Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong T2 092011004 BAB IV

Bab Empat

Tempat Jualan Pedagang M ama-mama
Asli Papua di Pasar Remu

Pengantar
Pasar menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat dan merupakan tempat dimana terjadi pertemuan antara pembeli dan penjual.
Kegiatan jual beli bisa berjalan dengan baik dan memberikan kenyamanan para penjual dalam proses perputaran barang dagangannya,
harus didukung dengan fasilitas dan tempat yang layak untuk menempatkan barang dagangannya. Kelayakan tempat yang gunakan akan
berpengaruh terhadap pembeli dalam memilih jenis-jenis barang
dagangan yang disediakan oleh para pedagang yang ada di lokasi pasar
dan tempat berjualan.
Pasar Remu menjadi salah satu tempat mama-mama asli Papua
melakukan kegiatan jual beli. Untuk kelancaran kegiatan jual beli
mama asli Papua di pasar perlu didukung dengan tempat atau fasilitas
yang baik dan tepat untuk menjajakan barang dagangannya. Tempat
berjualan bagi pedagang menjadi faktor yang sangat menentukan dan
memegang peran penting dalam proses kegiatan jual beli. Oleh sebab
itu pada bagian ini penulis akan membicarakan tempat jualan yang
digunakan mama-mama asli Papua dalam melakukan kegiatan jual beli
di Pasar Remu.


25

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

Kondisi Pasar dan Tempat Berjualan

M usibah terbakarnya Pasar Remu pada tanggal 5 November
2011, menjadi awal dari perubahan kondisi kegiatan pasar yang kurang
menguntungkan yang dirasakan oleh pedagang dalam melakukan
kegiatan jual belinya. Secara umum peristiwa kebakaran itu menghanguskan ratusan kios dan menyebabkan beberapa pedagang tidak
lagi mempunyai tempat berjualan. Untuk dapat melanjutkan aktivitas
dagangnya, mereka membuat tempat berjualan darurat yang dibangun
di depan dan di samping-samping Pasar Remu. Namun tempat berjualan darurat yang telah rampung dibangun oleh pemerintah, menimbulkan persoalan baru bagi pedagang dalam penempatannya. Tujuan
utama pembuatan tempat berjualan sementara lebih diperuntukkan
bagi pedagang yang mengalami musibah kebakaran, namun kondisi itu
memberikan peluang dan dimanfaatkan oleh pedagang lain dalam
menempati tempat berjualan darurat yang ada. Pedagang dari dalam
pasar pun kemudian pindah dan berjualan di situ, ada pula pedagang

baru. Hal ini kemudian diungkapkan oleh Bapak Oktovianus Kalasuat 1
sebagai kepala Pasar Remu bahwa:
Jadi itu begini, itu persoalannya waktu kebakaran itu, kita
pindahkan penjagaan dari dalam, mereka itu bukan kewenangan
kita tapi dari mereka sendiri ya mereka, kalau dari jalan itu saya
bangun lapak-lapak sementara di depan, di jalur depan itu, sa
siapkan oleh pemerintah. Jadi, terus kemudian ada pedagangpedagang lain yang mereka berinisiatif untuk ketemu dengan
pemerintah Kota, Kota DPR untuk mereka siapkan di depan jalan
itu. Kemarin bulan maret (tahun 2013) kita sudah bongkar, kita
sudah bongkar, apa namanya tempat-tempat yang ada di dalam
itu terus eee kita suruh masuk mengisi tempat yang sudah
disiapkan oleh pemerintah yang sudah dibangun selesai. Pedagang-pedagang yang tadi mengalami musibah kebakaran disuruh
masuk kembali, cuma di situ ada, sa taratau itu ada siapa yang di
situ, bermain di situ, karna itu wilayah Kota ya, ada mama-mama
Papua yang duduk di situ. Itu yang membuat sampe sekarang ini
kita masih mengalami kendala, sehingga untuk kasih masuk
mobil ke dalam tidak bisa, karna mobil kan tidak bisa masuk
disitu sa sudah usaha ketemu Pak Lurah tapi sampe sekarang… sa
juga tara bisa bikin apa-apa karna itu wilayahnya Kota. Ya tiap
W awancara dilakukan tanggal 9 September 2013, di Kantor Dinas Pendapatan Daerah

Kabupaten Sorong.

1

26

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

hari kita pasrah dengan keadaan kalau mereka mau bantu ya,
kalau tidak ya kita ini tinggal menunggu saja.

M aksud informan tersebut ingin menjelaskan bahwa:
Begini persoalannya, waktu kebakaran itu, kita (Dispenda Kabupaten Sorong) pindahkan penjagaan dari dalam. Mereka itu
(pedagang yang berpindah dari bagian dalam pasar) bukan
kewenangan kita, tetapi itu dari mereka sendiri. Kalau dari jalan
itu saya (Dispenda Kabupaten Sorong) bangun lapak-lapak
sementara di depan, di jalur depan itu, disiapkan oleh pemerintah. Kemudian ada pedagang-pedagang lain yang berinisiatif
untuk ketemu dengan pemerintah Kota Sorong dan DPR Kota
Sorong untuk mereka siapkan di depan jalan itu. Kemarin Maret
2013 kita (Dispenda Kabupaten Sorong) sudah bongkar tempattempat (lapak-lapak sementara yang dibangun paska kebakaran)

yang berada di dalam, terus kita menyuruh pedagang-pedagang
masuk untuk mengisi tempat yang sudah disiapkan, yang sudah
dibangun oleh pemerintah hingga selesai. Pedagang-pedagang
yang mengalami musibah kebakaran disuruh masuk kembali.
Cuma (saya tidak tahu ada siapa yang bermain di situ, karena itu
wilayah Kota Sorong), ada pedagang mama-mama asli Papua yang
duduk berjualan di situ. Hal itu yang membuat kita sampai saat
ini masih mengalami kendala, sehingga untuk kasih masuk mobil
(angkutan umum) ke dalam (ke depan pasar) tidak bisa. Mobil
memang sampai saat ini tidak bisa masuk sampai ke depan pasar
seperti dulu, saya sudah berusaha ketemu Pak Lurah Remu
Selatan Sorong tetapi sampai sekarang saya juga tidak bisa bikin
apa-apa karena itu wilayah Kota Sorong. Setiap hari kita pasrah
dengan keadaan. Kalau mereka (Pak Lurah Remu Selatan Sorong
dan pemerintah Kota Sorong) mau membantu ya, tetapi kalau
tidak, ya kita hanya bisa menunggu saja.

