BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Matematika SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Mod
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Matematika SD
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Istilah matematika bersumber dari bahasa Latin mathematika yang awalnya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Lebih lanjut terdapat berbagai pengertian matematika menurut para ahli. “Matematika ialah kumpulan dari kebenaran dan aturan, ilmu matematika bukan sekedar hanya berhitung saja. Matematika merupakan suatu bahasa, kegiatan untuk pem- bangkitan masalah serta untuk memecahkan suatu masalah, kegiatan untuk menemukan serta untuk mempelajari pola dan hubungan ” (Riedesel, 1996). Matematika merupakan ilmu pasti yang memuat fakta dan kaidah matematis. Dalam matematika kebanyakan menekankan pada berhitung. Selain itu, matematika terdiri dari bahasa simbol. Simbol-simbol matematika ditulis dengan ringkas tetapi memiliki makna yang luas. Ada baiknya dalam pembelajaran matematika terdapat kegiatan menciptakan masalah beserta cara menyelesaikannya.
“Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
” (Russeffendi, 1992: 148). Matematika biasanya memerlukan logika untuk mempelajarinya. Matematika terbentuk oleh adanya akal pikiran manusia, metode, dan logika. Akal manusia dan logika menuntun pada metode atau cara yang dipakai untuk menyelesaikan masalah matematis. Dalam pembelajaran matematika selain hasil, proses juga sangat penting.
Pembelajaran matematika adalah proses memberi pengalaman belajar kepada siswa yang menempuh susunan kegiatan yang terencana sehingga siswa mendapat pengetahuan tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatoto, 2007: pemberian ilmu pengetahuan menempuh jalinan aktivitas yang tersusun sehingga memudahkan siswa dalam memperolehnya.
Berdasarkan berbagai pengertian matematika yang telah dijelaskan dapat dilakukan kajian analisis secara komprehensif pada semua definisi tersebut. Analisis mencakup kata kunci yang tercatat dalam pengertian di atas.
Tabel 2.1.
Analisis Konstruk Matematika
Kata Kunci Riedesel Russeffendi Gatoto Kebenaran √ - -
√ Aturan
- Berhitung √
- Bahasa √
- Pembangkitan √ - -
- Masalah √ - Pemecahan √ - Penalaran Kegiatan √
Proses Pengalaman Menemukan √
- Mempelajari √ Memperoleh -
- Berhubungan Pola hubungan &ra
- Ide
√ -
- Terencana
√ Pengetahuan
√ Berdasarkan Tabel 2.1. tampak bahwa setiap ahli memiliki kata kunci masing- masing dalam membangun pengertian matematika. Oleh karena itu, selain menggabungkan kata-kata kunci tersebut, perlu adanya penambahan kata-kata kunci yang belum ada pada tiga pengertian tersebut. Beberapa kata kunci yang dapat ditambahkan yaitu: 1.
Matematika adalah ilmu terstruktur
Terstruktur maksudnya dalam pembelajaran matematika guru sebaiknya merancang keadaan siswanya supaya bisa memahami konsep-konsep yang akan digali berangkat dari yang mudah ke yang lebih sukar.
2. Pembelajaran matematika sebaiknya bermakna Ketika memberikan pelajaran matematika hendaknya dibuat bermakna.
Siswa diwajibkan dapat menemukan pengetahuannya sendiri melalui kaidah matematis. Guru diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan pengetahuannya.
3. Matematika merupakan ilmu pemahaman bukan hapalan Dalam mempelajari matematika perlu adanya pemahaman. Pemahaman berarti mengerti konteks tentang suatu hal. Memahami matematika akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah matematis, karena matematika biasanya memiliki pola yang dapat dilihat ketika sudah paham akan konteks yang sedang dipelajari.
4. Matematika memiliki kegunaan pada mata pelajaran lain Belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan tidak ceroboh dalam bertindak. Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. Jika ada langkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal.
Sehingga matematika memiliki manfaat untuk mendukung pengetahuan yang lain.
5. Matematika berguna bagi kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan kemampuan matematis.
Sebagai contoh saat berbelanja yaitu untuk menghitung berapa uang yang harus dibayar atau menghitung berat sayur yang akan dibeli dan sebagainya. Untuk membangun sebuah rumah juga dibutuhkan keahlian dalam bidang matematika. Selain itu, perkembangan teknologi yang ada
2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD
Kompetensi Setelah Mempelajari Matematika di Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah (Permendikbud, 2016).
