1 TERTwIII2008FINAL21Okt
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional periode triwulan III-2008 dapat diterbitkan. Penyusunan Tinjauan Ekonomi Regional dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang ekonomi daerah sehingga mampu menjelaskan isu-isu ekonomi nasional-daerah dalam mendukung formulasi kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Tinjauan Ekonomi Regional juga merupakan kepedulian Bank Indonesia terhadap kebutuhan informasi oleh masyarakat. Melalui pendayagunaan fungsi strategis keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah dalam melakukan asesmen ekonomi secara seimbang, diharapkan publikasi ini dapat memenuhi kebutuhan pihak eksternal di seluruh Indonesia.
Dapat kami sampaikan bahwa, mulai penerbitan triwulan III-2008, terdapat perubahan cakupan provinsi yang dianalisis untuk wilayah Jabalnustra dan Jakarta. Provinsi Banten yang selama ini menjadi bagian dari wilayah Jakarta dipindah kan menjadi bagian dari wilayah Jabalnustra, untuk lebih memperkuat analisis keterkaitan ekonomi provinsi Banten dengan wilayah Jabalnustra. Sementara, ekonomi Jakarta sebagai barometer ekonomi nasional patut dicermati dengan lebih fokus.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia di seluruh Indonesia, dan Seluruh Pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan buku ini.
Kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi berbagai pihak yang membutuhkan . Saran dan kritik Pembaca sangat diharapkan guna meningkatkan kualitas analisis kajian kami.
Jakarta, 21 Oktober 2008 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
H e n d a r
Kepala Biro
(2)
DAFTAR ISI
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL ... 2
A. Gambaran Umum ... 2
B. Wilayah Sumatera ... 4
C. Wilayah Jakarta-Banten ... 9
D. Wilayah Jabalnustra ... 12
E. Wilayah Kali-Sulampua ... 15
II. PROSPEK ... 18
III. ISU STRATEGIS ... 19
A. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 19
B. Pengendalian Inflasi Daerah ... 20
C. Pembiayaan Ekonomi Sektor Mikro Kecil dan Menengah (MKM) ... 21
D. Isu Spesifik Daerah ... 23
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN ... 24
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 18 Kompleks Bank Indonesia
Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8199, 381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email : BKM_TEM@bi.go.id
(3)
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
A. Gambaran Umum
Kinerja perekonomian daerah pada triwulan III-2008 masih mengalami pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan tertinggi diperkirakan akan terjadi di wilayah Jakarta dan
wilayah Kali-Sulampua1. Namun demikian, penopang pertumbuhan ekonomi
nasional pada triwulan laporan masih bersumber dari wilayah Jawa dan sebagian daerah di Sumatera. Pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi telah berimplikasi pada variasi pertumbuhan PDRB yang semakin menyempit dari kisaran 4,8-6,1% pada triwulan II-2008 menjadi 5,2-6,3%. Namun demikian, terdapat beberapa provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Nusa Tenggara Barat yang memerlukan perhatian mengingat pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut yang berfluktuasi, bahkan dalam beberapa periode mengalami kontraksi pertumbuhan.
Tekanan laju inflasi di seluruh wilayah melemah, walaupun secara kuartalan inflasi masih berada pada level yang cukup tinggi. Sumber inflasi daerah terutama berasal dari inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Meningkatnya stok beberapa komoditas pangan dan turunnya harga komoditas internasional menjadi faktor yang menahan tekanan inflasi daerah. Namun demikian, perluasan cakupan kota yang dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 menjadi 66 kota telah menggeser bobot kota yang mempengaruhi inflasi nasional, dimana peranan Jakarta dalam mempengaruhi inflasi berkurang. Perluasan ini berimplikasi pada pentingnya penanganan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah, terutama terkait dengan
gangguan pasokan dan administered prices daerah. Hal ini seiring dengan
perkembangan inflasi daerah sampai triwulan III-2008 dimana terdapat peningkatan jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan menunjukkan bahwa kuatnya konsumsi masih menjadi penyumbang tingginya pertumbuhan, sedangkan investasi dan ekspor menunjukkan indikasi melambat. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi disebabkan oleh masih stabilnya daya beli masyarakat di seluruh wilayah,
1 Kajian Ekonomi Regional, Indonesia terbagi atas 4 (empat) wilayah, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya); Jabalnustra (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, NTB, dan NTT); Kali-Sulampua (provinsi Kalimantan Barat, Kalima ntan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan
(4)
seperti tercermin pada masih positifnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP), ekspektasi kenaikan penghasilan , dan masih tingginya dukungan pembiayaan kredit konsumsi. Di sisi investasi, terdapat indikasi investasi yang melambat di seluruh wilayah sebagaimana ditunjukkan oleh menurunnya impor barang modal di wilayah Jabalnustra dan Sumatera, serta pertumbuhan kredit investasi yang mulai menurun. S ementara itu, perlambatan ekspor yang terjadi di wilayah Sumatera, Jabalnustra, dan Jakarta, terutama didorong oleh melambatnya permintaan dunia dan menurunnya harga komoditas internasional, sedangkan ekspor di wilayah Kali-Sulampua masih relatif baik .
Secara sektoral, beberapa sektor unggulan di daerah merespon secara positif peningkatan konsumsi, antara lain sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan membaik di wilayah Jabalnustra, Jakarta, dan Sumatera. Sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan di wilayah Jabalnustra dan Jakarta.
Di sisi pembiayaan, meningkatnya pertumbuhan didukung oleh kredit perbankan yang cukup kondusif dan tingkat realisasi APBD yang meningkat. Pertumbuhan kredit di seluruh wilayah meningkat, dimana wilayah Jakarta memiliki angka pertumbuhan yang tertinggi. Sementara itu, realisasi pengeluaran APBD Provinsi/Kabupaten/Kota membaik, dengan tingkat realisasi pengeluaran tertinggi mencapai 60%. Namun demikian, besarnya realisasi pengeluaran APBD masih ditujukan untuk pengeluaran rutin.
Di sisi inflasi, tekanan inflasi di seluruh wilayah selama triwulan III-2008 melemah, namun masih pada level yang cukup tinggi. Tekanan inflasi terutama terjadi di wilayah Sumatera dan wilayah Kali-Sulampua, yang bersumber dari kenaikan harga barang pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Faktor yang mempengaruhi peningkatan inflasi di daerah terutama berasal dari masih kuatnya demand dan shock (gangguan) pasokan. Faktor demand yang kuat disebabkan oleh
masih kuatnya daya beli masyarakat, sedangkan faktor gangguan pasokan
disebabkan tingkat ketergantungan wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua terhadap supply dari wilayah Jabalnustra serta kelancaran distribusi terutama hambatan transportasi laut akibat faktor cuaca.
(5)
Pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah diperkirakan akan sedikit pesimis dibandingkan dengan triwulan III-2008, namun diimbangi dengan optimisme terjadinya perlambatan inflasi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan terjadi di wilayah Sumatera, Jakarta, dan Kali-Sulampua, sedangkan pertumbuhan wilayah Jabalnustra diperkirakan relatif stabil. Melambatnya pertumbuhan ekonomi terkait dengan beberapa hal sebagai berikut : (1) Melemahnya permintaan dunia terhadap produk ekspor perkebunan; (2) Menurunnya produksi sektor perkebunan akibat berakhirnya masa panen dan memasuki musim hujan; (3) Menurunnya harga relatif komoditas dunia. Di sisi inflasi, faktor yang menyebabkan perlambatan tekanan inflasi ke depan adalah : (1) Turunnya harga komoditas dan harga minyak
dunia yang berdampak pada turunnya harga barang tradeables dan penurunan biaya
produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama beras; (3) Tekanan dari demand berkurang, karena konsumsi telah kembali pada pola normalnya.
Di tengah perkembangan perekonomian daerah yang kurang kondusif terdapat tiga tantangan umum yang dihadapi ekonomi daerah. Tantangan pertama adalah masih terdapatnya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Tantangan kedua adalah masih tingginya laju inflasi di sebagian besar daerah dan tantangan ketiga adalah terkait dengan pembiayaan ekonomi sektor mikro, kecil, menengah (MKM).
B. Wilayah Sumatera
Pada triwulan III-2008, wilayah Sumatera mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera pada triwulan III-2008 diperkirakan mencapai 5,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya (4,8%). Sumber pertumbuhan pada triwulan laporan terutama berasal dari tingginya pertumbuhan di zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan zona Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) (Tabel 1).
