Relevansi psikologis Relevansi sosial

100 b. Apakah seluruh proses belajar mengajar yang dihayati siswa mengandung nilai yang menghargai proses ilmu pengetahuan dan tidak sekedar menguasai ilmu pengetahuan sebagai hasil? Atau apakah tolok ukur keberhasilan belajar meliputi juga kemampuan proses?

2. Relevansi psikologis

Interpretasi kepenadan secara psikologis berhubungan dengan proses belajar mengajar sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Dari segi ini suatu proses belajar mengajar dianggap secara psikologis tidak penad kalau selama proses belajar mengajar siswa tidak memperoleh cukup tantangan untuk berpikir. Hakikat berpikir sebenarnya selalu berorientasi pada pemecahan masalah. Tanpa adanya masalah yang dipecahkan kemampuan berpikir peserta sukar untuk berkembang. Wong 1974 mengatakan bahwa secara evolusioner berpikir adalah sarana penyesuaian untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi di lingkungannya. Bentuk yang sesuai untuk dikembangkan dari berpikir adalah scientific inquiry suatu bentuk reaksi manusia yang paling mangkus untuk menghadapi kesulitan dan berorientasi pada pemecahan masalah. Suatu proses pembinaan dianggap penad secara psikologis kalau siswa dihadapkan pada pemecahan masalah dengan menggunakan paradigma ilmu pengetahuan. Untuk mengukur penad tidaknya suatu program secara spikologis, indikatornya adalah sebagai berikut: a. Apakah siswa dalam proses belajar mengajar selalu dihadapkan pada masalah yang harus dipelajari? b. Apakah kemampuan memecahkan masalah secara sistematis diberi nilai penghargaan? 101 c. Apakah cara guru menyajikan bahan ajar berorientasi kepada masalah atau berorientasi pada jawaban?

