ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN ARTIKEL
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA
TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI
MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN
ARTIKEL
Oleh :
R U S D I
NPM. 0910018412057
Program Studi Ilmu Hukum
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA
TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI
MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN
Rusdi,¹ Sofyan Mukhtar,² Dwi Astuti Palupi²
¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
²Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
Email : [email protected]
ABSTRACT
The dispute resolution in tenant rights Payakumbuh store facilities carried through
mediation and negotiation efforts with lease store holders , these efforts guided by the
Law No. 30 Year 1999 Article 1 point 10 of Arbitration and Alternative Dispute
Resolution (APS) that: "alternative dispute resolution is dispute resolution institutions or
dissenting of opinion through the procedure agreed by the parties that the settlement out
of court by way of consultation, negotiation, mediation, conciliation or expert judgment
". Besides, it is also guided by the Regional Regulation No. 10 Year 2010 Payakumbuh
Municipality which states clearly that the dispute conflict of store facilities held by the
Market Management Field. In 2010, there were 10 (ten) cases and in 2011 is 1 (one)
leasehold disputes on Payakumbuh store facilities attempted settlement through
mediation.The problems discussed in this study are: first, how to form the right lease
agreement between leaseholders of Payakumbuh store facilities? Secondly, what causes
disputes between the Government leases Payakumbuh store facilities with leaseholders
through mediation or negotiation can resolve disputes store leases.This study uses
empirical legal research with is a descriptive analysis. The data source consists of
primary data and secondary data. The primary data obtained by observation and
interview. Secondary data were obtained by reviewing the various documents on rights
disputes lease rental store. Data was collected through library research, interviews,
observation. While the data analysis is done through editing, clasiffiying and analyliting
of data. The result of this research are: first, that the market shopping area Payakumbuh
is an asset because it was built by the Government of Payakumbuh. In the other hand,
leaseholders thereon as those who using the assets that are tied to the engagement of
leaseholder agreement. These two very different perception between tenants or
leaseholders with the government of Payakumbuh , according to their version of the
store leaseholders has belonged to them based on their payment to the Government of
Payakumbuh. Third, the process of dispute resolution through quickly and lowerdown
the cost of maintaining a good relationship each of them, to avoid problems at a later
date in order to make the City of Local Regulation on setting the lease rights to the use
of financial penalties, and the city government formed a team Payakumbuh rental
dispute resolution rights advocate whose elements consist of: Legal Department, Store
Management, Department of Revenue Finance and Asset Management, and Satpol PP
and other related elements.
Keyword : Store Facilities, Alternative Dispute Resolution, Negotiation,
Mediation, Market Management Field, Rental Dispute ResolutionA. Pendahuluan
Pembangunan merupakan perubahan yang direncanakan menuju kemajuan dan perbaikan sesuatu yang ingin dicapai, dimana kegiatan untuk kemajuan dan perbaikan itu sendiri dilakukan secara terencana, terarah dan sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. Pembangunan yang sedang dilaksanakan Pemerintah Indonesia pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara mengadakan perubahan dalam bidang sosial budaya maupun ekonomi.
Pembangunan itu harus benar- benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan kita. Sehubungan dengan itu pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap serta berlanjut dalam rangka perwujudan kehidupan yang sejajar dengan bangsa lain yang lebih maju.
Pembangunan sudah pasti membawa perubahan, dan kadang menimbulkan masalah baru akibat ekses dari perubahan tersebut. Kehidupan manusia sangat sarat dengan berbagai kepentingan dari setiap individu, cendrung untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak pribadi dalam proses inilah sering terjadi konflik atau sengketa. Untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan pada masyarakat khususnya pedagang di kawasan pasar Kota Payakumbuh sangat perlu dilakukan revitalisasi baik menyangkut sistim atau sarana dan prasarana pasar dalam pengelolaan pasar Kota Payakumbuh.
Guna mengoptimalkan fungsi pelayanan pada masyarakat pedagang di kawasan pasar Kota Payakumbuh sangat perlu dilakukan revitalisasi baik menyangkut sistem maupun sarana prasarana dalam pengelolaan pasar.
Revitalisasi pasar Kota Payakumbuh bertujuan untuk menata dan memperbaharui kembali sarana prasarana dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat serta menyediakan tempat berdagang bagi pedagang. Pasar adalah area tempat jual beli dengan jumlah penjual lebih dari satu orang atau lebih. Keberdaan pasar sangat penting dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan sebagai penampung dari usaha swadaya ekonomi masyarakat. Dengan sendirinya dapat dipahami bahwa Pasar adalah merupakan urat nadi perekonomian dan merupakan sumber penghidupan sebagian masyarakat Kota Payakumbuh.
Dalam pelaksanaan perjanjian hak sewa tersebut sering terjadi sengketa, antara lain yang sangat menonjol adalah dalam status pengalihan hak sewa kepada pihak ketiga dari pihak pedagang sebagai pemegang hak sewa pertama dan pemerintah kota sebagai pemegang otoritas penguasaan asset daerah, dalam hal ini berupa bangunan pertokoan ataupun kios. Contoh kasus dalam hal pengalihan hak sewa toko ataupun kios tersebut, pedagang melakukan transaksi ke pihak lain di Pemerintah Kota sebagai pemilik. Contoh kasus lainnya tentang pengalihan Hak Sewa secara Ex Officio (ahli waris lurus seperti dari suami kepada istri atau sebaliknya dari orang tua kepada anak kandung).
