-lajaran
kooperatif
semakin
me-ningkat
sehingga
membantu
proses
pembelajaran menjadi pembelaja-ran
berpusat pada siswa (student centered
learning). Menurut Susilo (2000) Juga
harapan Dharman (2005 ), bahwa guru
harus mampu meng-identifdikasi dan
mencari solusi ter-hadap permasalahan
dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan Tim Pelatih Proyek
PGSM (1999), disebutkan tujuan u-tama
PTK adalah perbaikan dan pe-ningkatan
layanan
profesional
guru
dalam
menangani
proses
pembela-jaran.
Berdasarkan pengalaman ke-lemahan dari
kegiatan ini adalah:
1. Waktu untuk membelajarkan ma-teri
terbatas,
2. Jumlah pengamat hanya 2 o-rang
yang dirasakan berat ka-rena harus
mengamati berbagai aspek sekaligus
pada beberapa kelompok,
3. Soal tes akhir siklus tidak diuji
cobakan terlebih dahulu
B. Saran
1. Penerapan
model pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
lebih luas guna mendukung KTSP,
2. perlunya dicoba pada sekolah–sekolah agar meningkatkan kinerja
sekolah dalam mewujudkan kelulusan yang kompeten.
Daftar Pustaka
Anonim ,2006. Panduan Pengembangan
Silabus Sekolah Menengah Pertama (
SMP ), Jakarta : Departemen
Pendidikan
Nasional
Direktorat
Jendral Menejemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Derektorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama
Anonim
,2006.
Model
–
Model
Pembelajaran
Inovatif
,Jakarta
:Departemen Pendidikan Nasional
Anonim, 2006.Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Satuan Pendidikan
SMP, Jakarta: Badan Standar Nasional
(BNSP)
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa:
b. Penerapan
model
pembelajaran
Student Facilitator and Eksplaning
dapat
meningkatkan penguasaan
konsep system ko-ordinasi dan alat
indra pada manusia.
Darsono,
M.
2001.
Belajar
Pembelajaran.
Semarang:
Semarang Press
dan
IKIP
Dharma, S. 2005. Kebijakan Penelitian
untuk
Penerapan
Profesi
Guru.Makalah
dalam Semlok
10
paya Peningkatan Pemahaman Konsep Sistem Koordinasi, Tri Wahjuni
dan
Cara-cara
Mempersiapkannya.Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional.
Permasalahan
dari alternatif
Pemecahan Masalah Pendidikan
MIPA
di
Universitas
Malang
tanggal 23 Februari 2000. 10 halTim
Pelatih
Proyek
PGSM,
1999.
Penelitian
Tindakan
Kelas.Depdikbut,Ditjen
Dikti.
Proyek PGSM . BRD Loan No 3979IND
Penerapan Pembelajaran Berbasis
Riset: Tantangan dan Peluangi bagi
Dosen dan Guru. Semarang 6 Agustus
2005. 10 hal
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching
and Learning. California: Corwi Press,
Inc
Muhamnad Nur, dan Prima Retno.2004.
Pengajaran Berpusat Kepada S iswa
dan Pendekatan Konstruktive dalam
Pengajaran. Surabaya : UNESA
Nurman,W.dan Saptono S 1999.
Konstrusivisme dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Bandung: PPPG
Subiyanto. 1990. Strategi - strategi Belajar
IPA. Malang : IKIP Malang.
Susilo, H. 2000.Beberapa pemikiran
mengenai Guru MIPA Masa Depan
11