(6)
Tabel 1
Pertumbuhan PDRB di Sumatera
(yoy,%)
Wilayah/Zona I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008 III-2008 Keterangan Kontribusi Thd Pertumbuhan
Sumatera 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.21 meningkat 5.21
Zona Sumbagut 3.45 6.25 5.54 2.14 2.51 1.87 2.94 meningkat 0.95
- NAD -8.27 0.53 2.61 -3.33 -5.18 -7.92 -8.70 menurun tajam -0.67
- Sumut 8.37 8.55 6.68 4.18 5.24 5.50 7.26 meningkat tajam 1.78
Zona Sumbagteng 4.83 4.47 5.14 5.54 5.26 7.16 6.75 melambat 2.78
- Sumbar 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.16 6.41 meningkat 0.52
- Riau 3.33 2.95 3.54 3.80 3.45 6.97 6.65 melambat 1.42
- Kepri 6.53 5.71 7.24 8.50 8.63 8.60 6.52 melambat tajam 0.56
- Jambi 8.15 6.69 6.41 6.46 5.07 7.18 8.66 meningkat tajam 0.31
Zona Sumbagsel 4.64 6.11 5.82 6.71 6.94 4.81 5.66 meningkat 1.48
- Sumsel 5.17 5.67 5.46 7.01 8.17 4.97 5.23 meningkat 0.73
- Babel 3.48 4.80 3.85 7.06 7.56 6.30 8.75 meningkat tajam 0.21
- Lampung 4.32 7.01 6.50 6.12 4.79 4.24 6.01 meningkat tajam 0.49
Sumber : Estimasi Bank Indonesia
Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera berasal dari konsumsi rumah tangga (Tabel 2). Faktor yang menyebabkan masih kuatnya konsumsi adalah daya beli sebagaimana ditunjukkan oleh masih positifnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani di beberapa provinsi di Sumatera. Sementara itu, ekspor masih mengalami perlambatan pertumbuhan yang dipicu oleh turunnya harga relatif komoditas internasional dan turunnya permintaan dunia, khususnya untuk komoditas perkebunan (Grafik 1). Di sisi investasi, pada triwulan III-2008 pertumbuhan investasi melambat terutama bersumber dari mulai melambatnya investasi pada subsektor perkebunan yang pada periode sebelumnya tumbuh pesat. Melambatnya investasi juga disumbang dari masih relatif terbatasnya realisasi belanja modal pemerintah daerah.
Tabel 2
Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan di Sumatera
(%, yoy)
Pangsa Kontribusi thd
I II III IV I II III (Tw.III-2008) Pertumbuhan
PDRB 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.24 100.0 0.05
Permintaan Domestik 5.93 10.52 5.01 9.66 7.77 6.67 4.69 77.9 3.66
Konsumsi 6.73 7.72 7.97 7.46 7.48 7.55 6.15 58.9 3.62
Rumah Tangga 7.26 8.06 8.26 6.92 2.61 8.07 6.70 49.7 3.33
Pemerintah 3.94 5.97 6.51 10.17 3.25 4.73 3.27 9.2 0.30
Investasi PMTB 0.11 0.09 0.06 0.11 0.10 0.11 0.10 0.2 0.02
Perdagangan Internasional -2.58 -10.96 10.87 -9.07 -3.49 -1.30 5.14 0.2 1.13
Ekspor 6.09 4.11 16.77 14.71 10.38 17.23 20.02 54.0 10.81
Impor 16.22 21.25 22.03 39.53 25.04 35.37 32.46 31.9 10.36
Komponen Pertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**
(7)
0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -100 -50 0 50 100 150 200 250 %,yoy
Crude Materials, Inedible Animal & Vegetable Oils & Fats Total gCrude Materials, Inedible (rhs) gAnimal & Vegetable Oils & Fats (rhs) gTotal (rhs)
-100 100 300 500 700 900 1,100 1,300 1,500 1,700 1,900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -50 0 5 0 100 150 200 250 300 %,yoy
Chemical Manufactured Goods Total gManufactured Goods (rhs) gChemical (rhs) gTotal (rhs)
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 1 Grafik 2
Komoditi Ekspor Terbesar di Sumatera Komoditi Impor Terbesar di Sumatera
Di sisi sektoral, pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan/komunikasi, dan sektor keuangan . Sektor pertanian yang menjadi sektor andalan wilayah Sumatera tumbuh meningkat dari 5,3% pada triwulan II-2008 menjadi 6,1% pada triwulan III-2008. Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian terjadi seiring dengan masa puncak panen komoditas perkebunan . Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian masih mengalami pertumbuhan yan g negatif yaitu sebesar -1,8%. Masih negatifnya pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh terus menurunnya produksi migas di seluruh lapangan migas di Sumatera. Secara keseluruhan, pembentukan PDRB wilayah Sumatera pada triwulan III-2008 masih didominasi oleh sektor-sektor utama yaitu sektor pertanian (22,8%), sektor industri pengolahan (18,9%) serta sektor pertambangan dan penggalian (17,0%) (Tabel 3).
Tabel 3
Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Sumatera
(%, yoy)
Pangsa Kontribusi thd
I II III IV I II III (Tw.III-2008) Pertumbuhan
Wilayah Sumatera 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.21 100.00 532.82
Pertanian 3.55 6.93 6.03 5.84 6.38 5.34 6.15 22.57 139.99
Industri Pengolahan 2.32 1.51 1.50 4.09 3.58 3.88 4.78 18.99 90.36
Perdagangan, Hotel & Restoran 1.26 3.10 2.10 6.82 6.63 6.22 7.64 15.36 120.02 Pengangkutan & Komunikasi 18.44 20.82 20.90 9.75 9.26 8.18 9.65 6.35 63.91 Keuangan, Persewaan & Jasa 19.02 20.48 18.16 11.48 11.33 8.59 8.73 4.24 38.23 Listrik, Gas, & Air Bersih -2.20 -0.20 1.53 8.44 6.14 5.64 3.09 0.53 1.60
Bangunan 16.06 18.51 17.56 12.55 9.75 8.79 8.30 5.22 44.62
Jasa-jasa 13.28 11.49 11.93 7.40 7.59 7.59 7.40 8.00 64.39
Pertambangan & Penggalian -3.03 -2.63 -0.85 -4.17 -3.24 -0.60 -1.78 18.21 -30.31
meningkat
melambat
Sektor
menurun
Pertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**
(8)
Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada triwulan III-2008 menunjukkan perkembangan yang membaik (Tabel 4). Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,5% hingga triwulan laporan. Di sisi kredit, pertumbuhan kredit yang disalurkan terus meningkat yaitu sebesar 36,4% dengan nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp 159,2 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit pada triwulan laporan sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. S ementara itu, kinerja perbankan di wilayah Sumatera membaik tercermin dari tingkat Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah yaitu sebesar 4,4%.
Tabel 4
Perkembangan Perbankan di Sumatera
TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008
DPK
Posisi (triliun Rp) 183.59 187.97 197.19 205.92 201.13 212.58 212.87 Pertumbuhan (%,y-o-y) 30.59 22.53 20.95 14.89 9.55 13.09 8.46 Giro (triliun Rp) 56.94 59.67 61.56 58.64 55.44 59.20 56.81 Tabungan (triliun Rp) 61.19 64.94 69.72 82.44 81.10 86.07 84.64 Deposito (triliun Rp) 65.46 63.36 65.91 64.84 64.58 67.31 71.43
Kredit (total)
Posisi (triliun Rp) ** 103.82 111.79 120.58 130.51 134.7 152.30 159.23 P e r t u m b u h a n ( % y o y ) 19.29 21.78 25.25 28.8 29.8 36.2 36.4 Modal Kerja (triliun Rp) 48.74 51.58 52.37 63.03 63.7 75.13 78.07 Investasi (triliun Rp) 22.38 24.32 25.60 26.79 27.3 28.46 29.49 Konsumsi (triliun Rp) 32.70 35.89 36.36 40.69 43.7 48.71 51.68 UMKM (triliun Rp)*** 70.70 77.14 83.45 87.70 93.5 106.64 112.68
Loan to Deposit Ratio 56.55 59.47 61.15 63.38 66.99 71.64 74.80
Non Performing Loan Ratio 5.69 5.59 5.06 3.99 2.98 2.80 4.41
** berdasarkan lokasi bank penyalur *** berdasarkan lokasi proyek
Sumber : Bank Indonesia
Di sisi keuangan daerah, sampai dengan semester I-2008 realisasi belanja APBD relatif meningkat. Peningkatan realisasi belanja APBD tersebut terutama terjadi di zona Sumatera Bagian Selatan. Namun demikian, meningkatnya realisasi belanja APBD lebih ditujukan pada pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran modal masih relatif terbatas, yaitu sekitar 10% . Di sisi pendapatan, realisasi pendapatan telah mencapai rata-rata 50% (Tabel 5).
(9)
Tabel 5
Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD di Sumatera
(Rp)
Anggaran Realisasi Sem. I %
Pendapatan Daerah 21,063,494,666,365 10,430,972,584,657 50%
PAD 7,332,954,523,365 4,490,651,858,338 61%
Pendapatan Transfer 13,669,177,857,000 5,880,196,029,047 43% Bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak 13,669,177,857,000 5,880,189,108,047 43% Transfer dari pemerintah pusat-lainnya -
-Transfer pemerintah provinsi - 6,921,000 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 61,362,286,000 60,124,697,271 98%
Belanja Daerah 24,630,025,806,137 6,149,721,541,926 25%
Belanja Operasi 10,936,797,871,246 3,351,956,996,789 31%
Belanja Modal 8,296,824,954,102 820,898,799,405 10%
Belanja tidak terduga 61,488,160,962 9,399,209,000 15% Belanja transfer 2,045,663,348,607 387,625,830,545 19%
SUMATERA (minus Bengkulu)
Sumber : Pemda beberapa Provinsi se Sumatera
Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera pada triwulan III-2008 menurun, namun masih berada pada level yang cukup tinggi. Terdapat 9 (sembilan) kota dari 16 kota di wilayah Sumatera yang mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional. Kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah kota Pangkal Pinang yaitu sebesar 18,24% (year to date /y-t-d) (Grafik 3). Sumber tekanan inflasi di wilayah Sumatera berasal dari inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Sumatera secara umum yaitu: tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari wilayah lain , keadaan cuaca yang kurang kondusif yang menghambat distribusi melalui transportasi laut dan faktor musiman . Namun di sisi lain, meningkatnya stok beberapa komoditas pangan dan turunnya harga komoditas internasional telah mampu menurunkan tekanan inflasi di Sumatera.
