Pengaruh Haptic Communication terhadap partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas

(1)

! !

PENGARUH HAPTIC COMMUNICATION PADA PARTISIPASI ANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Bianca Erika Atmadjaja

109114046

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

HALAMAN MOTTO

“Keep on going, Dreamer!”

-Bianca Erika Atmadjaja-

“Our limit is above the sky. If you can dreamed it, You can do it”

-Bianca Erika Atmadjaja-

“GROWN UP MEANS STRUGGLE IN IMPERFECTION FOR

THE BETTER”


(3)

(4)

(5)

! !

HALAMAN PERSEMBAHAN

SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI

KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA DAN

SEMUA YANG SENANTIASA

MENDUKUNG, KELUARGA INTI,

KELUARGA BESAR ATMADJAJA DAN

EKOPURNOMO, DOSEN, PSIKOLOG,

TEMAN, SAHABAT YANG SELALU SETIA,

DAN SEMUA ORANG YANG SELALU

MENDUKUNG SAYA DALAM PROSES

PENGERJAAN PENELITIAN INI. TERIMA

KASIH TELAH MEMBERIKAN

DUKUNGAN MORAL MAUPUN MATERI

KEPADA SAYA.


(6)

(7)

! !

PENGARUH HAPTIC COMMUNICATION PADA PARTISIPASI ANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh haptic communication pada partisipasi anak dalam proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh positif dari haptic communication pada partisipasi siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas 3 yang berjumlah 32 siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik Wilcoxon. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara haptic communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Pemberian haptic communication akan meningkatkan frekuensi partisipasi siswa. Sebaliknya, jika tidak diberikan haptic communication, maka semakin sedikit frekuensi partisipasi. Hasil analisis data menunjukan rata-rata pretest 6,59 dan posttest 10,95 dengan sig. 0,00 (sig. >0,05), yang berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan antara haptic communication pada partisipasi siswa.


(8)

THE EFFECT OF HAPTIC COMMUNICATION ON STUDENTS PARTICIPATION DURING TEACHING AND LEARNING PROCESS IN

THE CLASSROOM

Study in Psychology in Sanata Dharma University

Bianca Erika Atmadjaja

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the effect of haptic communication on student’s participation during the classroom teaching and learning process. This research used experiment quasi method. This research proposed the hypothesis that haptic communication has a positive effect on student participation in class. The subject in this research was a group of 32 third grade students. The analysis showed that there is a positive and significant effect of haptic communication on student’s participation. The presence of haptic communication corresponded to a higher level of student participation. Conversely, the absence of haptic communication corresponded to a lower level of student participation. The data resulted in a pre-test mean of 6,59 and post-test mean of 10,95, with sig.= 0,00 (sig.>0,05), indicating that the positive effect of haptic communication on student’s classroom participation is significant.

Key Word : haptic communication, student’s participation, teaching and learning process "

" "


(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan yang maha baik dan maha pengasih atas segala penyertaan dan bimbingan-Nya selama proses pengerjaan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila dalam proses penulisan terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Papap dan Mamam yang selalu mendoakan, percaya, dan mendukung saya

dalam proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

2. Kepada Aretha Nessia Atmadajaja yang selalu menjadi inspirasi dan contoh

yang baik.

3. Kepada Keluarga Besar Atmadjaja dan Eko Purnomo yang selalu percaya

dan mendukung selama proses penulisan.

4. Dosen pembimbing skripsi saya ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si. yang selalu

sabar dan memberi arahan selama proses pengerjaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M. Psi., Psi. dan P. Henrietta PDADS., M. A.

selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, membagikan ilmunya, dan membantu proses pengujian dan pengerjaan revisi.

6. Ibu Passchedona Hendrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, S. Psi., M.A.

yang menjadi Dosen Pembimbing Akademis saat semester satu dan semester akhir dalam proses perkuliahan saya.


(11)

! !

7. Alm. Ibu Lusi yang telah menjadi Dosen Pembimbing Akademik selama

tahun 2010 – 2016. Terima kasih karena sudah memperhatikan saya dan teman-teman. Bukan hanya akademis namun juga ajaran mengenai kehidupan yang berguna bagi saya.

8. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

10. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu

selama penulis menempuh bangku kuliah.

11. Seluruh staff dan ex staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak

Gi, Mas Muji, dan Mas Doni. Terima kasih untuk segala dukungan dan keramahan yang selalu diberikan dalam menempuh studi di Fakultas Psikologi.

12. Kepada kepala sekolah, guru, dan staff di SD Tarakanita 5 Rawamangun,

SD Kanisius Condong Catur, SD Pangudi Luhur, dan SD Kanisius Demangan Baru 1 yang telah bersedia membantu kelancaran penulisan penelitian ini. Terutama bagi guru wali kelas 3 yaitu Ibu Chandra, Ibu Novi, dan Ibu Devi terima kasih waktu dan kesempatan yang telah diberikan.

13. Seluruh subjek penelitian ini yang telah besedia meluangkan waktu dan

tenaga. Semoga kalian tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.


(12)

14. Kepada seluruh tim observer Yoga, Luna, Agnes, Yovi, Sita, Yutti, dan Dita Mba Ndud, Terima Kasih bantuannya.

15. Teman-teman lain yang pernah nyekrip bersama, seperti Ko Albert

Mahendra, Keket, Helen, Pakde, ChaCha, Tyastri, Nova Opa, dan semua teman yang selalu mengingatkan untuk selalu optimis.

16. Teman-teman Kos Zahra yang selalu menyemangati dan memberikan

dukungan. Terima Kasih Iin sudah menjadi teman siaga, Bintang, Axl, Depi, Tien, Denis, Tasha, Sesa, Pitri, dan Nia.

17. Saudara Asisten P2TKP, terutama angkatan 2013 yang telah menjadi

penyemangat dalam penulisan.

18. Anggota grup WhatsApps “Support Sistem” yang selalu siap menolong dan

menyemangati. Terima Kasih Rika, Fiona, Grace, Wuri, dan Yovino.

19. Teman-teman SLPers batch #6 terima kasih semangatnya Yoga, Pinta, Desi,

Laksono, dan Yudhytha. Terutama Yoga teman seperjuangan penulis, Terima Kasih Yoga.

20. Teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2010. Semoga kita bisa

bertemu lagi di lain waktu dan lain kesempatan.

21. Semua keluarga besar mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma mulai dari angkatan pertama sampai 2016 yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

22. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas dukungan, doa, dan semuanya yang kalian berikan kepada penulis.


(13)

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : LANDASAN TEORI ... 9

A.Haptic Comunication ... 9

1.Definisi ... 9


(15)

! !

3.Manfaat Haptic ... 11

B.Partisipasi Anak dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas ... 14

1.Definisi ... 14

2.Manfaat partisipasi anak dalam kelas ... 16

3.Faktor yang mempengaruhi partisipasi ... 17

C.Masa Anak-anak ... 18

D.Dinamika Haptic Communication dan Partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar ... 22

E.Skema ... 25

F.Hipotesis ... 25

BAB III : METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B.Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

C.Definisi Oprasional ... 27

D.Subjek Penelitian ... 27

E.Desain Penelitian ... 27

F.Metode Pengambilan Data ... 28

G.Alat Ukur ... 29

H.Prosedur Eksperimen ... 31

I. Validitas dan Reliabilitas ... 32

1.Validitas ... 32

2.Reliabilitas ... 33


(16)

1.Uji Asumsi ... 34

2.Uji Hipotesis ... 35

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Orientasi Kancah ... 36

B. Persiapan Penelitian ... 36

C. Pelaksanaan Penelitian ... 39

D. Hasil Penelitian ... 41

E. Pembahasan ... 44

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

C. SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(17)

! !

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aspek utama dalam pendidikan ialah proses belajar mengajar dengan guru sebagai pemeran utamanya. Proses belajar mengajar merupakan proses yang dilakukan guru dan siswa. Proses ini berbentuk tindakan timbal balik dalam situasi edukatif. Proses belajar mengajar dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan (Usman, 2009). Tindakan timbal balik dalam suatu proses belajar mengajar menekankan bahwa guru dan siswa saling berinteraksi dalam kegiatan tersebut.

Guru merupakan pemeran utama dalam kelas. Guru yang berkompeten dapat membuat lingkungan belajar yang efektif. Lingkungan belajar yang efektif dapat mendukung siswa untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa (Usman, 2009). Hal ini menunjukan bahwa guru bertanggung jawab atas terciptanya lingkungan belajar yang efektif.

Kondisi belajar mengajar yang efektif menurut Usman (2009) merupakan lingkungan yang melibatkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, melibatkan siswa secara aktif. Guru bertugas mengajar, dalam arti membimbing siswa agar siswa ikut serta dalam aktivitas pembelajaran. Kedua, menarik minat dan perhatian siswa. Pada dasarnya, setiap anak berminat untuk belajar dan minat sifatnya menetap. Sedangkan perhatian bersifat sementara, maka hendaknya


(18)

guru berusaha menjaga perhatian anak selama proses pembelajaran. Ketiga, memperhatikan perbedaan individu siswa. Seorang guru hendaknya tidak menyamaratakan kemampuan siswa. Guru yang menyadari perbedaan setiap siswanya dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Keempat, membangkitkan motivasi siswa. Motivasi dapat timbul dari dalam diri sendiri dan dapat pula mendapat pengaruh dari orang lain. Kelima, pembelajaran konkrit (peraga). Belajar yang efektif bermula dari pengalaman konkrit terlebih dahulu dan kemudian menuju yang lebih abstrak. Alat peraga dapat membantu pemahaman siswa. Lingkungan yang efektif akan menunjang proses belajar mengajar.