Tabel 2.2.
Kompetensi matematika untuk SD/MI
Aspek Kompetensi Matematika SD/MI 1-3 4-6
Bilangan Menggunakan bilangan cacah, Menggunakan bilangan bulat, prima,
pecahan sederhana dalam pecahan, kelipatan dan faktor, pemecahan masalah kehidupan pangkat dan akar sederhana dalam sehari-hari pemecahan masalah kehidupan sehari-hari Geometri dan Menggunakan bangun datar dan Menggunakan bangun datar danPengukuran bangun ruang sederhana, konsep bangun ruang, hubungan antar satuan (berat, panjang, dan garis, pengukuran (berat, panjang, waktu), dalam pemecahan luas, volume, sudut, masalah kehidupan sehari-hari waktu, kecepatan, dan debit), letak dan koordinat suatu benda dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari Statistika dan Menyajikan data tunggal Mengumpulkan, menyajikan dan
Peluang sederhana dalam bentuk gambar menafsirkan data tunggal dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari
Berikut merupakan Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD semester 2:
Tabel 2.3.
Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD Semester 2
Materi Kompetensi Dasar Kegiatan PembelajaranPembelajaran
3.7 Menjelaskan dan Pembulatan hasil
Mengidentifikasi cara pembulatan melakukan pembulatan pengukuran ke kebawah, contoh: 12,4 cm hasil pengukuran satuan, puluhan, dibulatkan menjadi 12 cm dan panjang dan berat ke atau ratusan 24,7 kg dibulatkan menjadi 25 kg satuan terdekat terdekat.
Mengidentifikasi cara pembulatan
4.7 Menyelesaikan masalah ke atas, contoh: 12,6 cm pembulatan hasil dibulatkan menjadi 13 cm; 28,9 pengukuran panjang kg dibulatkan menjadi 29 kg dan berat ke satuan
Mengukur benda-benda di sekitar terdekat kelas atau sekolah menggunakan alat ukur seperti meteran, timbangan dan melakukan pembulatan pada hasil Materi Kompetensi Dasar Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran
Menyelesaikan permasalahan yang melibatkan pembulatan Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan pembulatan
3.8 Menganalisis Segi banyak: Mengenal berbagai bentuk segi segibanyak beraturan banyak beraturan dan tak
Segi banyak dan segibanyak tidak beraturan beraturan dari gambar atau poster beraturan Segi banyak Membuat diagram
4.8 Mengidentifikasi tak beraturan pengelompokan segi banyak segibanyak beraturan beraturan dan tak beraturan dan dan segibanyak tidak menjelaskan alasannya beraturan
Menyelesaikan permasalahan yang melibatkan segi banyak Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan segi banyak
3.9 Menjelaskan dan Keliling dan luas Mengidentifikasi berbagai bangun menentukan keliling daerah datar persegi, persegi panjang dan dan luas daerah persegi, segitiga
Persegi persegipanjang, dan Persegipanjang Melakukan eksplorasi pengukuran segitiga bangun datar persegi,persegi Segitiga
4.9 Menyelesaikan masalah panjang, dan segitiga untuk berkaitan dengan menentukan keliling dan luas keliling dan luas daerah bangun datar persegi, persegi persegi, panjang dan segitiga persegipanjang, dan
Menggunakan rumus untuk segitiga menentukan keliling dan luas bangun datar Menyelesaikan permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang, segitiga) Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang, segitiga)
3.10 Menjelaskan Hubungan antar
Menggunakan kerangka kubus hubungan antar garis atau balok, untuk mengidentifikasi garis (sejajar, rusuk-rusuk sejajar, rusuk-rusuk Garis sejajar berpotongan, yang berpotongan dan berhimpit Garis berhimpit) berpotongan
Menggambar garis-garis sejajar, menggunakan berpotongan, dan berhimpit Garis model konkret berhimpit
Menjelaskan sifat-sifat garis-garis
4.10 Mengidentifikasi sejajar, garis-garis berpotongan hubungan antar garis dan berhimpit (sejajar, berpotongan,
Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran berhimpit) menggunakan model konkret yang melibatkan hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, dan berhimpit)
Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, dan berhimpit)
3.11 Menjelaskan data diri peserta didik dan lingkungannya yang disajikan dalam bentuk diagram batang
4.11 Membaca data diri peserta didik dan lingkungannya yang disajikan dalam bentuk diagram batang Data dan pengukuran
Menafsirkan data yang disajikan dalam bentuk diagram batang Membuat diagram batang dari sekumpulan data yang berbeda dari data sebelumnya Menggunakan konsep diagram batang untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari- hari Menyajikan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan data dan pengukuran
3.12 Menjelaskan dan menentukan ukuran sudut pada bangun datar dalam satuan baku dengan menggunakan busur derajat
4.12 Mengukur sudut pada bangun datar dalam satuan baku dengan menggunakan busur derajat Pengukuran sudut dengan busur derajat