Informasi yang terkandung dalam penuturan di atas menegaskan
tentang keterlibatan pemerintah dalam penyediaan dan penataan
tempat jual beli bagi pedagang di pasar pasca kebakaran. Namun

kurang diikuti dengan koordinasi dan kerja sama di antara pemegang
kebijakan untuk mencari solusi yang tepat terhadap persoalan yang
dihadapi pedagang dan kegiatan jual belinya di pasar. Kondisi ini
terkesan pemerintah tidak secara serius memperhatikan para pedagang
di pasar, sehingga para pedagang berinisitif dan berusaha sendiri untuk
mengatasi persoalan yang mereka hadapi. Tetapi kemudian pada
kondisi itu pula ada sebagian pedagang menggunakan cara yang tidak

27

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

tepat untuk mendapatkan tempat jualan dengan jalan pendekatan pada
petinggi-petinggi berwenang. Pada hal perilaku itu secara tidak sadar
telah menutup dan merugikan peluang pedagang yang lain untuk
berkesempatan berjualan di lokasi pasar.
Dalam penuturan ini juga menginformasikan bahwa Pasar Remu
mempunyai persoalan dengan hak pengelolaan, karena terdapat dua
hak pengelolaan, baik Pemeritah Kota maupun Kabupaten dalam

proses tersebut. Sekalipun dalam pembagian pengeloalaan antara
pemerintah Kota dan Kabupaten secara jelas, tetapi dalam kegiatan jual
beli yang dilakukan oleh pedagang masih bebas dan belum diatur
secara tegas dalam menempati ruang pasar di antara dua hak pengeloalaan tersebut. Hal ini berakibat pada pengaturan kewajiban dan hak
oleh pemerintah terhadap pedagang di pasar dan mempersulit bagian
petugas di lapangan, khususnya Dinas Pendapatan Daerah.
Pengamatan peneliti saat penelitian terlihat bahwa sebagian
pedagang dalam melakukan kegiatan jual beli masih bebas dalam
menempati lokasi-lokasi tempat jualan. Peneliti mendapati sebagian
pedagang mama-mama asli Papua memiliki tempat jualan dengan cara
mendahului dan menempati lokasi kosong yang ada di pinggiran pasar
yang dianggap tepat dan baik untuk mengelar barang dagangannya.
Lokasi jualan yang dimiliki oleh pedagang mama-mama asli Papua
tanpa ada koordinasi atau sepengetahuan pihak pengelola pasar, namun
pihak pengelola pasar tidak bertindak atau mengingatkan pedagang
mama-mama asli Papua untuk tidak melakukan kegiatan jual beli di
tempat tersebut. Hal itu tidak bisa dilakukan karena pertimbangan
pihak pengelola dalam hal ini dinas terkait memposisikan pedagang
mama-mama asli Papua sebagai orang Papua dan pertimbangan
pribumi. Pada posisi itu agak sulit bagi seorang petugas lapangan untuk

menjalankan tugasnya secara tegas dan tepat, sehingga terkesan membiarkan pedagang mama-mama asli Papua untuk tetap berjualan di situ
sekalipun sikap itu agak bertentangan dengan aturan penataan tempat
dagangan di pasar. Selain pertimbangan pribumi, juga dari sisi perhatian pemerintah yang tidak begitu serius dalam membina dan membantu
para mama asli Papia yang melakukan kegiatan jual beli di pasar. Hal

28

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

ini membuat para pengelola lapangan sangat hati-hati dan segan untuk
mengambil tindakan terhadap pedagang mama-mama asli Papua.
Pada sisi lain menguntungkan pedagang pendatang dalam hal
memiliki tempat jualan dengan melakukan pendekatan pada pedagang
mama-mama asli Papua yang masih memiliki tempat jualan yang
kosong. Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan tempat jualan
tersebut melalui pembicaraan yang di dalamnya berhubungan dengan
imbalan. Besar imbalan tergantung kesepakatan antara pedagang
mama-mama asli Papua dan pedagang pendatang. Sekalipun penempatan posisi tempat jualan berdekatan dengan pedagang mama-mama
asli Papua. Tidak sulit membangun pendekatan dan mendapatkan
tempat jualan dari pedagang mama-mama asli Papua karena pertimbangan kemanusiaan dan kasih antara yang ada pada pedagang mamamama asli Papua terhadap sesama manusia.

Kehadiran dan keterlibatan pedagang mama-mama asli Papua di
Pasar Remu merupakan peluang dan keinginan pribadi untuk melakukan kegiatan jual beli. Peluang dan keinginan itu pun menjadi motivasi
bagi pedagang mama-mama asli Papua untuk membuka diri dan
bersaing dengan pedagang pendatang. Sekalipun dalam proses kegiatan
jual beli, para pedagang mama-mama asli Papua ini diperhadapkan
dengan kesulitan baik dari sisi persaingan maupun fasilitas atau tempat
jualan yang memadai untuk menunjang proses usaha kegiatan jual beli
yang ditekuni. Oleh sebab itu di awal kegiatannya, pedagang mamamama asli Papua masih tetap berusaha sendiri dengan apa adanya
untuk bisa melakukan kegiatan jual belinya. Bahkan sebagian besar
dari pedagang mama-mama asli Papua menggelarkan barang dagangannya di bawah tanah beralas karung dan di ruang terbuka tanpa atap
yang berhubungan dengan cuaca panas maupun hujan. Kondisi ini
mereka jalani dengan rasa semangat dan motivasi karena dipacu oleh
kebutuhan dan tanggung jawab keluarga.
Lama-kelamaan kondisi ini pun membuat para pedagang mamamama asli Papua mulai berpikir untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Demi kelancaran kegiatan jual beli secara efektif mereka membeli
dan menggunakan payung besar untuk tempat berteduh dan berjualan.
29

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong


Cara untuk menghindari cuaca panas dan hujan pun sudah teratasi
namun dari segi tempat jualan yang digunakan untuk menggelarkan
barang dagangannya masih tetap seperti dulu, di atas tanah dan beralas
karung. Hari demi hari pedagang mama-mama asli Papua menjalani
rutinitas jual beli seperti biasa, namun muncul persoalan baru ketika
hujan terjadi genangan air di sekitar barang dagangan, terutama yang
masih menggelarkan barang dagangan mereka di bawah tanah. Untuk
mengatasi kondisi tersebut para pedagang mama-mama asli Papua
membuat tempat jualan yang aman seperti meja (mama-mama Papua
menyebutnya para-para) yang bahannya dari kayu berbentuk papan,
kemudian dipaku agar kuat dan bertahan dari goncangan atau tiupan
angin, serta dilengkapi dengan atap yang berbahan terpal dan seng
seadanya.
Pada umumnya tempat dan fasilitas yang digunakan oleh pedagang mama-mama asli Papua adalah hasil usaha dan daya mereka
sendiri dalam mempertahankan keberlanjutan kegiatan jual beli di
pasar. Kemauan dan inisiatif ini pun sudah sejak dulu mereka mulai,
yaitu berdagang di pasar dengan keadaan seadanya. Ketika terjadi
desakan situasi membuat pedagang mama-mama asli Papua justru lebih
kreatif untuk menata dan memperbaiki tempat jualannya. M enurut
mama Saa2, salah satu pedagang mama-mama asli Papua di Pasar Remu

mengatakan bahwa:
Kalo menurut kami di depan ini itu dulu, kami duduk di bawah
tanah, di b’lakang ini, kami duduk kami pake payung yang
besar, kami beli payung itu, orang yang pertama kali beli di
depan itu saya, sa beli itu seratus ribu, itu di polsa, beli payung
itu kami pake di b’lakang kami buka karung di bawah baru kami
jualan sampe kemarin pasar dia terbakar, akhirnya dorang
datang bikin bantuan untuk yang dong bangun sosial begitu,
sosial bukan mo untuk kita, itu untuk orang-orang yang
terbakar di dalam sana, kebakaran di dalam, bukan untuk kami,
untuk orang yang kebakaran itu.