Menyadari kebutuhan proses belajar mengajar tersebut memicu banyak inovasi baru metode-metode pengajaran yang telah dikembangkan. Salah satu inovasi dalam ilmu pendidikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran ialah pendekatan PAIKEM (Suprijono,2009). PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Pada

pendekatan PAIKEM, peserta didik berproses untuk learning to know, learning

to be, dan learning to live together sehingga peserta didik mendapat makna dari pembelajaran. Demi mencapai tujuan tersebut berarti membutuhkan situasi yang mendukung siswa berinteraksi dengan lingkungan (Suprijono,2009).

Peneliti melakukan survei awal ke 3 sekolah dasar di Yogyakarta dan 1 sekolah dasar di Jakarta. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada November 2015 menunjukan siswa yang bersekolah di sekolah dasar di Jakarta berpartisipasi dengan baik dalam merespon pengajar atau dalam mengajukan


(19)

3 !

aspirasi. Namun, perilaku ini tidak merata pada semua anak. Beberapa anak menonjol dalam merespon guru, namun terdapat siswa yang tampak pasif. Hasil yang di dapat dari 2 dari 3 sekolah di Yogyakarta menunjukan kelas yang cenderung diam dan pasif. Siswa cenderung menunggu ditunjuk guru dalam menjawab pertanyaan dari guru. Terdapat anak yang cukup berani dalam mengajukan aspirasi, namun hanya terjadi pada sedikit anak saja.

Peneliti juga melakukan survei berupa wawancara dan observasi pada kurang lebih 16 pengajar dari 4 sekolah dasar. Hasil survei dengan metode wawancara menunjukan bahwa pengajar sangat terbantu dalam proses pengajaran jika siswa mereka bertanya atau mengajukan aspirasi. Hal ini dianggap penting sebagai tolak ukur pengajaran, sehingga guru mengetahui pemahaman siswanya. Situasi yang partisipatif akan membantu proses belajar mengajar sebab terjadi timbak balik oleh siswa dan guru, sehingga terjadi komunikasi yang lancar. Partisipasi siswa dalam kelas dapat membantu pengajar dalam memahami sejauh mana pemahaman materi siswa dan menangkap keterbatasan siswa. Hal ini membantu pengajar dalam memberi fasilitas kepada siswa untuk perkembangan akademisnya. Terbantunya pengajar dalam kelas akan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan pemaparan tersebut, bahwa masih terdapat siswa yang pasif. Peneliti ingin membantu siswa yang belum berpartisipasi dalam kelas. Harapan dari proses belajar mengajar ialah melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran tersebut. Hal ini sangat dibutuhkan karena siswalah yang akan


(20)

belajar. Siswa sebagai subjek didik yang dapat merencanakan dan memahami pelajaran. Siswa diharapkan aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosi (Usman,2009).

Menurut teori Erikson (dalam Santrock, 2007), anak usia sekolah dasar

merupakan masa kerja keras versus rasa inferior (industry versus inferiority).

Hal ini menandakan seorang anak usia 6tahun sampai remaja mengarahkan

energinya kepada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan intelektual. Anak menjadi lebih antusias belajar dibanding pada fase kanak-kanak awal yang penuh imajinasi. Sebaliknya, jika anak mengalami rasa inferior, anak akan merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Erikson menyatakan bahwa guru memiliki tanggungjawab khusus bagi perkembangan keaktifan anak. Guru dengan kelembutan dan ketegasan mengajak anak merasakan petualangan bahwa seseorang dapat belajar menemukan hal baru yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.

Hamalik (2013) menyatakan dalam bukunya bahwa rasa aman (secure)

merupakan salah satu kebutuhan emosional siswa pada umumnya. Kebutuhan

emosional siswa pada umumnya ialah kebutuhan untuk diterima (acceptance),

kebutuhan untuk berteman dan dicintai (affection), dan kebutuhan akan rasa

aman (security). Hal ini yang mendasari bahwa membangun rasa aman

semenjak dini dapat memperbesar kemauan siswa dalam berpartisipasi dalam kelas.

Pada penelitian ini, peneliti ingin meneliti hal yang berkaitan dengan rasa aman bagi siswa. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa sentuhan


(21)

5 !

dapat memberikan dorongan dalam perilaku seseorang. Gueguen (2004) meneliti mengenai pengaruh sentuhan untuk meningkatkan partisipasi.

Gueguen menuliskan bahwa sentuhan (haptic) selama 1-2 detik oleh seorang

guru kepada muridnya sebelum melakukan wawancara mempengaruhi performansi murid tersebut dibandingkan degan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan sentuhan. Sentuhan termasuk dalam komunikasi nonverbal. Komunikasi non verbal yang berupa sentuhan dapat menciptakan rasa aman. Komunikasi ini dapat menyampaikan bahwa ada dukungan yang diberikan oleh seorang guru terhadap muridnya.

Bahasa nonverbal yang paling primitif ialah sentuhan. Dalam talkshow

mengenai “Komunikasi Nonverbal Tingkatkan Percaya Diri Anak”

(beritasatu.com), sentuhan ibu dan ayah dapat merangsang kecerdasan anak. Sentuhan yang dapat diberikan berupa belaian, pelukan, ciuman, dan sentuhan

serupa. Hal yang terpenting ialah skin to skin contact.

Sentuhan merupakan komunikasi paling dasar. Dalam kehidupan manusia, informasi pertama kali diperoleh melalui sentuhan. Bayi yang baru lahir, belum mampu melihat dan mendengar, namun sudah dapat merasakan getaran dari detak jantung ibunya. Contoh kasus yang terjadi pada Helen Keler yang memiliki kondisi tidak dapat melihat dan mendengar serta berbicara, sehingga komunikasi melalui sentuhan merupakan sumber utama informasi (Knapp, 1980).

Sentuhan merupakan aspek yang penting dalam relasi manusia. Melalui sentuhan seseorang dapat menunjukkan berbagai ekspresi yang kompleks jika


(22)

diekspresikan secara verbal, misalnya dukungan. Penelitian mengenai komunikasi nonverbal, yaitu melalui sentuhan menunjukan bahwa sentuhan dapat menghilangkan jarak dan batasan-batasan secara psikologis. Selain itu, seseorang terbukti lebih memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan dirinya sendiri melalui pengalaman fisik daripada melalui kata-kata (Knapp, 1980).

Hal ini didukung oleh penelitian mengenai Touch in Therapy (Pinson, 2002),

menyatakan bahwa sentuhan berefek positif berdasarkan 4 dari 5 percobaan. Efek positif yang dirasakan terapis terhadap pasiennya ialah pasien dapat lebih

penuh kesadaran (here and now), pasien juga menunjukan pemulihan yang

baik, dan sentuhan mengurangi rasa sakit. Namun, dalam penelitian ini muncul pembahasan mengenai keadaan pasien yang cenderung dependen terhadap terapis. Hal ini belum dapat dibuktikan secara pasti.

Sentuhan dapat menunjukan banyak makna. Dalam penelitian Gueguen (2004) menunjukan bahwa partisipan yang mendapat sentuhan lebih sering menjadi voluntir dalam kelas daripada partisipan yang tidak mendapat sentuhan. Hal ini menunjukan sentuhan berperan sebagai penguatan terhadap perilaku. Penelitian tersebut dilakukan di Belanda. Penelitian serupa juga dilakukan di beberapa negara Eropa dan memiliki konsistensi hasil. Namun, berbeda dengan keadaan di Zimbabwe. Penelitian lain mendapatkan hasil bahwa haptic dalam budaya lokal Zimbabwe masih dianggap tindakan negatif (Muchemwa, 2013). Peneliti tertarik mengetahui pengaruh komunikasi


(23)

7 !

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nicolas Gueguen (2004). Penelitian tersebut sudah direplikasi di dua studi yang berbeda. Hasil dari penelitian tersebut cukup konsisten. Namun, hasil penelitian ini tidak dapat disamakan pada semua negara atau wilayah. Peneliti tertarik dalam melakukan studi ini dalam situasi di Indonesia terutama Yogyakarta. Peneliti ingin mencari tahu apakah hasil ini berlaku pada kultur Indonesia atau tidak, karena kedua penelitian terdahulu dilakukan di Eropa. Disamping itu, pada penelitian Muchemwa (2013) yang meneliti tentang penggunaan komunikasi nonverbal dalam kelas di Zimbabwe

menghasilkan bahwa haptic tidak digunakan dalam kelas. Haptic tidak

digunakan sebab dalam kultur subjek menggangap haptic sebagai perilaku

negatif. Hal ini menunjukan bahwa haptic masih dianggap negatif sebagai

sarana komunikasi dibeberapa kultur, sehingga perlu diteliti kembali keadaannya dalam kultur lokal.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat

pengaruh komunikasi berupa sentuhan (haptic) terhadap partisipasi siswa

dalam kelas. Seperti yang telah dijelaskan bahwa guru sebagai pemeran utama bertanggung jawab dengan menggunakan ketrampilannya membangkitkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Penelitian ini khususnya akan melihat pengaruh komunikasi seorang guru berupa sentuhan terhadap partisipasi siswa untuk berpartisipasi di kelas.