Menentukan satuan baku pengukuran sudut Menentukan alat pengukur sudut yang sesuai untuk mengukur berbagai macam bentuk sudut yang berbeda pada bangun datar Menggunakan bussur derajat untuk mengukur sudut pada bidang datar Memprediksi ukuran suatu sudut dan memeriksa ketepatan hasil prediksi dengan melakukan pengukuran Menggunakan pengukuran sudut dengan busur derajat untuk menyelsaikan masalah Menyajikan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pengukuran sudut dengan busur derajat
2.1.1.3 Pembelajaran Matematika SD
Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget (Dahar, 2011: 134) anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri- ciri anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara transitif. Contoh : 2+2 = 4; 4+2=6; 6+2=8; 10+2=12. Proses ini sudah dapat dipahami oleh siswa.
Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpkir anak SD. Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Matematika yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengem- bangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model- model yang merupakan contoh dari sistim itu yang pada akhirnya telah di- gunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola pikir yang matematis, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistem matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak.
Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum formal atau masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru yang mengajar matematika. Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain
Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 14) yaitu:
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika. Topik baru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Konsep diberikan dimulai dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika.
2. Pembelajaran matematika bertahap Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak. Untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda konkrit digunkan pada tahap konkrit, kemudian ke gambar-gambar pada tahap semi konkrit dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif. Contoh: Pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun tersebut dan mengenal namanya. Menentukan sifat-sifat yang terdapat pada bangun ruang tersebut sehingga didapat pemahaman konsep bangun-bangun ruang itu.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsistensi artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain. Suatu penyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan- pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di
SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara indukti tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya. Secara umum, pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kecakapan atau kemahiran matematika. Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki peserta didik terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi dalam kehidupan peserta didik sehari- hari. Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi yang logis, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada Kurikulum 2013 khususnya untuk jenjang SD/MI, terdapat perubahan pada pembelajaran matematika, yaitu konsep pembelajaran terpadu tematik integratif dengan mata pelajaran lain berlaku dari kelas 1 sampai kelas 6. Perubahan ini tentu saja berdampak pada proses pembelajaran matematika, dimana pembelajaran matematika dapat juga berorientasi pada pengayaan (enrichment) antar mata pelajaran, pengembangan kemampuan berpikir, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, lingkungan sosial, dan lingkungan alam.
Pembelajaran matematika di SD/MI diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber, mampu merumuskan masalah bukan hanya menyelesaikan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, pembelajaran diarahkan untuk melatih peserta didik berpikir logis dan kreatif bukan sekedar berpikir mekanistis serta mampu bekerja sama dan berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran matematika dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tidak langsung (Indirect Teaching).
Silabus mata pelajaran Matematika SD/MI disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman namun lingkup dan substansinya tidak berkurang, serta tetap mempertimbangkan tata urutan (sequence) materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan kurikulum; mudah diajarkan oleh guru (teachable); mudah dipelajari oleh peserta didik (learnable); terukur pencapainnya (measurable); dan bermakna untuk dipelajari (worth to learn) sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan pendidikan peserta didik.
