Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua T2 422010002 BAB IV

(1)

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa.

Bahan organik yang masuk ke perairan bersumber dari air limbah industri rumah tangga masyarakat perkotaan yang tercampur dengan air sungai dan terakumulasi di muara sungai ataupun perairan pesisir pantai dan laut. Hasil pengukuran terhadap beban cemaran organik di perairan pesisir Teluk Youtefa dapat dilihat berdasarkan nilai COD pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. nilai COD terukur pada lokasi penelitian. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

COD COD COD COD

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

K

ad

ar

C

OD/mg

/l

Lokasi Sampling

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


(2)

20

Menurut Jenie (1993), nilai COD menunjukan senyawa-senyawa organik yang tidak dapat dipecah seperti pelarut pembersih dan bahan yang dapat dipecah secara biologis. Bahan organik yang berpotensi mencemari perairan pesisir pantai dan laut bersumber dari aktifitas masyarakat setiap hari di daratan. Melalui aktifitas masyarakat yang beragam di daratan maka menghasilkan berbagai jenis limbah rumah tangga yang bersifat organik. Biasanya limbah tersebut dibuang melalui saluran pembuangan (drainase) mengalir ke sungai dan akan mengalir bersama aliran air menuju muara sungai serta perairan pesisir pantai dan laut, sehingga akumulasi beban cemaran organik di muara sungai dan perairan pesisir pantai serta laut terpengaruhi oleh gerakan arus atau aliran air pada perairan tersebut. Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa S. Acai memiliki kadar COD tertinggi terdapat pada titik sampling ke empat (4) yaitu 304 mg/l. Titik sampling tersebut terletak di sebelah kanan dari muara sungai ini. Beban pencemaran di sungai ini mengalir bersama aliran air sungai dan terakumulasi di sebelah kanan sungai karena perairannya sedikit tenang atau perputaran arus kurang kencang sehingga bahan organik menjadi terakumulasi di lokasi ini.

Akumulasi bahan organik di muara S. Thomas, nilai COD di badan sungai titik sampling 1 adalah 30


(3)

21

mg/l, ke arah muara sungai titik sampling 2 adalah 50 mg/l, sebelah kiri sungai titik sampling 3 adalah : 92 mg/l, kemudian sebelah kanan sungai titik sampling 4 menunjukan nilai yang lebih tinggi yaitu : 212 mg/l. Beban cemaran organik di S. Thomas terakumulasi di sebelah kanan sungai, hal ini juga dipengaruhi oleh arus dan gelombang pantai, sebab arus sungai akan mengalirkan bahan-bahan organik ke suatu tempat akhir yang kemudian akan terakumulasi.

Pada badan air S. Anyaan titik sampling 1 kadar COD adalah 159 mg/l. Pada lokasi ini terdapat sebagian perumahan masyarakat berada langsung di atas sungai (rumah berlabu) sehingga limbah dari sisa aktifitas rumah tangga langsung dibuang saja ke sungai. Selain itu, terdapat hewan peliharaan seperti babi (kandang babi), hal-hal ini juga turut mempengaruhi tingginya nilai COD di perairan. Kemudian pada muara sungai titik sampling 2 COD adalah 77 mg/l, menurun karena adanya campuran air laut dan air sungai yang dipengaruhi oleh arus. Kemudian nilai COD di lokasi sungai sebelah kiri titik sampling 4 dengan nilai COD 160 mg/l.

Kadar COD di bagian arah laut muara S. Acai titik sampling 1 adalah 829 mg/l. Selanjutnya tepat pada lokasi pertemuan arus antara Teluk Youtefa dengan perairan laut pasifik titik sampling 2 adalah 1804 mg/l


(4)

22

dan pertemuan arus antara S. Anyaan dan S. Thomas titik sampling 3 adalah 1806 mg/l. Nilai COD seperti ini menunjukan bahwa potensi pencemaran organik di Perairan Pesisir Teluk Youtefa dipengaruhi oleh bermuaranya S. Acai, S. Thomas dan S. Anyaan, yang turut mengalirkan atau menyumbangkan limbah organik yang berpotensi sebagai pencemar.