(24)

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah haptic communication mempengaruhi partisipasi anak dalam

proses belajar mengajar di kelas.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh haptic communication

pada partisipasi anak dalam proses belajar mengajar.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu psikologi pendidikan. Informasi ini khususnya mengenai peran komunikasi

nonverbal, yaitu haptic communication pada anak dalam proses belajar

mengajar. Sehingga dikemudian hari terdapat acuan yang aktual mengenai komunikasi berupa sentuhan terhadap anak terutama dalam bidang psikologi pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi praktisi pengajar dan psikolog bidang pendidikan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

keadaan kultur lokal dalam merespon haptic communication dalam situasi


(25)

! !

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Haptic Comunication

1. Definisi Haptic Communication

Sentuhan atau touch secara formal dikenal dengan haptics. Haptic

berasal dari bahasa Yunani yaitu haptikos yang berarti sentuh (touch).

Sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan

sesuatu (Budyatna, Ganiem, 2011). Haptic merupakan komunikasi

dasar yang pertama kali dipelajari manusia dalam hidupnya. Bagi seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Secara umum, perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi nonverbal.

Seseorang menggunakan tangan, lengan dan bagian-bagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul,

menendang, menggelitik, dan memeluk. Melalui haptic, pengirim

pesan mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan (Budyatna, Ganiem, 2011).

Berdasarkan pemaparan diatas, haptic communication ialah

sentuhan yang dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan

santai, dan dilakukan dalam proses komunikasi. Haptic merupakan


(26)

2. Karakteristik Haptic

Menurut Knapp (1980), haptic secara umum dilakukan saat:

memberikan informasi atau masukan, memberikan perintah, mengajukan permintaan, melakukan persuasi, melakukan percakapan yang intim, dalam keadaan santai, berbicara dalam komunikasi dengan orang lain, dan memberi kabar yang mencemaskan dari lawan bicara.

Sementara itu, menurut Knapp (1980) terdapat beberapa jenis haptic, diantaranya:

a. Profesional

Pada jenis profesional, sentuhan dilakukan dalam lingkup pekerjaan. Seseorang yang melakukan sentuhan tidak bermaksud menyentuh secara intim. Sentuhan ini memberikan kesan tidak personal agar terhindar dari maksud seksual.

Contoh dari sentuhan profesional ialah sentuhan seorang penjahit dalam melakukan pekerjaannya, sentuhan psikolog dengan kliennya, atau sentuhan terapis dengan pasiennya. Sentuhan dilakukan dalam rangka menuntaskan suatu pekerjaan. Begitu pula dengan seorang dokter dalam memeriksa pasiennya. Hal ini memungkinkan adanya sentuhan yang lebih bervariasi dan terbuka. Sejauh sentuhan dilakukan dalam relasi yang positif, maka tidak terjadi masalah.


(27)

11 !

b. Sosial

Sentuhan sosial merupakan sentuhan sopan yang dilakukan kepada sesama manusia. Hal yang paling mencerminkan sentuhan sosial ialah bersalaman. Bersalaman dilakukan oleh manusia dengan manusia tanpa harus mengenal dekat.

c. Teman

Jenis sentuhan ini dilakukan kepada seseorang yang sudah kita kenali. Sentuhan ini diberikan kepada seseorang untuk

mengekspresikan keinginan mengenal lebih dalam dan

keterbukaan kita sebagai teman.

d. Cinta Intim

Sentuhan-sentuhan intim dilakukan kepada lawan jenis atau kepada seseorang yang benar-benar dekat dengan kita. Sentuhan yang dilakukan untuk mengekspresikan ikatan emosional. Contoh sentuhan intim ialah saat lawan jenis menyentuh leher atau pipi.

e. Seksual

Sentuhan seksual terkadang masih dalam lingkup sentuhan cinta intim. Namun, dapat pula sentuhan ini berdiri sendiri. Sentuhan ini hanya merupakan ekspresi ketertarikan secara fisik.

3. Manfaat Haptic

Haptic merupakan tindakan yang therapeutic. Menyentuh atau disentuh orang lain dengan penuh kepedulian dan non seksual dapat


(28)

menenangkan otot-otot dan mengendurkan ketegangan. Haptic juga dapat mengatasi perasaan tertolak dan menambah perasaan dipedulikan secara personal (Leather,1992).

Haptic juga memiliki manfaat untuk perkembangan emosional, sosial, intelektual, dan fisik pada anak (Hansen, 2007). Pada

perkembangan emosi, haptic bermanfaat dalam memberikan rasa

nyaman, aman, senang, dan mengeliminasi perasaan negatif seperti gelisah, takut, dan sebagainya. Hal ini berefek pada perkembangan

rasa aman dan well-being anak. Anak yang sering menerima haptic

dalam jumlah besar dapat mengembangkan body concept dengan lebih

baik. Anak yang menerima haptic dengan penuh rasa cinta cenderung

memiliki konsep diri yang hangat dan peka terhadap lingkungan.

Dalam perkembangan sosial anak (Hansen, 2007), haptic

bermanfaat sebagai pemecah jarak interpersonal. Haptic merupakan

fasilitas antar individu untuk membuka kedekatan interpersonal antar keduanya. Hal ini terjadi pada ikatan ibu anak yang terbangun karena

banyaknya haptic yang terjadi antar anak dan ibu. Anak juga belajar

untuk menggunakan haptic sebagai sarana membangun hubungan

pertemanan, mengurangi jarak sosial, dan menunjukan kualitas

keintiman. Kualitas pengalaman haptic anak mempengaruhi

kemampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain, mempercayai

orang lain, dan kepekaan terhadap kebutuhan diri sendiri. Haptic


(29)

13 !

anak yang kurang mendapatkan pengalaman haptic cenderung

mengalami kesulitan membangun relasi yang dekat dengan orang lain. Haptic juga memiliki manfaat bagi perkembangan intelektual anak.

Salah satu manfaatnya adalah hormon pertumbuhan. Haptic terbukti

merangsang kelenjar pituitari yang berfungsi menghasilkan hormon

pertumbuhan (Hansen, 2007). Apabila seorang anak tidak

mendapatkan cukup haptic yang positif, maka kelenjar pituitari tidak menghasilkan hormon pertumbuhan yang cukup. Hal ini dapat mengakibatkan keterbelakangan pertumbuhan pada anak.

Selain bermanfaat bagi perkembangan emosi, sosial, dan

intelektual, haptic juga memiliki manfaat untuk perkembangan fisik.

Anak yang kurang mendapatkan haptic positif cenderung memiliki

simtom astmatic dan alergi, keterlambatan bicara, gangguan belajar,

tampak pucat dan ukuran tubuh yang lebih kecil daripada teman sebayanya. Dampak jangka panjang pada orang dewasa yang tumbuh

tanpa haptic yang cukup akan menjadi pribadi yang destruktif dan

pelaku kekerasan (Hansen, 2007).

Pada penelitian ini, haptic yang dimaksud ialah sentuhan yang

dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan

dilakukan dalam proses komunikasi. Jenis haptic yang digunakan

dalam penelitian ini ialah haptic yang berjenis profesional. Hal ini

didasarkan keadaan penelitian yang dilakukan antara guru dan siswa yang berlatar di dalam kelas pada proses belajar mengajar. Hubungan


(30)

guru dan siswa merupakan relasi positif dalam rangka menuntaskan proses belajar dalam kelas. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat pada

siswa dalam menimbulkan situasi therapeutic dan melepaskan

ketegangan serta mendapat perhatian secara personal.

Penelitian sebelumnya haptic berupa menepuk bagian pundak

siswa yang dilakukan oleh guru kurang lebih 1-2 detik. Penelitian ini

juga akan melakukan haptic yang serupa. Hal ini disebabkan bahwa

pundak merupakan bagian bebas disentuh (Knapp,1980).

B. Proses Partisipasi Anak dalam Belajar Mengajar di Kelas

1. Definisi Parisipasi Anak dalam Proses Belajar Mengajar

Partisipasi memiliki arti turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikut sertaan; berperan serta (kbbi.web.id). Partisipasi menurut Tjokrowinoto (dalam Suryosubroto, 2002) didefinisikan sebagai penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama tanggung jawab terhadap tujuan tersebut.

Pada taksonomi tujuan instruksional menurut Bloom (Winkel, 1989) dalam ranah afektif, partisipasi merupakan kerelaan memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang diberikan. Sifat partisipasi ialah adanya kesadaran


(31)

15 !

dari siswa, tidak adanya unsur paksaan, anggota merasa ikut memiliki (Winkel, 1989).

Sedangkan, pengertian proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dengan guru sebagai pemeran utama. Proses belajar mengajar ialah suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan oleh guru dan siswa dalam menjalin hubungan timbal balik yang berlangsung pada situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu. Kunci dari proses belajar mengajar ialah proses timbal balik yang dilakukan oleh guru dan siswa. Proses timbal balik ini merupakan tindakan yang saling mendukung. Proses belajar mengajar memiliki arti lebih dari proses mengajar. Pada proses ini tidak terlepas antara seorang guru yang mengajar dan siswa yang sedang belajar (Usman, 2009).