Silabus ini bersifat fleksibel, kontekstual, dan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran, serta mengakomodasi keungulan-keunggulan lokal. Atas dasar prinsip tersebut, komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus merupakan alternatif kegiatan yang dirancang berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut merupakan alternatif dan inspiratif sehingga guru dapat mengembangkan berbagai model yang sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran. Dalam melaksanakan silabus ini guru diharapkan kreatif dalam pengembangan materi, pengelolaan proses pembelajaran, penggunaan metode dan model pembelajaran, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta
Pembelajaran di SD/MI dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 dilaksanakan sebagai pembelajaran tematik terpadu. Silabus Tematik Terpadu SD/MI telah disusun terpisah dengan dokumen ini sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan di sekolah. Namun demikian, bagi guru yang ingin menyusun sendiri pembelajaran tematik terpadu, dapat menggunakan dokumen Silabus Mata Pelajaran Matematika SD/MI ini dan silabus mata pelajaran lainnya di SD sebagai acuan.
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran. Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajar.
2.1.2 Model Pembelajaran Discovery Learning
2.1.2.1 Pengertian Discovery Learning
Ditinjau dari katanya, discovery berasal dari bahasa Inggris discover yang berarti menemukan, sedangkan discovery adalah penemuan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, “discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan” (Hamalik, 1994: 90). Dengan kata lain, kompetensi mental intelektual merupakan alasan yang menentukan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Selain itu, siswa juga dapat mengatasi masalah belajar yang membuat mereka sering kehilanagan semangat dan motivasi ketika mengikuti pelajaran. merupakan salah satu model pembelajaran yang
Discovery Learning
memungkinkan siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar-mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari (Illahi, 2012: 33). Dalam hal ini, dasar pemikiran dari satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya, seorang guru bukan hanya menjadi pengajar, tetapi juga pemberi motivasi supaya mental siswa dapat berkembang.
Tokoh yang pertama kali memperkenalkan Discovery Learning adalah Bruner. Munculnya Discovery Learning, tidak lepas dari kejenuhannya melihat praktik pengajaran yang tidak melibatkan siswa secara langsung. Itulah sebabnya, ia ingin memperbaiki pembelajaran yang selama ini hanya mengarah pada menghafal fakta-fakta dan tidak memberikan pengertian tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam pelajaran (Illahi, 2012: 41). Melalui pembelajaran Discovery Learning, potensi intelektual siswa akan semakin meningkat. Selain itu, dengan menekankan Discovery Learning, siswa akan belajar mengorganisasi dan menghadapi problem dengan metode mencari pemecahan masalah sendiri. Sehingga yang terjadi adalah siswa akan mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan sendiri dan dengan pengalaman tersebut, siswa dapat meningkatkan teknik pekerjaannya melalui masalah-masalah nyata di lingkungannya.
2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk berpikir secara rasional dan diharapkan mampu menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dijadikan rumusan dalam bentuk nyata. Pembelajaran Discovery Learning menanifestasikan kesiapan mental dan fisik sebagai dasar dalam memahami suatu pelajaran. Berikut merupakan kelebihan- kelebihan pembelajaran Discovery Learning: 1.
Dalam penyajian bahan pembelajaran Discovery Learning, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung (Illahi, 2012: 70). Pembelajaran tersebut akan lebih tidak membosankan dan memungkinkan penanaman konsep-konsep abstrak yang memiliki makna.
2. Pembelajaran Discovery Learning lebih realistis dan mempunyai makna
(Illahi, 2012: 70). Siswa belajar melalui partisipasi secara nyata. Mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan uji coba yang diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja untuk menemukan prinsip- prinsip itu sendiri.
3. Discovery Learning merupakan suatu model pemecahan masalah (Illahi, 2012: 70). Dengan model ini, siswa dimotivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban dari masalah. Siswa dituntut untuk menganalisis informasi, tidak hanya menerima saja.
4. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran Discovery
Learning adalah munculnya sikap keilmiahan siswa (Arinawati, dkk,
2014). Contoh dari sikap keilmiahan siswa yaitu sikap objektif dan rasa ingin tahu. Terjadinya rasa ingin tahu siswa mengakibatkan siswa akan lebih bersemangat untuk belajar. keingintahuan siswa juga memberikan dorongan bagi siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang muncul.
5. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya (Dahar, 2011: 80). Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan pembelajaran Discovery Learning akan lebih mudah di serap oleh siswa dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.
6. Pengetahuan yang diperoleh bertahan lebih lama (Dahar, 2011: 80).
Melalui pembelajaran penemuan, informasi yang dicerna siswa dengan caranya sendiri akan lebih lama diingat atau mudah diingat.
7. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Dahar, 2011: 80). Belajar penemuan melatih ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.