Informasi informan di atas menjelaskan bahwa:
Kalau menurut kami yang berjualan di depan pasar ini, dahulu
kami berjualan di bawah tanah, di sebelah belakang ini kami
2

Wawancara dilakukan tanggal 10 September 2013, di Pasar Remu.

30


Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

duduk dengan menggunakan payung yang besar. Orang yang
pertama kali beli payung besar di depan sini adalah saya, dengan
harga seratus ribu di polsa. Payung itu kami pakai di sebelah
belakang, kami buka karung di bawah, setelah itu kami jualan.
Ketika pasar Remu terbakar, barulah mereka datang memberikan bantuan sosial, tetapi bantuan yang mereka bangun itu
bukan untuk kami pedagang mama-mama asli Papua, melainkan
untuk pedagang-pedagang yang mengalami musibah kebakaran.

Keterangan informan di atas merupakan pengakuan tentang
kondisi awal mereka menempati dan melakukan kegiatan jual beli di
pasar, dalam berbagai kondisi yang dihadapi oleh pedagang mamamama asli Papua. M ereka memulai kegiatan jual beli, melalui berbagai
halangan maupun tantangan dari segi fasilitas yang dimiliki untuk
menunjang kegiatan jual beli. Dengan kesadaran untuk melakukan
suatu perubahan kehidupan yang lebih baik, harapan inipun tetap ada.
M ereka mencari peluang dan kerja keras untuk mencapai kemandirian
dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki demi menata
kehidupan keluarga yang bermartabat dan bernilai positif bagi keberlanjutan hidup keluarga.
Usaha dan motivasi yang dimiliki pedagang mama-mama asli
Papua untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya tetap menjadi fokus utama untuk memberikan semangat juang di tengah kemandiriannya, sekalipun tanpa dukungan dan perhatian pemerintah. Di
tengah kondisi yang demikian melatih dan mengasah pedagang mamamama asli Papua lebih kreatif berusaha mencari solusi dan mengatasi
persoalan yang dihadapi. Dengan modal potensi semangat maupun jiwa
juang yang dimiliki memberi sebuah harapan dan keyakinan dalam
bertahan dan menggapai apa yang menjadi tujuan dalam melakukan
kegiatan jual beli di pasar. Proses menuju perubahan yang lebih baik
itu pun dirasakan oleh pedagang mama-mama asli Papua agak sulit,
karena pendidikan dan pengalaman yang mereka miliki masih sangat
kurang dibandingkan dengan pedagang pendatang. Selain itu, perhatian pemerintah cenderung kepada pedagang pendatang.
Hal itu pun dirasakan di saat peristiwa kebakaran terjadi di Pasar
Remu. Dalam proses penyiapan tempat jualan setelah kebakaran,

31

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

pemerintah lebih mengutamakan bantuan bagi pedagang pendatang.
Sikap dan perhatian pemerintah ini menimbulkan perasaan berbeda
dari pedagang mama-mama asli Papua terhadap pedagang pendatang.
Perlakuan pemerintah ini terasa semakin menyisihkan pedagang
mama-mama asli Papua dari tanah kelahirannya dan mempersempit
peluang-peluang mereka untuk memperbaiki kehidupannya. Apalagi
mereka sedang berupaya menaikkan pendapatan yang selama ini jauh
dari kecukupan untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Sebenarnya langkah dan sikap pemerintah bisa dipahami karena
pemerintah lebih mengutamakan pembangunan yang berorientasi pada
konstribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga memposisikan
pedagang pendatang lebih utama dibandingkan pedagang mama-mama
asli Papua. Pada sisi lain kebakaran itu juga memberi peluang bagi
sebagian pedagang pendatang menggunakan kesempatan dengan pendekatan pada pihak berwenang. M ereka umumnya mendekati
keluarga-keluarga yang lebih dulu berjualan di dalam pasar untuk
mendapatkan peluang dan kesempatan berjualan dan memiliki tempat
jualan di dalam Pasar Remu.
M enurut pengamatan peneliti, di lokasi kebakaran terjadi penambahan tempat jualan dan pedagang baru. Penambahan pedagang baru
terlihat pada kepadatan dan kepemilikan tempat jualan yang lebih
banyak dikuasai oleh pedagang pendatang. Hal inipun nampak dari
bergesernya tempat jualan yang semula adalah milik pedagang mamamama asli Papua berubah tangan kepada pedagang pendatang dengan
jalan menyewa atau membeli. Hal ini dilakukan oleh pedagang mamamama asli Papua karena terdesak oleh tuntutan kebutuhan keluarga
dan dalam jumlah yang besar, maka solusi terakhir yang ditempuh
adalah menjual dan menyewakan tempat jualannya.
Selain itu, terlihat jumlah pedagang pendatang lebih banyak dan
menyebar baik di dalam pasar maupun di luar pasar dengan konsentrasi
barang dagangan yang berbeda-beda. Pedagang pendatang yang di
dalam pasar dengan konsentrasi barang dagangan lebih banyak pada
penyediaan pakaian dan sembakau, sementara pedagang pendatang
yang menyebar di pinggiran-pinggiran pasar dengan konsentrasi
32

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

barang dagangan yang berbeda, baik sembakau, pakaian, komoditi
kebun, ikan maupun rumah makan. Adapun pedagang mama-mama
asli Papua hanya sedikit yang berjualan di bagian dalam pasar dengan
konsentrasi barang dagangan lebih pada komoditi kebun yang juga dijual oleh pedagang pendatang dan lebih banyak pedagang asli Papua
berada di pinggiran pintu masuk pasar, baik di depan maupun di pintu
belakang pasar. Satu hal yang menarik bagi peneliti adalah pedagang
mama-mama asli Papua selalu membaca peluang dengan berjualan
berpindah-pindah sebagai cara untuk lebih dekat dan menyambut
pengunjung atau pembeli, dengan tujuan untuk menghabiskan barang
dagangannya yang hanya bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu.
Dinamika kegiatan pasar merupakan persoalan yang kompleks
dialami oleh setiap pedagang, dan pedagang mama-mama asli Papua
pun mengalami hal yang sama walau sedikit berbeda dibandingkan
dengan pedagang pendatang. Khusus pedagang mama-mama asli Papua
mempunyai persoalan yang berkaitan dengan kepemilikan fasilitas
pasar atau tempat jualan yang digunakan yang kondisinya tidak
mengalami perubahan yang lebih baik. Untuk mengatasi kondisi tersebut pedagang mama-mama asli Papua berusaha sendiri dengan kemampuan seadanya. Kondisi ini sering membuat pedagang mama-mama asli
Papua mengeluh kepada pemerintah, namun hanya sebatas mengeluh
dan tidak ada relalisasi nyata yang dirasakan oleh pedagang mamamama asli Papua.
Peneliti juga memperoleh temuan, bahwa pedagang mama-mama
asli Papua terbagi atas dua kelompok dengan posisi dan kepemilikan
tempat jualan yang berbeda. Ada sebagian pedagang mama-mama asli
Papua yang menempati bagian dalam pasar dengan komoditi seadanya
dan pada umumnya komoditi yang diperoleh dengan hasil kebun
sendiri atau membeli hasil kebun pada sesama orang Papua. Ada juga
pedagang mama-mama asli Papua yang membeli komoditi tertentu
pada pendatang terutama hasil kebun seperti kasbi (singkong), petatas
(ubi jalar) dan keladi (ubi) dari daerah transmigrasi Sorong. Tempat
jualan yang digunakan pun masih sebagian di atas tanah beralas karung

