PERENCANAAN MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) PADA MESIN SATURATOR R-301 DI PT. PETROKIMIA GRESIK (PERSERO). Tbk.

(1)

PERENCANAAN MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II)

PADA MESIN SATURATOR R-301

DI PT. PETROKIMIA GRESIK (PERSERO). Tbk

SKRIPSI

Oleh :

ARGAM MURAYANA

NPM 0732010104

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Perencanaan Manajemen Perawatan dengan Metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) pada Mesin Saturator R-301 di PT. Petrokimia Gresik (Persero) Tbk.“. Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas terselesainya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Didi Samanhudi, MMT, selaku selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini 3. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk menguji laporan skripsi dan memberikan petunjuk serta arahan dalam penulisan laporan.

4. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Petrokimia Gresik (Persero) Tbk yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian.

5. Kedua Orang Tua dan seluruh keluargaku yang selalu senantiasa menasehati, membimbing, dan memberikan arahan yang baik serta selalu mendoakan saya.


(3)

6. Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur maupun di luar kampus UPN, terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

7. Seluruh Civitas Akademika UPN ”Veteran” Jawa Timur, terima kasih untuk semua bantuan dan bimbingannya selama ini.

8. Konco-konco paralel C 2007, semoga bisa lulus bareng. 9. Arek-arek lab Prokom & Simulasi tetep kompak selalu.

10.Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembuatan atau penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkat kepada kita semua. Terima Kasih.

Surabaya, 10 Mei 2011


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan ... 3

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Perawatan ... 6

2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan ... 7

2.1.2 Jenis-Jenis Perawatan ... 8

2.1.3 Tugas dan Kegiatan Perawatan ... 10

2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan ... 13

2.3 Kegagalan (Failures) ... 17

2.4 Keandalan ... 19


(5)

2.4.2 Laju Kegagalan ... 21

2.4.3 Mean Time To Repair... 24

2.4.4 Distribusi Kegagalan ... 25

2.5 Diagram Pareto ... 27

2.6 Reliability Centered Maintenance ... 29

2.6.1 Functions and Performance Standards ... 31

2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis ... 32

2.6.3 Failure Consequences ... 38

2.6.4 Proactive Task ... 38

2.6.5 Default Action ... 39

2.7 Biaya Pemeliharaan ... 40

2.8 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.2 Identifikasi Variabel ... 51

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4 Metode Pengolahan Data ... 54

3.5 Langkah-langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah ... 58

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 62

4.2 Penentuan Komponen Kritis ... 63

4.3 Functional Block Diagram ... 69


(6)

4.5 Penentuan Distribusi waktu antar kerusakan dan distribusi waktu lama

perbaikan ... 74

4.6 Menghitung Biaya penggantian Komponen ... 75

4.6.1 Biaya Penggantian Komponen karena perawatan (CM)………….75

4.6.2 Biaya Penggantian Komponen karena kerusakan (CF)…………..76

4.6.3 Interval Perawatan………..78

4.7 RCM II Decision Workshet ...79

4.8 Penentuan Biaya Perawatan ... 82

4.9 Pembahasan ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA ... 34

Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA ... 35

Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA ... 36

Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan ... 42

Tabel 4.1 Data mesin dan komponennya...62

Tabel 4.2 Persentase downtime pada mesin Saturator R-301 ... 64

Tabel 4.3 Persentase kerusakan pada Centrifuge ... 65

Tabel 4.4 Persentase kerusakan pada Gear Unit ... 66

Tabel 4.5 Persentase kerusakan pada Rotary Driyer ... 67

Tabel 4.6 Persentase kerusakan pada Mother Liquor Pump ... 68

Tabel 4.7 Functional Block Diagram ... 69

Tabel 4.8 Failure Modes and Effects Analysis ………...71

Tabel 4.9 Hasil pengujian distribusi ... 75

Tabel 4.10 Biaya penggantian karena perawatan (CM) ... 76

Tabel 4.11 Biaya penggantian karena kerusakan (CF) ... 77

Tabel 4.12 Interval perawatan……….79

Tabel 4.13 RCM II Decision Worksheet pada Shouldering ... 80

Tabel 4.14 Biaya perawatan berdasarkan interval perawatan ... 83


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base

Maintenance ... 10

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan 17 Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen ... 18

Gambar 2.4 Kurva Bathub ... 22

Gambar 2.5 Failure Rate ... 23

Gambar 2.6 Diagram Pareto ... 28

Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance ... 40

Gambar 2.8 Model Age Replacement ... 43

Gambar 2.9 Siklus dalam Model Age Replacement ... 44

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah………58

Gambar 4.1 Diagram pareto pada Mesin Saturator R-301 ... 64

Gambar 4.2 Diagram pareto pada Centrifuge ... 66

Gambar 4.3 Diagram pareto pada Gear Unit ... 67

Gambar 4.4 Diagram pareto pada Rotary Driyer ... 68

Gambar 4.5 Diagram pareto pada Mother Liquor Pump ... 69


(9)

PERENCANAAN MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II)

PADA MESIN SATURATOR R-301

DI PT. PETROKIMIA GRESIK (PERSERO). Tbk ABSTRAK

PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi pupuk, bahan kimia, dan jasa lainnya, juga merupakan pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik lainnya. Jenis pupuk yang di produksi oleh pabrik ini antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phospate (SP), Phonska dan Urea. Nama Petrokimia berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.

. Untuk menjaga agar kualitas produk tetap terjaga, maka PT. Petrokimia Gresik senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan khususnya pada keandalan mesin. Permasalahan yang dihadapi adalah kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan overhaul dan replacement atau corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime dan kemacetan atau berhentinya proses produksi serta biaya perawatan yang semakin besar sehingga menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan. Obyek penelitian ini adalah pada Mesin Saturator R-301.

Metode penelitian yang digunakan adalah Reliability Centered Maintenance II dengan memadukan analisis kualitatif yang meliputi FMEA dan RCM II Decision Worksheet. Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM II Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin Saturator R-301

dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.

Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 12 komponen pada Saturator R-301

didapatkan 4 komponen kritis dan komponen kritis yang memiliki kegagalan potensial diantaranya Centrifuge, Gear Unit, Rotary Driyer, dan Mother Liquor Pump. Dengan total biaya perawatan optimal sebesar Rp 570.303,88 dan effisiensi 4,78%

Kata Kunci : overhaul, replacement, corrective maintenance, kualitatif, RCM II Decision Worksheet, FMEA, effisiensi.


(10)

PLANNING OF MANAGEMENT TREATMENT WITH METHOD of RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II ( RCM II)

MACHINE of SATURATOR R-301

IN PT. PETROKIMIA GRESIK ( PERSERO). Tbk

ABSTRACT

PT. Petrokimia Gresik try in the field of manure production, chemicals, and other service, also represent complete manure factory among other factory. Manure type which production by this factory for example Zwavelzuur Amonium ( ZA), Super Phospate ( SP), Phonska and of Urea. Name of Petrochemical come from word " Petroleum of Chemical" brief become " Petrochemical", that is made of chemicalss gas and petroleum.

To take care of the quality of product remain to awake, hence PT. Petrokimia Gresik ever cope to make a change and improvement specially machine reliability. Problems faced to damage that happened at any times before treatment international cause the existence of activity of and overhaul of replacement or of corrective maintenance generating the existence of jam and downtime or desisting production process and also the expense of ever greater treatment causing loss which enough mean to company. this Research Obyek Machine of Saturator R-301.

Research method the used Reliability Centered Maintenance II by alliing analysis qualitative covering FMEA and of RCM II Decision Worksheet. Method of Reliability this Centered Maintenance II used to determine treatment international and activity pursuant to RCM II Decision Worksheet as according to system and function of machine of Saturator R-301 and of FMEA used to identify cause of failure and also generated effect of failure.

Result of research obtained that from 12 component Saturator R-301 got 4 critical component and critical component which have potential failure among others Centrifuge, Gear Unit, Rotary Driyer, and Mother Liquor Pump. reside in gyration of Rp 570.303,88 with effisiensi 4,78%

Keyword : overhaul, replacement, maintenance corrective, qualitative, RCM II Decision Worksheet, FMEA, effisiensi


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi pupuk, bahan kimia, dan jasa lainnya, juga merupakan pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik lainnya. Jenis pupuk yang di produksi oleh pabrik ini antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phospate (SP), Phonska dan Urea. Nama Petrokimia berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.

Untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan, maka PT. Petrokimia Gresik senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan khususnya pada keandalan mesin. Dalam mempertahankan keandalan mesin, sehubungan dengan hal tersebut penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung terciptanya produktivitas perusahaan yang baik.

Salah satu mesin yang digunakan adalah mesin Saturator R-301 yang berfungsi sebagai reaktor dan klistalizer, terletak di departemen Candal Prod I .

PT. Petrokimia Gresik menerapkan sistem preventif maintenance dengan melaksanakan pemeriksaan dan perbaikan secara periodik dan pada saat yang tepat untuk semua mesin dan fasilitas produksi. Permasalahan yang muncul adalah


(12)

kerusakan yang terjadi terhadap 12 komponen mesin Saturator R-301 sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan

overhaul dan replacement atau corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime sebesar 3730 menit (32,167 jam) dan kemacetan atau berhentinya proses produksi serta biaya perawatan sebesar Rp 597.585,30/jam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.

Berdasarkan pada uraian tersebut maka dalam penelitian ini digunakan metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) dimana Metode Reliability Centered Maintenance II ini merupakan serangkai proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi yang dikehendaki oleh pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan. Dan juga adanya penerapan metode

Reliability Centered Maintenance II dimaksudkan untuk mendapatkan selang waktu perawatan yang ideal serta jenis kegiatan perawatan yang optimal apabila dikaitkan dengan adanya kebutuhan untuk mendapatkan sebuah sistem yang handal guna mendukung kegiatan proses produksi yang juga ditinjau dari aspek ekonomis.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana menentukan perencanaan interval perawatan berdasarkan Metode


(13)

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peralatan yang menjadi obyek penelitian adalah mesin Saturator R-301 dan

Komponen kritis yang dipilih memiliki presentase downtime kumulatif dibawah 80%

2. Penyelesaian masalah dibatasi sampai pada penentuan perencanaan kegiatan perawatan, penyebab kegagalan dan biaya perawatan berdasarkan interval

perawatan

3. Data biaya yang diambil adalah tahun 2010.

1.4 Asumsi

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Proses produksi berada pada kondisi normal dan tidak terjadi perubahan saat pengambilan data

2. Harga mesin dan komponenya tidak berubah selama penelitian berlangsung.

1.5 Tujuan penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menentukan interval perawatan berdasarkan RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II Decision Worksheet.

2. Menentukan Total biaya perawatan (TC) optimal berdasarkan pada interval perawatan.


(14)

1.6 Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti

Mengaplikasikan teori manajemen parawatan yang telah diperoleh selama perkuliahan serta menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen perawatan di lapangan.

2. Bagi Universitas

Memperkaya wawasan pengetahuan sebagai bahan study bagi rekan-rekan mahasiswa dan juga sebagai pertimbangan bagi mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas akhir.

3. Bagi Perusahaan

Menyajikan informasi lengkap mengenai kegiatan dan interval perawatan berdasarkan RCM II Decision Worksheet serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam merencanakan manajemen perawatan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai apa yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian serta permasalahan apa yang akan diteliti dan dibahas.


(15)

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan menjadi acuan atau pedoman dalam melakukan penelitian agar benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ketiga ini menjelaskan urutan langkah-langkah secara sistematis dalam setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan tersebut merupakan suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan tentang pengolahan data dan analisanya sehingga didapat hasil perhitungan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berikut dengan pembahasan dari hasil yang telah diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak instansi terkait.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Perawatan

Kegiatan perawatan (Maintenance) merupakan suatu fungsi yang sama

pentingnya di dalam suatu perusahaan dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi, keuangan, ataupun personalia. Kegiatan perawatan yang dilakukan ini dimaksudkan untuk menjaga peralatan dan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan agar fasilitas tersebut dapat dipakai (dalam kondisi stabil).

Secara definisi menurut Sofyan Assuari (2003) dikatakan bahwa perawatan adalah “suatu kegiatan untuk memelihara atau menjaga peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan”.

Sedangkan menurut Elwood S. Buffa (2003) pengertian perawatan adalah “prosedur-prosedur pengawasan kualitas mutu direncanakan untuk menjajaki ciri khas dari kualitas atau mutu dan untuk mengambil tindakan untuk mempertahankan serta memelihara kualitas atau mutu dalam batas-batas tersebut”

Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi perawatan adalah “Suatu kegiatan untuk menjaga dan mengadakan perbaikan terhadap peralatan pabrik dalam mempertahankan kualitas yang diperlukan, agar terdapat suatu keadaan operasi yang memuaskan sesuai dengan rencana“.