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0
Batam Medan Pakanbaru
Pematang Siantar Banda Aceh
Sibolga Padang Lhok seum
awe Tanju ng P
inang
Padang Sidempuan Palem
bang Jam bi
Dum ai
Bengkulu Band
ar La mpu
ng
Pang kal P
inang Nasional
y-t-d
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 3 Infla si Kota di Sumatera
(10)
C. Wilayah Jakarta
Pada triwulan III-2008 pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta diperkirakan mencapai 6,2% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi bersumber dari meningkatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, sedangkan ekspor tumbuh melambat (Tabel
6).Meningkatnyakonsumsi rumah tangga disebabkan oleh masih kuatnya daya beli
masyarakat , membaiknya ekspektasi konsumen , dan dukungan pembiayaan melalui kredit konsumsi yang cukup tinggi. Investasi juga mengalami kenaikan pertumbuhan seiring dengan dengan masih optimisnya usaha bisnis di Jakarta. Sementara itu, ekspor diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat yang disebabkan oleh melambatnya permintaan dunia terhadap produk komoditi man ufaktur.
Tabel 6
Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy)
Sumber : estimasi Bank Indonesia
0 100 200 300 400 500 600 700 800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton
-40 -20 0 20 40 60 80 100 120
%,yoy
Chemical Manufactured Goods Total gChemical (rhs) gManufactured Goods (rhs) gTotal (rhs)
0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton
-70 -20 30 80 130 180
%,yoy
Food and Live Animals Crude Materials, Inedible
Manufactured Goods Total
gCrude Materials, Inedible (rhs) gFood and Live Animals (rhs)
gTotal (rhs) gManufactured Goods (rhs)
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4 Grafik 5
Komoditi Ekspor Terbesar di Jakarta -Banten Komoditi Impor Terbesar di Jakarta-Banten
Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jakarta bersumber dari pertumbuhan pada
sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor keuangan, dan sektor pengangkutan (Tabel 7). Sektor perdagangan yang merupakan salah satu sektor
DKI
Q1-2008* Q2-2008* Q3-2008* KontribusiQ3-2008
Konsumsi 7.8 6.1 6.3 3.9
Investasi 8.3 8.6 8.9 3.4
Ekspor 6.3 0.6 0.3 0.0
Impor 17.2 11.1 6.5 -0.6
P D R B 6.3 6.1 6.2 6.2
(11)
terbesar di wilayah Jakarta, mengalami pertumbuhan sebesar 6,2% (yoy). Faktor yang menyebabkan masih tingginya pertumbuhan pada sektor perdagangan dan sektor industri adalah masih kuatnya konsumsi. Sektor keuangan mengalami kenaikan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya fungsi intermediasi perbankan, termasuk kenaikan pertumbuhan kredit dan jasa perbankan lainnya di Jakarta.
Tabel 7
Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy)
Sumber : estimasi Bank Indonesia
Di wilayah Jakarta, kegiatan perbankan pada triwulan III-2008 menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Secara tahunan (yoy) penghimpunan DPK hingga triwulan ini mencapai Rp736,6 triliun, atau tumbuh sebesar 8,9% (yoy). Komposisi terbesar DPK di wilayah Jakarta adalah dalam bentuk deposito, yaitu sebesar Rp414,2 triliun. Sementara di sisi kredit, pertumbuhan nilai kredit yang disalurkan mengalami peningkatan secara tahunan, yaitu sebesar 37,0%, menjadi Rp608 ,4 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. Khusus untuk kredit UMKM, penyaluran kredit di wilayah Jakarta hingga triwulan ini telah mencapai Rp126,4 triliun. Meningkatnya kegiatan perbankan juga tercermin dari meningkatnya LDR yang mencapai 82,6%, paling tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tingkat NPL masih cukup rendah yaitu sebesar 3,7% (Tabel 8).
DKI Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008* Kontribusi
Q3-2008
Pertanian 1.4 -0.3 0.7 0.0
Pertambangan 1.5 0.9 1.4 0.0
Industri 4.1 4.0 4.2 0.7
Listrik 7.4 7.3 7.3 0.0
Bangunan 7.5 7.6 7.8 0.8
Perdagangan 6.8 6.2 6.2 1.4
Pengangkutan 15.2 14.8 14.9 1.4
Keuangan 4.1 4.2 4.3 1.3
Jasa-jasa 6.4 6.1 6.1 0.7
PDRB 6.3 6.1 6.2 6.2
(12)
Tabel 8
Perkembangan Perbankan di Jakarta
TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008
DPK
Posisi (triliun Rp) 646.18 687.04 709.28 779.78 746.00 765.02 736.58 Pertumbuhan (%,y-o-y) 9.01 14.16 16.62 20.29 15.45 11.35 8.87 Giro (triliun Rp) 170.16 196.74 194.01 230.27 205.03 224.88 195.13 Tabungan (triliun Rp) 101.53 110.47 119.03 133.85 131.88 140.28 127.27 Deposito (triliun Rp) 374.49 379.83 396.24 415.66 409.08 399.86 414.19
Kredit (total)
Posisi (triliun Rp) ** 414.74 448.46 470.38 528.25 547.56 577.90 608.43 Pertumbuhan (% yoy) 16.70 21.55 21.94 27.5 32.0 22.9 37.0 Modal Kerja (triliun Rp) 225.46 243.24 244.34 293.06 298.22 327.57 335.71 Investasi (triliun Rp) 94.41 102.92 104.23 117.77 124.46 135.61 143.97 Konsumsi (triliun Rp) 94.86 102.30 102.75 117.42 124.88 114.72 128.75 UMKM (triliun Rp)*** 114.08 117.93 124.54 136.43 136.27 148.20 126.41
Loan to Deposit Ratio 64.18 65.27 66.32 67.74 73.40 75.54 82.60
Non Performing Loan Ratio 6.48 6.06 5.38 4.09 3.86 3.93 3.71
** berdasarkan lokasi bank penyalur *** berdasarkan lokasi proyek
Sejak Triwulan III-2008 tidak lagi termasuk Banten
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan III-2008, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta menunjukkan tekanan inflasi yang masih dibawah inflasi nasional (Grafik 6). Sumber kenaikan inflasi di Jakarta berasal dari naiknya inflasi kelompok bahan makanan dan perumahan yang masing-masing mencapai 14,8% dan 13,1% (y-t-d). Tekanan inflasi yang terjadi cenderung disebabkan faktor masih kuatnya konsumsi di Jakarta dan ekspektasi terhadap inflasi. Sementara itu, ket ersediaan pasokan di Jakarta dan turunnya harga komoditas dunia telah mampu menahan tekanan inflasi di Jakarta.
10.2 14.8
9.3 13.1
5.1 6.2
5.5 9.2
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0
Inflasi y-t-d
UMUM Bahan Makanan
Makanan jadi Perumahan
Sandang Kesehatan
Pendidikan Transpor % ytd
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6 Inflasi IHK di Jakarta
(13)
D. Wilayah Jabalnustra
Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 5,7% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jabalnustra bersumber dari pertumbuhan ekonomi di zona Jawa Bagian Barat , zona Jawa Bagian Tengah, dan zona Jawa Bagian Timur. S ementara itu, zona Bali-Nusa Tenggara mengalami perlambatan pertumbuhan (Tabel 9).
Tabel 9
Pertumbuhan PDRB di Jabalnustra
(%, yoy)
I II III IV I II III IV I II III
Jabar 1.52 4.34 6.08 9.44 6.41 6.19 6.35 7.23 6.96 4.68 6.24 Meningkat
DIY 4.75 3.58 3.81 2.58 -3.99 8.42 6.16 7.14 9.87 -1.00 2.80 Meningkat
Jateng 5.78 5.43 4.90 5.25 5.37 5.85 5.64 5.53 5.49 5.96 6.43 Meningkat
Jatim 4.66 5.97 6.47 6.06 5.54 6.21 6.31 6.35 5.80 5.97 6.02 Meningkat tipis
Jawa 3.74 5.18 5.92 7.04 5.57 6.18 6.18 6.53 6.26 5.32 6.11
Bali -7.35 4.17 10.10 14.42 21.27 6.21 -0.10 -1.16 0.32 5.08 4.88 Melambat
NTB 2.94 2.29 1.05 2.68 5.33 5.11 3.03 6.32 5.80 -7.45 -9.85 Menurun
NTT 4.57 4.43 4.36 6.80 7.30 7.11 5.87 4.85 5.97 5.67 5.83 Meningkat
Bali-Nusra -1.73 3.62 5.72 8.78 13.05 6.05 2.18 2.53 3.14 1.22 0.07
Jabalnusra 3.40 5.08 5.91 7.16 6.01 6.17 5.91 6.26 6.06 5.06 5.72 Meningkat
2008
Ket
Daerah 2006 2007
Sumber : estimasi Bank Indonesia
Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi berasal dari membaiknya konsumsi. Meningkatnya konsumsi di Jabalnustra disebabkan faktor membaiknya keyakinan konsumen dan ditopang oleh pendanaan kredit konsumsi yang meningkat. Di sisi investasi, terdapat perlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh belum adanya inisiatif investasi oleh swasta yang signifikan. Melambatnya investasi juga ditunjukkan oleh melambatnya impor barang yang dikelompokkan sebagai barang modal. Di sisi ekspor, searah dengan perlambatan perekonomian global terjadi perlambatan pertumbuhan ekspor terutama ekspor produk manufaktur dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
0 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 %,yoy
Chemical Manufactured Goods Total gChemical (rhs) gManufactured Goods (rhs) gTotal (rhs)
0 500 1,000 1,500 2,000 2,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -100 -75 -50 -25 0 2 5 5 0 7 5 100 125 %,yoy
Food and Live Animals Crude Materials, Inedible Total gCrude Materials, Inedible (rhs) gFood and Live Animals (rhs) gTotal (rhs)
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 7 Grafik 8
(14)
Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi bersumber dari meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan (Tabel 10). Pada triwulan III-2008 , sektor pertanian tumbuh sebesar 4,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,1% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian disebabkan oleh faktor iklim yang mendukung dan produktivitas yang meningkat. Pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya permintaan domestik yang tercermin pada kenaikan produksi dan arus perdagangan barang.