8. Ide dasar dari pembelajaran Discovery Learning adalah bahwa siswa dapat merancang eksperimen mereka sendiri di ranah dan menyimpulkan aturan materi mereka, karena mereka sebenarnya membangun pengetahuan mereka. Kegiatan pembelajaran ini, diasumsikan siswa akan memahami materi pelajaran pada tingkat yang lebih tinggi daripada ketika informasi yang diperlukan hanya disajikan oleh guru atau lingkungan pembelajaran ekspositori (Van Joolingen, 1998: 386). Beberapa kelemahan dalam penerapan model Discovery Learning yaitu: 1.
Pembelajaran menggunakan Discovery Learning membutuhkan waktu yang lebih lama (Illahi, 2012: 72). Hal ini disebabkan untuk bisa memahami model pembelajaran ini, dibutuhkan tahapan-tahapan panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bagi siswa kelas rendah, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas (Illahi, 2012: 72). Dalam pembelajaran Discovery Learning, dibutuhkan mereka yang sudah matang dalam berpikir rasional mengenai suatu konsep atau teori. Kemampuan berpikir rasional dapat mempermudah pemahaman yang memerlukan kemampuan intelektualnya.
3. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Pembelajaran Discovery Learning menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek (Illahi, 2012: 73). Belajar penemuan mem- butuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi siswa. Tuntutan-tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakan aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran.
2.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas terdiri dari langkah persiapan dan prosedur pembelajaran. Langkah Persiapan model Discovery Learning: 1.
Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajarsiswapeserta didik.
Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan model Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1.
Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004: 244), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada parasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Data processing berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penge- tahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. Selain langkah-langkah di atas, menurut Veerman (2003: 97) langkah- langkah pembelajaran dalam model Discovery Learning antara lain Orientation,
Hypothesis Generation, Hypothesis Testing, Conclusion dan Regulation, yang
secara rinci dijelaskan sebagai berikut: 1.
Orientation
Guru menunjukkan fenomena yang terkait dengan materi yang diajarkan untuk memfokuskan siswa pada permasalahan yang dipelajari. Fenomena yang ditampilkan oleh guru membuat guru mengetahui kemampuan awal siswa. Tahap orientation melibatkan siswa untuk membaca pengantar dan atau informasi latar belakang, mengidentifikasi duduk perkara dalam sebelumnya. Sintaks orientation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan evaluasi pada aspek kemampuan berpikir kritis. Produk dari tahapan orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainya terutama tahapan hypothesis generation dan conclusion.
2. Hypothesis Generation
Informasi mengenai fenomena yang didapatkan pada tahapan orientation digunakan pada tahapan hypothesis generation. Tahapan hypothesis generation membuat siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan. Siswa merumuskan duduk perkara dan mencari tujuan dari proses pembelajaran. Sintaks hypothesis generation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi. Masalah yang telah dirumuskan diuji pada tahapan hypothesis testing.
3. Hypothesis Testing
Hipothesis yang dihasilkan pada tahapan hypothesis generation tidak dijamin kebenaranya. Pembuktian terhadap hipotesis yang dibuat oleh siswa dibuktikan pada tahapan hypothesis testing. Tahapan pengujian hipotesis siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan data dan mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks hypothesis testing melatihkan kemampuan regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi dan penjelasan.