(17)

Jadi dengan adanya kegiatan perawatan yang baik dan tepat, maka peralatan atau fasilitas pabrik diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi sesuai dengan apa yang direncanakan dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu yang telah ditentukan.

2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan

Beberapa tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang

aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan

Industri, 2003 : 16-17) :

1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan

semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan adanya proteksi yang aman dari investasi modal.

2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang

dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.

3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk

manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan khususnya.

4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian

operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga standar perawatan yang benar.

5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan

melalui latihan.

Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder adalah (Corder, Anthony. Teknik Manajemen Pemeliharaan. 2003 ; 3) :


(18)

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya).

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment)

maksimum yang mungkin.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.1.2 Jenis-Jenis Perawatan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat

dibagi menjadi dua cara, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan Industri,

2003;27) :

1. Planned Maintenance

Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat.

2. Unplanned Maintenance

Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned

emergency maintenance).

Kegiatan perawatan atau maintenance yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003; 124-126) :

1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)

Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi


(19)

yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi.

a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.

b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, meningkat menjadi satu bulan sekali.

2. Corrective Maintenance

Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan, sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

3. Improvement Maintenance

Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat

menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance adalah :

a. Memudahkan operasi dari suatu mesin.

b. Memudahkan pemeliharaan.

c. Menaikan hasil kapasitas produksi.

d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan suatu mesin.

e. Meningkatan keselamatan kerja.

Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut

(Blanchard, Maintainability : a key to effective service ability and maintenance management, 2004) :


(20)

1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan

dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode

memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.

2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM). 3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses

data yang diperlukan untuk perawatan.

4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.

Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base Maintenance Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)

2.1.3 Tugas dan Kegiatan Perawatan

Perawatan merupakan fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk menjamin kelancaran proses produksinya, maka dengan adanya bagian perawatan dalam suatu perusahaan merupakan sesuatu yang diharapkan. Pada


(21)

dasarnya tugas dari bagian perawatan meliputi (Hamsi, Alfian. Manajemen Pemeliharaan Pabrik. 2004 ; 9) :

1. Perencanaan dan penugasan

2. Pemeriksaan dan pengawasan

3. Pengawasan bahan

4. Pekerjaan lapangan 5. Pekerjaan bengkel

Kegiatan-kegiatan perawatan, dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima pokok berikut (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003 ; 129-130) :

1. Inspeksi (inspections)

Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.

3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan servis dan pelumasan (lubrication).


(22)

Simbol Pengertian Untuk Operasi

Untuk Pemeriksaan

Proses operasi dan inspeksi

Untuk penyimpanan / menunggu

Untuk Transportasi

Tabel 2.1 simbol simbol kegiatan produksi 4. Pekerjaan Administratif

Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.

5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)

Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian perawatan.

Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu


(23)

a. Mengeliminasi pengaruh faktor lingkungan

b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan

c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan,

kebijakan suku cadang, pelatihan)

2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan cara :

a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)

b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance

Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).

c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan

d. Menyelenggarakan pelatihan

Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau pengevaluasian sebagai berikut :

1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time

Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan atau kegagalan peralatan

2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To

Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.

2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan

Beberapa faktor perlu dipertimbangkan bila kebijaksanaan (policy)


(24)

menjamin bahwa pemeliharaan dilaksanakan dengan efisiensi yang maksimum, dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :

a. Operational requirements

Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukkan fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.

b. Equipment characteristics (EC)

EC mencakup bagaimana suatu alat dibuat secara elektrik dan mekanik, dan cara bagaimana ia bisa bekerja secara memuaskan dan memenuhi operasional yang dikehendaki. Semakin besar kekomplekan suatu alat semakin sulit tugas pemeliharaan, karena akan semakin sulit pula mengisolir kegagalan. Bila tugas tsb semakin sulit, maka kebutuhan untuk pelatihan yang baik atau alat-alat bantu untuk pelaksanaan tugas akan semakin meningkat kepentingannya. Adalah sangat penting memperhatikan persyaratan-persyaratan awal (precaution) operasi suatu alat untuk keperluan keselamatan yang mencakup karakteristik elektrik dan mekanik. Karakteristik lain yang penting diperhatikan adalah persyaratan lingkungan kerja alat, yaitu kondisi eksternal terhadap alat dimana ia harus dioperasikan. Dalam hal ini adalah


(25)

sangat penting adanya hubungan yang erat antara kondisi lingkungan, keandalan dan kebijaksanaan pemeliharaan.

c. Aids to maintenance

Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk

pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.

d. Training

Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training

adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus

pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang

dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah kurangnya kemampuan teknisi yang ada.

e. Job environment

Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja, faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia untuk melengkapi tugas dan safety precaution.


(26)

Kebijaksanaan perawatan yang paling baik adalah hasil kombinasi optimum dari kontribusi faktor-faktor tersebut diatas. Dan adalah agak sulit untuk menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :

1. Data informasi keadaan alat (status alat)

2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem

kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.

3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen

(basis data instrumen).

Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut :


(27)

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)

2.3 Kegagalan (Failures)

Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk menjalankan fungsinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan.14-17) : 1. Kegagalan primer (primary failure)

Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada

design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer.

2. Kegagalan sekunder (secondary failure)

Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stres yang berlebihan yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang merupakan penyebab kegagalan sekunder. Stres ini melibatkan amplitudo dari kondisi yang tidak dapat ditolrir, frekuensi, durasi, atau polaritas, dan input sumber-sumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik, atau radioaktif. Stres ini disebabkan oleh komponen-komponen yang ada disekitar


(28)

atau lingkungan disekitar komponen yang mengalami kegagalan, yang melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menybabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi.

3. Kesalahan perintah (command faults)

Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau

noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan komponen pada keadaan semula.

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen Sumber : Keandalan dan Perawatan (Dwi Priyanta)


(29)

Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen.

Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component

failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.

2.4 Keandalan

Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya andal, mana yang kurang andal akan sangat membantu tugas pemeliharaan. Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor: temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.

Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu.


(30)

Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi diatas dibuat lebih spesifik (Abbas, Sachbudi. Rekayasa Keandalan Produk. 2005 ; 2) :

1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu

kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relatif terhadap fungsi yang dilakukan oleh komponen atau sistem.

2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus

diidentifikasikan dengan tegas.

3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi

normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain, lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian.

2.4.1 Fungsi Keandalan

Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya adalah waktu dengan :

{

T t

}

P t

R( )= ≥ ... (2.1) dimana : R(t)≥0,R(0)=1 dan lim ( )=0

∞ → R t

t

R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau sama dengan t

Jika didefinisikan menjadi :

} { ) ( 1 )

(t R t P T t

F = − = < ... (2.2) dimana : F(0) = 0 dan lim ( )=1

∞ → F t

t

F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t

Pada saat t = 0 komponen atau sistem berada dalam kondisi akan beroperasi, sehingga probabilitas komponen atau sistem itu untuk mengalami


(31)

kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat t = ∞, probabilitas untuk mengalami kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung mendekati 1 (Ebeling, Charles E. Reliability and Maintanability Engineering. 1997 ; 23-24).

Dengan berpedoman bahwa R(t) sebagai fungsi keandalan dan F(t) sebagai fungsi distribusi kumulatif dari distribusi kegagalan, maka :

dt t dR dt

t dF t

f( )= ( ) =− ( ) ... (2.3)

Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)≥0 dan

1 ) (

0 =

f t d t , sehingga

=

t

dt t f t F

0

) ( )

( ... (2.4)

=

t

dt t f t

R( ) ( ) ... (2.5)

2.4.2 Laju Kegagalan

Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu kurva dengan variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life period), dan masa aus (wear out period).


(32)

Gambar 2.4 Kurva Bathub

Sumber : Reliability And Maintainability Engineering (Charles E. Ebeling)

1. Periode 0 sampai dengan t1, mempunyai waktu yang pendek pada permulaan

bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun

dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure

Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam proses menufacturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan (burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull

dengan α >1

2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang

disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode

0 t1 t2

t

λ(t)

Random Failures Early Failures

Burn-in Useful life Wearout


(33)

pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan α =1

3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan

bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate

(IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang sesuai adalah Distribusi Weibull dengan α >1

Gambar 2.5 Failure Rate

Sumber : Maintenance Planning and Schedulling (Timoty C. Kister)

Probabilitas dari komponen untuk mengalami kegagalan pada interval waktu antara t dan t+∆t, jika komponen itu diketahui berfungsi pada saat t dapat


(34)

diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(t+∆t)−F(t) sehingga menjadi :

) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t

P < ≤ +∆ > = +∆ − ... (2.6)

Dengan interval waktu ∆t dan membuat ∆t→0, maka akan diperoleh laju

kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t)

(Dwi Priyanta, 13-15).

) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (

0 t R t

t F t t F t z t ∆ − ∆ + = →

∆ ... (2.7)

) ( ) ( ) ( t R t f t

z = ... (2.8)

Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :

dt t dR t R t

z ( )

) ( 1 )

( =− ... (2.9)

Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1 menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t − =

... (2.10)

Atau

e

t

du u z t

R = −∫0

) (

)

( ... (2.11) Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = λ maka berubah menjadi :

e

t

t

R( )= −λ ... (2.12)

2.4.3 Mean Time To Repair

Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean Time To Repair diberlakukan sebagai variable random karena kejadian yang


(35)

berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR diperoleh dengan menggunakan rumus :

∞ ∞ − = = 0 0 )) ( 1 ( ) (

.h t dt H t dt

t

MTTR ... (2.18)

Dimana :

h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan

t : waktu

2.4.4 Distribusi Kegagalan

Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu : (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan. 23-29)

1. Distribusi Lognormal

Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability density function :

            − = 2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f

π dan t≥0 ... (2.19)

Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :

    = 2 exp 2 s t

MTTF med ... (2.20)

dengan variance :

[

exp( ) 1

]

)

exp( 2 2

2

2 = −

s s

tmed


(36)

dan fungsi keandalan :     Φ − = med t t s t

R( ) 1 1ln ... (2.22)

Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure dan σ adalah variance.

2. Distribusi Weibull

Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi Weibull dengan tiga parameterβ,ηdanγ , maka probability density function dapat dirumuskan sebagai :

e

t t t f β η γ β ηγ

ηβ 

   − − −     − = 1 )

( ... (2.23)

dengan : β = shape parameter, η = scale parameter, γ = shape parameter

Jika nilai dari γ = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua parameter yaitu β dan η dengan probability density function :

e

t t t f β η β η

ηβ 

   − −     = 1 )

( ... (2.24)

Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :

    + Γ +

= 1 1

β η γ

MTTF ... (2.25)

dengan variance sebagai :

                  + Γ −     + Γ = 2 2 2 1 1 1 2 β β η

σ ... (2.26)

dan fungsi keandalannya adalah :

e

t t R β η γ     − − = )


(37)

dimana Γ(x)adalah fungsi gamma :

− −

=

Γ x x y

dy e y x 0 1 )

( ... (2.28) 3. Distribusi Eksponensial

Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara eksponensial dengan parameter λ, maka probability density function dapat dirumuskan sebagai :

t e t

f( )=λ −λ ... (2.29)

Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :

λ 1 ) ( 0 = =∞

R t dt

MTTF ... (2.30) dengan variance :

∞ − =       − = 0 2 2

2 1 1

λ λ λ σ λ dt e

t t ... (2.31) dan fungsi keandalannya yaitu :

t e t

R( )= −λ ... (2.32)

2.5 Diagram Pareto

Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan

klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik. 3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.


(38)

4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative

masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.

Gambar 2.6 Diagram Pareto

Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton)

Tujuan dari diagram pareto adalah (Ariani, Dorothea Wahyu. Pengendalian Kualitas Statistik. 2004 ; 19) :

1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera

diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (rangking terendah).

2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha


(39)

3. Memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya terbatas untuk menyelesaikan masalah.

4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.

2.6 Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus memenuhi fungsinya untuk kepuasan user (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005).

Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah (Hutabarat, Rilly. Reliability Centered Maintenance) :

1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya

(maintainability) baik.

2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement

pada desain awal yang kurang baik.

3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan

kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama dioperasikan.


(40)

Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih

efisien.

2. Meminimasi frekuensi dilakukannya overhaul.

3. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance

atau overhaul yang tidak perlu.

4. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas produksi.

5. Menambah keandalan komponen

Pada dasarnya Reliability Centered Maintenance berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang item atau peralatan yang menjadi obyek penelitian.