Tabel 10
Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jabalnustra
(%, yoy)
I II III IV I II III IV I II III
Pertanian 3.92 6.15 5.20 10.23 -1.35 3.56 3.07 8.14 10.53 1.14 4.72
Industri Pengolahan 5.25 8.26 9.48 9.20 6.49 5.68 5.50 6.91 5.57 7.04 7.12
Bangunan 3.60 0.41 3.05 3.04 7.74 7.40 6.38 3.41 3.66 3.30 4.23
Pengangkutan & Komunikasi 5.12 7.31 7.22 9.01 15.89 10.16 7.93 5.28 0.80 6.98 9.02 Keuangan, Persewaan & Jasa 2.01 4.28 6.38 7.73 9.86 9.31 8.98 8.10 5.28 7.32 7.86 Listrik Gas & Air Bersih 2.45 5.75 8.09 15.19 5.62 5.26 6.05 5.00 5.75 5.37 5.25 Perdagangan Hotel Restoran 8.40 9.65 10.55 13.89 9.05 8.22 8.72 6.06 6.12 6.34 5.93
Jasa-jasa -1.22 -2.84 -2.90 -5.93 5.15 4.64 3.79 4.96 5.51 4.85 4.72
Pertambangan -33.70 -30.80 -28.12 -27.70 3.34 1.59 2.83 -1.37 -3.03 -11.57 -12.30
Jabalnusra 3.50 5.10 5.75 7.24 6.01 6.17 5.92 6.26 6.06 5.06 5.70
Sektor 2006 2007 2008
Sumber : estimasi Bank Indonesia
Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 masih menunjukkan pertumbuhan yang membaik (Tabel 11). Penghimpunan DPK mencapai Rp428,6 triliun, atau tumbuh sebesar 9,6% yang didominasi oleh jenis simpanan deposito. Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp329,7 triliun, atau tumbuh 30,2%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. Penyaluran kredit kepada UMKM yang berlokasi di wilayah Jabalnustra hingga triwulan laporan mencapai Rp278,4 triliun. Nilai penyaluran kredit UMKM di wilayah Jabalnustra adalah yang terbesar dibandingkan tiga wilayah lainnya. Sementara itu, kinerja perbankan masih relatif baik, dimana
peningkatan LDR telah mencapai 76,9% dan diikuti oleh menurunnya tingkat NPL
(15)
Tabel 11
Data Perbankan di Jabalnustra
TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008
DPK
Posisi (triliun Rp) 340.53 352.75 361.76 384.97 381.10 430.03 428.59 Pertumbuhan (%,y-o-y) 14.70 13.73 14.73 13.56 11.91 21.91 9.58 Giro (triliun Rp) 67.44 75.12 79.87 76.66 79.44 81.80 87.46 Tabungan (triliun Rp) 123.26 129.78 137.59 157.20 153.07 164.28 172.60 Deposito (triliun Rp) 149.84 147.85 144.30 151.11 148.59 183.95 168.53 Kredit (total)
Posisi (triliun Rp) ** 212.28 225.27 241.00 255.40 262.4 315.53 329.68 P e r t u m b u h a n ( % y o y ) 14.54 17.48 20.74 22.1 23.6 30.9 30.2 Modal Kerja (triliun Rp) 113.05 119.13 119.53 138.29 141.6 157.92 171.97 Investasi (triliun Rp) 22.48 24.60 25.35 26.60 26.6 33.10 34.42 Konsumsi (triliun Rp) 76.74 81.53 82.74 90.51 94.2 124.52 123.28 UMKM (triliun Rp)*** 177.10 189.02 201.57 211.73 219.2 241.69 278.40
Loan to Deposit Ratio 62.34 63.86 66.62 66.34 68.85 73.37 76.92
Non Performing Loan Ratio 5.13 5.08 4.40 3.70 3.52 3.21 3.16
** berdasarkan lokasi bank penyalur *** berdasarkan lokasi proyek
Sejak Triwulan III-2008 termasuk Banten
Sumber : Bank Indonesia
Di sisi keuangan daerah, realisasi APBD di wilayah Jabalnustra secara umum sampai dengan semester I-2008 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Realisasi pengeluaran sebagian besar masih digunakan untuk belanja rutin (Grafik 9), sedangkan pengeluaran modal masih relatif terbatas sehingga belum mampu memberikan stimulus yang signifikan terhadap perekonomian daerah. Bahkan untuk pengeluaran modal terdapat kecenderungan realisasi yang lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2007 (Grafik 10).
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0
2007 2008 2007 2008 2007 2008
Bali Jabar Jateng
sumber : Pemda beberapa Provinsi
%
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0
2007 2008 2007 2008 2007 2008
Bali Jabar Jateng
sumber : Pemda beberapa Provinsi
%
Grafik 9 Grafik 10
Realisasi Belanja Konsumsi APBD s.d Smt I Realisasi Belanja Modal APBD s.d Smt I
Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 melemah walaupun masih pada level yang relatif tinggi. Terdapat 13 (tiga belas) kota dari 25 kota di wilayah Jabalnustra yang mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan
(16)
inflasi Nasional. Inflasi terbesar terjadi di kota Cirebon, yaitu sebesar 13,93% (y-t-d) (Grafik 11). Menurut kelompoknya, sumber inflasi di Jabalnustra berasal dari inflasi pada kelompok bahan makanan dan perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Jabalnustra adalah kurang lancarnya jalur distribusi akibat kebijakan zero overload, inefisiensi dalam mekanisme tata niaga (dominasi pedagang besar ), faktor ekspektasi, dan faktor musiman.
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0
Surakarta Tegal
DenpasarSurab aya
Sum enep Yogyakarta
Kediri Suka
bumiMalangBekasi Semara
ng Bandung
TasikmalayaTangerangPurwokertoProbolinggo CilegonJem
berDepok MataramSeran
g*Bima Madiun Bog
or Cirebon Nasional
% y-t-d
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 11 Inflasi Kota di Jabalnustra
E. Wilayah Kali-Sulampua
Pada triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua diperkirakan akan mencapai 6,3% (yoy), tertinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah lainnya. Tingginya pertumbuhan ekonomi di Kali-Sulampua bersumber dari naiknya pertumbuhan ekonomi zona Sulampua dari 2,4% (yoy) menjadi 8,0% pada triwulan III-2008. Sementara itu, zona Kalimantan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 7,0% (yoy) menjadi 5,8% (yoy).
Tabel 12
Pertumbuhan PDRB sisi Penggunaan di Kali-Sulampua
(%, yoy)
Kontribusi thd
I II III IV I II III Pertumbuhan
PDRB 5.67 5.65 2.98 3.09 3.76 5.09 6.34 6.34
Konsumsi 5.97 5.86 6.28 6.38 7.88 7.83 7.79 4.20
Rumah Tangga 5.53 6.32 6.67 6.25 7.72 7.21 6.84 2.89
Pemerintah 7.74 4.16 4.88 6.85 8.53 10.20 11.28 1.30
Investasi PMTB 6.87 4.55 15.39 7.44 3.11 8.44 8.08 1.61
Perdagangan Internasional 4.24 6.04 -10.12 -6.39 -3.34 -2.48 2.04 0.53
Ekspor 7.17 5.90 -2.61 -1.55 6.45 1.99 9.00 6.27
Impor 9.27 5.81 2.57 1.35 13.15 4.82 13.20 5.73
Komponen Pertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**
(17)
Di sisi permintaan, tingginya pertumbuhan bersumber dari naiknya ekspor, sedangkan konsumsi tumbuh relatif stabil dan investasi sedikit melambat. Pertumbuhan ekspor disebabkan oleh masih stabilnya permintaan luar negeri terhadap komoditas hasil pertambangan yang mencakup batu bara dan tembaga. Di
sisi konsumsi, stabilnya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh daya beli yang
masih terjaga sedangkan konsumsi pemerintah meningkat seiring den gan naiknya realisasi belanja rutin APBD.
10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 22,000 24,000 26,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -40 -20 0 20 40 60 80 100 %,yoy
Mineral fuels, Lubricants etc Total gMineral fuels, Lubricants etc (rhs) gTotal (rhs)
0 50 100 150 200 250 300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2006 2007 2008
ribu ton -100 -50 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 %,yoy
Food and Live Animals Chemical Total gChemical (rhs) gFood and Live Animals (rhs) gTotal (rhs)
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 12 Grafik 13
Komoditi Ekspor Terbesar di Kali-Sulampua Komoditi Impor Terbesar di Kali-Sulampua
Di sisi sektoral, pertumbuhan bersumber dari meningkatnya pertumbuhan sektor pertambangan (Tabel 13). Sementara, sektor utama lainnya di Kali-Sulampua, yakni sektor pertanian dan sektor perdagangan mengalami perlambatan pertumbuhan.