B. Suhu dan pH

Suhu perairan berada dalam batas normal yaitu berkisar antara 27-30ºC. Menurut Pandiangan (2009), suhu merupakan salah satu sifat fisika yang dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan biota pada suatu perairan. Umumnya suhu perairan Indonesia berkisar antara 25-30ºC dan akan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman (Tomascik 1997 dalam Beruat, 2007).

pH merupakan parameter kualitas air yang sangat penting dalam menentukan kualitas perairan. Kisaran pH pada perairan muara-muara sungai dan pesisir pantai Teluk Youtefa adalah 6, 28 8, 70 nilai pH seperti ini menunjukan bahwa parameter pH masih berada pada ambang batas yang ditetapkan sesuai dengan PP.No. 82. Thn. 2001., maupun untuk biota laut KepMen. LH. No. 51. Thn. 2004.


(5)

23

C. Zat Padat Terlarut

Nilai zat padat terlarut pada muara-muara sungai maupun daerah laut berkisar antara 2.34 mg/l-34400 mg/l. Terdapat pengaruh yang ditimbulkan oleh aktifitas pembuangan limbah masyarakat kota seperti sisa makanan, buah-buahan dan sayuran, bangkai hewan, dan air limbah rumah tangga serta berbagai jenis sampah lainnya yang dibuang ke selokan dan mengalir ke sungai-sungai. Sampah-sampah tersebut turut memicu tingginya kadar zat padat terlarut di perairan. Menurut Marasabessy (2001), bahwa partikel tersuspensi yang terlarut bersama air dari sungai akan terbawa oleh arus sungai ke arah muara perairan pesisir dan laut. Tingginya kadar zat padat terlarut dapat menghambat laju fotosintesis di perairan karena penetrasi cahaya matahari yang masuk keperairan akan tidak efektif (Tarigan, 2003).

D. Biological Oxygen Demand (BOD), dan

Dissolved Oxygen (DO)

Nilai BOD di perairan pesisir dan laut di Teluk Youtefa disajikan dalam grafik berikut ini.


(6)

24

Gambar 6. nilai BOD terukur pada lokasi penelitian.

Menurut Irianto (2002), BOD adalah parameter umum yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air dari suatu sumber pencemaran. Sesuai dengan PP.No. 82. Thn. 2001, dan KepMen. LH. No. 51. Thn. 2004, nilai BOD pada beberapa titik sampling telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan yaitu pada muara S. Acai nilai BOD tertinggi adalah 41 mg/l. Nilai BOD tertinggi pada muara S. Thomas adalah 53 mg/l dan untuk S. Anyaan terukur nilai BOD tertinggi adalah 42 mg/l sedangkan untuk daerah laut BOD tertinggi adalah 278 mg/l. Nilai BOD yang tinggi mencerminkan tingginya aktifitas mikroorganisme di dalam perairan dan juga menunjukan terdapat bahan-bahan organik yang tersuspensikan (Siradz, 2008).

DO adalah jumlah oksigen terlarut di dalam badan air. DO ini bersumber dari proses fotosintesis dan absorbsi udara. Data penelitian menunjukan

0 50 100 150 200 250 300 350 400

BOD BOD BOD BOD

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

K

ad

ar

B

OD

m

g

/l

Lokasi Sampling

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


(7)