3. Relevansi sosial

Dimensi ketiga ini berkaitan dengan implementasi kedudukan dan fungsi penyelenggara sebagai lembaga sosial. Sebagai lembaga sosial Yayasan pimpinan PT berfungsi mensosialisasikan nilai-nilai yang merupakan cita-cita masyarakat. Proses belajar mengajar dipandang penad jika siswa memperoleh kesempatan menghayati nilai-nilai yang dicita- citakan dalam proses pembinaan. Untuk mengukur penad tidaknya program secara sosial, indikatornya adalah: a. Apakah nilai-nilai sosial yang dicita-citakan terkandung dalam situasi belajar mengajar?. b. Apakah perilaku siswa dalam kaitan dengan nilai-nilai, termasuk interaksi dengan rekan dan dosen terliput dalam unsur-unsur yang dinilai? c. Apakah siswa memperoleh kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam menghayati nilai-nilai tersebut? Menghitung Efisiensi Pendidikan Kesangkilan atau efisiensi merupakan suatu konsep yang berasal dari dunia tehnik. Pada setiap proses tehnik, efisiensi terjadi kalau: 1 Hasil dapat dimaksimalkan dengan menggunakan sejumlah bahan masukan yang telah ditentukan, 2. Input diperlukan dapat diminimalkan untuk memperoleh hasil yang dikehendaki atau, 3. Hasil dapat dimaksimalkan dengan menggunakan sejumlah bahan masukan yang minimal. Dalam pemahaman yang demikian, efisiensi adalah perbandingan antara masukan dan hasil. 102 Efisiensi tidak harus sama dengan berbiaya rendah karena dalam konsep efisiensi telah terkandung konsep efektif. Dalam arti 1 pilihan yang efisien adalah pilihan yang sama efektifnya, tetapi berbiaya lebih rendah atau pilihan yang sama biayanya tetapi lebih efektif 2. pilihan yang sekedar berbiaya lebih rendah tetapi tidak efektif tidak dapat dianggap sebagai pilihan yang efisien. Merujuk pada makna substantif dari efisien di atas, para pakar mencoba menerapkannya dalam bidang pendidikan. Implementasi pandangan tersebut, didasarkan pada andaian bahwa proses pendidikan merupakan suatu fungsi produksi. Biasanya pada suatu fungsi produksi, input dalam komposisi tertentu diproses dengan cara tertentu dan akan menghasilkan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. Input pendidikan adalah karakteristik peserta didik karakteristik Pendidik, karakteristik sarana, karakteristik kurikulum, karakteristik dana, karakteristik lingkungan sosial budaya dan sebagainya yang mesti dipahami secara tepat agar dapat memberi kontribusi yang juga tepat dalam suatu proses pendidikan. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan belajar mengajar. Proses pendidikan menjadi sangat penting, karena di dalamnya terjadi salingtindak interaction fungsional antara pendidik dan peserta didik dalam bingkai transformasi tingkah laku. Kemudian ada hasil jangka pendek pendidikan berupa peserta didik siswa mahasiswa yang lulus ujian catur wulan semester, siswa mahasiswa yang lulus, prestasi belajar, dan hasil jangka panjang pendidikan yakni manusia Indonesia seutuhnya, lulusan yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Untuk jelasnya dilukiskan dalam bagan dibawah ini: 103 Input proses output outcome Masukan hasil jangka hasil jangka bahan pendek panjang Dalam proses produksi terdapat dua macam hasil, maka terdapat dua ukuran kesangkilan. Keduanya adalah kesangkilan dakhil internal dan kesangkilan eksternal. Efisiensi dakhil dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka pendek . Hasil jangka pendek yang biasa digunakan adalah siswa yang naik kelas, sisiwa yang lulus, mahasiswa yang lulus ujian semester, mahasiswa lulus dan sebagainya. Sedangkan efisiensi eksternal dihitung dengan menggunakan input dan hasil jangka panjang. Hasil jangka panjang yang sering digunakan adalah lulusan yang melanjutkan, lulusan yang bekerja dan sebagainya. Pada tulisan ini akan dibahas secara khusus tentang kesangkilan dakhil. Sementara kesangkilan eksternal dibahas secara umum. Input proses output outcome Kesangkilan dakhil Kesangkilan eksternal Indikator Efisiensi Dakhil Pendidikan Efisiensi kesangkilan dakhil diukur dengan menggunakan pengukur-pengukur masukan dan hasil jangka pendek. Pengukur masukan yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik. Pengukur hasil jangka pendek yang sering digunakan adalah jumlah peserta didik yang lulus ujian caturwulan semester, atau sebaliknya jumlah peserta didik yang tidak lulus ujian cawu semester, jumlah peserta didik yang tidak 104 lulus dan jumlah yang drop out. Indikator kesangkilan efisiensi dakhil yang biasa digunakan adalah angka putus Sekolah APS, angka mengulang kelas AMK, dan angka kelulusan AK. Jika ada peserta didik yang putus sekolah proses pendidikan dianggap tidak sangkil, karena input yang digunakan ternyata menghasilkan output yang lebih sedikit jumlahnya. Karena peserta didik yang putus sekolah, menyebabkan jumlah lulusan yang dihasilkan berkurang. Dengan demikian, makin tinggi angka putus sekolah APS makin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang mengulang kelas, dianggap tidak sangkil, karena untuk menghasilkan output yang sama banyaknya yaitu lulusnya peserta didik diperlukan input lebih banyak. Input yang lebih banyak ini berupa pengajaran kepada peserta didik yang mengulang pada kelas yang sama satu semester tahun lebih panjang. Semakin tinggi AMK semakin tidak sangkil. Jika ada peserta didik yang tidak lulus juga dianggap tidak sangkil, karena dua kemungkinan, yakni; pertama, kalau peserta didik yang tidak lulus tersebut berhenti sekolah mungkin karena malu maka ketidak sangkilan terjadi karena berkurangnya output sama dengan kejadian siswa putus sekolah, kedua, kalau peserta didik yang tidak lulus mengulang belajar di kelas yang sama untuk ikut ujian lagi semester tahun berikutnya, maka ketidak sangkilan yang terjadi disebabkan oleh digunakannya input yang lebih banyak dari output sama dengan kejadian peserta didik mengulang kelas.

1. Menghitung Kesangkilan Dakhil Pendidikan Angka