Peningkatan pertumbuhan pada sektor pertambangan disebabkan oleh
meningkatnya produksi batu bara di Kalimantan dan produksi tembaga/emas di Papua seiring dengan pembukaan areal pertambangan baru di kedua pulau tersebut.
Tabel 13
Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran Kali-Sulampua
(%, yoy)
I II III IV I II III
Pertanian 0.86 4.45 5.28 4.58 5.84 5.62 4.20
Pertambangan & Penggalian 1.76 3.11 3.15 5.94 8.32 7.58 6.27
Industri Pengolahan -1.35 -1.90 -1.15 0.74 3.90 3.89 0.27
Listrik, Gas dan Air Bersih 5.74 5.05 6.92 7.26 7.80 6.87 8.31
Bangunan 9.71 9.48 8.93 9.63 11.03 12.59 10.34
Perdagangan, Hotel & Restoran 5.71 5.68 6.37 7.96 9.20 10.36 10.18
Angkutan dan Komunikasi 7.78 9.15 8.75 9.97 10.44 10.60 10.71
Keuangan, Persewaan & Js Perusahaan14.04 11.95 12.96 10.60 8.41 9.41 8.33
Jasa-jasa 6.17 4.97 8.85 8.61 6.37 6.04 6.61
Jabalnusra 3.11 4.00 4.77 5.82 7.18 7.25 5.87
Sektor 2007 2008
(18)
Di wilayah Kali-Sulampua, kegiatan perbankan pada triwulan III-2008 mengalami peningkatan . Penghimpunan DPK di triwulan ini mencapai Rp144,2 triliun, atau tumbuh 11,9%, DPK didominasi oleh bentuk tabungan. Sementara itu, hingga triwulan III-2008, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp99,5 triliun atau tumbuh 38,2% dan sebagian besar diberikan dalam bentuk kredit konsumsi. Penyaluran kredit kepada UMKM yang berlokasi di wilayah Kali-Sulampua mencapai Rp81,8 triliun. Sementara itu, kinerja perbankan di wilayah ini terus menunjukkan adanya peningkatan kualitas, sebagaimana tercermin dari tingkat NPL yang relatif rendah, yaitu 4,2% (Tabel 1 4).
Tabel 14
Data Perbankan di Kali-Sulampua
TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008
DPK
Posisi (triliun Rp) 118.82 122.05 130.00 137.17 135.59 144.10 144.15 Pertumbuhan (%,y-o-y) 31.02 21.21 22.35 16.20 14.11 18.07 11.97 Giro (triliun Rp) 36.40 36.99 42.57 38.78 39.14 42.97 42.59 Tabungan (triliun Rp) 47.42 49.70 52.15 65.05 61.71 66.61 65.11 Deposito (triliun Rp) 35.00 35.37 35.28 33.34 34.73 34.53 36.46 Kredit (total)
Posisi (triliun Rp) ** 63.70 69.06 74.65 79.90 83.13 94.09 99.51 Pertumbuhan (% yoy) 17.90 20.98 25.73 28.7 30.5 36.2 38.2 Modal Kerja (triliun Rp) 25.52 27.82 28.50 33.19 33.39 38.97 40.76 Investasi (triliun Rp) 11.23 11.86 12.36 12.86 13.78 15.01 16.40 Konsumsi (triliun Rp) 26.95 29.38 30.59 33.85 35.95 40.11 42.35 UMKM (triliun Rp)*** 52.96 57.71 62.27 65.72 68.11 77.26 81.78
Loan to Deposit Ratio 53.61 56.58 57.42 58.25 61.31 65.29 69.03
Non Performing Loan Ratio 6.38 6.28 6.27 4.69 4.74 4.42 4.19
** berdasarkan lokasi bank penyalur *** berdasarkan lokasi proyek
Sumber : Bank Indonesia
Di sisi keuangan daerah, realisasi keuangan pemerintah daerah di wilayah Kali-Sulampua sampai dengan semester I-2008 mengalami peningkatan. Peningkatan realisasi pengeluaran terjadi pada pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran modal masih terbatas (Grafik 14 dan Grafik 15). Hal ini menyebabkan peran APBD dalam menstimulus ekonomi daerah masih terbatas di wilayah Kali-Sulampua.
(19)
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008
Kalsel Kalteng Sulut Sulsel
sumber : Pemda beberapa Provinsi
%
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008
Kalsel Kalteng Sulut Sulsel
%
Grafik 14 Grafik 15
Realisasi Belanja Konsumsi APBD s.d Smt I Realisasi Belanja Modal APBD s.d Smt I
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
Sampit GorontaloM
anad o
BanjarmasinPalangkarayaBa likpap
an Palu
PontianakMakassarMamujuJayapuraTernate Singk
awan g
SamarindaParepareWatamponeKendariA mbonPalopoTarakan
Mau mere
ManokwariSo rong
nasional % y-t-d
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 16 Inflasi Kota di Kali-Sulampua
Perkembangan inflasi di wilayah Kali-Sulampua menunjukkan sedikit penurunan walaupun masih pada tingkat yang cukup tinggi. Terdapat 18 (tujuh belas) kota dari 23 kota di Kali-Sulampua yang mengalami inflasi lebih tin ggi dibandingkan dengan inflasi nasional, dimana kota Sorong mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 21,8% (y-t-d) (Grafik 16). Berdasarkan kelompoknya, inflasi di Kali-Sulampua disumbang oleh inflasi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Kali-Sulampua adalah gangguan pasokan terutama terkait dengan kelangkaan elpiji serta faktor musiman.
II. PROSPEK
Pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah diperkirakan akan tumbuh lebih rendah. Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah terutama disumbang dari turunnya pertumbuhan di wilayah Jakarta, Sumatera, dan Kali Sulampua. Sementara
(20)
itu, pertumbuhan ekonomi di wilayah Jabalnustra diperkirakan tumbuh relatif stabil. Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah terutama disebabkan oleh: (1) Melemahnya permintaan dunia terhadap produk ekspor perkebunan dan produk manufaktur; (2) Menurunnya produksi sektor perkebunan akibat berakhirnya masa panen dan memasuki musim hujan; (3) Menurunnya harga relatif komoditas dunia.
Di sisi inflasi daerah, sebagian besar wilayah diperkirakan masih mengalami perlambatan inflasi. Turunnya tekanan inflasi disebabkan oleh : (1) Turunnya harga komoditas dan harga minyak dunia yang berdampak pada turunnya harga barang tradeables d an biaya produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama beras.
Tabel 15
Prospek PDRB dan Inflasi Triwulan IV-2008
III. ISU STRATEGIS
Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional, Bank Indonesia memandang masih terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh wilayah . Tantangan tersebut merupakan isu strategis dan perlu upaya penanganan lebih seksama, antara lain mencakup :
A. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perkembangan pertumbuhan ekonomi antar daerah menghadapi perbedaan pertumbuhan PDRB yang semakin menyempit. Hal ini tercermin dari menyempitnya variasi pertumbuhan antar wilayah dari kisaran 4,8-6,1% pada triwulan II-2008 menjadi 5,2 -6,3%. Namun demikian, ditinjau secara per provinsi masih terdapat
Tw II-08 Tw III-08 * Tw II-08 Tw III-08 Tw IV-08*
Sumatera 4.8 5.2 4.3 - 5.1 14.1 14.2 14
Sumbagut 1.9 2.9 3.3 - 4.0 12.7 11.4 12.1
Sumbagsel 4.8 5.7 6.2 - 6.5 16.9 17.7 15.0
S u m b a g t e n g 7.2 6.8 5.6 - 6.0 13.2 13.2 11.5
Jabalnustra 5.1 5.7 5.7 - 5.8 12.2 12.0 11.0 - 12.0
Jabagbar 4.7 6.2 5.9 - 6.3 12.5 11.9 11.5 - 12.0
Jabagteng 5.2 6.2 5.5 - 6.0 11.5 12.7 10.5 - 11.5
Jabagtim 5.9 6.0 6 - 6.5 12.8 12.6 10.5 - 11.5
Bali-nusra 1.2 0.1 4.5 11.3 11.7 10.5 - 11.3
Jakarta 6.1 6.2 5.9 11.7 12.5 12.9
Kali-Sulampua 5.0 6.3 5.3 + 1 13.8 13.9 13.7 + 1
Kalimantan 7.0 5.8 4.5 14.5 13.9 13.5 - 14.5
Sulampua 2.4 8.0 5.6 -7.6 12.8 13.8 12.7 - 14.7
*sumber : Proyeksi BI
Wilayah PDRB Inflasi
(21)
provinsi yang mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan bahkan mengalami kontraksi ekonomi, seperti provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Barat, dan Papua.
-20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Jabar DIY jateng Jatim Bali NTB NTT NAD Sumut
Sumbar
Riau Kepri Jambi Sumsel Babel lampung
Bengkulu
Sulsel Sulbar Sulteng Sulut
Gorontal
Sultra Maluku Malut
Papua Irjabar kalsel Kalbar kalteng Kaltim I-08 II-08 III-08
Pertumb % yoy
Grafik 17 Pertumbuhan Ekon omi Beberapa Provinsi
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Faktor pertama adalah struktur ekonomi di beberapa
provinsi didominasi oleh sektor primary base, yaitu khususnya sektor pertambangan.