25

bahwa bagian sungai sebelum muara nilai DO rendah dan unruk muara dan laut nilainya berubah menjadi tinggi. Terlihat pada perairan S. Acai, S. Thomas dan S. Anyaan serta perairan laut. Pada S. Acai nilai DO sangat rendah pada titik sampling 1 sesuai nilai baku mutu PP.No. 82. Thn. 2001. Nilai tersebut menunjukan kadar DO yang rendah. Sama halnya dengan perairan muara S. Thomas nilai DO sangat rendah pada titik sampling sebelum muara (titik 1) dan setelah muara dan laut nilai DO menjadi tinggi. S. Anyaan memiliki nilai DO yang layak bagi biota laut, tetapi pada titik sampling 4 dari lokasi ini nilai DO rendah. Menurut Warlina (2004), DO yang rendah di perairan merupakan sebuah masalah, karena biota air akan kekurangan oksigen dan kemungkinan mereka tidak dapat bertahan hidup. Hal ini merupakan indikator terdapat banyak bakteri dan mikroorganisme yang berperan mengoksidasi beban pencemaran di perairan ini (Salmin, 2005).

Gambar 7. nilai DO terukur pada lokasi penelitian. 0

5 10 15 20 25

DO DO DO DO

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

Kad

ar

DO

m

g/

l

Lokasi Sampling

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


(8)

26

Untuk daerah laut nilai DO sesuai dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 51 Tahun 2004. Nilai DO yang bervariasi pada badan sungai sebelum muara, muara dan daerah laut menunjukan beban pencemaran yang masuk ke perairan ini masih dapat dibersihkan secara alami oleh kemampuan perairan itu sendiri.

E. Ammonia sebagai (NHΎ)

Ammonia merupakan salah satu parameter pencemaran organik di perairan yang dihasilkan melalui proses pembusukan bahan-bahan organik (etrofikasi) secara anaerobik oleh mikroba (Linsley, 1991). Kandungan ammonia yang tinggi pada suatu perairan akan menyebabkan warna air menjadi keruh dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Kadar ammonia yang terdapat di muara S. Acai berkisar antara 1.19 mg/l-10.1 mg/l, di muara S. Thomas kadar ammonia berkisar antara 1.24 mg/l-2.10 mg/l dan kadar ammonia di muara S. Anyaan berkisar antara 1.70 mg/l-2.20 mg/l, sedangkan perairan bagian laut kadar ammonianya lebih tinggi yaitu berkisar antara 10.7 mg/l-16. 1 mg/l. Menurut Djenar (2008), kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l, sehingga kadar ammonia pada muara-muara


(9)

27

sungai menunjukan bahwa bahan organik terlarut pada perairan ini cukup tinggi.

F. Phospate sebagai (POΏP)

unsur ini terdapat dalam perairan alami dalam jumlah yang sangat sedikit dan berperan sebagai senyawa mineral dan senyawa organik, bila jumlahnya meningkat itu akan berbahaya bagi biota aquatik yang hidup dalam perairan tersebut (Jenie, 1993). Memang secara alami lingkungan perairan memiliki kadar phospate 10% dan 90% sisanya bersumber dari aktifitas manusia seperti, buangan limbah industri, domestik, dan kegiatan lainnya (Rosariawati,_______). Bila kadar phospate di dalam perairan tinggi akan menyebabkan masalah eutrofikasi “ketersediaan

nutrient yang berlebihan” (Dewi, 2003).

Kadar phospate pada perairan muara S. Acai, titik sampling 1 adalah 2, 0 mg/l menunjukan nilai yang melebihi nilai baku mutu menurut PP. No. 82. Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai titik sampling 4 adalah jenis air laut memiliki kadar phospate berkisar antara 0, 37 mg/l-2, 4 mg/l. Pada perairan muara S. Thomas untuk titik sampling 1 memiliki kadar phosphate 1, 44 mg/l dan dinyatakan telah melebihi nilai baku mutu menurut PP.No. 82. Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai


(10)

28

titik sampling 4 memiliki nilai kadar phospate yang berkisar antara 1, 17 mg/l - 1, 38 mg/l. Untuk muara S. Anyaan memiliki kadar phospate berkisar antara 0, 65 mg/l - 2, 06 mg/l dan perairan laut berkisar antara <0,015 mg/l - 0,10 mg/l. Secara keseluruhan kadar phospate di muara-muara sungai perairan pesisir dan

laut menunjukan bahwa aktifitas masyarakat

perkotaan serta semakin bertambahnya jumlah

penduduk sangat mempengaruhi masuknya fosfor ke badan air sungai serta perairan pesisir dan laut, sebab limbah perkotaan yang dibuang setiap hari ke lingkungan selalu meningkat setiap hari.