Menurut UU No. 30 Tahun 1999
Pasal 1 poin 10 dijelaskan bahwa “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau pendapat ahli”. Dengan demikian maka jelas bahwa yang dimaksud APS dalam UU ini adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengkesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.
Upaya penyelesaian sengketa telah dilakukan sejak manusia itu ada. Kehidupan manusia selalu dilingkupi oleh sengketa dengan skala yang berbeda, karena sengketa itu sendiri merupakan bagian dari kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang mengarungi kehidupan dan luput dari sengketa.
Berdasarkan permasalahan di atas penyelesaian sengketa melalui negosiasi dan mediasi sudah sangat dikenal dalam masyarakat hukum adat, karena pada dasarnya setiap sengketa yang timbul diselesaikan melalui jalan musyawarah. Secara nasional azas musyawarah untuk mufakat ini dikenal melalui sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Melihat kebuntuan dunia peradilan formal dengan menumpuknya perkara yang belum terselesaikan serta pelaku bisnis internasional dan di Indonesia khususnya, yang lebih menginginkan efisiensi dan efektivitas, maka perlu kiranya mempertimbangkan untuk lebih memberdayakan penggunaan penyelesaian sengketa melalui APS di Indonesia, sehubungan dengan semakin besarnya volume transaksi bisnis, baik domestik maupun regional dan internasional, dalam rangka “pasar bebas” dan “persaingan bebas” dewasa ini, yang diperkirakan juga akan menimbulkan berbagai sengketa- sengketa bisnis baru.
Bentuk APS lain yang sudah dikenal di negara maju adalah Mediasi. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui mediasi ini adalah menggunakan pihak ketiga untuk membantu dua pihak yang bersengketa di dalam menyelesaikan sengketanya. Walaupun mediasi belum sepopuler arbitrase, tetapi akhir-akhir ini, penyelesaian sengketa melalui mediasi di Indonesia telah menjadi pembicaraan umum terutama di kalangan ilmu hukum dan praktisi hukum.
Namun dalam praktik penggunaan APS termasuk mediasi tidak diikuti dengan pengaturan jelas perihal pelaksanaannya.
Seringkali penggunaan lembaga APS menjadi sia-sia karena salah satu pihak tidak mau melaksanakannya secara sukarela, sehingga banyak pihak mempertanyakan perihal kepastian hukum penggunaan lembaga mediasi; masalah atau akibat hukum yang mungkin timbul sebagai akibat dari penggunaan lembaga APS termasuk mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang ditujukan mencari alternatif penyelesaian sengketa hak sewa toko melalui mediasi dan negosiasi di luar
Jenis dan Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang objektif, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan :
a. Data Primer Data primer adalah adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Data ini diperoleh langsung dari sumbernya melalui wawancara dengan 10 orang responden dan informan yang terdiri dari 6 orang pemegang hak sewa, 2 orang unsur pengelolaan pasar, dan 2 orang dari unsur Kerapatan Adat Nagari. Dalam hal ini akan dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaannya namun tidak menutup kemungkinan untuk memberikan pertanyaan tambahan.
Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, sebab menggunakan data primer.
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang siap pakai yang dapat membantu menganalisa serta memahami data primer. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder antara lain: 1) Undang-Undang 2) Peraturan Pemerintah 3) Perda No. 10 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Pasar 4) Perjanjian Hak Sewa 5) Perwako Nomor 47 tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan Payakumbuh Data tentang kasus hak sewa. membahas mengenai hukum.
a. Studi Kepustakaan Digunakan untuk memperoleh data sekunder tentang sengketa hak sewa dengan mempelajari kasus yang terjadi pada pasar Kota Payakumbuh.
b. Wawancara Cara ini dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara wawancara terstruktur dengan para pemegang hak sewa serta pejabat pengelola pasar pemko Payakumbuh.
c. Observasi Observasi merupakan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti secara sistematis terhadap fenomena yang diteliti baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi buatan.
2. Analisis Data.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif- analitis, yaitu suatu metode penulisan yang menggunakan data atau fakta yang ada dengan menggambarkan setiap aspeknya sebagaimana adanya.
Analisis data dilakukan melalui prosedur dan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Proses pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber yaitu wawancara yang ditulis dalam catatan di lapangan, kemudian dipilah-pilah sesuai dengan fakta- fakta dan data yang sesuai dengan penelitian.
b. Editing Memeriksa semua data yang dikumpulkan baik dari hasil wawancara, pengamatan, dan dari hasil pengumpulan dokumen, apakah kesalahan. Jika terdapat hal tersebut akan diperbaiki sehingga nantinya data yang akan dihasilkan merupakan data yang telah benar dan akurat sumbernya.
1. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
c. Pegolahan Data Data yang telah diedit dengan cara mengelompokkan sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat dilihat akan gambaran dari keseluruhan permasalahan yang sedang diteliti.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bentuk Perjanjian Hak Sewa
Berdasarkan Peraturan Walikota Payakumbuh No. 47 Tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Payakumbuh pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10 menerangkan bahwa hak sewa/hak izin sewa adalah hak yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada seseorang/badan/ pedagang untuk menempati pertokoan yang dapat dimutasikan kepada pihak lainnya dengan kewajiban pembayaran pengambilan hak sewa/izin sewa. Dalam hal ini sangat jelaslah bahwa Pemerintah daerah merupakan pemilik toko/kios dalam kawasan pasar Kota Payakumbuh, sedangkan para pemegang hak sewa adalah penyewa aset berupa toko tersebut diberi kewenangan untuk memanfaatkan sebagai tempat berusaha dalam jangka waktu tertentu dan pemegang hak sewa dibebani kewajiban pengambilan hak sewa atas petak toko yang dimanfaatkan tersebut. Besar jumlah hak sewa yang dibebankan pada pemegang hak sewa bervariasi tergantung ukuran dan letak ekonomis petak toko/kios tersebut.
Pada ketentuan umum Pasal 1 angka 11 menerangkan bahwa surat hak sewa/izin sewa adalah surat tanda bukti yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, dengan adanya ketentuan ini yang berhak memanfaatkan aset toko/kios tersebut adalah para pedagang ataupun perseorangan yang telah memiliki Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS) yang dikeluarkan oleh Walikota Payakumbuh, yang mana di dalam SPBHS tersebut memuat ketentuan- ketentuan tentang kewajiban, larangan, dan masa berlaku jangka waktu penyewaan tersebut.
Ketentuan tentang cara memperoleh hak sewa dapat dilakukan dengan pembayaran tunai dan dapat juga dilakukan dengan cicilan berdasarkan kemampuan pedagang yang diprioritaskan kepada warga
Payakumbuh yang berprofesi sebagai pedagang dan diprioritaskan pula kepada pedagang yang menempati petak toko sebelumnya apabila dilakukan pembangunan ulang terhadap toko yang bersangkutan sepanjang dapat dibuktikan ada alas hak atau Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS)
Pada dasarnya pemegang hak sewa menurut hukum perdata merupakan penyewa atau pengontrak. Kontrak menurut hukum perdata ada dua macam,
pertama kontrak nominat (bernama) dan
kontrak inominat (tidak bernama). Kontrak
nominat adalah kontrak yang dikenal
dalam hukum perdata. Hal-hal yang termasuk dalam kontrak ini adalah: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan, hibah, dan lain-lain. Dalam hal ini sangat jelas bahwa pemegang hak sewa terikat dalam suatu ikatan sewa menyewa antara pedagang dengan Pemerintah Kota Payakumbuh.
Dalam pasal 1338 KUH Perdata diatur tentang kebebasan berkontrak yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya” asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak (1) membuat atau tidak membuat perjanjian (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya (4) menentukan bentuknya, yaitu tertulis ataupun lisan.
Jelaslah bahwa bentuk perjanjian hak sewa toko/kios/los antara pedagang dengan pemerintah kota Payakumbuh adalah perbuatan hukum yang mengacu kepada ketentuan hukum positif Indonesia yang terkandung dalam KUHPerdata pada buku II (kedua) tentang kebendaan dan buku III (ketiga) yang mengatur tentang perikatan tertera pada pasal 1338 KUHPerdata “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi yang membuatnya, persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”
Bukti kepemilikan hak sewa toko oleh pedagang adalah berupa 1 (satu) lembar sertifikat hak sewa yang di dalamnya tercantum identitas pemegang hak sewa dan ditanda tangani oleh Walikota Payakumbuh atau pejabat yang berwenang. Sertifikat/Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS) ini dibuat rangkap 2 (dua), 1 (satu) lembar asli untuk si pemegang hak sewa, dan 1 (satu) lembar petikan untuk arsip pada pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini dikelola oleh bidang pengelolaan pasar kota Payakumbuh, di samping surat bukti pemegang hak sewa tersebut juga dibuat surat perjanjian antara pemerintah kota Payakumbuh dengan pemegang hak sewa yang mana surat itu dibuat 2 (dua) rangkap asli bermaterai enam ribu, ditanda tangani oleh kedua belah pihak, pihak pertama adalah Walikota Payakumbuh/pejabat yang ditunjuk, pihak kedua adalah pemegang hak sewa atau kuasanya.
Pada surat perjanjian hak sewa ini memuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak, masing-masing pihak punya hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak serta memuat tentang konsekuensi terhadap wan prestasi isi perjanjian tersebut.
Dalam hal ini pihak yang menandatangani isi perjanjian tersebut dari pemegang hak sewa adalah ahli waris lurus, yaitu suami, istri atau anak dari si pemegang hak sewa tersebut. Ini harus dibuktikan dengan bukti autentik berupa surat keterangan ahli waris, surat keterangan lain seperti, kertu keluarga dilengkapi dengan foto kopi tanda pengenal / identitas ahli waris dan jika perlu daftar ahli waris si pemegang hak sewa dibuatkan akta notaris.
Surat bukti pemegang hak sewa ini bisa dipindah tangankan secara permanen kepada ahli waris secara ex-officio sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku, yaitu tentang peraturan walikota No. 47 tahun 2010 tentang retribusi pasar grosir dan / atau pertokoan Payakumbuh.