4. Conclusion
Kegiatan siswa pada tahapan conclusion yaitu meninjau hipotesis yang telah dirumuskan dengan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis. Siswa memutuskan fakta-fakta hasil pengujian hipotesis apakah sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan atau siswa mengidentifikasi ketidaksesuaian antara hipotesis dengan fakta yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Tahapan conclusion membuat siswa merevisi hipotesis atau mengganti hipotesis dengan hipotesis yang baru. Sintaks conclusion melatihkan kemampuan menyimpulkan, analisis,
5. Regulation
Tahapan regulation berkaitan dengan proses perencanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan melibatkan proses menentukan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Monitoring merupakan sebuah proses untuk mengetahui kebenaran langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh siswa terkait waktu pelaksanaan dan hasil berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Guru mengkonfirmasi kesimpulan dan mengklarifikasi hasil-hasil yang tidak sesuai untuk menemukan konsep sebagai produk dari proses pembelajaran. Sintaks regulation melatihkan kemampuan evaluasi, regulasi diri, analisis, penjelasan, interpretasi dan menyimpulkan. Langkah-langkah penerapan model Discovery Learning dari kedua pakar memiliki banyak kesamaan yaitu pertama, adanya pemberian rangsangan atau stimulasi sebelum pembelajaran dimulai. Pemberian rangsangan dapat berupa menunjukkan gejala, permasalahan, atau kebingungan pada siswa. Akibatnya siswa didorong untuk memecahkan dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang ditunjukkan oleh guru. Kedua, sebelum siswa menempuh proses memecahkan masalah, siswa diminta untuk membuat dugaan sementara atas masalah yang ada. Dugaan sementara ini yang akan menuntun siswa mencari tujuan dari dari permasalahan yang akan diselesaikan. Ketiga, dari pernyataan sementara yang sudah dibuat oleh siswa, kemudian siswa diharuskan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan membaca, eksperimen, pengamatan, dan sebagainya. Keempat, setelah informasi-informasi terkumpul, tugas siswa selanjutnya adalah mengolah informasi tersebut. Cara mengolahnya adalah dengan mengidentifikasi dugaan sementara dan kebenaran informasi yang telah terkumpul. Pada tahap ini, termasuk pengujian dugaan sementara yang telah dinyatakan, apakah perlu perbaikan atau sudah benar. Kelima, penyimpulan dari semua yang telah didapat oleh siswa.
Sementara itu, terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas dari masing- pemberian motivasi atau rangsangan yang berbeda. Menurut Syah, pemberian rangsangan yaitu dengan memberikan kebingungan pada siswa, sedangkan menurut Veerman, pemberian rangsangan dengan menunjukkan fenomena atau gelaja.
Oleh sebab itu, penulis memilih menggabungkan langkah-langkah menurut kedua pakar tersebut. Selain itu, penulis mengembangkan sendiri langkah-langkah model Discovery Learning dengan melakukan bebarapa perubahan dan penambahan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013.
2.1.3 Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional mulai tahun 2013 ini selaku pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat 29 Undang-Undang no. 20 tahun 2003 bahwa kurikulum merupakan pengendalian mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta strategi yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti; Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen-komponen sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh dan seimbang, sesuai dengan standart kompetensi pada setiap jenjang pendidikan.
1. Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas atau 7 Karakter untuk mapel IPS dari 18 Karakter prioritas.
2. Mengintegrasikan literasi dan menginsert literasi dalam RPP baik sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran.
3. Mengintegrasikan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation).
4. Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi Level 3/C4 s/d C6).
5. Mengimplementasikan pendekatan Saintifik (6m: mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, mengomunikasikan, dan mencipta) Karakter adalah gambaran tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang yang mencerminkan nilai-nilai kehidupan dan melekat pada diri seseorang. Orang yang berkarakter memeilki berbagai dimensi misalnya, dimensi sosial, fisik, emosi, dan akademik. Jika disejajarkan dengan ranah Bloom, berarti manusia berkarakter memiliki ranah kognisi, afeksi, dan psikomotorik yang baik, ditambah dengan emosi, spiritual, ketahanan menghadapi masalah dan sosial. Dengan demikian, perpaduan dua basis antara kompetensi dan karakter dalam kurikulum ini mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy).
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis,
logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide- ide.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk membuat siswa berpikir tingkat tinggi adalah :
1. Membuat peta konsep 2.
Mengajukan pertanyaan 3. Menyusun buku harian / jurnal pembelajaran 4. Pembelajaran kolaboratif berbasis TI (Teknologi Informasi) 5. Menggunakan analogi
7. Metode proyek 8.
Latihan-latihan membuat keputusan (Kemendikbud, 2016:210-213).
Sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, pendekatan saintifik dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mencoba, (4) mengasosiasi, dan (5) mengomunikasikan serta dapat ditambahkan (6) mencipta. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui langkah-langkah mengamati, merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik (misalnya pengamatan, wawancara, dan studi pustaka), mengolah atau melakukan analisis data atau informasi dan menarik kesimpulan, serta mengomunikasikan hasil analisis data Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan mencipta, yaitu menerapkan pengetahuan untuk meng- hasilkan produk baik yang berupa objek (benda), bentuk penyajian, atau karya tulis.
Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication,
Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and
Innovation ). Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan