Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

(1)

PEMAKNAAN COVER MAJALAH TEMPO

(Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO

Edisi 9 – 15 Agustus 2010)

SKRIPSI

Oleh :

Wicaksono Harumbintoro

NPM. 0643010211

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

PEMAKNAAN COVER MAJALAH TEMPO

(Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO

Edisi 9 – 15 Agustus 2010)

Disusun Oleh :

WICAKSONO HARUMBINTORO

NPM. 06 43010 211

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing

Dra.Diana Amalia, MSi.

NIP. 19630907 199103 2001

Mengetahui, D E K A N

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat – Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi yang berjudul Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

Adapun penyusunan skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan pada Jurusan Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk meraih gelar sarjana (S1).

Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan informasi dari semua pihak yang membantu. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.Sos., Msi. selaku Ketua Program Studi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Diana Amalia, Msi. selaku Dosen Pembimbing yan telah memberi arahan, bimbingan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Kedua Orang Tua dan Saudaraku Tercinta, terima kasih atas segala dukungan materi yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Kekasihku Tersayang (Resti Praditiani), terima kasih atas segala motivasi dan

perhatiannya yang telah diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

iv


(4)

6. Rekan – rekan mahasiswa angkatan 2006 yang turut membantu memberikan saran serta masukkan hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, Thank You For All.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna serta banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun guna sempurnanya laporan skripsi ini. Akan tetapi penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat, terutama mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

Surabaya, 16 Agustus 2010

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

JUDUL ……….………...……...… i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI …..………... ii

ABSTRAKSI ………. iii

KATA PENGANTAR ………... iv

DAFTAR ISI ………..………….……... vi

DAFTAR GAMBAR ..………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

BAB I . PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ………..1

1.2.Perumusan Masalah ……….…8

1.3.Tujuan Penelitian ……….…8

1.4.Manfaat Penelitian ………...8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ……….….10

2.1.1. Media Cetak ……….………...10

2.1.2. Majalah ……… 10

2.1.3. Cover atau Sampul ………...… 11

2.1.4. Majalah Sebagai Media Massa ……….... 12

2.1.5. Redenominasi ………..… 16

2.1.6. Konsep Makna ...……… 17

2.1.7. Pemaknaan Warna ………...20


(6)

2.1.8. Tipografi ………... 23

2.1.9. Pendekatan Semiotik ……….………. …...…25

2.1.10. Model Semiotika Charles S. Pierce ………... 27

2.1.11. Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9-15 Agutus 2010) ... ... 30

2.2. Kerangka Berpikir ……….…..………….... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ……….…….... 34

3.2 Kerangka Konseptual ………....… 35

3.2.1. Corpus………... 36

3.2.2. Unit Anilisis ……….……….….. 36

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ………..………... 39

3.2.4. Teknik Analisis Data ………..…… 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data ... 41

4.1.1. Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO ... 41

4.1.2. Majalah TEMPO ... 42

4.2. Penyajian Data ... 44

4.2.1. Pengkategorian Tanda ... 45

4.2.1.1. Ikon Indeks Simbol ... 45


(7)

4.2.2. Pemilahan Tanda ... 47

4.2.2.1 Tanda-Tanda Pada Ikon ... 47

4.2.2.2. Tanda-Tanda Pada Indeks ... 47

4.2.2.3. Tanda-Tanda Pada Simbol ... 47

4.3. Analisis dan Interpretasi Data ... 48

4.3.1. Semiosis Tipologi Tanda Charles S. Pierce ... 48

4.3.1.1. Makna-Makna Pada Ikon ... 48

4.3.1.2. Makna Pada Indeks ... 53

4.3.1.3. Makna-Makna Pada Simbol ... 57

4.4. Makna Keseluruhan Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9-15 Agutus 2010) ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 66

5.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ………...………….….….… 69

LAMPIRAN ………...……….………. 70


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Semiotika Pierce ………...……….. 28 Gambar 2. Model Hubungan dan Tanda Acuan ………...…... 29 Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir ………... 33


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan

Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO edisi 9-15 Agustus 2010) ... 70


(10)

ABSTRAKSI

Wicaksono Harumbintoro, Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

Visualisasi gambar sketsa pada Majalah TEMPO ini mengangkat sebuah issue ekonomi nasional yang terjadi di tengah – tengah masyarakat dan mempengaruhi keadaan serta situasi masyarakat. Issue ekonomi nasional tersebut adalah tentang pelaksanaan redenominasi rupiah yang diusulkan oleh Bank Indonesia, yang dalam tampilannya di sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini digambarkan adanya Gubernur baru di Bank Indonesia (Darmin Nasution) yang sedang memegang kupu – kupu berwarna uang Rp 100.000,00 dimana banyak angka “0” yang terbuang dengan berlatar belakang uang US Dollar.

Teori yang dipakai dalam memaknai sketsa ini antara lain Teori Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik dan Teori Komunikasi Massa dalam membantu penulis memaknai kartun “Untung Rugi Rupiah Ramping” ini.

Metode yang dipakai dalam menginterpretasikan makna pesan adalah Metode Semiotik Charles Sanders Pierce yang dikenal dengan Proses Semiotik atau Triangle Meaning.

Makna keseluruhan (Collective Interplant) yang di dapat dari pemaknaan tanda-tanda pada kartun yaitu tentang kebijakkan Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi pada rupiah dengan harapan bisa menyetarakan nilai rupiah dengan nilai US Dollar dengan diawali menekan laju inflasi Negara.