Prosedural pemindahan hak sewa tersebut kepada ahli waris harus didukung oleh bukti-bukti autentik tentang kedudukan ahli waris seperti yang telah diuraikan di atas tadi. Apabila seluruh dokumen tentang ahli waris telah lengkap dan terpenuhi sesuai dengan kewenangannya bidang pengelolaan pasar melanjutkan proses administrasi ini ke tingkat unsur pimpinan sesuai alur hirarki kepemerintahan kota Payakumbuh berdasarkan Perda No. 03 tahun 2008 tentang organisasi kepemerintahan kota Payakumbuh dan telah diubah untuk ketiga kalinya dengan Perda No. 11 tahun 2013 tentang organisasi kepemerintahan kota Payakumbuh.
Bagan 1 Alur Pengurusan Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS) Sumber : Bidang pengelolaan Pasar Kota Payakumbuh Tahun 2011
SEKDA KEPALA DINAS KOPERINDAG KABID.
Dari alur pengurusan surat bukti pemegang hak sewa (SBPHS) di atas pada pengelolaan pasar kota Payakumbuh sangat jelas sekali dan diproses secara seleksi dan teliti. Dari dua proses seleksi administrasi WALIKOTA
PENGELOLA PASAR KASI PAD KASI SARANA DAN PRASARANA PEDAGANG PERORANGAN/ KOPERASI yang berwenang dalam hal ini adalah 2 (dua) jabatan kepala seksi, yaitu Kasi. Sarana dan Prasarana, dan Kasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini guna menghindari jangan sampai terjadi penyalahgunaan wewenang ataupun dikhawatirkan hak sewa ini jatuh kepada tangan yang tidak berhak serta menghindari permasalahan hukum yang timbul dikemudian hari.
Pada tahap awal pemohon atau pedagang mengisi formulir permohonan untuk pengambilan hak sewa toko/kios/los. Untuk pemohon baru tidak perlu ada alas hak (kartu kuning), di sini ada perbedaan yang sangat jelas terlihat pada format permohoanan tersebut, yaitu untuk pedagang / pemohon baru bisa diberikan hak sewa toko/kios/los apabila ada penambahan sarana toko/kios/los tersebut. Hal ini pun sangat seleksi, diutamakan pedagang yang telah lama berjualan di lokasi pasar kota Payakumbuh, baik di pasar pusat maupun di pasar ibuh. Pada permohonan tersebut, pemohon harus membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan telah sekian tahun berjualan dan menyebutkan identitas lokasi dan jenis jualannya.
Proses mendapatkan hak sewa toko/kios/los untuk pemohon baru ini bisa diakomodir apabila jumlah penambahan bangunan baru, akan tetapi pada kenyataannya di pasar kota Payakumbuh untuk permohonan pengambilan hak sewa toko sangatlah tinggi, tidak seimbang dengan jumlah toko/kios/los yang tersedia, hal ini disebabkan oleh pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini bidang pengelolaan pasar tidak melakukan penambahan sarana, baik berupa kios/los setiap tahunnya karena anggaran pembangunan sangat terbatas, di samping lahan dijadikan untuk sarana pertokoan di dalam kawasan pasar sudah tidak ada lagi, dan yang tak kalah pentingnya jumlah toko/kios/los yang tak pernah cukup ini disebabkan oleh lebih dari satu pemegang hak sewa mempunyai tiga atau empat petak toko/kios/los.
Sedangkan untuk pemohon lama/pedagang yang telah memiliki alas hak / kartu kuning cukup melampirkan yang asli dan apabila hilang atau terbakar harus ada surat keterangan dari pihak kepolisian setempat, di samping itu diharuskan untuk melengkapi dokumen- dokumen ataupun surat menyurat tentang ahli waris. Setelah data-data pemohon lengkap diperiksa oleh bagian sarana prasarana kemudian dikoordinasikan dengan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk diteliti, apakah pemohon lama masih belum melunasi kewajibannya, apa masih ada tunggakan pengambilan hak sewa ataupun tunggakan retribusi bulanan. Setelah diverifikasi oleh bagian perbendaharaan dikeluarkan berupa rekomendasi kepada bagian sarana prasarana, rekomendasi yang dikleuarkan ada 2 (dua) macam, yaitu: lunas, dan masih ada tunggakan. Jika rekomendasi yang pertama lunas, maka permohonan hak sewa bisa dilanjutkan prosesnya, dan apabila rekomendasi yang kedua masih ada tunggakan, permohonan dikembalikan atau ditangguhkan sampai si pemohon melunasi yang telah ditentukan. Jika sampai pada jangka waktu yang telah ditentukan tersebut si pemohon tidak dapat melunasi kewajibannya, maka hak sewa tersebut bisa diambil alih oleh pemerintah kota Payakumbuh dan kemudian dialihkan kepada pemohon lainnya.
Apabila seluruh persyaratan lengkap dan terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pemohon pengambilan hak sewa dapat diberikan sebuah surat pernyataan/perjanjian yang ditanda tangani oleh pemerintah kota Payakumbuh, dalam hal ini sebagai penguasaan aset atas toko/kios/los dengan pedagang sebagai pihak penyewa, berhak atas toko/kios/los tersebut yang mana status yang diberikan adalah sebagai hak guna usaha.
Faktor Penyebab Sengketa
Berdasarkan Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mana daerah-daerah diupayakan untuk mandiri, mengatur, dan mengurus diri sendiri termasuk dalam mengembangkan segala potensi dan sumber daya yang ada di daerah dimaksud, dalam hal ini toko/kios merupakan sumber potensi pendapatan daerah dari Kota Payakumbuh.
Di Kota Payakumbuh terdapat lebih dari 1.000 petak toko/kios yang telah melebihi 20 tahun pemakaian hak sewa yang dipegang oleh pedagang, sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur dengan tegas waktu pemakaian toko/kios dengan rentang waktu
30 tahun belum ada. Persoalannya adalah masyarakat menganggap setelah hak sewa diperoleh melalui SBPHS mereka menganggap toko/kios tersebut sudah menjadi miliknya.
Dalam pelaksanaan perjanjian sengketa, antara lain yang sangat menonjol adalah dalam status pengalihan hak sewa kepada pihak ke
III (tiga) dari pihak pedagang sebagai pemegang hak sewa pertama dan pemerintah kota sebagai pemegang otoritas penguasaan asset daerah, dalam hal ini berupa bangunan pertokoan ataupun kios.
Penyebab sengketa hak sewa toko/kios/los yang sering terjadi dan terus berulang pada pengelolaan pasar kota Payakumbuh adalah:
1. Faktor tuntutan dari internal ahli waris pemegang hak sewa itu sendiri, karena balik nama toko yang tidak diketahui serta tidak ditanda tangani oleh seluruh ahli waris, sedangkan sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam Perda No.
10 Tahun 2010 tentang Kawasan Pasar, balik nama toko / kios harus ditanda tangani oleh seluruh ahli waris. Walaupun kasus ini tidak begitu banyak, hanya tiga kasus pada tahun 2010 dan dua kasus pada tahun 2011, akan tetapi hal ini bisa menjadi permasalahan yang sangat besar yang dapat merugikan pihak pengelola pasar sendiri maupun pihak ahli waris. Sering permasalahan ini menjurus kepada tindakan pidana, yaitu berupa pemalsuan tanda tangan salah satu ahli waris oleh keluarganya sendiri, karena unsur ketidakpuasan pihak ahli waris yang tanda tangannya dipalsukan dan mempertanyakan proses pengalihan hak sewa toko kepada pengelola pasar.
2. Masalah Wan Prestasi Masalah wan prestasi pemegang hak sewa toko/kios/los pasar Payakumbuh kepada pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini bidang pengelolaan pasar selaku pengelola yang diberi otoritas penuh sesuai undang-undang untuk menata, mengelola segala fasilitas, sarana dan sumber daya yang ada dalam berdasarkan Perda No. 10 tahun 2010 tentang kawasan pasar. Wan prestasi dari pemegang hak sewa adalah memindahkan sewenang-wenang pemakaian hak sewa tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau persetujuan pengelola pasar, dalam hal ini pemegang hak sewa telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat.
3. Adanya tuntutan dari masyarakat pemegang hak sewa atas nama tanah ulayat pasar serikat kota Payakumbuh, yang mana tanah tersebut adalah milik kaum atau ninik mamak Kenagarian Tabel 1. Sengketa Hak Sewa Toko di Koto Nan Gadang Payakumbuh Pasar Payakumbuh Utara dan Kenagarian Koto nan
(Data Tahun 2010)
Ampek Payakumbuh Barat. Pada
No Kasus Jumlah Penyelesaian Waktu
kedua lokasi tanah tersebut
1 Sengketa 4 3 diselesai- 8 bulan
pemerintah kota Payakumbuh
Hak Sewa Kasus kan dengan
membangun toko/kios/los pada tahun
Internal negosiasi
1983 dengan Inpres dan sampai
Ahli Waris dan 1
sekarang bangunan tersebut tetap
ditang-
berdiri dan nilai ekonomis yang guhkan
2 Sengketa
6 Semuanya
2
sangat tinggi. Hal inilah yang
Pengalihan Kasus diselesaikan minggu
mendorong kedua kaum atau ninik
Sewa ke dengan
mamak tersebut meminta bagi hasil
Pihak Lain negosiasi
hak sewa kepada pemerintah kota
Sumber : Bidang Pengelolaan Pasar Tahun 2010 Payakumbuh.
Melihat tiga pengelompokkan
Tabel 2. Data Kasus Sengketa Hak Sewa
permasalahan tersebut di atas, penulis Toko di Pasar Payakumbuh menganalisa menjadi 2 (dua) bagian,
(Data Tahun 2010)
yaitu:
Jum
1. Permasalahan yang timbul akibat No Bulan Kasus Ket
lah
sengketa internal antar ahli waris
1 Januari Sengketa Internal
1 Selesai
pemegang hak sewa tersebut, para Ahli waris
melalui
ahli waris lainnya merasa dirugikan,
mediasi
2 Februari Sengketa Selesai
ditipu atau tidak dihargai oleh
1 Pemindahan Hak
melalui
pemegang hak sewa yang namanya
Sewa kepada mediasi
tertera dalam sertifikat hak sewa Pihak Lain
3 Maret Sengketa
1 Selesai
yang mana pemegang hak sewa
Pemindahan Hak melalui
semena-mena memindahkan hak atau
Sewa kepada mediasi
toko tersebut kepada pihak lain tanpa
Pihak Lain
4 April Sengketa Internal
2 Selesai
adan perstujuan ahli waris lainnya,
Ahli waris melalui
permasalahan ini hanya bisa
mediasi
diselesaikan secara negosiasi
5 Juni Sengketa Internal
1 Ditangg (musyawarah) antar ahli waris. Ahli waris uhkan
6 Agustus Sengketa Pemin-
4 Selesai dahan Hak Sewa
serikat oleh kaum / niniak mamak melalui
kepada Pihak mediasi
Kenagarian Koto Nan Ampek dan
Lain
Koto Nan Gadang pada hakikatnya
Sumber : Bidang Pengelolaan Pasar Tahun 2010
menuntut kebijakan pemerintahan kota dalam bagi hasil hak sewa, dan
Bentuk Upaya Penyelesaian Sengketa
permasalahan ini hanya bisa Dalam menyelesaikan berbagai diselesaikan melalui mediasi dengan persoalan sengketa hak sewa terhadap pihak-pihak terkait. pemegang hak sewa toko/kios/los, pemerintah kota berpedoman kepada:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Perda Nomor 10 tahun 2010 tentang Kawasan Pasar.