Ketujuh pertanyaan mendasar Reliability Centered Maintenance tersebut antara lain (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005 ; 7) : 1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks

operasional saat ini ?

2. Bagaimana item atau peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya ? 3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut ?

4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan ? 5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi?

6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah

masing-masing kegagalan tadi ?

7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak


(41)

2.6.1 Functions and Performance Standards

Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa beberapa aset fisik bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam operasi aktual, maka harus :

1. Ditentukan apa yang pengguna ingin lakukan.

2. Meyakinkan bahwa ini dapat dilakukan dimana penggunanya akan

mengoperasikannya.

Tujuan dari functions and performance standards adalah untuk

menentukan fungsi dari equipment systems agar dapat beroperasi sesuai dengan

performance standards yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan perusahaan.

Dengan berpedoman pada functions and performance standards, maka dapat

dilakukan identifikasi apakah fungsi dari system tersebut menjalankan fungsinya dengan baik.

RCM mendefinisikan fungsi dari setiap aset disertai dengan performance standards yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan dalam melakukan pengunaan dikategorikan dalam 2 fungsi, yaitu :

1. Fungsi primer merupakan fungsi utama, seperti output, kecepatan, kapasitas, kualitas produk atau pelanggan.

2. Fungsi standar artinya dimana diharapkan bahwa setiap aset dapat melakukan lebih dari fungsi primer, seperti keselamatan, baik bagi lingkungan, pengendalian, integritas, struktur, ekonomi, proteksi maupun efisiensi operasi. Para pengguna dari aset fisik biasanya dalam posisi terbaik dengan mengetahui secara pasti apa kontribusi setiap aset secara fisik dan keuangan dalam organisasi.


(42)

2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis

Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama

kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineers yang sedang

mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami

malfungsi. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented

approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi.

FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem.

Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen,

rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.

Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut :

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan

keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat

diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial , serta mengidentifikasi seberapa besar


(43)

4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk

membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysisadalah sebagai berikut :

1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah

terjadi.

2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi

kegagalan.

3. Pemakaian proses baru.

4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan.

5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru

Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta

hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah

penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu : 1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Severity adalah suatu perkiraan subyektif mengenai kerumitan


(44)

suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.

Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA

Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi

1 Tidak ada

akibat

Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan

Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian

2

Akibat sangat ringan

Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti

Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian

3 Akibat

ringan

Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan

Proses berada diluar pengendalian beberapa penyesuaian diperlukan

4 Akibat

minor

Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil

Kurang dari 30 menit

downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi

5 Akibat

moderat

Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah

menimbulkan beberapa kegagalan produk

30 – 60 menit downtime

6 Akibat

signifikan

Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk

1 – 2 jam downtime

7 Akibat

major

Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan

2 – 4 jam downtime

8 Akibat

ekstrim

Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin

4 – 8 jam downtime

9 Akibat

serius

Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja

> 8 jam downtime

10 Akibat

berbahaya

Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja


(45)

2. Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi

dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible

failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10.

Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA

Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian

1 Hampir tidak

pernah

Kerusakan hampir tidak pernah terjadi

>10.000 jam operasi mesin

2 Remote Kerusakan jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam

operasi mesin

3 Sangat

sedikit

Kerusakan terjadi sangat sedikit

3.001 – 6.000 jam operasi mesin

4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam

operasi mesin

5 Rendah Kerusakan terjadi pada

tingkat rendah

1.001 – 2000 jam operasi mesin

6 Medium Kerusakan terjadi pada

tingkat medium

401 – 1.000 jam operasi mesin

7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi mesin

8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi

mesin

9 Sangat

tinggi

Kerusakan terjadi sangat

tinggi 2 – 10 jam operasi mesin

10 Hampir

selalu Kerusakan selalu terjadi < 2 jam operasi mesin

3. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection, jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol


(46)

yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table dibawah ini :

Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA

Rating Akibat Kriteria Verbal

1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi

penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan

2 Sangat tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan

3 Tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan

4 Moderat tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial

kegagalan dan mode kegagalan

5 Moderat

Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

6 Rendah

Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

7 Sangat rendah

Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

8 Sedikit

Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

9 Sangat sedikit Perawatan preventif memiliki sangat sedikit


(47)

dan mode kegagalan

10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

4. Risk Priority Number

Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari

keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan

menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan

kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN

dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

RPN = S x O x D ... (2.33)

Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah sebagai berikut :

1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA.

2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.

3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.

4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .

5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan system.

6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan. 7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari

suatu proyek tersebut terjadi.

8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat


(48)

9. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus RPN = S x O x D

2.6.3 Failure Consequences

Dalam Reliability Centered maintenance konsekuensi kegagalan

diklasifikasikan dalam 4 bagian yaitu (Moubray, John. Reliability Centered

Maintenance second edition. 2005;10-11) : 1. Hidden Failure Consequences

Dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat setelah kegagalan berlangsung.

2. Safety and Environmental Consequences

Safety Consequences terjadi apabila sebuah kegagalan fungsi suatu item

mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.

Environmental Consequences terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item

berdampak pada kelestarian lingkungan. 3. Operational Consequences

Suatu kegagalan dikatakan mempunyai konsekuensi operasional ketika berakibat pada produksi atau operasional.

4. Non Operational Consequences

Kegagalan tidak termasuk dalam konsekuensi keselamatan atau produksi tetapi hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.

2.6.4 Proactive Task

Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untuk menghindarkan item dari kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan (failed


(49)

state). Kegagalan ini bisa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance. Dalam RCM predictive maintenance dimasukkan dalam aktifitas scheduled on condition task, sedangkan preventive maintenance dimasukkan dalam scheduled restoration task ataupun scheduled discard task. (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005;11-14) :

1. Scheduled restoration task dan scheduled discard tasks

Scheduled restoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi saat itu. Sedangkan scheduled discard task adalah tindakan mengganti item

padasaat atau batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item

saat itu.

2. On-condition task

Kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah terjadinya functional failure.

2.6.5 Default Action

Tindakan ini dilakukan ketika predictive task yang efektif tidak mungkin dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan. Default Action (Nordstrom, Jakob. RCM-based maintenance plans for different operational conditions. 2007 : 26) meliputi :

1. Failure finding

Failure finding meliputi tindakan pemeriksaan, apakah suatu komponen masih dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Failure finding hanya diaplikasikan pada hidden atau kegagalan yang tidak dapat dibuktikan secara langsung.