33

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

dan sebagian sudah di atas meja (para-para), namun pada umumnya
sudah menggunakan meja sebagai tempat penjualan barang dagangan.
Pedagang mama-mama asli Papua yang menempati ruang dalam
pasar pada umumnya adalah mereka yang sudah lama menggeluti jual
beli di pasar dan rata-rata sudah berumur sekitar 40 sampai 60 tahun.
Sebagi-an dari mereka ini tetap bertahan di dalam pasar karena ruang
di bagian luar pasar sudah penuh. Sebagian lain berjualan di luar pasar
pada waktu tertentu terutama pada sore hari, dengan tujuan menghabiskan barang yang tidak habis terjual dari dalam pasar seperti sayur,
tomat, cabe dan beberapa jenis komoditi lain yang tidak tahan lama.
Untuk pedagang mama-mama asli Papua yang berjualan di bagian luar pasar, baik di depan, samping maupun di belakang, dari tiga
posisi tempat jualan ini mereka tetap berjualan dan bertahan dengan
melakukan adaptasi komoditi barang jualan yang sedikit berbeda. Pada
umumnya adalah hasil kebun yang diperoleh dengan membeli kepada
sesama orang Papua, hasil kebun usaha sendiri, maupun membeli dari
pendatang. Yang berbeda pada kelompok ini adalah, sebagian besar
dari mereka sudah menata, mengemas dan melakukan promosi barang
jualan kepada pembeli. Hal lain yang mendukung dan membantu
proses kelancaran penjualan barang dagangan, karena mereka menempati posisi yang sangat strategis, berdekatan dengan pintu masuk pasar
dan angkutan pasar, maupun kendaraan lain para pembeli. Tempat
jualan yang digunakan pun sebagian besar sudah menggunakan meja
dan beralas karpet serta beratap terpal dan seng.
Pedagang mama-mama asli Papua yang menggunakan meja dan
beratap melakukan jual beli secara tetap, tidak berpindah-pindah dan
aktivitasnya kontinyu (terus-menerus). Sedangkan sebagian yang tidak
bermeja dan beratap melakukan kegiatan jual beli juga secara terusmenerus namun apabila cuaca hujan mereka mengalami kesulitan
karena tempat jualan yang digunakan masih di bawah tanah dan
beralas karung. Secara umum yang peneliti amati dari tiga posisi yang
menjadi pilihan pedagang mama-mama asli Papua di bagian luar pasar,
baik di bagian depan, samping, maupun belakang, tujuan utamanya
adalah mendekatkan barang dagangannya dengan pembeli serta laris
34

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

terjual dan mempunyai harga yang berbeda bila dibandingkan dengan
pedagang mama-mama asli Papua yang berjualan di bagian dalam
pasar.
Fenomena yang sama pun terlihat di tempat pedagang mamamama asli Papua berjualan ikan di Pasar Remu pada sore hari. M ereka
ini berjualan hanya menggunakan meja saja tanpa penutup atap berupa
terpal ataupun seng. Ketika sore tiba, mereka datang lalu menyiapkan
meja jualannya dan berjualan di pinggiran jalan angkutan umum dekat
pintu keluar Pasar Remu. M ereka ini mengalami kesulitan berjualan
ketika hujan turun, mereka hanya bisa berlindung di bawah payung,
menggunakan mantel atau plastik untuk menutupi kepala dari air
hujan, ada pula yang berlindung di bawah atap bangunan terdekat
sambil memantau barang dagangannya. M ereka tidak mendapatkan
tempat jualan ikan di dalam Pasar Remu, sehingga setiap sore hari,
sekitar jam tiga hingga jam setengah lima sore mereka datang menyiapkan meja mereka dan berjualan di lahan yang tadinya merupakan
tempat parkir motor dan pangkalan ojek.
Kehidupan di Pasar Remu, khususnya pedagang mama-mama asli
Papua mempunyai cerita tersendiri. Kegiatan pasar secara umum
mempunyai masalah yang sama baik di Papua maupun di daerah lain.
M asalah yang sering dihadapi dalam kehidupan pasar adalah masalah
fasilitas, kondisi pasar, dan pedagang yang memanfaatkan fasilitas dan
melakukan jual beli, baik pribumi maupun pendatang. Namun yang
terjadi pada pedagang mama-mama asli Papua yang berjualan di Pasar
Remu kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah menyangkut
tempat jualan yang layak maupun bantuan-bantuan lain untuk menunjang kegiatan jual beli yang dilakukan mereka. Pada satu sisi pemerintah merasa sudah berperan dalam hal bantuan dan memberikan kesempatan untuk pedagang mama-mama asli Papua, di sisi lain pedagang
mama-mama asli Papua merasa kurang mendapat perhatian pemerintah dari segi fasilitas tempat berjualan.

35

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

Secara khusus kondisi pasar dan persoalan yang terjadi di Pasar
Remu diutarakan oleh Bapak O. Kalasuat3. M enurutnya kondisi Pasar
Remu saat ini dapat dilihat dari dua bagian yaitu sebagai berikut:
Pertama, kondisi pasar di mana-mana menjadi persoalan, apalagi
ini merupakan pusat perekonomian, di situ terjadi persaingan
yang sangat ketat sehingga kadang kita khususnya di Pasar
Remu Pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada pedagang mama-mama Papua tetapi pada kenyataannya ketika
mama-mama Papua berjualan, mungkin karena faktor jualan
mereka yang tergantung dari hasil kebun yang sering ada dan
sering juga tidak ada. Jadi mungkin faktor-faktor ini juga yang
sangat mempengaruhi sehingga mereka ini kan berjualan ratarata hasil produksi mereka punya di kebun-kebun seperti
pisang, daun kasbi (singkong), keladi (ubi), petatas (ubi jalar),
yang selamanya rutinitas ada pasti juga suatu saat kosong.
Kedua, Faktor Kebutuhan dari anak-anak sekolah yang kadangkadang butuh secara mendadak, ya terpaksa fasilitas yang ada
(tempat jualan yang ada) bisa dikontrakkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan anak-anak sekolah.

Dari pernyataan informan tersebut di atas tersirat makna, bahwa
pasar mempunyai posisi yang sangat sentral dalam kegiatan ekonomi
masyarakat. Posisi sentral itulah membuat berbagai pihak terlibat
secara pribadi maupun secara kelompok dalam hal pemanfaatan dan
peranan, baik antara pemerintah dan pedagang, maupun pedagang
dengan masyarakat. Aktivitasnya pun selalu diperhadapkan dengan
berbagai persoalan, pedagang mama-mama asli Papua secara khusus
akan terlibat bersama dengan pendatang, di tempat yang sama merebut
peluang yang sama, sehingga menuntut pedagang mama-mama asli
Papua mampu bersaing dan menyiapkan diri secara baik dari segi
pengalaman dan pengetahuan. Kegiatan jual beli pedagang mamamama asli Papua yang selalu tergantung dan terfokus pada komoditi
hasil kebun akan mempengaruhi ketahanan dan peluang dalam beraktivitas di ruang pasar secara maksimal. Sementara pendapatan
pedagang mama-mama asli Papua yang bersumber dari hasil jualan
dimaksimalkan untuk seluruh kebutuhan keluarga dan khususnya
biaya pendidikan anak. Dengan klasifikasi kebutuhan itulah terkadang
W awancara dilakukan tanggal 9 September 2013, di Kantor Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Sorong.