5. Perwako Nomor 47 tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan Payakumbuh 6. Peraturan Walikota Lainnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan dan sengketa hak sewa toko/kios/los, pemerintah kota Payakumbuh melakukan upaya-upaya sesuai dengan tingkatan kasus sengketa yang muncul, pada dasarnya pemerintah kota Payakumbuh membantu menyelesaikan sengketa melalui jalur non ligitasi, yaitu dalam bentuk penyelesaian sengketa alternatif metode negosiasi dan mediasi.
Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang praktik negosiasi yang pernah dilaksanakan oleh pemerintah kota Payakumbuh, dalam hal ini bidang pengelolaan pasar, kewenangan pengelola pasar sudah melekat secara Tupoksi dalam permasalahan ini, yaitu tentang pengelolaan dan penataan pasar secara keseluruhan, yang mana untuk kasus melalui negosiasi, bidang pasar hanya sebagai fasilitator untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, memberi tahu pihak yang bersengketa dan membantu tempat
Dilihat dari alur penyelesaian sengketa hak sewa melalui negosiasi di atas dapat dipahami bahwa masing- masing pihak yang bersengketa bertemu secara langsung membeicarakan masalah yang dipersengketakan, masing-masing pihak bebas mengeluarkan pendapat sesuai dengan kehendak mereka, perlu ditekankan di sini bahwa fungsi pengelola pasar hanya sebagai pendamping ataupun fasilitator, tidak mencampuri kepentingan masing-masing pihak yang bersengketa, malah menjembatani pihak- pihak yang bersengketa tersebut. Seringkali pihak-pihak yang bersengketa tersebut minta bantuan kepada pengelola pasar untuk menyelesaikan mereka yang bersengketa. Karena alasan tersebut, sebagai perpanjangan tangan pemerintah kota dalam mengelola pasar tentu bidang pengelolaan pasar tidak bisa menolak sesuai dengan kewajiban sebagai pemerintah yang harus melayani masyarakatnya.
Pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya bermusyawarah untuk mencari solusi permasalahan yang timbul diantara mereka. Dari sepuluh kasus sengketa hak sewa yang diteliti di pasar kota Payakumbuh pada tahun 2010, rata-rata dapat diselesaikan secara musyawarah, 9 (sembilan) kasus sengketa disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk dibuatkan akta perdamaian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, 1 (satu) kasus sengketa hak sewa sampai saat ini belum dapat dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang bersengketa dan ditangguhkan.
Melihat gambaran dan data-data yang ada, dari sepuluh kasus sengketa hak sewa di atas, penulis menyimpulkan ke dalam 2 (dua) kelompok sengketa, yaitu: 1) kelompok kasus sengketa internal antara pemegang hak sewa dengan ahli warisnya sengketa eksternal antara pemegang hak sewa dengan penyewa lainnya, dalam hal ini penyewa kedua di bawah tangan (ada enam kasus).
Dari 2 (dua) kelompok kasus sengketa hak sewa di atas yang sangat menonjol adalah kasus sengketa eksternal pemegang hak sewa dengan penyewa kedua (bawah tangan), hal ini disebabkan karena adanya wan prestasi pihak penyewa bawah tangan kepada pihak pemegang hak sewa, yaitu tentang kewajiban sewa toko/kios/los ataupun kewajiban lainnya seperti biaya yang melekat kepada toko/kios/los tersebut (rekening listrik, PDAM, dan sebagainya), sehingga pihak pemegang hak sewa mengancam akan mengambil alih tokoh tersebut, di lain pihak penyewa kedua tidak mau mengosongkan toko/kios/los tersebut, akhirnya terjadilah sengketa yang tidak bisa dihindarkan.
Salah satu dari pihak yang bersengketa mendatangi kantor pengelolaan pasar untuk mengadukan permasalahannya dan minta bantuan pengelola pasar. Dalam hal ini sesuai dengan kewenangannya sebagai otoritas penguasaan aset pasar, pengelola pasar tentu bersedia dan meminta kepada pihak yang bersengketa untuk memaparkan permasalahannya dalam bentuk laporan tertulis yang berisikan identitas masing-masing pihak dan kronolgis permasalahan serta bukti- bukti yang diperlukan terkait permasalahan tersebut.
Dilihat dari kasus kelompok kedua ini yaitu kasus eksternal pemegang hak sewa disebabkan oleh kesalahan dari pemegang hak sewa itu sendiri, karena bertindak sewenang- wenang memindahkan hak sewa kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau izin pemerintah kota Payakumbuh, meskipun permasalahan ini dapat tetapi hal ini sebenarnya bisa menjadi masalah atau sengketa segitiga antara pemegang hak sewa, penyewa kedua, dan pemerintah kota Payakumbuh sebagai pengelola aset pasar.