Dijelaskan juga oleh Djamarah dan Zain (2010) bahwa kegiatan belajar mengajar pada hakikatnya menjadikan anak sebagai subjek utama dan sekaligus objek dari kegiatan belajar. Kegiatan ini akan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran. Tujuan ini akan tercapai dengan upaya anak didik yang secara aktif mencapai tujuan itu. Keaktifan anak didik meliputi dua hal yaitu fisik dan jiwa. Keaktifan fisik saja tidak menjamin tercapainya tujuan. Keaktifan siswa harus meliputi keaktifan pikiran mereka. Pada hakikatnya belajar merupakan perubahan yang dirasakan oleh peserta didik setelah proses belajar. Maka dapat dikatakan bahwa proses


(32)

belajar mengajar merupakan kegiatan yang dirancang sedemikian rupa yang membutuhkan upaya siswa secara aktif untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan siswa dalam kegiatan kelas sebagai ekspresi penyertaan mental dan emosi siswa dalam proses belajar mengajar. Sejalan dengan sifat partisipasi, keikutsertaan siswa murni atas keinginan siswa tersebut dan tidak ada unsur paksaan. Sedangkan, proses belajar mengajar merupakan proses berupa suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa sebagai tindakan timbal balik dalam situasi yang edukatif. Proses belajar mengajar membutuhkan upaya siswa untuk turut aktif dalam pembelajaran sehingga tujuan dapat tercapai. Aktif berarti berpartisipasi penuh dalam pembelajaran, tidak hanya fisik namun jiwa dan pikiran juga fokus dalam belajar.

2. Manfaat partisipasi anak dalam kelas

Manfaat partisipasi menurut Suryosubroto (2002) yaitu :

a. Banyak ide dan pendapat yang diberikan sehingga dapat membuat

keputusan yang besar dan tepat. Seperti dalam diskusi kelas, membutuhkan banyak ide dan pendapat peserta diskusi untuk mencapai keputusan akhir yang tepat bagi peserta diskusi.


(33)

17 !

b. Potensi diri dan kreativitas lebih berkembang. Partisipasi dalam

kegiatan kelas dapat membantu siswa mengasah potensi diri dan dapat juga melatih proses berpikir siswa.

c. Peserta dapat lebih menerima perintah dan menimbulkan rasa

diperlukan dalam kelompok. Hal ini dapat terjadi sebab keputusan bersama merupakan hasil pemikiran kelompok yang merupakan aspirasi anggota kelompok itu sendiri.

d. Melatih rasa tanggung jawab dan membangun kesadaran atas

kepentingan bersama. Tanggung jawab dan kesadaran atas kepentingan bersama dapat tercipta sebagai akibat dari perasaan ikut serta siswa dalam mencapai tujuan bersama dan kerja sama yang terjadi dalam suatu kegiatan.

3. Faktor yang mempengaruhi partisipasi

Faktor yang mempengaruhi partisipasi menurut Walgito (2010), yaitu:

a. Kepentingan individu

Kepentingan individu merupakan kebutuhan dan minat individu. Menurut Walgito (2010), manusia merupakan makhluk sosial dan individu. Hal ini menjelaskan bahwa manusia memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri disamping kebutuhan sosial. Kebutuhan individu tersebut dapat merupakan kebutuhan fisiologis, psikologis, mengembangkan potensi diri, atau memperoleh keuntungan dari kegiatan kelompok. Sehingga


(34)

seseorang akan berpatisipasi dalam suatu kelompok demi memenuhi kepentingan pribadi.

b. Solidaritas

Solidaritas dalam kelompok berarti melakukan kerja sama kolektif dalam mencapai tujuan kelompok. Solidaritas berkaitan dengan perasaan saling mencintai atau menyukai antar anggota sehingga kompak dalam mencapai tujuan.

c. Memiliki tujuan yang sama antar individu

Menurut Walgito (2010), tujuan yang sama antar individu menciptakan kohesi di dalam suatu kelompok yang terwujud dalam partisipasi mereka saat mengikuti organisasi.

d. Melakukan langkah bersama walaupun tujuannya berbeda

Dalam kelompok yang memiliki tujuan bersama, setiap individu memiliki tujuan masing-masing. Dalam hal ini, individu menjadikan tujuan kelompok sebagai sarana pencapaian tujuan masing-masing tersebut. Hal ini yang mendasari, individu-individu yang memiliki tujuan berbeda dapat melakukan langkah bersama

dalam kelompok demi kepentingan masing-masing

(Walgito,2010).

C. Masa Anak-anak

Perkembangan Kognitif menurut Piaget terbagi menjadi empat tahapan. Tahapan tersebut ialah (Santrock,2002):


(35)

19 !

1. Sensorimotor

Rentang usia 0 hingga 2 tahun. Bayi mendapat informasi tentang dunia disekitarnya melalui pengalaman fisik. Hingga tahap ini bayi menggunakan insting dan refleks dalam proses perkembangannya. Pada akhir tahapan ini pemahaman simbolik awal mulai terbentuk.

2. Praoprasional

Rentang usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, anak dapat menggunakan simbol. Anak mampu menggunakan kata-kata dan gambar dalam mengungkapkan dirinya. Namun belum mampu menginternalisasi kedalam dunia mental hal-hal yang dilakukan secara fisik.

3. Oprasional Konkrit

Rentang usia 7 hingga 11 tahun. Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir logis dan sudah mampu menginternalisasi secara mental hal yang dapat dilakukan secara fisik. Namun, belum mampu memecahkan permasalahan abstrak yang tidak dapat dilakukan secara fisik.

4. Oprasional Formal

Rentang usia 11 hingga 15 tahun. Pada tahap ini, anak dapat berpikir abrak dan menjadi lebih logis. Permasalahan yang tidak dapat dikerjakan secara fisik sudah dapat mereka selesaikan. Tahap ini membuat remaja dapat membayangkan situasi yang ideal pada segala aspek dalam hidupnya.


(36)

Pada penelitian ini perkembangan kognitif anak yang menjadi subjek berada pada fase oprasional konkrit. Anak sudah mampu berpikir logis dan mampu memecahkan permasalahan konkrit.

Kemampuan yang dapat dilakukan anak pada tahap ini, antara lain:

1. Konservasi

Kemampuan memahami kesamaan volume tanpa terpengaruh perubahan bentuk.

2. Klasifikasi

Kemampuan anak tentang karakteristik objek. Kemampuan anak untuk mengklasifikasi benda dan memahami relasi antar benda. Kemampuan klasifikasi terdiri dari:

a. Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan

Kemampuan anak untuk membagi benda menjadi suatu kumpulan dan sub kumpulan. Anak juga mampu memahami relasi antara anggota kumpulan. Ilustrasi yang dapat menggambarkan kemampuan ini ialah relasi pada pohon keluarga. Seorang anak pada tahap operasional konkret dapat memahami bahwa seseorang dapat berperan sebagai ayah terhadap anaknya dan dapat menjadi anak bagi orang tuanya. Pada prinsipnya, anak dapat memahami sistem klasifikasi secara vertikal, horizontal, atau diagonal.

b. Seriation

Kemampuan anak untuk mengurutkan segala sesuatu sesuai dengan dimensi kuantitatif. Misalnya: panjang, lebar, tinggi.


(37)

21 !

c. Transitivity

Kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis. Misal terdapat tiga benda berurutan sesuai panjangnya. Anak dapat memikirkan bahwa benda pertama lebih panjang daripada yang ketiga dan yang kedua lebih pendek dari yang pertama.

Perkembangan psikososial berdasarkan teori Eric Erickson. Pada teori psikososial terdapat delapan fase. Fase yang sedang dijalani oleh anak usia

8 hingga 10 tahun ialah tahap ke-4 yaitu Industry vs inferiority (tekun vs

rasa rendah diri). Terjadi pada usia 6 hingga pubertas. Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru. Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.


(38)

D. Dinamika Haptic Communication dan Partisipasi anak dalam proses belajar mengajar

Guru merupakan pemeran utama dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru perlu memastikan, siswa tersebut memahami materi yang diberikan. Ketika guru menjelaskan perlu dipastikan siswa mendengarkan atau hanya mendengar. Salah satu cara mengetahuinya ialah dengan melihat perilaku siswa tersebut di kelas. Guru dapat mengetahui siswanya sudah paham atau belum selama proses belajar mengajar dengan melihat respon siswa. Menurut survei yang dilakukan peneliti, guru dapat melihat kemampuan siswa, salah satunya dari respon siswa atau aspirasi yang diajukan siswa. Namun, hal ini belum merata terjadi pada seluruh siswa. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti di empat sekolah, selalu ada siswa yang pasif yang tidak ikut aktivitas dalam kelas.

Guru merupakan pemandu kelas yang dapat membantu anggota kelas merasa nyaman dan aman dalam melakukan poses pembelajaran. Keadaan kelas yang aman dan nyaman bagi siswa diharapkan akan membuat siswa leluasa mengekpresikan diri dalam kelas. Perasaan

nyaman dan aman dapat timbul dari pendekatan yang guru berikan. Haptic

communication merupakan komunikasi nonverbal yang dapat memberikan rasa nyaman, aman, senang, dan mengeliminasi perasaan negatif seperti gelisah, takut, dan sebagainya (Hansen, 2007). Sedangkan faktor terjadinya partisipasi salah satunya solidaritas berkaitan dengan perasaan saling mencintai atau menyukai antara anggota (Walgito, 2010). Oleh


(39)

23 !

karena itu, haptic communication dapat mendorong peningkatan frekuensi

partisipasi anak dalam kelas.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif metode kepada praktisi pengajar, dalam mengupayakan siswa yang tidak partisipatif untuk ikut dalam aktifitas kelas. Dalam penelitian Christophel

(1990) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara state

motivation siswa dan kedekatan nonverbal yang ditunjukan oleh guru. Disamping itu terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa haptic dapat mendorong seseorang berperilaku sesuai dengan

harapan pemberi haptic (Pattison, 1973; Witcher & Fisher, 1979; Eaton &

Mitchell-Bonair, & Friedmann, 1986 dalam Gueguen, 2004).

Salah satu jenis haptic yang dapat dilakukan guru dalam kelas

berupa tepukan. Tepukan merupakan haptic communication yang

termasuk dalam jenis haptic sosial dan profesional. Termasuk jenis sosial

dan profesional sebab dilakukan sentuhan sopan antar manusia dan

manusia dalam lingkup pekerjaan. Pada penelitian ini, haptic dilakukan

dalam kondisi pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan dilakukan

dalam proses pembelajaran dalam kelas. Haptic menciptakan hubungan

positif antara guru dan siswa dalam rangka menuntaskan proses belajar mengajar dalam kelas. Hal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa

dalam menimbulkan situasi therapeutic dan melepaskan ketegangan serta

mendapat perhatian secara personal, sehingga siswa dapat terbuka untuk berpartisipasi.


(40)

Penelitian sebelumnya, dilakukan haptic berupa tepukan di bagian pundak siswa yang dilakukan oleh guru kurang lebih 1-2 detik

(Gueguen,2004). Penelitian ini juga akan melakukan haptic yang serupa.

Hal ini didasarkan bahwa pundak merupakan bagian bebas disentuh (Knapp,1980).

Berdasarkan pemaparan diatas haptic diharapkan dapat berperan

sebagai encouragement kepada siswa dalam proses belajar mengajar.

Siswa yang tidak mendapat haptic akan mendapatkan perlakuan yang

setara, hanya tidak mendapatkan encouragement berupa haptic dari guru.

Pemberian perlakuan didampingi dengan kesempatan berpartisipasi dan pemberian stimulus partisipasi. Penelitian ini akan melihat pengaruh haptic communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.


(41)

25 !

E. Skema

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif haptic

communication terhadap partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar

di kelas. Sehingga, siswa yang mendapat haptic diharapkan akan

mengalami peningkatan partisipasi dibandingkan dengan siswa yang tidak

mendapat haptic communication.

GURU"

SISWA"TIDAK"

MENDAPAT"

HAPTIC

"

SISWA"MENDAPAT"

HAPTIC

"

Mendapat""

encouragement

"

"

Sesuai"keadaan"

natural,"tanpa"

encouragement

" "

Tidak"mengalami"

peningkatan"

partisipasi"

Peningkatan"

partisipasi"dalam"


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Menurut Shaugnessy dan Zechmeister (2007) eksperimen merupakan metode penelitian yang memanipulasi sebuah variabel independen dan mengobservasi efek terhadap variabel dependen. Tujuan penelitian eksperimen ialah mendapatkan hubungan kausal antara variabel independen dan variabel dependen. Metode eksperimen melibatkan kontrol terhadap variabel independen. Kontrol dilakukan agar tujuan

penelitian eksperimen dapat disimpulkan (Shaughnessy &

Zechmeister,2007).

Jenis ekperimen yang digunakan pada penelitian ini merupakan ekperimen kuasi. Pada eksperimen kuasi tidak memenuhi tiga karakteristik penelitian eksperimen, yaitu randomisasi. (Seniati, Yulianto, & Setiadi, 2007)

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen : partisipasi siswa


(43)

27 !

C. Definisi Operasional

1. Partisipasi

Partisipasi merupakan keikutsertaan siswa dalam kegiatan kelas sebagai ekspresi penyertaan mental dan emosi siswa dalam proses belajar mengajar. Sejalan dengan sifat partisipasi, keikutsertaan siswa murni atas keinginan siswa tersebut dan tidak ada unsur paksaan. 2. Haptic Communication

Pada penelitian ini, haptic communication ialah sentuhan yang

dilakukan dalam pemberian informasi, dalam keadaan santai, dan

dilakukan dalam proses komunikasi. Haptic merupakan media

komunikasi yang dilakukan manusia dalam kontak langsung. Haptic

pada penelitian ini diberikan berupa tepukan pada pundak sekitar 1-2 detik.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan 32 siswa sekolah dasar. Subjek berusia 8 – 10 tahun. Subjek berada di kelas 3 di SD X.

E. Desain Penelitian

Penelitian ini memakai One Group Pretest-Posttest Design.

Desain ini disebut juga dengan before-after design (Christensen, dalam

Seniati, Yulianto, dan Setiadi, 2007). Penelitian ini mengukur variabel dependen yang telah dimiliki subjek terlebih dahulu. Setelah dilakukan


(44)

manipulasi, kembali dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur yang sama.

Pengukuran (O1) ! Manipulasi (X) ! Pengukuran (O2)

Keterangan:

O1 : Pre Test (Sebelum perlakuan haptic)

X : Perlakuan haptic

O2 : Post Test (Setelah perlakuan haptic)

F. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data menggunakan metode observasi. Komponen observasi terdiri dari empat hal (Sunberg, dalam Kusdiyati & Fahmi,

2015). Komponen-komponen tersebut ialah Where, What, When, dan

How.Pada penelitian ini, komponen Where menggunakan natural

setting yaitu situasi kelas sesuai dengan keadaan proses belajar reguler

pada SDK Kanisius Demangan Baru 1. Komponen What dilakukan

event sampling yang sudah memiliki target perilaku sesuai dengan

variabel yang diteliti. Komponen selanjutnya ialah komponen When

pencatatan menggunakan immediate recording. Immediate recording

merupakan pencatatan segera setelah target behavior teramati.

Komponen terakhir ialah How. Penelitian ini dilakukan nonparticipant

observation. Observer tidak terlibat dalam aktivitas yang dilakukan observee. Observer melakuakan observasi melalui video rekaman


(45)

29 !

G. Alat Ukur

Pengukuran partisipasi dapat dilihat melalui observasi. Observasi merupakan tindakan mengamati dengan panca indra secara sistematis dengan metode pencatatan yang sistematis dan objek pengamatannya berupa tingkah laku (Kusdiyati & Fahmi, 2015). Pengukuran partisipasi mengadaptasi bagan penilaian partisipasi siswa dalam kegiatan kelas (Makmun, 2007):

Tabel 1.

Pedoman Observasi

Jenis Kegiatan Turus Frekuensi

Bertanya Positif:

Sesuai dengan masalah Negatif: Menyimpang dari masalah Memberi

sambutan/ menjawab

Positif: Sesuai dengan masalah

Negatif: Menyimpang


(46)

Melakukan kegitan lain

Positif: Sesuai dengan masalah Negatif: Menyimpang dari masalah

Setelah dilakukan professional judgement oleh dosen pembimbing

dan 2 guru sekolah dasar sekolah yang dituju. Pedoman yang dipakai peneliti sebagai berikut:

Pedoman Observasi: Partisipasi dalam kelas Tabel 2.

Pedoman observasi penelitian

Jenis Kegiatan Tally Frekuensi

Bertanya Positif

Negatif

Memberi sambutan/

menjawab

Positif Negatif Observasi lainnya:


(47)

31 !

H. Prosedur Eksperimen

Subjek penelitian terdiri 32 siswa kelas 3. Setiap siswa akan

mendapat perlakuan yang sama dan mendapatkan pretest-posttest. Pada

pertemuan pertama akan dilakukan pretest, yaitu pembelajaran materi

tanpa menggunakan haptic. Eksperimenter dan siswa akan berada

dalam latar kelas sesuai dengan keadaan belajar siswa pada proses belajar reguler. Pada pertemuan yang kedua, siswa akan diberi

perlakuan haptic selama proses belajar mengajar berlangsung. Proses

selama pre dan post test akan direkam dengan dua kamera. Kamera

yang digunakan ialah handycam sebagai kamera utama dan kamera

pocket digital sebagai kamera pendukung.

Eksperimen dilakukan di situasi kelas. Ruangan yang digunakan merupakan ruangan kelas dan manipulasi dilakukan oleh guru yang telah disiapkan oleh ekperimenter. Guru tersebut merupakan eksperimenter pada penelitian ini. Guru mendapatkan pembekalan untuk melakukan perlakuan.

Pembekalan guru sebagai eksperimenter mencakup:

1. Penjelasan mengenai Haptic

2. Pemberian Stimulus Partisipasi

Tugas yang akan dilakukan eksperimenter:

1. Mengaktifkan kamera dalam kelas (dibantu dengan tim teknis)


(48)

3. Pada pertemuan kedua, guru berkeliling dalam memberikan haptic kepada siswa yang telah ditentukan.

4. Bentuk haptic yang akan dilakukan dengan menepuk pundak 1-2

detik pada siswa.

5. Pada akhir proses belajar mengajar, eksperimenter memberikan

stimulus partisipasi yang telah disepakati.

6. Mematikan kamera diakhir proses belajar mengajar. (dibantu tim

teknis)

I. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Berdasarkan Azwar (2011), validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya dalam suatu instrumen alat ukur. Alat ukur dinyatakan memiliki validitas yang tinggi bila hasil ukurnya sesuai dengan tujuan pengukuran (Aswar,2011). Validitas pada alat yang digunakan pada penelitian ini diuji menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan

analisis rasional dan melalui professional judgment. Pada

penelitian ini, pedoman observasi diuji oleh professional judgment

yaitu dosen pembimbing skripsi. Professional judgment melakukan review terhadap kesesuaian indikator-indikator dalam pedoman observasi dengan definisi variabel yang diteliti.


(49)

33 !

2. Reliabilitas

Penelitian ini mengukur reliabilitas observer dengan menggunakan inter-reter reliability, yaitu seberapa besar observer-observer sepakat dalam observasi mereka (Irwin & Bushnell, 1980). Pada penelitian ini menggunakan dua observer independen setiap kelompok data. Observer yang terpilih telah terlatih dalam mata kuliah, psikodiagnostik II yaitu observasi, dan diberikan pelatihan kembali mengenai cara dan ketentuan observasi. Pelatihan yang diberikan pada observer diadakan guna menyamakan persepsi dalam memberikan tally pada pedoman observasi. Presentase kesepatan diperoleh dari total turus dibagi dengan total kesepakatan kemudian dikalikan dengan jumlah observer (Irwin & Bushnell, 1980). Presentase kesepakatan menunjukan kesesuaian observer pertama dan kedua. Kesepakatan kedua observer yang terjadi dalam penelitian ini sebesar 91,03%. Shaugnessy dan Zechmeister (2006), mengatakan bahwa tidak ada ketentuan yang ketat untuk menentukan kualitas reliabilitas antar observer, pada umumnya penelitian yang dipublikasi menggunakan standart 85% sebagai minimal kesepakatan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka prosentase kesepakatan antar observer dapat dikatakan reliabel.


(50)

J. Analisis data

Proses pengolahan data statistik pada penelitian ini menggunakan tataran program SPSS versi 21. Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini ialah:

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji ini dilakukan untuk mengetahui metode statistik yang tepat. Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah uji normalitas dan uji homogentitas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk melihat data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Penelitian ini, uji normalitas yang digunakan ialah analisis Shapiro-Wilk. Shapiro-Wilk dianggap lebih akurat untuk penelitian yang memiliki jumalh subjek kurang dari 50. Data yang diuji dapat peneliti simpulkan berdistribusi normal jika Sig. atau p lebih dari 0.1 (Santoso, 2010).

b. Uji Homogenitas

Uji homogentitas dilakukan untuk mengetahui beda varian antar kelompok (Santoso, 2010). Peneliti ini melakukan uji

homogenitas dengan Levene’s test. Syarat kelompok data

dinyatakan memiliki varian yang sama atau homogen ialah Sig. lebih besar dari 0.05 (Priyatno, 2012).


(51)

35 !

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis merupakan penaksiran parameter

berdasarkan data sampel (Sugiyono, 2008). Metode analisis yang digunakan bergantung keadaan data yang diperoleh. Pemeriksaan keadaan kelompok data terlebih dahulu dilakukan berupa uji asumsi. Jika hasil uji asumsi terpenuhi maka akan digunakan

analisis parametrik yaitu uji paired sample t-test. Sedangkan, jika

uji asumsi tidak terpenuhi, maka analisis yang dilakukan akan


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Penelitian ini dilakukan di sebuah SD di Yogyakarta. Terletak di Jalan Demangan Baru. Subjek merupakan siswa kelas 3 Sekolah Dasar.

Sebagai syarat penelitian eksperimen, dilakukan random sampling dari

posulasi seluruh kelas 3. Subjek dalam penelitian ini adalah 32 siswa dari

kelas 3A dan 3B. Subjek telah ditentukan melalui random sampling untuk

menentukan kelas yang akan digunakan dan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian.

B. Persiapan Penelitian

1. Perijinan

Peneliti mengurus perijinan untuk melakukan penelitian di SD X pada November 2015. Perijinan dilakukan dengan memohon surat pengantar untuk perijinan penelitian kepada Dekan Fakultas Psikologi yang ditujukan kepada Kelapa Sekolah SD X. Surat perijinan tersebut kemudian diserahkan kepada Kepala Sekolah melalui Tata Usaha SD X. Pada tanggal 8 November 2015, peneliti kembali dengan agenda menjelaskan secara lisan mengenai jenis penelitian ini kepada Kelapa Sekolah. Setelah mendapat persetujuan, peneliti diminta langsung menemui guru wali kelas untuk mengatur waktu pelaksanaan. Peneliti


(53)

37 !

juga memberikan inform consent (terlampir) kepada guru kelas

sebagai wali subjek.

2. Pendukung Penelitian

a) Ekperimenter

Peneliti menggunakan ekperimenter yang berperan sebagai guru kelas yang akan memandu kelas selama proses penelitian. Penelitian ini menggunakan dua eksperimenter. Ekperimenter utama merupakan Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang diasisteni oleh Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Tugas yang akan dilakukan eksperimenter ialah: (1) melakukan pengajaran sesuai dengan RPP yang telah disetujui oleh guru kelas sebelumnya, dan (2) melakukan perlakuan sesuai kesepakatan selama pelatihan dan persiapan. Asisten eksperimenter pada penelitian ini bertugas untuk: (1) membantu ekperimenter dalam melaksanakan tugas, (2) mengkondisikan keadaan kelas selama

proses eksperimen, dan (3) time keeper.

b) Pedoman Observasi

Terlampir

c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Terlampir

d) Media

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi dilakukan setelah selesai proses eksperimen melalui video. Proses


(54)

eksperimen direkam menggunakan dua kamera. Kamera utama

menggunakan HandyCam diletakkan didepan atau dibelakang

kelas sesuai dengan keadaan. Kamera pendukung menggunakan

kamera pocket digital yang juga diletakkan di depan atau

dibelakang kelas untuk melengkapi titik buta kamera utama.

e) Asisten Penelitian

Penelitian ini membutuhkan dukungan secara teknis. Hal yang dilakukan asisten penelitian ialah: (1) Memastikan kelengkapan kamera, termasuk daya kamera dan kesediaan memori kamera, (2) Memasang kamera sebelum kelas dimulai, (3) Menyalakan kamera saat proses eksperimen akan dimulai, (4) Memastikan kamera merekam dari awal hingga akhir proses, dan

(5) mengobservasi keadaan kelas sebagai observasi onset.

f) Observer

Penelitian ini menggunakan observasi sebagai metode pengumpulan data. Peneliti menggunakan Observer sebagai pengamat netral yang akan mengamati perilaku subjek dan mengidentifikasi frekuensi partisipasi yang dilakukan subjek. Penelitian ini menggunakan 4 Observer yang telah memenuhi syarat. Persyaratan tersebut yaitu: telah lulus mengikuti kelas Metodologi Penelitian 2: Observasi dan telah menerima pelatihan singkat oleh peneliti.


(55)

39 !

C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 21 dan 22 Juli 2016. Pada hari

pertama dilakukan pre test dan hari kedua dilakukan post test. Proses

eksperimen dilakukan pada kelas 3A pada pukul 07.00 – 08.00 WIB dan kelas 3B pada pukul 09.00 – 10.00 WIB selama dua hari berurutan.

Kedua kelas terdapat subjek sebanyak 16 subjek. Total subjek sebanyak 32 siswa. Subjek berada pada latar kelas sesuai dengan kelas

subjek. Subjek dipilih secara random sampling dari siswa kelas tersebut.

Peneliti dan eksperimenter serta tim tiknis tiba disekolah pada pukul 06.30 WIB. Tim teknis kemudian langsung mempersiapkan kelas. Hal yang diperhatikan ialah tempat duduk siswa yang akan diteliti apakah dapat tertangkap kamera dengan baik. Tim teknis mengupayakan dengan menggeser kursi dan menentukan kursi mana saja yang akan dikosongkan sebab tidak tertangkap kamera. Sedangkan peneliti dan eksperimenter

melakukan briefing terakhir sebelum proses pretest akan dimulai. Peneliti

memeriksa kembali pemahaman eksperimenter mengenai proses pretest.

Eksperimenter diingatkan pula bahwa pada proses pre test tidak boleh ada

haptic yang dilakukan. Peneliti juga memberikan catatan, RPP dan tugas-tugas yang telah disepakati, kepada ekperimenter agar kelalaian terminimalisir. Kemudian, setelah bel pelajaran dimulai, peneliti dan seluruh tim diperkenalkan kepada siswa oleh guru kelas. Setelah itu,


(56)

atau sekitar 40 menit. Proses diawali dengan pengaturan tempat duduk sesuai nomer absen agar mudah mengidentifikasi siswa.

Setelah proses kelas pertama selesai, proses selanjutnya berlangsung pada pukul 09.00 WIB. Selama jeda dilakukan persiapan

kembali untuk proses pretest pada kelas kedua. Kembali dilakukan

persiapan kamera dengan menambah daya baterai dan mengosongkan memori kamera. Pada pukul 08.45 tim teknis mulai melakukan pemasangan alat pada kelas kedua. Pemasangan dilakukan selalu dalam keadaan kelas tidak aktif. Siswa sedang istirahat diluar kelas. Hal ini menghindarkan anak dari keadaan sadar bahwa sedang direkam. Setelah bel tanda masuk berdering, seluruh tim peneliti kembali diperkenalkan

kepada siswa oleh guru kelas. Kemudian proses pre test kelas pertama

dimulai.

Pada hari kedua, dilaksanakan proses pemberian perlakuan dan posttest. Peneliti dan tim tiba di sekolah pukul 06.30 WIB. Kemudian tim peneliti melakukan persiapan seperti hari pertama. Perbedaannya ditekankan kembali kepada eksperimenter bahwa akan dilaksanakan

pemberian haptic sebanyak 2 kali pada setiap subjek. Dilakukan selama

kurang lebih 2 detik. Keadan kelas diupayakan semirip mungkin dengan keadaan hari pertama. Kemudian pada pukul 07.00 WIB kelas pertama

memulai proses post test. Post test dilakukan selama 40 menit. Setelah

kelas pertama selesai, dilakukan kembali pada kelas kedua pada pukul


(57)

41 !

test selesai, subjek mendapatkan kenang-kenangan berupa sticker yang

bertuliskan slogan-slogan motivasi sebagai reward.

Proses selanjutnya ialah proses pengambilan data. Proses ini melibatkan observer dan video hasil rekaman. Pertama, peneliti memeriksa video tersebut untuk melihat stimulus yang akan diamati observer. Kontrol ini dilakukan sebab kondisi lapangan mempengaruhi eksperimenter dalam memberikan stimulus. Stimulus yang berulang-ulang akan dieliminasi dan akan diambil satu kali saja yaitu stimulus yang pertama kali diberikan.

Tahap selanjutnya, observer diberikan pedoman observasi dan lembar keterangan beserta stimulus yang akan diamati responnya. Pelatihan singkat dilakukan dengan menjelaskan kepada observer mengenai variabel partisipasi. Keterangan yang diberikan merupakan upaya peneliti dalam menyamakan persepsi observer.

D. Hasil Penelitian

Data yang terkumpul dari proses eksperimen berupa turus frekuensi partisipasi subjek. Terdapat dua kelompok data yang diperhatikan dalam pengolahan data ini. Kelompok data pertama ialah frekuensi partisipasi

subjek saat pre dan kelompok data kedua ialah frekuensi partisipasi subjek

saat post test.

a. Deskripsi data

Berikut deskripsi data dalam penelitian ini: Tabel 3.


(58)

Deskripsi Pre Post

Jumlah Data (N) 32 32

Nilai Minimal 1 5

Nilai Maksimal 15 22

Rata-rata (Mean) 6.59 10,95

Standart Deviasi (SD) 3,666 4,224

b. Hasil Uji Asumsi

Sebelum peneliti melakukan uji statistik untuk menjawab pertanyaan penelitian, perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan teknik statistik yang tepat. Uji yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.

Hasil Uji Asumsi Uji Asumsi

Analisis "

Hasil Statistik

Pre test Post test

Normalitas Shapiro-Wilk 0,162 0,042 Homogenitas Levene’s Test

0,495 0,147

Hasil dari uji asumsi menunjukan bahwa normalitas pada

kelompok data pre test sebesar 0,162 dan kelompok data post test


(59)

43 !

0,1 sehingga dapat dinyatakan kelompok data pre test memenuhi

asumsi distribusi normal dan kelompok data post test tidak

(Santoso,2010). Kelompok post test memiliki data yang tidak

memenuhi distribusi normal mengarahkan uji hipotesis

menggunakan analisis nonparametrik.

Selanjutnya, Uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s test menunjukan Sig. Sebesar 0,495 (pre test) dan 0,147 (post test). Hal ini menunjukan bahwa Sig. > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kedua kelompok data memiliki varian yang sama atau homogen (Priyatno,2012).

c. Uji Hipotesis

Uji Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode nonparametrik. Uji hipotesis pada penelitian ini digunakan dalam menguji signifikansi perbedaan kedua

kelompok data. Peneliti menggunakan metode analisis Wilcoxon.

Hal ini disebabkan Wilcoxon menghasilkan sigifikansi perbedaan.

Syarat dinyatakan signifikansi jika nilai Sig. lebih kecil dari 0,05. Tabel 5.

Hasil Uji Wilcoxon

Uji Hipotesis Nilai Z Signifikansi

Wilcoxon -4,791 0.000

Hasil uji hipotesis Wilcoxon menunjukan signifikansi 0,000


(60)

perbedaan yang signifikansi. Disamping itu, dalam tabel deskripsi

data menunjukan mean pre test lebih kecil daripada meanpost test.

Hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan setelah mendapatkan perlakuan.

E. Pembahasan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah ada pengaruh

positif haptic communication terhadap partisipasi siswa dalam proses

belajar mengajar di kelas. Berdasar hasil dari uji hipotesis Wilcoxon,

didapat nilai signifikansi 0,000. Signifikansi yang didapat dari uji hipotesis lebih kecil dari 0,05. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh haptic communication yang signifikan terhadap frekuensi

partisipasi siswa dalam kelas. Data juga menunjukkan siswa yang

mendapat haptic communication lebih banyak berpartisipasi daripada

sebelum siswa mendapat haptic. Kesimpulan tersebut didapat dari

perbandingan data rata-rata pre test (6,59) yang lebih kecil daripada

rata-rata post test (10,95). Pemaparan di atas menunjukan bahwa hipotesis

penelitian ini diterima.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Gueguen (2004) yang menyatakan bahwa haptic

communication mempengaruhi frekuensi berpartisipasi siswa. Gueguen menyatakan bahwa hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan di

semua budaya karena haptic communication dipersepsikan berbeda di


(61)

45 !

pembelajaran di kelompok sampel yang peneliti gunakan, ada pengaruh haptic communication terhadap keinginan siswa untuk berpartisipasi. Hal

ini membuktikan tidak ada perbedaan pengaruh haptic communication

terhadap partisipasi siswa di kelompok sampel penelitian ini dengan kelompok sampel yang dilakukan di Belanda dan beberapa negara di Eropa.

Penelitian Gueguen (2004), menyimpulkan bahwa haptic

communication merupakan bentuk komunikasi nonverbal sebagai pendorong dalam pembentukan perilaku yang positif. Hal ini selaras dengan Usman (2009) yang menyatakan bahwa komunikasi nonverbal merupakan bentuk pendorong yang bertujuan untuk meningkatkan sikap positif siswa. Komunikasi nonverbal yang dapat dilakukan salah satunya

berupa haptic seperti berjabat tangan, menepuk pundak siswa, atau

mengangkat tangan siswa saat memenangkan pertandingan. Pemberian dorongan bertujuan untuk meningkatan perhatian siswa, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, dan membina perilaku siswa yang produktif.

Komunikasi nonverbal mengurangi jarak fisik dan psikologis antar manusia (Andersen, 1979). Disamping itu, menurut (Jaasma, & Koper, 1999) kedekatan siswa dan guru dalam kelas dapat meningkatkan keinginan siswa untuk tampil baik di kelas. Hal tersebut selaras dengan

hasil penelitian ini yang menunjukan rata-rata posttest sebesar 10,95


(62)

haptic dapat mengurangi jarak antara siswa dan guru sehingga siswa ingin menunjukan performansi terbaik di dalam kelas.

Partisipasi lebih sering dilakukan oleh siswa yang mendapat haptic

communication dalam penelitian Gueguen (2004). Hal tersebut juga terjadi

pada penelitian ini. Pengaruh haptic communication mengaktifkan

perasaan positif yang diduga mempermudah terjadinya partisipasi. Namun, masih perlu dilihat kembali melalui evaluasi suasana hati, kepercayadirian, dan berbagai variabel yang mempengaruhi kognisi subjek yang


(63)

! !

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa haptic berpengaruh

secara positif terhadap frekuensi partisipasi siswa dalam kelas.

Berpengaruh secara positif berarti, perilaku haptic communication

mempengaruhi kenaikan frekuensi partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Pemaparan hasil ini selaras dengan hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Perlu dilakukan evaluasi terhadap kognisi subjek untuk mendapatkan

informasi lebih lanjut mengenai variabel yang menyebabkan haptic

communication mempengaruhi peningkatan partisipasi siswa.

2. Tidak dilakukan kontrol terhadap materi pembelajaran dalam proses

ekperimen.

C. SARAN

1. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan bagi pengajar di sekolah dalam menghadapi anak yang kesulitan dalam berpartisipasi di kelas.


(64)

Haptic communication dapat menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan partisipasi.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan lebih banyak subjek untuk

melihat secara lebih baik pengaruh haptic communication terhadap

partisipasi anak dalam proses belajar mengajar dikelas. Disamping itu, sebaiknya dilakukan kontrol terhadap variabel ektra yang akan mendukung meningkatnya validitas, seperti materi pembelajaran.


(65)

! !

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budyatna, M., & Ganiem, L. M. (2011). Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Christophel, D. M. (1990). The relationships among teacher immediacy

behaviors, student motivation, and learning. Communication education,

39(4), 323-340.

Djamarah, S. B., Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories of Personality edisi keenam. Penerjemah:

Yudi Santoso. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.

Guéguen, N. (2004). Nonverbal Encouragement of Participation in a Course: The

effect of touching. Social Psychology of Education, 7(1), 89-98.

Hansen, J. (2007). The truth about teaching and touching. Childhood Education,

83(3), 158-162.

Irwin, D. M., & Bushnell, M. M. (1980). Observational strategies for child study.

New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Jaasma, M. A., & Koper, R. J. (1999). The relationship of student faculty out of class communication to instructor immediacy and trust and to student

motivation. Communication Education, 48(1), 41-47.

Knapp, M. L. (1980). Essentials of Nonverbal Communication. New York: Holt,

Rinehart and Winston.

Kusdiyati, S., Fahmi, I. (2015). Observasi Psikologi. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Leathers, D. G. (1992). Successful Nonverbal Communication: Principles and

Applications. USA: A Simon & Schuster Company.

Makmun, S. Abin. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muchemwa, S. (2013). Use of Nonverbal Communication in the Classroom as a Way of Enhancing Classroom Teaching: A Case Study of Solusi High


(66)

School, Zimbabwe. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 103, 1279-1287.

Oemar, H. (2013). Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Pinson, B. (2002). Touch in Therapy: An Effort to Make The Unknown Known. Journal of Contemporary Psychotherapy, 32(2-3), 179-196.

Priyatno, D. (2012). Belajar Praktis Analisis Parametrik dan Non Parametrik

dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media.

Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi dari Blog Menjadi Buku.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2008). Psikologi Eksperimen. Jakarta:

Indeks

Shaughnessy, J. J., Zechmeister, E. B., & Zechmeister, J. S. (2007). Metodologi

penelitian psikologi. Edisi ke-7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Silberman, M. (1996). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif.

Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Sugiono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (371.36 SUPc)

Suryosubroto, B. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka

Cipta.

Uno, H. B. (2012). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara.

Usman, M. U. (2009). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

W. B. P. (2012). Komunikasi nonverbal tingkatan percaya diri anak. bersatu.com. diakses 19 mei 2016 pukul 14.10 WIB.

Walgito, B. (2010). Psikologi Kelompok. Edisi ke-10. Yogyakarta: Andi Offset.


(67)

! !

LAMPIRAN 1.


(68)

"

Subjek

Frekuensi Partisipasi

Pretest Posttest

S1! 4! 8!

S2! 9! 10!

S3! 5! 5!

S4! 9! 9!

S5! 5! 12.5!

S6! 5! 6!

S7! 3! 6!

S8! 6! 6.5!

S9! 4! 10!

S10! 9! 10!

S11! 5.5! 9!

S12! 5! 13!

S13! 3! 8!

S14! 10.5! 12!

S15! 3! 11!

S16! 1! 6!

S17! 8! 13!

S18! 1! 6!


(69)

53 !

S20! 11.5! 16.5!

S21! 4.5! 8!

S22! 15! 16.5!

S23! 1.5! 7!

S24! 10! 15!

S25! 9! 14!

S26! 9! 16!

S27! 7.5! 15!

S28! 9.5! 22!

S29! 3! 7!

S30! 4! 7!

S31! 12.5! 15!


(70)

Deskripsi Data

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic

pretest 32 14 1 15 6.59 .648 3.666 13.443

posttest 32 17 5 22 10.95 .747 4.224 17.845

Valid N (listwise)

32

Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pretest .168 32 .022 .952 32 .162

posttest .133 32 .162 .931 32 .042


(71)

55 !

Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

pretest .478 1 30 .495

posttest 2.217 1 30 .147

Uji Hipotesis

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

posttest - pretest

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 30b 15.50 465.00

Ties 2c

Total 32

a. posttest < pretest b. posttest > pretest c. posttest = pretest


(72)

Test Statisticsa posttest - pretest

Z -4.791b

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.


(73)

! !

LAMPIRAN 2.


(74)

Pedoman Observasi

Bagan Penilaian Partisipasi Siswa

Jenis Kegiatan Tally Frekuensi

Bertanya Positif

Negatif Memberi sambutan/ menjawab Positif

Negatif Observasi lainnya:

(narasi)

Penjelasan:

1. Bertanya

bertanya/ber·ta·nya/ v meminta keterangan (penjelasan dan

sebagainya); meminta supaya diberi tahu (tentang sesuatu): kalau

tidak tahu, Anda sebaiknya; jawab 1 berdiskusi; 2 berwawancara;

• Bertanya dapat dinilai dalam kolom positif bila pertanyaan sesuai

dengan permasalahan yang sedang didiskusikan. Sebaliknya, jika pertanyaan menyimpang dari permasalahan maka dinilai negatif.

• Bertanya dihitung satu poin dalam kolom positif jika sejalan

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dalam rancangan pelaksanan pembelajaran. Masuk dalam kolom negatif jika masih bersangkutan dengan tujuan pembelajaran namun tidak sesuai dengan pembahasan saat itu.

• Tidak dapat poin jika melenceng dari topik yang sudah ditentukan.

2. Memberi Sambutan/ Menjawab

menjawab/men·ja·wab/ v 1 memberi jawaban (atas pertanyaan,

kritik, dan sebagainya); membalas; menyahut(i); 2 memenuhi;

menanggapi: tantangan pembangunan;

• Memberi sambutan atau menjawab dapat dinilai dalam kolom

positif bila sambutan atau respon sesuai dengan permasalahan yang sedang didiskusikan. Sebaliknya, jika pertanyaan menyimpang dari permasalahan maka dinilai negatif.

• Memberi sambutan atau menjawab dihitung satu poin dalam kolom

positif jika sejalan dengan stimulus yang diberikan oleh guru. Masuk dalam kolom negatif jika masih bersangkutan dengan stimulus namun tidak sesuai dengan konten stimulus itu.


(75)

59 !

3. Observasi lainnya

Menarasikan keseluruhan kesan terhadap siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Jika terdapat keterangan tambahan dapat diisikan dalam kolom ini.


(76)

LAMPIRAN 3.


(77)

61 !

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SD Kanisius Demangan Baru 1 Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : III/I

Alokasi Waktu : 2 x 40 Menit (2x Pertemuan) A. Standar Kompetensi

1."Melakukan"operasi"hitung"bilangan"sampai"tiga"angka"

B. Kompetensi Dasar

1.1 Menentukan letak bilangan pada garis bilangan

C. Indikator

1.1.1. Membilang secara urut

1.1.2. Mengurutkan dan membandingkan dua bilangan

1.1.3. Menentukan Sebuah bilangan yang Terletak di antara dua bilangan 1.1.4. Mengurutkan Bilangan dan menentukan letaknya pada garis bilangan

D. Materi Pembelajaran

Letak Bilangan Pada Garis Bilangan E. Tujuan Pembelajaran

1.1.1.1. Siswa mampu mengurutkan bilangan pada garis bilangan 1.1.2.1. Siswa mampu mengurutkan dan membandingkan dua bilangan 1.1.3.1. Siswa mampu menentukan sebuah bilangan yang terletak diantara dua bilangan

1.1.4.1. Siswa mampu mengurutkan bilangan dan menentukan letaknya pada garis bilangan.

(membutuhkan saran dari guru kelas) F. Bahan Ajar

Buku cetak halaman 3 sampai 10

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi waktu


(1)

3. Observasi lainnya

Menarasikan keseluruhan kesan terhadap siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Jika terdapat keterangan tambahan dapat diisikan dalam kolom ini.


(2)

! !

LAMPIRAN 3.


(3)

(RPP)

Nama Sekolah : SD Kanisius Demangan Baru 1 Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : III/I

Alokasi Waktu : 2 x 40 Menit (2x Pertemuan) A. Standar Kompetensi

1."Melakukan"operasi"hitung"bilangan"sampai"tiga"angka"

B. Kompetensi Dasar

1.1 Menentukan letak bilangan pada garis bilangan

C. Indikator

1.1.1. Membilang secara urut

1.1.2. Mengurutkan dan membandingkan dua bilangan

1.1.3. Menentukan Sebuah bilangan yang Terletak di antara dua bilangan 1.1.4. Mengurutkan Bilangan dan menentukan letaknya pada garis bilangan D. Materi Pembelajaran

Letak Bilangan Pada Garis Bilangan E. Tujuan Pembelajaran

1.1.1.1. Siswa mampu mengurutkan bilangan pada garis bilangan 1.1.2.1. Siswa mampu mengurutkan dan membandingkan dua bilangan 1.1.3.1. Siswa mampu menentukan sebuah bilangan yang terletak diantara dua bilangan

1.1.4.1. Siswa mampu mengurutkan bilangan dan menentukan letaknya pada garis bilangan.

(membutuhkan saran dari guru kelas) F. Bahan Ajar

Buku cetak halaman 3 sampai 10


(4)

62 !

Pendahul uan

1. Guru menyapa siswa.

2. Guru memberi tugas salah satu siswa untuk memimpin doa pembuka.

3. Guru mengecek kehadiran siswa.

4. Guru memberi motivasi dengan menyanyi bersama.

5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dari kegiatan dan rangkaian kegiatan pembelajaran.

10 menit

Kegiatan Inti

1. Guru menyampaikan materi melalui ceramah 2. Siswa diminta untuk mengerjakan soal yang ada

di lembar kerja siswa dengan instruksi guru. 3. Siswa diminta mengerjakan soal dengan teliti

dan serius.

4. Siswa diminta untuk bertanya jika ada pertanyaan yang kurang jelas.

5. Setelah siswa selesai mengerjakan soal, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.

20 menit

Penutup 1. Guru bersama siswa membuat kesimpulan

tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan fokus untuk berinteraksi tanya-jawab.

2. Guru memberikan refleksi secara lisan kepada siswa.

10 menit

" "


(5)

LAMPIRAN 4.


(6)

64 !

Formulir Informed Consent

Nama saya Bianca Erika Atmadjaja. Saya mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Komunikasi NonVerbal. Jika Saudara/i memutuskan untuk berpartisipasi, Saudara/i diharapkan kesediannnya meluangkan dua jam pelajaran. Satu jam pelajaran masing-masing pada hari Kamis dan Jumat, 21-22 Juli 2016. Saudara/i bebas untuk menolak ikut serta dalam penelitian ini. Bila Saudara/i telah memutuskan untuk ikut, Saudara/i juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat. Keseluruhan data dalam penelitian ini akan diolah hanya untuk kepentingan penelitian. Saya menjamin kerahasiaan data yang telah Saudara/i berikan. Jika Saudara/i memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai penelitian yang saya lakukan, Saudara/i dapat menghubungi saya ke 0856782xxxx atau melalui email : [email protected]. Atas perhatian dan kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian sesuai penjelasan yang telah dijelaskan kepada saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini. Saya mengerti bahwa keterlibatan saya dalam eksperimen ini dijaga kerahasiannya. Saya juga mengerti bahwa keterlibatan saya di penelitian ini tanpa paksaan.

Yogyakarta,

(...) "