3

36

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

pilihan terakhir yang digunakan adalah harus menyewa atau menjual
tempat jualan yang dimiliki.
Seperti itulah yang sering ditemukan oleh Bapak O. Kalasuat
sebagai Kepala Pasar Remu. Kemudian Bapak O. Kalasuat juga pernah
bertanya kepada pedagang mama-mama asli Papua, mengapa mengontrakkan tempat jualannya? Jawab mereka, “Bapa, karena kita punya
anak sekolah, maka begini, begini, begini......”. Bapak O. Kalasuat juga
mengungkapkan bahwa tempat jualan pedagang mama-mama asli
Papua itu tidak dijual, melainkan dikontrakkan, tergantung mereka
yang atur, hal itu tidak diketahui pemerintah, itu di bawah meja
(secara ilegal).

M enyewakan dan M enjual Tempat Jualan sebagai Pilihan
Pilihan ataupun langkah yang diambil oleh sebagian pedagang
mama-mama asli Papua untuk menyewa ataupun menjual kepada
pedagang lain disebabkan oleh letak tempat jualan yang tidak menguntungkan. Keberadaan pedagang mama-mama asli Papua di Pasar Remu
berada pada dua ruang pasar dengan situasi aktivitas ekonomi yang
berbeda. Situasi yang dimaksudkan adalah situasi di dalam pasar dan
situasi di luar pasar, dua tempat ini mempunyai sisi kelebihan dan sisi
kelemahan yang berkonstribusi pada aktivitas dan pendapatan pedagang mama-mama asli Papua. Situasi aktivitas jual beli pedagang
mama-mama asli Papua yang berada di dalam pasar mempunyai sisi
kelemahan terutama berhubungan dengan jarak antara pintu masuk
dan tempat jualan yang berada di dalam pasar berkisar 100 meter dan
dilalui jalan yang becek. Dari segi penyediaan kebutuhan masih terbatas, sehingga pembeli kurang berkunjung dan kegiatan jual beli
menjadi sepi, bila dibandingkan dengan yang berada di luar pasar. Dari
sisi kelebihannya adalah harga barang lebih murah, berukuran lebih
dan bisa bernegosiasi harga. Pada posisi pertimbangan kelebihan dan
kekurangan itulah membuat sebagian pedagang mama-mama asli
Papua khususnya yang berada di dalam pasar menyewakan atau
menjual tempat jualannya pada orang lain demi memenuhi desakan
dan keberlanjutan hidup.
37

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

Sementara situasi yang dihadapi oleh pedagang mama-mama asli
Papua yang berada di bagian luar pasar pun berbeda. Perbedaan yang
dirasakan pedagang mama-mama asli Papua adalah aktivitas jual
belinya berjalan lancar dengan harga barang jualannya yang cukup
seimbang. M ereka berhadapan dengan banyak pengunjung dan pembeli serta diperhadapkan dengan situasi yang kompetitif (bersaing)
antar sesama orang Papua maupun dengan orang pendatang dalam
merebut peluang situasi jual beli. Dari sisi penyediaan dan harga barang
jualan agak sedikit lengkap dan mahal serta kurang memposisikan
negosiasi sebagai bagian dari teknik atau strategi jual beli.
Pergeseran tempat jual beli dari pedagang mama-mama asli
Papua kepada pihak lain pun terjadi, namun hanya dilakukan oleh
pedagang mama-mama asli Papua tertentu yang diperhadapkan dengan
persoalan kebutuhan keluarga yang mendadak dan membutuhkan uang
dalam jumlah yang banyak serta keberlanjutan aktivitas jual beli yang
kurang didukung oleh persediaan sumber komoditi (hasil kebun).
Persoalan inilah yang menyebabkan pedagang mama-mama asli Papua
dengan terpaksa menyewakan dan menjual tempat jualannya kepada
pihak lain sekalipun dengan harga yang kurang memuaskan. M enurut
mama Salomi Sesa4 salah satu informan pedagang mama-mama asli
Papua seperti berikut ini:
Ada yang kasih sewa begitu terus, ada yang bayar kontrak, tapi
itu milik orang Amber 5. Dong ada yang keluar ke Maybrat, ada
yang tinggal di sini tapi keluar itu yang jual jualan di situ saja.
Mulai dari sini di luar sana itu, yang lorong sana itu s’karang
orang amber dong jual pakaian, jual sepatu. Tong punya
masyarakat dong pu meja disitu sudah tapi dong jual - jual, dong
kasih kontrak orang begitu. Ada yang keluar saja begitu itu
s’karang cari jalan jual di luar saja. Tapi kita yang punya meja
tetap tidak bisa keluar, kalo kita jual (maksudnya jual tempat
jualan) baro bisa keluar, tapi ini kita tidak jual jadi tidak bisa
keluar dari tempat, kita tetap jual saja di dalam sini. Mama
torang su lama di sini jadi... di dalam sini, jadi tidak bisa keluar,
orang yang tau, yang tinggal-tinggal saja di rumah sana itu yang
baru-baru dong datang, dong jualan di situ, dong kasih bebas itu
4

Wawancara dilakukan tanggal 17 September 2013, di Pasar Remu.
Amber merupakan istilah dari bahasa Biak yang berarti menggambarkan seseorang
yang asing atau datang dari tempat lain (Suryawan: 2011).
5

38

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

untuk dong jualan itu yang... dong itu masih baru saja masuk
sini, tapi kami ini yang su lama dapat meja di dalam, tara bisa
keluar. Penuh tapi di luar itu orang yang baru, yang tinggaltinggal saja di rumah ka itu yang turun jualan di luar, kalo kita
yang dulu tinggal di sini tidak. Ada yang dulu itu dong jualan di
dalam sini, tapi dong jual-jual dong pu meja itu yang dong
keluar di luar, jual sama orang-orang amber dorang.