Dari 4 (empat) kasus sengketa internal ahli waris pada tahun 2010, 3 (tiga) kasus dapat diselesaikan dengan musyawarah meskipun memakan waktu yang cukup lama (lebih kurang delapan bulan), dan 1 (satu) kasus internal hak sewa antar ahli waris sampai saat ini masih belum bisa terselesaikan dan ditangguhkan.
Dalam kasus sengketa internal ahli waris yang terjadi di pasar Payakumbuh, permasalahannya diselesaikan dengan waktu yang lama yang disebabkan oleh 1) kasus balik nama toko/kios/los tersebut telah dilakukan sejak lama, 2) adanya ahli waris yang berlokasi jauh di luar kota, 3) adanya ahli waris yang telah wafat, 4) tidak semuanya ahli waris mempersengketakan hak sewa tersebut, 5) tidak adanya atau tidak lengkap bukti-bukti pendukung hak sewa toko maupun identitas ahli waris, dan 6) tidak tercatatnya dokumen atau arsip yang rapi pada bidang pengelolaan pasar. Hal ini disebabkan sering terjadinya penggantian pengelola pasar, dan perubahan struktur organisasi kepemrintahan kota Payakumbuh.
1. Negosiasi
Negosiasi merupakan hal yang biasa dilakukan dalam suatu persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi merupakan proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka. Dalam proses negosiasi ini pihak-pihak yang bersengketa melakukan musyawarah, berunding untuk mencapai mufakat dalam melakukan proses tawar menawar yang negosiator dengan tetap berpedoman kepada prinsip-prinsip ADR (Alternatif
Dispute Resolution ) yang dikemukakan
oleh F.D Holleman, yaitu :
a. Prinsip perdamaian : “… orang pribumi dalam menghadapi pertentangan kepentingan berusaha sedapat-dapatnya untuk mencapai perdamaian …”
b. Prinsip pencegahan masalah : “…. di masyarakat pribumi ada kecenderungan untuk menolong tetangganya untuk menghindari perselisihan dengan sesama manusia, tidak memberi alasan dirinya menjadi buah tutur orang dan untuk menghormati moral yang berlaku umum, karena kepentingan yang berlawanan, suatu pertikaian mengancam di depan mata, maka dengan segala daya upaya akan mencoba mencegahnya.
c. Prinsip musyawarah untuk mencapai perdamaian.
1. Sebagai pengelola pasar menerima keluhan dari para pemilik hak sewa tentang sengketa yang mereka hadapi, baik secara lisan ataupun tertulis.
Pasar Payakumbuh semenjak tahun 1971 dikelola oleh badan swasta, yakni pasar serikat yang lebih dikenal dengan nama Pasar PON, karena pasar serikat secara historis adalah milik nagari dan atau tanah ulayat. Pada awalnya 7 (tujuh) nagari di Kota Payakumbuh dan 6 (enam) nagari berbatasan langsung dengan Kota Payakumbuh. Pada waktu itu pemerintah Kota hanya sebagai pembina dari pada Pasar Serikat.
2. Mediasi
Dalam menyelesaikan kasus secara negosiasi masih ada ketidakpuasan dari masing-masing pihak, hal ini disebabkan oleh pemegang hak sewa menganggap toko/kios tersebut hak milik, padahal pemegang hak sewa hanya sebagai penyewa bukan pemilik.
4. Pengelola pasar memutuskan permasalahan ini adalah tanggung jawab pemerintah kota sebagai penguasaan toko/kios yang dipersengketakan dan permasalahan ini tidak dibuka celah hukum oleh pihak di luar yang bersengketa.
3. Pengelola pasar memanggil pihak-pihak yang bersengketa.
2. Pengelola pasar mencatat dan kemudian mempelajari permasalahan tersebut untuk dilakukan tindak lanjut.
Pelaksanaan negosisasi.
d. Prinsip memecahkan masalah, bukan memutus masalah : “… orang pribumi dalam menghadapi pertentangan kepentingan lebih dipentingkannya melihat suatu soal terpecahkan, daripada diputus”
3. Pengelola pasar memberikan advise kepada para pemegang hak sewa yang bersengketa tentang status toko/kios yang mereka sengketakan.
2. Pengelola pasar mempertemukan antara para pemegang hak sewa yang bersengketa.
1. Pertemuan Langsung antara pemegang hak sewa dengan pengelola pasar.
Dalam melaksanakan proses negosiasi antara pemegang hak sewa toko (pedagang/badan usaha) dengan pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini Bidang Pengelolaan Pasar mempunyai prosedur sebagai berikut.
Prosedur Negosiasi Penyelesaian Sengketa Hak Sewa Toko di Pasar Kota Payakumbuh
e. Prinsip menghindari sengketa terbuka : f. Prinsip memecahkan sengketa oleh para pihak g. Prinsip memecahkan masalah melalui pihak ketiga.