Peningkatan produksi pada sektor pertambangan relatif berfluktuasi mengingat terdapatnya pengaruh musim dan luas lahan. Di samping itu, pertumbuhan pada
sektor pertambangan memberikan efek berantai (foward dan backward linkage)
terhadap pertumbuhan sektor lainnya yang relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sektor lainnya. Faktor kedua adalah investasi di beberapa provinsi masih terfokus pada sektor-sektor tertentu, misalnya pertambangan dan perkebunan. Faktor lainnya adalah keterbatasan infrastruktur transportasi dan energi, sehingga mengurangi minat investor.
B. Pengendalian Inflasi Daerah
Sejak Juni 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperluas cakupan kota yang dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 kota menjadi 66 kota. Melalui survei biaya hidup baru tersebut (SBH 2007) terjadi pergeseran bobot kota yang mempengaruhi inflasi nasional, dimana peranan Jakarta menurun dari sekitar 27% menjadi sekitar 22%. Meningkatnya peranan inflasi daerah (non Jakarta) berimplikasi
(22)
pada pentingnya penanganan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah, terutama
terkait dengan gangguan pasokan dan administered prices daerah. Perkembangan
inflasi dengan menggunakan SBH 2007 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dari 36 kota pada bulan Juni 2008 menjadi 40 kota pada bulan September 2008 (Grafik 18 dan Grafik 19). Perkembangan inflasi di daerah juga menunjukkan terdapat kecenderungan meningkatnya inflasi di daerah.
Inflasi ytd Jun-08
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0
GorontaloSurakartaPakanbaruDenpasar
Tegal Mamuju Palu Surabaya PalangkarayaYogyakarta BatamBekasi
SumenepSukabumiManado SampitKediri Sibolga ProbolinggoTasikmalaya MedanMalang Purwokerto Tanjung Pinang Semarang Banjarmasin Pematang Siantar Tangerang Banda Aceh Lhokseumawe Jakarta Serang* BalikpapanPontianakTernate
Depok
BandungMakassar
Palembang
PadangKupang ParepareJemberMataram
Bandar Lampung
JayapuraBengkuluPadangAmbonCirebon
Samarinda Dumai Singkawang Jambi Watampone Bima Cilegon Manokwari
KendariBogorMadiun MaumerePalopoTarakan
Pangkal Pinang
Sorong
Nasional sumber : BPS (diolah)
Terdapat 36 kota yang inflasi rata-ratanya diatas
nasional
Inflasi ytd Sep-08
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 Surakarta
Batam Tegal Sampit Medan PakanbaruDenpasar Surabaya
Pematang Siantar Banda Aceh Kupang Gorontalo Sumenep Yogyakarta Manado Banjarmasin Palangkaraya Kediri Sibolga Sukabumi Malang Bekasi Semarang Jakarta BandungPadang LhokseumaweTanjung Pinang
Padang Sidempuan
TasikmalayaTangerang Purwokerto Balikpapan Probolinggo
Palu Pontianak Cilegon Jember Palembang Depok Makassar Jambi
Mamuju Mataram Jayapura Serang* Ternate SingkawangSamarinda Parepare Dumai Bengkulu Bima MadiunBogor Watampone Cirebon Bandar Lampung
Kendari Ambon Palopo
Pangkal Pinang
TarakanMaumere
Manokwari
Sorong
nasional Terdapat 40 kota
yang inflasi rata-ratanya diatas nasional
sumber : BPS (diolah)
Grafik 18 Grafik 19
Laju Inflasi y-td s.d Juni 2008 Laju Inflasi y-td s.d September 2008
Meningkatnya inflasi di daerah terkait dengan faktor gangguan pasokan dan hambatan distribusi. Berdasarkan hubungan ekonomi antara daerah, peranan pulau Jawa untuk memenuhi pasokan barang konsumsi ke wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua relatif dominan. Di sisi lain, terkait dengan hambatan distribusi barang, pengaruh faktor infrastruktur transportasi dan cuaca sangat berpengaruh terhadap kelancaran transportasi. Berdasarkan hasil riset Bank Indonesia di daerah, selain faktor ketergantungan pasokan dari Jawa, infrastruktur, dan faktor cuaca terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi tekanan inflasi di daerah, yaitu : (1) Produksi bahan makanan dan makanan jadi relatif terbatas di daerah; (2) Dalam mekanisme pembentukan harga beberapa komoditas pangan, peranan distributor dan pedagang pengumpul (pengepul) di daerah sangat dominan; dan (3) Pan jangnya rentang distribusi.
C. Pembiayaan Ekonomi Sektor Mikro Kecil dan Menengah (MKM)
Perkembangan pembiayaan perbankan kepada sektor MKM relatif berkembang cukup signifikan. Hal ini tercermin dari porsi kredit yang diberikan di daerah
(23)
mencapai di atas 50%. Pemerintah Pusat dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan pada sektor MKM telah mengembangkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). S ementara itu, Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan usaha MKM telah mengembangkan Program Penjaminan Kredit di masing-masing daerah.
Perkembangan program KUR dan Penjaminan Kredit telah mengalami perkembangan yang positif di beberapa daerah. KUR yang telah disalurkan telah
mencapai Rp8,9 triliun2 dari target selama 3 sebesar Rp14,5 triliun. Dengan jumlah
nasabah mencapai 955,6 ribu debitur (Tabel 16). Sementara itu, perkembangan program penjaminan kredit oleh Pemerintah Daerah telah berkembang pesat di daerah Bali (kota Denpasar), Riau, Kalimantan Timur (kota Balikpapan), dan Sulawesi Utara dengan nilai penjaminan kredit yang meningkat (Tabel 17).
Tabel 16
Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Wilayah
Mei 2008 Jun-08 Juli 2008 Mei 2008 Jun-08 Juli 2008
Sumatera 1,647,938.9 2,057,948.0 2,357,503.1 104,919 151,074 177,306 Jakarta 326,986.2 444,468.4 479,489.4 14,313 24,406 27,457 Jabalnustra 3,249,203.6 3,922,109.3 3,950,463.6 458,855 583,100 566,144 Kali-Sulampua 1,655,282.1 1,953,378.6 2,119,432.9 94,197 157,947 184,730
T o t a l 6,879,410.9 8,377,904.2 8,906,889.1 672,284 916,527 955,636 sumber :BI
Total Kredit (Rp Juta)
Provinsi Total Debitur (nasabah)
Tabel 17
Perkembangan Program Penjaminan Kredit oleh Pemda
Debitur Nilai Penjaminan
(Rp) (Rp)
Pemkab Tapanuli Utara 1,400,000,000 34 1,188,000,000
Pemkab Tapanuli Selatan 1,500,000,000 - -Pemprov Sumut 2,050,000,000 -
-PT Sarana Penjaminan Riau 3,000,000,000 2,059 38,380,750,000
Pemkab Batanghari 1,000,000,000 - -Muko-Muko 3,000,000,000 -
-Pemkot Surakarta 3,000,000,000 141 453,500,000
Daerah IstimewaYogyakarta 10,000,000,000 - -Pemkot Denpasar 2,600,000,000 764 17,949,000,000
Pemkab Karangasem 1,000,000,000 -
-Pemkot Palangkaraya 3,000,000,000 87 1,612,000,000
Pemprov Kutai Timur 2,000,000,000 - -Pemkot Balikpapan 2,500,000,000 283 7,429,500,000
Pemkot Pontianak 1,000,000,000 -
-Pemkab Sambas 1,167,376,083 -
-Pemkab Luwu Utara 10,000,000,000 -
-Pemkab Sidenreng Rappang 5,000,000,000 - -Pemprov Gorontalo (Gorontalo Fitrah Mandiri) 2,500,000,000 567 4,466,000,000 Pemprov Sulawesi Utara 950,000,000 4,423 17,296,640,031 Pemkot Palu-Sulteng 1,000,000,000 - -Pemkab Parigi 2,500,000,000 - -Pemkab Tojo Una-una 1,000,000,000 -
-Pemkab Pulau Buru 300,000,000 - -Total 61,467,376,083 8,358 88,775,390,031 sumber : BI
Pemprov/Pemkab Dana Penjaminan Penjaminan
(24)
Penyaluran KUR kepada usaha MKM dan program penjaminan kredit Pemda masih menghadapi beberapa tantangan. Tantangan pengembangan KUR terfokus pada permasalahan teknis perbankan, yang mencakup : (1) Biaya operasional yang tinggi untuk plafond KUR < 5 juta; (2) Penentuan UMKM yang layak menjadi peserta KUR; (3) Kemungkinan munculnya kompetisi antara KUR dengan kredit yang disalurkan oleh BPR/S. Sementara itu, terkait dengan program penjaminan kredit, tantangan muncul terkait dengan belum seluruh daerah concern untuk membentuk program penjaminan kredit.
D. Isu Spesifik Daerah
Di Sumatera, terkait dengan perkembangan ekonomi terdapat beberapa isu yang berkembang di wilayah Sumatera, yaitu : (1) Luas panen padi mengalami stagnasi. Dalam periode 2007-2008, luas panen di Sumatera secara umum mengalami kenaikan hanya sebesar 1,13%, lebih rendah dibandingkan peningkatan nasional yang
mencapai 1,96%3; (2) Produksi minyak mentah yang cenderung menurun. Tingkat
produksi minyak mentah4 di wilayah Sumatera pada triwulan II-2008 sebesar 18,4
juta barrel, atau lebih rendah dibanding rata-rata produksi tahun 2006 yang masih berada pada kisaran 19 juta barrel. Hal ini disebabkan oleh menipisnya deposit minyak di sumur yang ada, sedangkan investasi untuk eksplorasi sumur-sumur baru masih sangat terbatas.