G. Sulfat (SOΏ)

Kadar SOΏ yang terlarut pada muara S. Acai berkisar antara 12 mg/l-650 mg/l. Muara S. Thomas berkisar antara 46 mg/l-5200 mg/l. Muara S. Anyaan berkisar antara 200 mg/l-4400 mg/l. Daerah laut nilai SO₄ terlarut berkisar antara 1200 mg/l-2625 mg/l. Data ini menunujukan terdapat aktifitas bakteri aerobik dan fakultatif bekerja mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi hasil-hasil akhir yang stabil dan diterima oleh lingkungan, misalnya sulfat (Linsley, 1991). Kadar sulfat tertinggi pada muara S. Anyaan yaitu 4400 mg/l kemudian bagian laut 2625 mg/l. Sulfat organik adalah salah satu jenis unsur belerang


(11)

29

yang terdapat di tanah dan digunakan oleh tumbuhan. Tingginya kadar sulfat pada perairan ini dipengaruhi oleh aktifitas pemukiman di daratan serta tererosi dan tercuci oleh musin hujan, sehingga terbawa oleh aliran air masuk ke sungai dan mengalir ke perairan pesisir pantai dan laut.

H. Masa Depan Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Keberlanjutan ekologis di perairan pesisir pantai

Teluk Youtefa perlu menjadi dasar dalam

pembangunan Kota Jayapura, mengingat Teluk Youtefa

adalah Taman Wisata Alam, sehingga dalam

pembangunan perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini dapat mengacu pada Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) atau yang dikenal dengan UU 27/2007 sehingga, pengelolaan sumberdaya pesisir harus mengutamakan unsur keterpaduan dan keberlanjutan baik secara ekologis, sosial, maupun ekonomi (Satria, 2009). Pencemaran yang terjadi ini bila dibiarkan maka akan mengancam kehidupan biota aquatik. Berbagai jenis ikan akan bermigrasi ke perairan lain sehingga menyebabkan hasil tangkapan nelayan berkurang. Bila hal ini terjadi maka kualitas ekonomi masyarakat nelayan di pesisir Teluk Youtefa akan menurun karena


(12)

30

masyarakat pesisir masih mengandalkan hasil laut untuk menopang ekonomi rumah tangga mereka.

Pencemaran organik merupakan indikator

terdapat kelemahan pemerintah dan para tokoh masyarakat dalam upaya menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kota Jayapura. Potensi alam Teluk Youtefa memang sangat mendukung keberadaannya sebagai Taman Wisata Alam contohnya ; pemandangan alam yang sangat indah, keragaman budaya serta hal-hal menarik lainnya yang bisa dijumpai saat berwisata. Satu kekurangannya adalah telah terjadi pencemaran organik dan pesisir pantainya penuh dengan sampah.

Secara perlahan-lahan terdapat tekanan yang

mengarah pada kerusakan. Hal ini jika dibiarkan maka potensi pariwisata di Kota Jayapura akan menurun, sedangkan potensi pariwisata adalah salah satu komponen penting dari perekonomian daerah yang bisa menghasilkan devisa.