Pada tahun 1981 terjadi musibah kebakaran di Kota Payakumbuh, hampir semua toko, kios dan los terbakar hangus, yang lokasinya adalah pusat pertokoan sekarang. Untuk menanggulangi musibah kebakaran tersebut, pemerintah Kota Payakumbuh bersama dengan pemerintah Propinsi Sumatera Barat berupaya ke Pemerintah Pusat mencari solusi untuk memperoleh bantuan, dan upaya tersebut sekitar tahun 1982 berhasil didapatkan dalam bentuk dana bantuan Inpres pertokoan yang dikenal dengan nama antara lain: a. Inpres Pertokoan Nomor 8 Tahun 1979
b. Inpres Pasar Nomor 8 Tahun 1981 Melalui kedua dana bantuan
Inpres ini dibangunlah pasar baru yang berlokasi di kebakaran tersebut dan pembangunannya selesai pada tahun 1984.
Bahwa dana bantuan tersebut harus dikembalikan, karena diberikan dalam bentuk kredit, yakni: ad.1. Untuk Inpres Pertokoan dengan masa grace periode selama 7 (tujuh) tahun dengan nilai kredit sebesar Rp.1.350.000.000,- ad.2. Untuk Inpres Pasar dengan masa grace periode selama 5 (lima) tahun dengan nilai kredit sebesar Rp.1.100.000.000,-
Pada tahun 1984 untuk pengembalian kredit Inpres tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyerahkan pengelolaan pasar kepada Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Keputusan Gubernur Nomor 82/GSB/1984. Dalam dictum Surat Keputusan (SK) tersebut yang perlu diperhatikan dan menimbulkan masalah bagi hasil yang menyatakan sebagai berikut: a. Untuk Pemerintah Kotamadya selaku pengelola Pasar sebesar 70 % b. Untuk Nagari sebesar 30 %
Pembagian tersebut didasarkan hasil bersih pasar. Bagi hasil tersebut dibayarkan kepada Nagari setelah hutang kredit Inpres lunas dibayarkan. Hutang kredit Inpres baru lunas dibayar pada tahun 2004 dikarenakan cicilan Inpres dari pedagang dalam bentuk sewa toko banyak menunggak dalam pembayaran dan baru dapat dilunasi pada tahun 2004 melewati batas waktu yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat.
Selanjutnya karena Pengelolaan Pasar telah beralih ke Pemerintah Kota Payakumbuh, maka Pemerintah Kota mengambil kebijakan dengan pemberian toko untuk masing-masing Nagari/ KAN dalam bentuk pemberian hak sewa tunai.
Terhadap toko tersebut pihak KAN diberi kebebasan, boleh diusahakan sendiri dan boleh dikontrakkan kepada pihak ketiga.
Pada Tahun 2006, datang menghadap Pemerintah Kota bersama dengan kuasa hukumnya yang menamakan diri tim 9 (Sembilan) menuntut bagi hasil pasar. Untuk itu beberapa kali pertemuan diadakan oleh Pemerintah Kota bersama dengan pengurus KAN 7 (tujuh) Nagari lainnya, diambil kesepakatan agar bagi hasil perlu dimusyawarahkan, dan terakhir Pemerintah Kota Payakumbuh menyurati Gubernur perihal bagi hasil. Balasan dari Gubernur bahwa bagi hasil ini diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota dengan alasan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak berlaku lagi dan telah diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir dirubah dengan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004, karena Otonomi Daerah telah beralih kepada Pemerintah Kota.
Nomor 82/GSB/1984, juga telah dicabut dengan Perda Nomor 9 Tahun 2000, maka bagi hasil berdasarkan keputusan Gubernur tersebut tidak berlaku lagi, dan bagi hasil selanjutnya harus dimusyawarahkan dengan KAN, setelah itu Pemerintah Kota menetapkan bersama-sama dengan DPRD. Untuk itu sebagai bahan kebijakan, Pemerintah Kota telah merumuskan bahan- bahan kebijakan.
Pemerintah Kota Payakumbuh kemudian membentuk tim untuk menyelesaikan solusi bagi hasil Pasar Serikat yang bertugas mempelajari, menelaah, dan mengkaji alternatif solusi dan kemudian merekomendasikan solusi terbaik untuk menyelesaikan bagi hasil pasar tersebut. Solusi yang terbaik untuk penyelesaian sengketa bagi hasil Pasar Serikat Kota Payakumbuh adalah solusi “Memberikan kompensasi
kepada KAN 8 nagari berupa pemberian 1 (satu) petak toko lantai I di Pasar Ibuh Barat tanpa pembebanan (Hak sewa tunai dengan status bebas sewa atau tanpa kewajiban sewa bulanan)”.
Bahwa meskipun KAN 8 Nagari mendapat kompensasi berupa masing- masing 1 (satu) petak toko, akan tetapi bantuan keuangan akan tetap diberikan, sesuai dengan kondisi keuangan daerah. Dengan pemberian kompensasi diharapkan menjadi solusi terbaik untuk penyelesaian sengketa bagi hasil Pasar Serikat Kota Payakumbuh.
profit sharing, pemberian toko sebagai
Sesuai arahan walikota ditanggapi oleh KAN secara positif, dalam hal ini untuk pengelolaan pasar ke depannya harus dikelola secara profesional karena banyak ditemui di lapangan pemegang hak sewa menyewakan kepada pihak ketiga dengan sistem kontrak pertahun jauh lebih besar daripada sewa bulanan yang dibayarkan sebagai retribusi kepada pihak pemerintah kota Payakumbuh, untuk itu pengelolaan pasar lebih dioptimalkan dengan tujuan