Di wilayah Jakarta, terdapat isu yang muncul terkait dengan ketersediaan pasokan bahan pangan. Pada saat ini terdapat penurunan tingkat kapasitas ketersediaan beras di Jakarta dari rata-rata 1 bulan menjadi 2 minggu. Kondisi ini terjadi seiring dengan supply beras yang relatif stagnan, sedangkan frekuensi perdagangan antar pulau meningkat.
Di Jabalnustra, terdapat isu menurunnya ketahanan pangan di Bali-Nusra, dimana terdapat kecenderungan penurunan produksi padi akibat luas panen yang menyempit. Meningkatnya investasi bangunan di Bali diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mempercepat menurunnya luas lahan pertanian.
(25)
Di wilayah Kali-Sulampua, isu spesifik yang berkembang mencakup turunnya produksi Kakao dari Sulawesi. Produksi kakao Indonesia mengalami penurunan dari 590 ribu ton (tahun 2006) menjadi 530 ribu ton (2007), dan produksi 2008 diperkirakan
mencapai 500 ribu ton5, dimana 70% berasal dari Sulawesi. Terdapat beberapa
permasalahan terkait turunnya produksi kakao, antara lain : serangan hama
penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular strea k dieback (VDB) di beberapa
perkebunan kakao, infrastruktur pengairan yang belum memadai, dan usia tanaman kakao yang telah melebihi usia produktifnya.
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Dalam rangka mencapai sasaran inflasi, selain kebijakan moneter yang secara k onsisten dilaksanakan, Bank Indonesia menempuh beberapa langkah di daerah. Tujuannya adalah terkendalinya inflasi di daerah sehingga dapat mendukung pencapaian sasaran inflasi. Langkah tersebut perlu dilakukan mengingat peranan inflasi daerah dalam menyumbang tekanan inflasi nasional semakin meningkat seiring dengan perluasan cakupan daerah/kota yang dihitung inflasinya. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi :
a. Meningkatkan koordinasi antara KBI dengan instansi terkait dalam pengendalian
inflasi daerah, termasuk upaya membawa ekspektasi inflasi daerah ke arah yang lebih rendah dan stabil. Koordinasi pengendalian inflasi juga dilakukan dalam rangka mengatasi kendala kelancaran pasokan dan distribusi barang/pangan yang masih menjadi faktor utama tingginya inflasi di daerah.
b. Meningkatkan diseminasi tentang pentingnya inflasi yang rendah dan stabil
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan daerah.
c. Memperkuat analisis proyeksi dan identifikasi faktor-faktor penyebab inflasi di
daerah, termasuk mengembangkan riset di bidang ekonomi dan inflasi di daerah.
(1)
itu, pertumbuhan ekonomi di wilayah Jabalnustra diperkirakan tumbuh relatif stabil. Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah terutama disebabkan oleh: (1) Melemahnya permintaan dunia terhadap produk ekspor perkebunan dan produk manufaktur; (2) Menurunnya produksi sektor perkebunan akibat berakhirnya masa panen dan memasuki musim hujan; (3) Menurunnya harga relatif komoditas dunia.
Di sisi inflasi daerah, sebagian besar wilayah diperkirakan masih mengalami perlambatan inflasi. Turunnya tekanan inflasi disebabkan oleh : (1) Turunnya harga komoditas dan harga minyak dunia yang berdampak pada turunnya harga barang tradeables d an biaya produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama beras.
Tabel 15
Prospek PDRB dan Inflasi Triwulan IV-2008
III. ISU STRATEGIS
Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional, Bank Indonesia memandang masih terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh wilayah . Tantangan tersebut merupakan isu strategis dan perlu upaya penanganan lebih seksama, antara lain mencakup :
A. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perkembangan pertumbuhan ekonomi antar daerah menghadapi perbedaan pertumbuhan PDRB yang semakin menyempit. Hal ini tercermin dari menyempitnya variasi pertumbuhan antar wilayah dari kisaran 4,8-6,1% pada triwulan II-2008 menjadi 5,2 -6,3%. Namun demikian, ditinjau secara per provinsi masih terdapat
Tw II-08 Tw III-08 * Tw II-08 Tw III-08 Tw IV-08*
Sumatera 4.8 5.2 4.3 - 5.1 14.1 14.2 14
Sumbagut 1.9 2.9 3.3 - 4.0 12.7 11.4 12.1 Sumbagsel 4.8 5.7 6.2 - 6.5 16.9 17.7 15.0 S u m b a g t e n g 7.2 6.8 5.6 - 6.0 13.2 13.2 11.5
Jabalnustra 5.1 5.7 5.7 - 5.8 12.2 12.0 11.0 - 12.0
Jabagbar 4.7 6.2 5.9 - 6.3 12.5 11.9 11.5 - 12.0 Jabagteng 5.2 6.2 5.5 - 6.0 11.5 12.7 10.5 - 11.5 Jabagtim 5.9 6.0 6 - 6.5 12.8 12.6 10.5 - 11.5 Bali-nusra 1.2 0.1 4.5 11.3 11.7 10.5 - 11.3
Jakarta 6.1 6.2 5.9 11.7 12.5 12.9
Kali-Sulampua 5.0 6.3 5.3 + 1 13.8 13.9 13.7 + 1
Kalimantan 7.0 5.8 4.5 14.5 13.9 13.5 - 14.5 Sulampua 2.4 8.0 5.6 -7.6 12.8 13.8 12.7 - 14.7
*sumber : Proyeksi BI
Wilayah PDRB Inflasi
(2)
provinsi yang mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan bahkan mengalami kontraksi ekonomi, seperti provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Barat, dan Papua.
-20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0
Jabar DIY jateng Jatim Bali NTB NTT NAD Sumut
Sumbar
Riau Kepri Jambi Sumsel Babel lampung
Bengkulu
Sulsel Sulbar Sulteng Sulut
Gorontal
Sultra Maluku Malut
Papua Irjabar kalsel Kalbar kalteng Kaltim
I-08 II-08 III-08 Pertumb % yoy
Grafik 17 Pertumbuhan Ekon omi Beberapa Provinsi
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Faktor pertama adalah struktur ekonomi di beberapa
provinsi didominasi oleh sektor primary base, yaitu khususnya sektor pertambangan.
Peningkatan produksi pada sektor pertambangan relatif berfluktuasi mengingat terdapatnya pengaruh musim dan luas lahan. Di samping itu, pertumbuhan pada
sektor pertambangan memberikan efek berantai (foward dan backward linkage)
terhadap pertumbuhan sektor lainnya yang relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sektor lainnya. Faktor kedua adalah investasi di beberapa provinsi masih terfokus pada sektor-sektor tertentu, misalnya pertambangan dan perkebunan. Faktor lainnya adalah keterbatasan infrastruktur transportasi dan energi, sehingga mengurangi minat investor.
B. Pengendalian Inflasi Daerah
Sejak Juni 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperluas cakupan kota yang dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 kota menjadi 66 kota. Melalui survei biaya hidup baru tersebut (SBH 2007) terjadi pergeseran bobot kota yang mempengaruhi inflasi nasional, dimana peranan Jakarta menurun dari sekitar 27% menjadi sekitar 22%. Meningkatnya peranan inflasi daerah (non Jakarta) berimplikasi
(3)
pada pentingnya penanganan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah, terutama
terkait dengan gangguan pasokan dan administered prices daerah. Perkembangan
inflasi dengan menggunakan SBH 2007 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dari 36 kota pada bulan Juni 2008 menjadi 40 kota pada bulan September 2008 (Grafik 18 dan Grafik 19). Perkembangan inflasi di daerah juga menunjukkan terdapat kecenderungan meningkatnya inflasi di daerah.