M aksud informan tersebut adalah bahwa:
Ada pedagang mama-mama asli Papua yang menyewakan
tempat jualannya, dan ada pula pedagang pendatang yang
membayar kontrak. Mereka (pedagang mama-mama asli Papua)
ada yang keluar pergi ke Maybrat, dan ada pula yang tetap
tinggal di sini (Kota Sorong) tetapi keluar jualan di bagian luar
pasar, mereka itulah yang berjualan di sebelah situ saja. Dimulai
dari sebelah sini, di sebelah luar sana sampai pada lorong-lorong
di sebelah sana, itulah yang sekarang orang pendatang berjualan
pakaian dan sepatu. Sedangkan kita (pedagang mama-mama asli
Papua), mereka mempunyai meja (tempat jualan) berada di situ,
tetapi mereka menjual dan mengontrakkannya kepada orang
lain. Ada pedagang mama-mama asli Papua yang keluar begitu
saja dari bagian dalam pasar, sehingga sekarang mereka mencaricari tempat jualan di luar sana. Akan tetapi kita (mama Salomi
Sesa dan pedagang mama-mama asli Papua lainnya yang
berjualan di bagian dalam pasar) yang mempunyai meja (tempat
jualan) tidak bisa keluar dari bagian dalam pasar, kecuali kalau
kita jual tempat jualannya barulah bisa keluar dari bagian dalam
pasar untuk berjualan di bagian depan pasar, di bagian belakang
pasar, atau di samping pasar. Tetapi kita tidak jual tempat
jualannya, sehingga tidak bisa keluar dari bagian dalam pasar,
kita tetap berjualan saja di dalam sini. Mama kita sudah
berjualan lama di bagian dalam pasar sini sehingga tidak bisa
keluar. Namun ada pula pedagang mama-mama asli Papua yang
baru datang berjualan, mereka itu semula hanyalah tinggaltinggal di rumah saja. Tetapi kami (mama Salomi Sesa dan
pedagang mama-mama asli Papua lainnya yang berjualan di
bagian dalam pasar) ini yang sudah lama mempunyai meja
(tempat jualan) di bagian dalam tidak bisa keluar. Penuh, tetapi
di luar itu (maksudnya di bagian depan pasar, di bagian belakang
pasar dan di bagian samping pasar) orang yang baru (pedagang
baru), mereka itu yang hanya tinggal-tinggal saja di rumah yang
kemudian datang berjualan di luar, sedangkan kita (mama
Salomi Sesa dan pedagang mama-mama asli Papua lainnya yang
berjualan di bagian dalam pasar) yang sejak dahulu berjualan
disini tidak. Ada juga pedagang mama-mama asli Papua yang
dahulunya mereka berjualan di bagian dalam pasar sini, tetapi
mereka menjual meja (tempat jualan) nya itu kepada orang-

39

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

orang pendatang kemudian mereka keluar untuk berjualan di
bagian luar pasar (maksudnya di bagian depan pasar, di bagian
belakang pasar dan di bagian samping pasar).

Informan tersebut di atas mengisahkan tentang masalah yang
dihadapi oleh pedagang mama-mama asli Papua yang beraktivitas jual
beli di Pasar Remu. Ketersediaan tempat jualan bagi pedagang mamamama asli Papua menjadi suatu peluang untuk membantu kelancaran
kegiatan jual beli sekaligus memberikan keberlanjutan dan perubahan
pada pendapatan keluarga. Akan tetapi kondisi dan peluang yang
dimiliki dihadapkan dengan persoalan dan perkembangan kegiatan jual
beli oleh pedagang mama-mama asli Papua itu sendiri. Pada bagian ini
salah satu informan mengisahkan tentang kondisi pedagang mamamama asli Papua di Pasar Remu. Kisah informan ini bisa peneliti
pahami bahwa terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh pedagang
mama-mama asli Papua. Yang pertama, pemerintah kurang mengakomodasi keluhan dan keperluan pedagang pribumi yang lebih terfokus
pada kekurangan dan kemampuan yang dimiliki; Kedua, mempunyai
dua posisi tempat jualan dengan aktivitas yang berbeda di dalam dan di
luar pasar; Ketiga, kurangnya kontrol pemerintah terhadap perkembangan penambahan pedagang baru secara ilegal masuk dan berjualan
di dalam pasar; Keempat, antara desakan kebutuhan dan ketersediaan
yang dimiliki pedagang mama-mama asli Papua. Selain dari keempat
masalah tersebut di atas, masalah norma yang selalu dihadapi oleh
setiap pedagang adalah persaingan yang selalu terjadi.
Dari sekian masalah tersebut, peneliti mengkategorikan hanya
satu yang menjadi kunci utama untuk membantu dan memberikan
peluang yang lebih luas bagi pedagang mama-mama asli Papua dalam
melanjutkan aktivitas jual belinya di pasar. Kunci tersebut adalah
keseriusan dan ketelitian pemerintah dalam melihat kesulitan dan
persoalan yang dihadapi pedagang mama-mama asli Papua dalam
kegiatan jual beli di pasar.
Untuk sebagian pedagang mama-mama asli Papua yang memiliki
tempat jualan, selain melakukan kegiatan jualan beli juga memanfaatkan peluang dengan menyewakan, mengontrakkan bahkan menjual
pada orang lain (pedagang). M enyewa atau mengontrakkan tempat
40

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

jualan melalui pembicaraan dan kesepakatan antara pemilik tempat
dengan pengguna atau penyewa. Kesepakatan yang terjadi berhubungan dengan proses pembangunan, antara penyewa dan pemilik tempat.
Proses pembangunan yang dimaksud oleh peneliti adalah tempat jualan
berupa fisik atau bangunan yang dibangun oleh penyewa, sedangkan
lahan atau tempat jualan disediakan oleh pedagang mama-mama asli
Papua.
Harga yang disepakati pun berbeda tergantung pada besaran dan
jumlah tempat yang disewa atau digunakan. Harga per bulan berkisar
pada jumlah ratusan ribu rupiah, sedangkan pada kesepakatan kontrak
dihitung per enam bulan sekali bayar dalam tahun berjalan yang
berkisar empat sampai lima jutaan dari beberapa tempat jualan atau
petak (lapak) yang disepakati. Dua perbedaan harga sewa yang dilakukan oleh pedagang mama-mama asli Papua bersama pedagang pendatang ini apabila dibandingkan dari segi harga sewa bagi orang Papua
sudah cukup menguntungkan, namun bila dibandingkan dengan biaya
kebutuhan hidup di Papua yang semakin hari semakin berubah atau
naik, maka perbandingan harga sewa dan biaya kebutuhan hidup sama
atau seimbang. Pada posisi demikian menguntungkan pihak penyewa
(pedagang pendatang), sebagaimana penuturan mama M anakori 6
berikut ini: …”Sewa per bulan 500 ribu, di sebelah itu sa kasih kontrak.
Di sebelah lapak itu, sa kasih kontrak enam – enam bulan harga 5 juta.
(sambil menunjukkan). 6 bulan 5 juta”...
Keterangan informan di atas menjelaskan tentang kerja keras dan
pemanfaatan peluang serta kesempatan dalam mengelola tempat jualan
untuk menambah pendapatan keluarga dengan cara menyewakan
ataupun mengontrakkan pada pedagang lain yang membutuhkan
tempat jualan. Peluang ini dimanfaatkan untuk mengatasi tuntutan
ekonomi keluarga, sehingga membantu sekaligus mensejajarkan mereka dengan pedagang pendatang yang menekuni kegiatan jual beli di
pasar. Bahkan mereka mempunyai posisi yang berbeda bila dibandingkan dengan pedagang mama-mama asli Papua yang lain.

6

Wawancara dilakukan tanggal 11 September 2013, di Pasar Remu.