(50)

2. Redesign

Membuat suatu perubahan untuk membangun kembali kemampuan suatu sistem. Hal ini mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan juga perubahan prosedur.

3. No Scheduled Maintenance

No scheduled maintenance sering digunakan untuk kegagalan yang evident

(nyata) dan tidak mempengaruhi safety atau environment.

2.7 Biaya Pemeliharaan

Secara teoritis, total biaya pemeliharaan dapat digambarkan bahwa biaya pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance) seperti yang diuraikan dalam kurva dibawah ini :

Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance

Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM) Biaya

Optimasi (Biaya Pemeliharaan) Total Biaya (Total Cost)

Optimasi (Kebijakan Biaya Pemeliharaan yang rendah)

Breakdown Maintenance

Cost

Preventive Maintenance


(51)

Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain

biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian

(adjustment) dan biaya perbaikan (reparasi). Perbandingan biaya-biaya tersebut perlu dilakukan dengan tujuan berikut :

1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective

maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :

a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan

preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.

b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap

suatu peralatan disertai dengan harganya.

c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi konversi.

2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan dikeluarkan.

3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :

a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan

tersebut.


(52)

Berdasarkan pada keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara ekonomis belum tentu selamanya preventive maintenance yang terbaik dan perlu diadakan untuk setiap mesin atau peralatan. Hal ini karena dalam menentukan

mana yang terbaik secara ekonomis, apakah preventive maintenance ataukah

corrective maintenance saja, harus dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang akan terjadi.

Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan

Sistem Karakteristik

Fisik Ekonomis

Produksi a.Fungsi kerja b.Ciri Desain c.Umur

d.Kondisi Operasi e.Riwayat kerusakan f. Kebutuhan servis g.Pola keausan

h.Distribusi statistik untuk kerusakan dan umur ekonomis

a. Harga beli

b.Biaya pemasangan

c. Biaya downtime (biaya kesempatan)

Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian b.Distribusi statistik untuk

waktu inspeksi, waktu repair, waktu perawatan preventif

a. Biaya inspeksi

b.Biaya repair dan preventif yaitu tenaga kerja, suku cadang, overhead

c. Biaya idle dari peralatan perawatan

Beberapa proses produksi mungkin menggunakan komponen atau fasilitas dengan biaya pengadaan (investasi) yang rendah namun dalam jumlah yang besar. Komponen atau fasilitas ini memerlukan pertimbangan khusus sehubungan


(53)

dengan kebijaksanaan perawatannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan apakah sebaiknya dilakukan perawatan dengan penggantian grup atau individu. Untuk penggantian pencegahan ini dilakukan berdasarkan umur pakai dari komponen yang disebut dengan model Age Replacement. Tujuan model ini adalah untuk menentukan umur optimal dimana penggantian pencegahan harus dilakukan sehingga dapat meminimasi total downtime. Penggantian pencegahan dilakukan dengan menetapkan kembali interval waktu penggantian pencegahan berikutnya sesuai dengan interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut dilakukannya tindakan penggantian.

Asumsi yang digunakan pada model Age Replacement ini adalah :

1. Laju kerusakan komponen bertambah sesuai dengan peningkatan pemakaian

yang terjadi pada mesin tersebut.

2. Peralatan yang telah dilakukan penggantian komponen akan kembali pada

kondisi semula.

3. Tidak ada permasalahan dalam suku cadang.

Gambar 2.8 Model Age Replacement

Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)

Waktu 0

Penggantian

kerusakan Penggantian

pencegahan

Penggantian

kerusakan Penggantian

pencegahan


(54)

Gambar 2.9 Siklus dalam model Age Replacement

Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)

Berdasarkan pada Gambar 2.5 diatas maka terdapat dua macam siklus penggantian pada model Age Replacement sebagai berikut :

1. Siklus 1, siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian

pencegahan, Ditentukan melaui komponen yang telah mecapai umur penggantian (tp) sesuai dengan yang telah direncanakan.

2. Siklus 2, siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian

kerusakan. Ditentukan melalui komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam jurnal analisis penjadwalan dan biaya perawatan oleh Didik Wahjudi dan Amelia, menyebutkan bahwa perawatan yang baik akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan pada waktu proses produksi sedang tidak berjalan. Semakin sering perawatan suatu mesin dilakukan akan meningkatkan biaya perawatan. Disisi lain bila perawatan yang tidak dilakukan akan mengurangi performa kerja dari mesin tersebut. Pola maintenance yang optimal perlu dicari supaya antara biaya perawatan dan biaya kerusakan bisa seimbang pada total cost

yang paling minimal.

Operasi Operasi

Siklus 2 Siklus 1

Penggantian pencegahan

Penggantian kerusakan

atau


(55)

Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung preventive cost atau biaya karena perawatan adalah :

(

)

[

Biayaoperator +Biayamekanik ×

]

+Hargakomponen

= MTTR

CM ... (2.34)

Sedangkan Failure cost meruapakan biaya yang timbul karena terjadi

kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi berhenti pada saat produksi sedang berjalan. Rumus yang digunakan adalah :

(

)

[

]

komponen Harga downtime Biaya mekanik Biaya operator Biaya + × + + = MTTR CF ... (2.35)

Adapun formulasi perhitungan model Age Replacement, yaitu :

∞ − + − + = tp dt t tf tp tpR tp R CF tp CMR tp C ) ( ) ( )] ( 1 [ ) ( )

( ... (2.36)

Dimana :

C(tp) = Total biaya pencegahan persatuan waktu

CM = Biaya pencegahan

CF = Biaya kerusakan

R(tp) = Probabilitas pencegahan 1-R(tp) = Probabilitas kerusakan

tp = Waktu pencegahan

tf = Waktu kerusakan

Jika CF dan CM nilainya kira-kira hampir sama, maka pelaksanaan perawatan akan menjadi tidak ekonomis. Untungnya, dalam banyak hal CM << CF, dan pelaksanaan perawatan dapat ditentukan bagi komponen dengan fungsi laju kegagalan yang semakin meningkat. Untuk total biaya perawatan merupakan


(56)

M M F

F f C f

C

TC = +

    +       =

T M C d t t T M C M T M F 1 ) ( 1 0 λ       +

TM M F t dt C C

TM 0 ( )

1

λ ... (2.37) Untuk data berdistribusi Weibull, maka biaya total perjamnya adalah :

M M F T C TM C

TC = β β−1+

η ... (2.38) Harga total perunit waktu untuk perbaikan dan perawatan adalah :