Inflasi ytd Jun-08
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0
GorontaloSurakartaPakanbaruDenpasar
Tegal Mamuju Palu Surabaya PalangkarayaYogyakarta BatamBekasi
SumenepSukabumiManado SampitKediri Sibolga ProbolinggoTasikmalaya MedanMalang Purwokerto Tanjung Pinang Semarang Banjarmasin Pematang Siantar Tangerang Banda Aceh Lhokseumawe Jakarta Serang* BalikpapanPontianakTernate
Depok
BandungMakassar
Palembang
PadangKupang ParepareJemberMataram
Bandar Lampung
JayapuraBengkuluPadangAmbonCirebon
Samarinda Dumai Singkawang Jambi Watampone Bima Cilegon Manokwari
KendariBogorMadiun MaumerePalopoTarakan
Pangkal Pinang
Sorong
Nasional sumber : BPS (diolah)
Terdapat 36 kota yang inflasi rata-ratanya diatas
nasional
Inflasi ytd Sep-08
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 Surakarta
Batam Tegal Sampit Medan PakanbaruDenpasar Surabaya
Pematang Siantar Banda Aceh Kupang Gorontalo Sumenep Yogyakarta Manado Banjarmasin Palangkaraya Kediri Sibolga Sukabumi Malang Bekasi Semarang Jakarta BandungPadang
LhokseumaweTanjung Pinang
Padang Sidempuan
TasikmalayaTangerang Purwokerto Balikpapan Probolinggo
Palu Pontianak Cilegon Jember Palembang Depok Makassar Jambi
Mamuju Mataram Jayapura Serang* Ternate SingkawangSamarinda Parepare Dumai Bengkulu Bima MadiunBogor Watampone Cirebon Bandar Lampung
Kendari Ambon Palopo
Pangkal Pinang
TarakanMaumere
Manokwari
Sorong
nasional
Terdapat 40 kota yang inflasi rata-ratanya diatas
nasional
sumber : BPS (diolah)
Grafik 18 Grafik 19
Laju Inflasi y-td s.d Juni 2008 Laju Inflasi y-td s.d September 2008
Meningkatnya inflasi di daerah terkait dengan faktor gangguan pasokan dan hambatan distribusi. Berdasarkan hubungan ekonomi antara daerah, peranan pulau Jawa untuk memenuhi pasokan barang konsumsi ke wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua relatif dominan. Di sisi lain, terkait dengan hambatan distribusi barang, pengaruh faktor infrastruktur transportasi dan cuaca sangat berpengaruh terhadap kelancaran transportasi. Berdasarkan hasil riset Bank Indonesia di daerah, selain faktor ketergantungan pasokan dari Jawa, infrastruktur, dan faktor cuaca terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi tekanan inflasi di daerah, yaitu : (1) Produksi bahan makanan dan makanan jadi relatif terbatas di daerah; (2) Dalam mekanisme pembentukan harga beberapa komoditas pangan, peranan distributor dan pedagang pengumpul (pengepul) di daerah sangat dominan; dan (3) Pan jangnya rentang distribusi.
C. Pembiayaan Ekonomi Sektor Mikro Kecil dan Menengah (MKM)
Perkembangan pembiayaan perbankan kepada sektor MKM relatif berkembang cukup signifikan. Hal ini tercermin dari porsi kredit yang diberikan di daerah
(4)
mencapai di atas 50%. Pemerintah Pusat dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan pada sektor MKM telah mengembangkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). S ementara itu, Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan usaha MKM telah mengembangkan Program Penjaminan Kredit di masing-masing daerah.
Perkembangan program KUR dan Penjaminan Kredit telah mengalami perkembangan yang positif di beberapa daerah. KUR yang telah disalurkan telah
mencapai Rp8,9 triliun2 dari target selama 3 sebesar Rp14,5 triliun. Dengan jumlah
nasabah mencapai 955,6 ribu debitur (Tabel 16). Sementara itu, perkembangan program penjaminan kredit oleh Pemerintah Daerah telah berkembang pesat di daerah Bali (kota Denpasar), Riau, Kalimantan Timur (kota Balikpapan), dan Sulawesi Utara dengan nilai penjaminan kredit yang meningkat (Tabel 17).
Tabel 16
Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Wilayah
Mei 2008 Jun-08 Juli 2008 Mei 2008 Jun-08 Juli 2008
Sumatera 1,647,938.9 2,057,948.0 2,357,503.1 104,919 151,074 177,306 Jakarta 326,986.2 444,468.4 479,489.4 14,313 24,406 27,457 Jabalnustra 3,249,203.6 3,922,109.3 3,950,463.6 458,855 583,100 566,144 Kali-Sulampua 1,655,282.1 1,953,378.6 2,119,432.9 94,197 157,947 184,730
T o t a l 6,879,410.9 8,377,904.2 8,906,889.1 672,284 916,527 955,636 sumber :BI
Total Kredit (Rp Juta)
Provinsi Total Debitur (nasabah)
Tabel 17
Perkembangan Program Penjaminan Kredit oleh Pemda
Debitur Nilai Penjaminan
(Rp) (Rp)
Pemkab Tapanuli Utara 1,400,000,000 34 1,188,000,000
Pemkab Tapanuli Selatan 1,500,000,000 - -Pemprov Sumut 2,050,000,000 -
-PT Sarana Penjaminan Riau 3,000,000,000 2,059 38,380,750,000
Pemkab Batanghari 1,000,000,000 - -Muko-Muko 3,000,000,000 -
-Pemkot Surakarta 3,000,000,000 141 453,500,000
Daerah IstimewaYogyakarta 10,000,000,000 - -Pemkot Denpasar 2,600,000,000 764 17,949,000,000
Pemkab Karangasem 1,000,000,000 -
-Pemkot Palangkaraya 3,000,000,000 87 1,612,000,000
Pemprov Kutai Timur 2,000,000,000 - -Pemkot Balikpapan 2,500,000,000 283 7,429,500,000
Pemkot Pontianak 1,000,000,000 -
-Pemkab Sambas 1,167,376,083 -
-Pemkab Luwu Utara 10,000,000,000 -
-Pemkab Sidenreng Rappang 5,000,000,000 - -Pemprov Gorontalo (Gorontalo Fitrah Mandiri) 2,500,000,000 567 4,466,000,000 Pemprov Sulawesi Utara 950,000,000 4,423 17,296,640,031 Pemkot Palu-Sulteng 1,000,000,000 - -Pemkab Parigi 2,500,000,000 - -Pemkab Tojo Una-una 1,000,000,000 -
-Pemkab Pulau Buru 300,000,000 - -Total 61,467,376,083 8,358 88,775,390,031
sumber : BI
Pemprov/Pemkab Dana Penjaminan Penjaminan
(5)
Penyaluran KUR kepada usaha MKM dan program penjaminan kredit Pemda masih menghadapi beberapa tantangan. Tantangan pengembangan KUR terfokus pada permasalahan teknis perbankan, yang mencakup : (1) Biaya operasional yang tinggi untuk plafond KUR < 5 juta; (2) Penentuan UMKM yang layak menjadi peserta KUR; (3) Kemungkinan munculnya kompetisi antara KUR dengan kredit yang disalurkan oleh BPR/S. Sementara itu, terkait dengan program penjaminan kredit, tantangan muncul terkait dengan belum seluruh daerah concern untuk membentuk program penjaminan kredit.
D. Isu Spesifik Daerah
Di Sumatera, terkait dengan perkembangan ekonomi terdapat beberapa isu yang berkembang di wilayah Sumatera, yaitu : (1) Luas panen padi mengalami stagnasi. Dalam periode 2007-2008, luas panen di Sumatera secara umum mengalami kenaikan hanya sebesar 1,13%, lebih rendah dibandingkan peningkatan nasional yang
mencapai 1,96%3; (2) Produksi minyak mentah yang cenderung menurun. Tingkat
produksi minyak mentah4 di wilayah Sumatera pada triwulan II-2008 sebesar 18,4
juta barrel, atau lebih rendah dibanding rata-rata produksi tahun 2006 yang masih berada pada kisaran 19 juta barrel. Hal ini disebabkan oleh menipisnya deposit minyak di sumur yang ada, sedangkan investasi untuk eksplorasi sumur-sumur baru masih sangat terbatas.
Di wilayah Jakarta, terdapat isu yang muncul terkait dengan ketersediaan pasokan bahan pangan. Pada saat ini terdapat penurunan tingkat kapasitas ketersediaan beras di Jakarta dari rata-rata 1 bulan menjadi 2 minggu. Kondisi ini terjadi seiring dengan supply beras yang relatif stagnan, sedangkan frekuensi perdagangan antar pulau
meningkat.
Di Jabalnustra, terdapat isu menurunnya ketahanan pangan di Bali-Nusra, dimana terdapat kecenderungan penurunan produksi padi akibat luas panen yang menyempit. Meningkatnya investasi bangunan di Bali diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mempercepat menurunnya luas lahan pertanian.
(6)
Di wilayah Kali-Sulampua, isu spesifik yang berkembang mencakup turunnya produksi Kakao dari Sulawesi. Produksi kakao Indonesia mengalami penurunan dari 590 ribu ton (tahun 2006) menjadi 530 ribu ton (2007), dan produksi 2008 diperkirakan
mencapai 500 ribu ton5, dimana 70% berasal dari Sulawesi. Terdapat beberapa
permasalahan terkait turunnya produksi kakao, antara lain : serangan hama
penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular strea k dieback (VDB) di beberapa
perkebunan kakao, infrastruktur pengairan yang belum memadai, dan usia tanaman kakao yang telah melebihi usia produktifnya.
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Dalam rangka mencapai sasaran inflasi, selain kebijakan moneter yang secara k onsisten dilaksanakan, Bank Indonesia menempuh beberapa langkah di daerah. Tujuannya adalah terkendalinya inflasi di daerah sehingga dapat mendukung pencapaian sasaran inflasi. Langkah tersebut perlu dilakukan mengingat peranan inflasi daerah dalam menyumbang tekanan inflasi nasional semakin meningkat seiring dengan perluasan cakupan daerah/kota yang dihitung inflasinya. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi :
a. Meningkatkan koordinasi antara KBI dengan instansi terkait dalam pengendalian
inflasi daerah, termasuk upaya membawa ekspektasi inflasi daerah ke arah yang lebih rendah dan stabil. Koordinasi pengendalian inflasi juga dilakukan dalam rangka mengatasi kendala kelancaran pasokan dan distribusi barang/pangan yang masih menjadi faktor utama tingginya inflasi di daerah.
b. Meningkatkan diseminasi tentang pentingnya inflasi yang rendah dan stabil
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan daerah.
c. Memperkuat analisis proyeksi dan identifikasi faktor-faktor penyebab inflasi di
daerah, termasuk mengembangkan riset di bidang ekonomi dan inflasi di daerah.