41

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

Peneliti juga menemukan salah satu pedagang mama-mama asli
Papua menekuni kegiatan ekonomi jual beli di pasar bermodalkan kerja
keras. Hal ini ia lakukan seorang diri karena menghidupi tujuh orang
anak tanpa seorang ayah, namun dengan kerja keras dan kesungguhannya ia mampu menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya sampai
perguruan tinggi, bahkan sebagian dari anak-anaknya sudah menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Beban tanggungjawab ia jalani dengan
penuh kesabaran dan ketekunan dengan memanfaatkan sumber daya
atau modal yang ada untuk mengisi dan mempertahankan kegiatan jual
belinya, cepat membuka diri serta memanfaatkan peluang-peluang
pasar. Pagi dan sore hari merupakan waktu yang ia gunakan untuk
menjual barang dagangannya dan terlihat selalu sibuk melayani pembeli sekalipun dengan komoditi yang ada. Sikap kesungguhan ini pun
hanya ditemui pada beberapa pedagang mama-mama asli Papua yang
sedang berjualan di Pasar Remu.
Lebih lanjut mama Salomi Sesa juga mengungkapkan bahwa
pedagang mama-mama asli Papua yang dulu mempunyai tempat jualan
di dalam sini, mereka menjual dan mengkontrakkan tempat jualannya
kepada orang lain, kemudian mereka keluar cari-cari tempat jualan di
luar pasar. M ama Salomi Sesa tidak bisa keluar jualan di depan pasar,
kecuali kalau ia menjual tempat jualannya yang ada di dalam pasar
barulah ia dapat keluar. Hal itu karena mama Salomi Sesa sudah merasa
nyaman berjualan di dalam Pasar, meskipun sepi dari pembeli.
Kembali lagi kepada setiap pribadi pedagang mama-mama asli
Papua. Apakah mereka bisa mempertahankan tempat jualannya sampai
anak, cucu, dan cece mereka? M eskipun sudah disiapkan tempat jualan
sampai 1000 pun, tetapi kalau cara mereka seperti itu, tentunya tidak
memberi solusi. M ereka menyewakan tempat jualan kepada pedagang
pendatang itu juga tanpa sepengetahuan pemerintah. Tahu-tahu
tempat jualan yang semula ditempati oleh pedagang mama-mama asli
Papua, sudah ditempati pedagang pendatang, seperti yang diutarakan
oleh Bapak O. Kalasuat7 bahwa:
7

W awancara dilakukan tanggal 9 September 2013, di Kantor Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Sorong.

42

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

Kembali kepada pribadi kita pu mama-mama dorang, ko siapkan
tempat sampe 1000 pun, tapi kalo mereka dengan cara seperti
begitu, tidak bisa atasi mereka dari tahun ke tahun. Misalnya
orang Papua 1000, kita siapkan tempat 1000, apakah bisa mereka
bertahan sampe anak cucu, sampe cece sampe ini, bisa ka tidak.
Ini baru dua bulan tiga bulan empat bulan kaget begini Moi jadi
Buton, Ayamaru jadi Jawa, ini kan persoalan. Ini yang Kaka
hadapi di sana itu yang sa bicara.

Informan di atas hendak menjelaskan bahwa:
Kembali lagi kepada setiap pribadi pedagang mama-mama asli
Papua mereka, meskipun sudah menyiapkan tempat jualan
sampai 1000 pun, tetapi kalau mereka pakai cara yang seperti
begitu (maksudnya menjual dan menyewakan tempat jualannya
kepada orang lain), tentu saja tidak bisa atasi mereka dari tahun
ke tahun. Misalnya, orang Papua 1000, kita siapkan tempat
jualan 1000, apakah mereka bisa mempertahankan tempat jualan
itu sampai anak, cucu, cece mereka? Apakah bisa atau tidak? Ini
baru dua, tiga, empat bulan kemudian, kaget begini Moi jadi
Buton, Ayamaru jadi Jawa, ini kan persoalan. Inilah yang Kaka
(Bapak O. Kalasuat) hadapi disana, yang Kaka bicara.

Apabila suatu saat tempat jualan yang di depan dan di samping
pasar itu digusur untuk difungsikan kembali seperti semula sebagai
tempat parkir angkutan umum dan jalan raya, maka para pedagang ini
harus dipindahkan masuk ke bagian dalam pasar. Akan tetapi mereka
sudah tidak bisa lagi masuk ke bagian dalam pasar, karena tempat
jualan mereka yang ada di bagian dalam sudah dijual kepada pedagang
lain, apalagi kondisi Pasar Remu saat ini sudah tidak bisa lagi menampung para pedagang. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi
pemerintah daerah setempat.
Fenomena ini merupakan fenomena umum yang terjadi di
berbagai kota dan kabupaten di tanah Papua, dimana pedagang mamamama asli Papua selalu mendapat jatah los dan kios di setiap pasar yang
baru selesai dibangun. Akan tetapi pedagang mama-mama asli Papua
itu seringkali menjual los atau kios mereka kepada para pendatang.
Akibatnya mereka kembali berjualan di emperan, pinggir jalan, dan di
depan kios atau toko. Dalam kasus di Pasar Remu, pedagang mama-

43

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

mama asli Papua menjual tempat jualannya kepada pedagang pendatang, disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor itu di antaranya adalah: Pertama, faktor kebutuhan
mendesak. Kebutuhan mendesak itu di antaranya seperti kebutuhan
anak sekolah, biaya rumah sakit anak, bayar denda (meliputi: bayar
denda perkara laki-laki dan perempuan, bayar denda darah) mengakibatkan pedagang mama-mama asli Papua melepaskan atau menjual
tempat jualan mereka kepada pedagang Pendatang; Kedua, faktor
pembeli. Pengaruh pembeli sangat kuat, dimana ada keramaian dengan
pembeli maka mereka pun pindah ke sana yakni di emperan, di pinggir
jalan, dan di depan kios atau toko. Akibatnya, tempat jualan yang
mereka miliki di bagian dalam pasar, kini mereka jual kepada pedagang
pendatang dan ada pula yang diberikan kepada keluarga sendiri untuk
dipakai; Ketiga, karena rasa kasih orang asli Papua yang besar dan
gampang untuk dibujuk, maka orang-orang pendatang datang bernego,
berbicara baik-baik untuk mendapatkan tempat jualan. Jadi orang
pendatang datang kemari bilang: ...“Ibu bisa kasih sa tempat sedikit sa
jualan, biar nanti sa bayar uang sewa”...; Keempat, mempunyai sifat
menjual hanya untuk makan hari ini saja, urusan besok nanti cari lagi
(tidak mencari kekayaan). Kecuali jika mereka keluar dari tanah Papua,
di negeri lain baru mungkin mereka bisa mencari dan berusaha untuk
menyimpan uang. Namun ada di antara mereka yang telah mempunyai
tabungan di Bank.
Keempat faktor inilah yang menyebabkan pedagang mama-mama
asli Papua sulit untuk berkembang dan terpinggirkan di tanah mereka
sendiri. Posisi mereka di Pasar Remu kini sudah tidak mayoritas lagi,
melainkan menjadi minoritas. Namun dengan jumlah mereka yang
sedikit, mereka mempunyai kekuatan yang besar, karena sebagai tuan
rumah atau tuan tanah di Papua. M ereka mempunyai inisiatif untuk
menjual ikan, akan tetapi tidak didukung oleh tempat dan waktu
berjualan. Banyak ikan yang tidak terjual karena pembeli lebih banyak
membeli ikan di pagi hari, sedangkan mereka menggelar dagangannya
baru pada sore hari.