K = CM . NM + CF.NF ... (2.39)

Untuk mendapatkan harga yang optimum dari TM atau interval perawatan,

definisikan Ko = K/CF sebagai fungsi dari TM dan dapatkan harga TM yang

meminimumkan Ko. M F M F F N C C N C K

Ko= = + ... (2.40)

      +

= TM

M

F M N C C dt t L TM Ko 0 ) ( 1 ... (2.41) Atau      +

= TM

M

F M N C C dt t L TMKo 0 )

( ... (2.42)

Dengan mendiferensialkan persamaan (2.37) terhadap TM, maka

) (TM L dTM dK TM

Ko+ = ... (2.43)

dimana Ko TM TM L TM dTM dKo 1 ) ( 1 −


(57)

Dengan menyamakan dKo / dTM sama dengan nol dan mensubsitusikan Ko dari persamaan (2.38), akan peroleh persamaan yang perlu untuk untuk mendapatkan harga optimum TM, yaitu :

+ = TM F M C C dt t L TM TML 0 ) ( )

( ... (2.45)

Selain itu juga dapat menggunakan persamaan

( )

( )

( )

TM R

TM R TM = '

λ ... (2.46) maka diperoleh

( )

( )

CM CF CF TM R dt TM R TM TM − = +

0 ) (

λ ... (2.47)

Untuk distribusi Weibull diketahui bahwa :

( )

m

t e t

R 

    −

= θ dan

( )

1 −       = m t m t θ θ λ

Dimana θ =η dan m=β , maka didapatkan

(

1

)

−1

− =       − CM CF CF TM m m

θ sehingga

β β η 1 1 1 .     − = CM CF CM

TM ... (2.48)

Data penting yang harus dimiliki untuk dapat melakukan analisis yang baik terhadap masalah ini adalah distribusi peluang kerusakan dan biaya estimasi yang terlibat dalam penggantian.


(58)

2.8 Penelitian-Penelitian Terdahulu

1. Penetapan Interval Perawatan Pencegahan Yang Optimal Pada Mesin Kiln & Coal Mill untuk Minimasi Biaya PT. Semen Gresik (Persero) Tbk oleh Teddy Finlay D.

Penelitian ini menitikberatkan pada penentuan interval perawatan pencegahan

dengan biaya perawatan yang minimal dengan menggunakan metode Age

Replacement dengan kriteria minimasi biaya. Dalam metode ini, penggantian komponen dilakukan dengan menetapkan kembali interval penggantian berikutnya sesuai dengan interval yang telah ditentukan sebelumnya jika terjadi kerusakan.

2. Perancangan Sistem Kebijaksanaan Perawatan Berdasarkan Reliability

Centered Maintenance di PG Meritjan-Kediri oleh Cahyo Purnomo Prasetyo dan Suparno.

Penelitian ini menitikberatkan pada penyebab utama tingginya downtime

akibat kerusakan mesin di pabrik gula dikarenakan usia pabrik yang tua dan alat produksi yang aus. Kondisi ini mengakibatkan inefisiensi di pabrik gula bukan hanya disebabkan oleh tingginya beban biaya perbaikan (repair cost), namun juga biaya konsekwensi operasional (operational consequence cost) yang harus ditanggung akibat tidak tercapainya target produksi. Salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi pada pabrik gula adalah dengan penerapan sistem kebijaksanaan perawatan yang tepat. Reliability Centered Maintenance

(RCM) menggunakan teknik Preventive Maintenance, Predictive

Maintenance, Reactive Maintenance dan Proactive Maintenance (Failure Mode and Effect Analysis) dalam sebuah cara terintegrasi untuk


(59)

meningkatkan kemungkinan mesin atau komponen berfungsi dengan perawatan minimum dan biaya paling rendah.

3. Penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM ) & Reliability Centered Spares (RCS) dalam Perancangan Manajemen Perawatan (Studi Kasus Di PT. Polosari Kemasindah Gresik) oleh Achmad Syukron Zamany.

Penelitian ini menitikberatkan pada pengembangan manajemen perawatan yang ada di PT. Polosari Kemasindah Gresik pada unit produksi outer cloth

yang frekuensi kerusakan mesin masih tinggi sebelum interval perawatan yang sudah dijadwalkan dilaksanakan. Metode penelitian yang digunakan adalah

Reliability Centered Maintenance (RCM ) dan Reliability Centered Spares

(RCS) untuk mendapatkan interval perawatan ditinjau dari meminimasi biaya perawatan dan perencanaan kebutuhan suku cadang. Analisa kualitatif pada

metode RCM meliputi FMEA dan RCM Decision Diagram untuk

mengidentifikasi jenis perawatan yang dilaksanakan, penyebab kerusakan dan efek dari kegagalan yang terjadi.

4. Perencanaan Interval Perawatan Mesin Injection Moulding dengan Metode

Reliability Centered Maintenance (RCM) di PT. Rexplast oleh Agus Budiharso.

Penenlitian ini menitikberatkan pada penentuan jenis kegiatan perawatan mesin terjadwal yang sesuai dengan keadaan sekarang dan menetapkan interval perawatan terjadwal yang optimal sehingga menghasilkan biaya total perawatan dan perbaikan yang minimal dari 17 mesin yang ada di bagian

Injection Moulding. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(1)

4.8 Penentuan Biaya Perawatan

Biaya perawatan dihitung berdasarkan pada biaya langsung yaitu biaya tenaga kerja perawatan langsung, biaya masing-masing komponen dan biaya tak langsung yaitu biaya konsekuensi operasional untuk memperoleh biaya kerugian dan biaya perbaikan.total. Biaya perawatan merupakan penjumlahan kumulatif antara biaya kegagalan dan biaya perawatan sehingga dapat dirumuskan :

M M F

F f C f

C

TC = +

    +       =

T M C d t t T M C M T M F 1 ) ( 1 0 λ       +

TM M

F t dt C

C

TM 0 ( )

1 λ

Untuk data berdistribusi Weibull, maka biaya total perjamnya adalah :

M M F T C TM C

TC = β β−1+

η

Contoh perhitungan biaya perawatan pada Bearing :

M M F T C TM C

TC = β β−1+ η

(

)

95,67 7 1.775.181, 95,67 32,3431 ,7

61.784.381 5,99732 1

5,99732 +

= −

= Rp. 49.315,54 per jam

Untuk perhitungan yang selanjutnya dapat dilihat pada lampiran K.