(1)

25

bahwa bagian sungai sebelum muara nilai DO rendah dan unruk muara dan laut nilainya berubah menjadi tinggi. Terlihat pada perairan S. Acai, S. Thomas dan S. Anyaan serta perairan laut. Pada S. Acai nilai DO sangat rendah pada titik sampling 1 sesuai nilai baku mutu PP.No. 82. Thn. 2001. Nilai tersebut menunjukan kadar DO yang rendah. Sama halnya dengan perairan muara S. Thomas nilai DO sangat rendah pada titik sampling sebelum muara (titik 1) dan setelah muara dan laut nilai DO menjadi tinggi. S. Anyaan memiliki nilai DO yang layak bagi biota laut, tetapi pada titik sampling 4 dari lokasi ini nilai DO rendah. Menurut Warlina (2004), DO yang rendah di perairan merupakan sebuah masalah, karena biota air akan kekurangan oksigen dan kemungkinan mereka tidak dapat bertahan hidup. Hal ini merupakan indikator terdapat banyak bakteri dan mikroorganisme yang berperan mengoksidasi beban pencemaran di perairan ini (Salmin, 2005).

Gambar 7. nilai DO terukur pada lokasi penelitian.

0 5 10 15 20 25

DO DO DO DO

M. S. Acai M.S. Thomas M. S. Anyaan Daerah Laut

Kad

ar

DO

m

g/

l

Lokasi Sampling

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4


(2)

26

Untuk daerah laut nilai DO sesuai dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 51 Tahun 2004. Nilai DO yang bervariasi pada badan sungai sebelum muara, muara dan daerah laut menunjukan beban pencemaran yang masuk ke perairan ini masih dapat dibersihkan secara alami oleh kemampuan perairan itu sendiri.

E. Ammonia sebagai (NHΎ)

Ammonia merupakan salah satu parameter pencemaran organik di perairan yang dihasilkan melalui proses pembusukan bahan-bahan organik (etrofikasi) secara anaerobik oleh mikroba (Linsley, 1991). Kandungan ammonia yang tinggi pada suatu perairan akan menyebabkan warna air menjadi keruh dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Kadar ammonia yang terdapat di muara S. Acai berkisar antara 1.19 mg/l-10.1 mg/l, di muara S. Thomas kadar ammonia berkisar antara 1.24 mg/l-2.10 mg/l dan kadar ammonia di muara S. Anyaan berkisar antara 1.70 mg/l-2.20 mg/l, sedangkan perairan bagian laut kadar ammonianya lebih tinggi yaitu berkisar antara 10.7 mg/l-16. 1 mg/l. Menurut Djenar (2008), kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l, sehingga kadar ammonia pada muara-muara


(3)

27

sungai menunjukan bahwa bahan organik terlarut pada perairan ini cukup tinggi.

F. Phospate sebagai (POΏP)

unsur ini terdapat dalam perairan alami dalam jumlah yang sangat sedikit dan berperan sebagai senyawa mineral dan senyawa organik, bila jumlahnya meningkat itu akan berbahaya bagi biota aquatik yang hidup dalam perairan tersebut (Jenie, 1993). Memang secara alami lingkungan perairan memiliki kadar

phospate 10% dan 90% sisanya bersumber dari

aktifitas manusia seperti, buangan limbah industri, domestik, dan kegiatan lainnya (Rosariawati,_______). Bila kadar phospate di dalam perairan tinggi akan menyebabkan masalah eutrofikasi “ketersediaan

nutrient yang berlebihan” (Dewi, 2003).

Kadar phospate pada perairan muara S. Acai, titik sampling 1 adalah 2, 0 mg/l menunjukan nilai yang melebihi nilai baku mutu menurut PP. No. 82. Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai titik sampling 4 adalah jenis air laut memiliki kadar

phospate berkisar antara 0, 37 mg/l-2, 4 mg/l. Pada

perairan muara S. Thomas untuk titik sampling 1 memiliki kadar phosphate 1, 44 mg/l dan dinyatakan telah melebihi nilai baku mutu menurut PP.No. 82. Thn. 2001 yaitu 0, 2 mg/l. Titik sampling 2 sampai


(4)

28

titik sampling 4 memiliki nilai kadar phospate yang berkisar antara 1, 17 mg/l - 1, 38 mg/l. Untuk muara S. Anyaan memiliki kadar phospate berkisar antara 0, 65 mg/l - 2, 06 mg/l dan perairan laut berkisar antara <0,015 mg/l - 0,10 mg/l. Secara keseluruhan kadar phospate di muara-muara sungai perairan pesisir dan laut menunjukan bahwa aktifitas masyarakat perkotaan serta semakin bertambahnya jumlah penduduk sangat mempengaruhi masuknya fosfor ke badan air sungai serta perairan pesisir dan laut, sebab limbah perkotaan yang dibuang setiap hari ke lingkungan selalu meningkat setiap hari.