44

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

M ereka mendapatkan ikan dengan cara membelinya dari nelayan
di Pasar Ikan Jempur atau biasa dikenal dengan nama Jembatan Puri.
Di Jembatan Puri terlihat ramai di pagi hari, berkisar jam empat pagi
hingga jam 8 pagi. Tetapi jika ingin mendapatkan ikan yang jauh lebih
segar, maha harus datang lebih awal, agar bisa langsung beli pada
nelayan yang baru saja pulang mencari ikan di laut. Selain itu mereka
juga membeli ikan dari para nelayan.
Setelah membeli ikan langsung di perahu nelayan, ada di antara
mereka yang langsung menjualnya di Jembatan Puri. Tetapi jika tidak
habis terjual, mereka menyimpan ikan itu di dalam coldbox dan ketika
sore tiba, mereka membawanya untuk dijual di Pasar Remu. Apabila
tidak habis terjual di Pasar Remu, mereka akan menyimpannya kembali ke dalam coldbox untuk dijual esok harinya, entah di Jembatan
Puri atau di Pasar Remu.
Karena pedagang mama-mama asli Papua ini tidak mendapatkan
tempat jualan ikan di dalam pasar, maka tempat parkir yang di luar ini
sepenuhnya menjadi milik mereka. Tidak ada pedagang lain lagi selain
pedagang Papua yang boleh datang berjualan di situ. Apabila ada yang
ingin datang berjualan, sudah ditegur dan dimarah-marahi oleh tukang
parkir yang menjaga tempat itu, katanya tempat jualan ini khusus
untuk orang Papua. Berikut ini merupakan salah satu pernyataan dari
tukang parkir, Bapak Antonius Kodei 8 di wilayah itu:
Biasa itu kalo dari dalam datang, dari dalam macam mau bawa
ikan begini, keluar begini baro mau jualan, baro Bugis,
Makassar ka tong tegur dorang, tong marah-marah dorang, ini
khusus untuk orang Papua saja.

Keterangan informan diatas menjelaskan bahwa;
Biasanya itu kalau ada pedagang pendatang (pedagang Bugis
dan Makassar) yang berasal dari bagian dalam pasar yang
kemudaian datang untuk berjualan ikan di luar sini, kami
(tukang parkir) sudah tegur mereka, kami marah-marah
mereka, karena tempat jualan ini khusus untuk pedagang
mama-mama asli Papua.
8

Wawancara dilakukan tanggal 13 September 2013, di Pasar Remu.

45

BERJUANG DI ANTARA PELUANG
Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

Seperti itulah yang terjadi, tidak ada satu orang pun pedagang
pendatang yang bisa datang berjualan di situ. Saat pagi hari pembeli
masuk ke dalam pasar untuk membeli ikan untuk hidangan makan
siang, itu pun tidak menutup kemungkinan kalau sore hari ada pembeli
yang masuk ke dalam pasar dan membeli ikan di dalam pasar. Sedangkan pedagang mama-mama asli Papua mempunyai jatah berjualan di
depan pasar dan hanya di sore hari.
Hal ini dilakukan karena pedagang mama-mama asli Papua ini
sudah merasa terpinggirkan di tanah mereka sendiri, dimana mamamama pedagang Papua tidak mendapatkan tempat jualan yang baik di
Pasar Remu. M ereka seakan-akan tidak diperhatikan oleh pemerintah
yang juga merupakan orang asli Papua. M ereka hanya diberikan tempat
jualan, tetapi itu hanya berupa lokasi saja, mengenai fasilitas di lokasi
itu seperti apa (misalnya atap, meja dan kursi yang baik), itu dibuat
sendiri oleh pedagang yang menempati tempat jualan itu dengan
menggunakan biaya sendiri (swadaya). Pemerintah hanya tahu setiap
hari datang menagih retribusi Rp 2.000,- per hari untuk pedagang
sayur dan buah-buahan dan Rp 3.000,- per hari untuk pedagang kelontong dll. Namun mengenai fasilitas pasar, mereka tidak memperhatikan
dengan baik.
Jangan mau saling lempar kepengurusan Pasar Remu dengan
alasan status kepemilikan pasar yang tak hendak diserahkan dari
Pemerintah Kabupaten Sorong kepada Pemerintah Kota Sorong, para
pedagang dan pembelilah yang menjadi korban. Hal ini tampak ketika
mama Salomi Sesa ingin menghadap ke W alikota Sorong. M ereka
merasa seakan dilempar ke sana ke mari, berikut pernyataan dari mama
Salomi Sesa9:
Pernah mama ini menghadap ke W alikota, di pu Asisten,
kemarin saja, kemarin itu satu minggu kemarin, baru
menghadap ke Asisten, Asisten bilang Pasar Remu ini belum di
serahkan kepada W alikota, nanti suruh kita bilang kita ke
kabupaten, sekarang kita ke Kabupaten, mereka bilang, nanti
kita mau serahkan pasar itu buat W alikota, jadi kami ini macam

9

Wawancara dilakukan tanggal 17 September 2013, di Pasar Remu.

46

Tempat Jualan Pedagang Mama-mama Papua di Pasar Remu

di tolak b’lakang begitu saja. Kesana, dong bilang kesini, kesini
sana, itu saja.

M aksud Informan tersebut di atas adalah bahwa:
Sekitar satu minggu lalu, mama pernah menghadap Asisten
W alikota Sorong. Menurutnya, Pasar Remu ini belum diserahkan kepada W alikota Sorong, sehingga ia menganjurkan untuk
ketemu dengan pemerintah Kabupaten Sorong. Namun saat
kami (pedagang mama-mama asli Papua) pergi ketemu pemerintah Kabupaten Sorong, mereka berkata bahwa, nanti kita
mau serahkan pasar itu kepada pemerintah W alikota Sorong.
Jadi kami ini seperti ditolak ke sana kemari begitu saja. Kesana
mereka bilang ke sini, ke sini mereka bilang ke sana.

Lebih lanjut, mama Salomi Sesa juga mengungkapkan bahwa ia
pernah pergi menghadap Asisten W alikota Sorong. Lalu Asisten
W alikota Sorong itu pun berkata bahwa nanti dia akan menelepon
Lurah Remu Selatan untuk mengurus tempat jualan buat ibu-ibu Bugis
yang berjualan di pinggir-pinggir jalan raya (jalan raya dimana angkutan umum lewat sebelum masuk ke depan pasar). Satukan penjual
pakaian di satu tempat, agar ada satu tempat jualan khusus untuk
pedagang mama-mama asli Papua. Namun sampai saat ini belum
terjawab. M emang sudah ada mandat begitu, tetapi di dinas sini belum
turun tangan untuk menanganinya.
M enurut mama Salomi

Dokumen yang terkait

Prevalensi Serologi Sistiserkosis pada Babi yang dijual di Pasar Remu Kota Sorong, Papua Barat.

0 4 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wirausaha Migran Makassar di Papua T2 092010004 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong

0 1 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong T2 092011004 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong T2 092011004 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong T2 092011004 BAB V

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Berjuang di antara Peluang Studi pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong T2 092011004 BAB VI

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Migran dalam Bingkai Orang Papua T2 092011007 BAB IV

0 0 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kaya di Perantauan (Studi Kelompok Pedagang Perantau Etnis Buton di Pasar Rumah Tiga Kota Ambon) T2 092007007 BAB IV

0 0 28

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB IV

0 1 4