Maka dengan cara yang sama diperoleh hasil perhitungan biaya perawatan seperti yang ada pada tabel 4.14


(2)

Tabel 4.14 Biaya Perawatan berdasarkan interval perawatan

Sub Mesin Komponen β(Shape) η(Scale) CM (Rp) CF(Rp) TM

(jam)

TC (Rp jam)

Centrifuge Bearing 5.99732 32.3431 1.775.181,7 61.784.381,7 95,67 49.315,54

Screen 5.42804 36.6215 4.934.456,15 72.501.856,15 267,47 208.673,43

Gear Unit

Bush 5.17367 32.5991 1.644.624,75 61.625.624,75 89,38 141.447,3

Shaft 18.3294 24.4126 1.311.635,85 48.736.235,85 67.51 8.780,22

Rotary Driyer

Dry Belt 7.59122 25.6813 2.452.850,6 50.698.450,6 130,56 16.984,8

Dry Bush 5.78495 29.1473 2.815.931,2 55.727.131,2 155,12 74.525,23

Mother Liquor Pump

Acid Feed 3.64614 21.5049 1.455.968,2 40.239.168,2 80,73 51.681,08

Armoflo 6.91020 25.6391 1.646.724,15 49.582.124,15 88,072 18.896,28

Total 16.537.372,6 440.894.972,6 974,512 570.303,88

(Sumber Informasi : Hasil Pengolahan Data 2010, Lampiran K)

Setelah diperoleh biaya perawatan sesuai dengan interval perawatan (TC), maka selanjutnya dapat dihitung efisiensi biaya perawatan pada masing-masing komponen kritis sebagai berikut :

Contoh Perhitungan effisiensi :

Effisiensi = 100% 4,78%

570.303,88 570.303,88 597.585,30

= ×

Untuk perhitungan yang selanjutnya dapat dilihat pada lampiran L.

Tabel 4.15 Effisiensi Biaya Perawatan

Sub Mesin Komponen TC (Rp/jam) TC Awal Effisiensi (%)

Centrifuge Bearing 49.315,54 50.285,55 1,96

Screen 208.673,43 215.725,25 3,37

Gear Unit Bush 141.447,3 158.235,6 11,86

Shaft 8.780,22 9.201,10 4,79


(3)

4.9 Pembahasan

1. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode Reliability Centered Maintenance II (RCMII) Decision Worksheet maka, Sub mesin Centrifuge: Bearing dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 95,67 jam; Screen dengan scheduled Discard task dan interval perawatan selama 267,47jam; Sub mesin Gear Unit: Bush dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 89,38jam; Shaft dengan scheduled on condition task dan interval perawatan selama 67.51jam; Sub mesin Rotary Driyer: Dry Belt dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 130,56jam; Dry Bush dengan scheduled on condition task dan interval perawatan selama 155,12jam; Sub mesin mother liquor pump: Acid Feed dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 80,73jam; Armoflo dengan scheduled Discard task dan interval perawatan selama 88,072jam;

2. Berdasarkan hasil analisa dan pengolahan data dengan metode Reliability Centered Maintenance, maka total biaya perawatan (TC) optimal berdasarkan pada interval perawatan pada komponen yang memiliki kegagalan potensial adalah Bearing sebesar Rp. 49.315,54 perjam; Screen sebesar Rp. 208.673,43 perjam; Bush sebesar Rp. 141.447,3 perjam; Shaft sebesar Rp. 8.780,22 perjam dan Dry Belt sebesar Rp.16.984,8 perjam, Dry Bush sebesar Rp. 74.525,23 perjam ; Acid Feed sebesar Rp. 51.681,08 per jam ; Armoflo sebesar Rp. 18.896,28 perjam.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan interval perawatan dengan metode RCM II Decision Worksheet

dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Sub mesin Centrifuge: Bearing dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 95,67 jam; Screen dengan scheduled Discard task

dan interval perawatan selama 267,47jam; Sub mesin Gear Unit: Bush dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 89,38jam; Shaft dengan scheduled on condition task dan interval perawatan selama 67.51jam; Sub mesin Rotary Driyer: Dry Belt dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 130,56jam; Dry Bush dengan scheduled on condition task dan interval perawatan selama 155,12jam; Sub mesin mother liquor pump: Acid Feed dengan scheduled restoration task dan interval perawatan selama 80,73jam; Armoflo dengan scheduled Discard task

dan interval perawatan selama 88,072jam;

2. Total biaya perawatan (TC) optimal berdasarkan pada interval perawatan sebesar Rp570.303,88 dengan effisiensi berada pada kisaran 4,78 %


(5)

2. Untuk Komponen yang masih mengalami breakdown maintenance, diharapkan agar melakukan tindakan perawatan pencegahan secara intensif untuk menghindari terjadinya kerusakan yang dapat mempengaruhi biaya perawatan dan perbaikan komponen.

3. Diperlukan pencatatan secara berkala pada setiap kegiatan perawatan yang dilakukan, baik scheduled on condition task, scheduled restoration task dan

scheduled discard task. Pelaksanaan dari masing-masing scheduled tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan kondisi komponen serta biaya yang diperlukan untuk perbaikan maupun penggantian.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sachbudi., 2005, Rekayasa Keandalan Produk, Hal, 2.

Ariani, Dorothea Wahyu., 2004, Pengendalian Kualitas Statistik, Yogyakarta. Assauri, Sofjan., 2003, Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Blanchard, 2004, Maintainability : a key to effective service ability and maintenance management, John Willey and Sons, New York.

Hamsi, Alfian, 2004, ”Manajemen Pemeliharaan Pabrik”, Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara

Purnomo, Cahyo,2006, Jurnal ”Perancangan Sistem Kebijaksanaan Perawatan Berdasarkan Reliability Centered Maintenance II Di PG Meritjan – Kediri” Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Moubray, John., 2005, Reliability Centered Maintenance second edition, Industrial Press Inc, New York.

Nordstrom, Jakob., 2007 RCM-based maintenance plans for different operational conditions, Lulea University of Technology.

Supandi, 2003, Manajemen Perawatan Industri, Ganeca Exact, Bandung.

Zamany, Achmad Syukron, 2007, “Penerapan Reliability Centered Maintenance II (RCM II) & Reliability Centered Spares (RCS) dalam Perancangan Manajemen Perawatan (Studi Kasus Di PT. Polosari Kemasindah Gresik)”, Teknik Industri, UPN “Veteran” Jawa Timur