G. Sulfat (SOΏ)

Kadar SOΏ yang terlarut pada muara S. Acai berkisar antara 12 mg/l-650 mg/l. Muara S. Thomas berkisar antara 46 mg/l-5200 mg/l. Muara S. Anyaan berkisar antara 200 mg/l-4400 mg/l. Daerah laut nilai SO₄ terlarut berkisar antara 1200 mg/l-2625 mg/l. Data ini menunujukan terdapat aktifitas bakteri aerobik dan fakultatif bekerja mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi hasil-hasil akhir yang stabil dan diterima oleh lingkungan, misalnya sulfat (Linsley, 1991). Kadar sulfat tertinggi pada muara S. Anyaan yaitu 4400 mg/l kemudian bagian laut 2625 mg/l. Sulfat organik adalah salah satu jenis unsur belerang


(5)

29

yang terdapat di tanah dan digunakan oleh tumbuhan. Tingginya kadar sulfat pada perairan ini dipengaruhi oleh aktifitas pemukiman di daratan serta tererosi dan tercuci oleh musin hujan, sehingga terbawa oleh aliran air masuk ke sungai dan mengalir ke perairan pesisir pantai dan laut.

H. Masa Depan Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa

Keberlanjutan ekologis di perairan pesisir pantai Teluk Youtefa perlu menjadi dasar dalam pembangunan Kota Jayapura, mengingat Teluk Youtefa adalah Taman Wisata Alam, sehingga dalam pembangunan perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini dapat mengacu pada Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) atau yang dikenal dengan UU 27/2007 sehingga, pengelolaan sumberdaya pesisir harus mengutamakan unsur keterpaduan dan keberlanjutan baik secara ekologis, sosial, maupun ekonomi (Satria, 2009). Pencemaran yang terjadi ini bila dibiarkan maka akan mengancam kehidupan biota aquatik. Berbagai jenis ikan akan bermigrasi ke perairan lain sehingga menyebabkan hasil tangkapan nelayan berkurang. Bila hal ini terjadi maka kualitas ekonomi masyarakat nelayan di pesisir Teluk Youtefa akan menurun karena


(6)

30

masyarakat pesisir masih mengandalkan hasil laut untuk menopang ekonomi rumah tangga mereka.

Pencemaran organik merupakan indikator terdapat kelemahan pemerintah dan para tokoh masyarakat dalam upaya menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kota Jayapura. Potensi alam Teluk Youtefa memang sangat mendukung keberadaannya sebagai Taman Wisata Alam contohnya ; pemandangan alam yang sangat indah, keragaman budaya serta hal-hal menarik lainnya yang bisa dijumpai saat berwisata. Satu kekurangannya adalah telah terjadi pencemaran organik dan pesisir pantainya penuh dengan sampah. Secara perlahan-lahan terdapat tekanan yang mengarah pada kerusakan. Hal ini jika dibiarkan maka potensi pariwisata di Kota Jayapura akan menurun, sedangkan potensi pariwisata adalah salah satu komponen penting dari perekonomian daerah yang bisa menghasilkan devisa.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komposisi Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat T2 422012105 BAB IV

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua T2 972010013 BAB IV

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wirausaha Migran Makassar di Papua T2 092010004 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Migran dalam Bingkai Orang Papua T2 092011007 BAB IV

0 0 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua T2 422010002 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua T2 422010002 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua T2 422010002 BAB V

0 0 2

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB IV

0 1 4