Kesimpulan yang di dapat adalah bahwa inti pesan yang terkandung dalam kartun merupakan sebuah usulan dari Bank Indonesia kepada pemerintah agar dilaksanakan redenominasi yang berfungsi untuk menekan laju inflasi Negara dan nilai rupiah kelak bisa memiliki nilai yang setara dengan nilai US Dollar.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Masyarakat haus akan informasi. Sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media massa terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet dan lain – lain. Media cetak seperti majalah, surat kabar dan buku justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat analisa yang mendalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).

Komunikasi antar manusia dengan media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima panca indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap suatu hal sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media cetak sebagai salah satu media massa memiliki fungsi utama yaitu memberikan informasi kepada khalayak. Media cetak khususnya majalah berbentuk seperti buku, memiliki kualitas yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Sehingga informasi yang terkandung didalamnya dapat dibaca berulang kali.

Kehadiran media massa merupakan salah satu gejala yang menandai kehidupan masyarakat modern dalam menyampaikan informasinya, media


(12)

mempunyai cara pengemasan yang variatif dan beragam yang disesuaikan dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan banyak faktor – faktor kepentingan yang lain.

Media massa merupakan bidang kajian yang kompleks, media massa bukan berarti hanya suatu variasi media yang menyajikan informasi kepada khalayak, tetapi khalayak juga yang menggunakan media massa dengan cara yang beragam. Beberapa orang yang menggunakan media untuk mendapatkan informasi, ada juga yang menggunakan media untuk mendapatkan hiburan atau mengisi waktu.

Media cetak dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. karena memiliki kemampuan membawa pesan yang spesifik dengan penyajian yang mendalam. Majalah berbentuk seperti buku yang mempunyai kualitas permanen sehingga bisa disimpan dalam waktu yang lama.

Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan jaman telah mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam bentuk cetak sederhana, dicetak di atas kertas dengan kualitas apa adanya. Maka saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menarik. Karena dicetak dengan kualitas yang tinggi. Macam – macam majalah yang beredar saat ini sangat beraneka ragam seperti majalah anak – anak, majalah remaja, majalah dewasa, majalah olahraga, majalah keluarga, majalah politik, majalah pria, majalah wanita dan lain – lain. Semakin banyak jumlah majalah yang beredar di masyarakat secara otomatis akan membuat pembaca menjadi


(13)

selektif dalam memilih majalah sesuai kebutuhan mereka akan informasi dan hiburan.

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam – macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto. 2002:32). Majalah mempunyai fungsi menyebarkan informasi yang ada disekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar.

Dalam buku Teori Komunikasi Visual (Kusmiati, 1999:36), mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi jelas secara visual yang mampu menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk menganalisa, merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan mengimajinasikan pada kejadian yang sebenarnya.

Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan “symbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau membaca dari sebuah majalah. Karena pada saat kita akan membeli atau membaca majalah, yang diperhatikan pertama kali adalah sampul dan ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kretifitasnya pada ilustrasi


(14)

sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk pembacanya. Pemilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersenut mampu menunjang pesan yang ingin disampaikan.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti dibandingkan tulisan. Sebagai saran komunikasi, gambar merupakan pesan non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata – kata, paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti. Karena terkait dengan maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibelitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana didalmnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.


(15)

Simbol pada gambar sketsa merupakan simbol yang disertai maksud atau signal. Sobur (2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu yang berdiri sendiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakkan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan dan banyak hak lain.

Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar sketsa memiliki makna yang dapat di gali. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang harus diungkap maksud dan artinya.

Pada penelitian ini penulis memilih majalah TEMPO sebagai objek yang akan di teliti, karena majalah tersebut merupakan media massa (cetak) yang sering menampilkan beberapa sketsa yang sifatnya sangat kritis dalam memberikan informasi yang selalu terbaru (up date)untuk khalayak di segala bidang (sosial, politik dan ekonomi). Sehingga menjadikan TEMPO majalah yang terbaik pada industri penerbitan majalah di Indonesia.

Majalah TEMPO yang merupakan salah satu saluran komunikasi sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Arus komunikasi terjadi bukan lagi didominasi oleh kekuasaan, tetapi lebih banyak dilakukan oleh praktisi komunikasi. Hal ini menunjukkan mulai tumbuhnya demokratisasi pada komunikasi politik Indonesia. Sebab salah satu prinsip demokrasi adalah adanya kekuasaan yang dapat dikontrol dan dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Realitas media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.


(16)

Disamping menggunakan bahasa tulis, juga dapat menggunakan gambar berupa sketsa.

TEMPO merupakan majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan sketsa. Majalah yang terkenal dengan pesan – pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik – topik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut majalah TEMPO juga pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat TEMPO terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan pers, TEMPO berhasil bangkit menjadi pemimpin untuk indutri penerbitan majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar di seluruh wilayah Indonesia (www.tempointeraktif.com).

Alasan penulis dalam mengambil objek penelitian Pemaknaan Cover

Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover

Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) karena terdapat issue ekonomi nasional yang menyebar ke khalayak luas yaitu akan dilakukannya redenominasi rupiah oleh pihak Bank Indonesia yang masih bersifat usulan kepada Pemerintah Indonesia, namun terdapat pro dan kontra atas gagasan yang dikoordinir Darmin Nasution selaku Gubernur Bank Indonesia. Tidak sedikit pemberitaan mengenai redenominasi yang diberitakan dengan cara yang unik, salah satunya melalui gambar sketsa. Dan setiap visual ataupun gambar (sketsa) yang muncul memiliki pengertian yang berbeda – beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Oleh


(17)

karena itu para desainer – desainer dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi salah satunya melalui sketsa tersebut.

Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung pada cover

sketsa ekonomi politik tentang penggambaran dari seorang gubernur Bank Indonesia yang sedang menahan seekor kupu – kupu berwarna pecahan uang Rp 100.000,00. Redenominasi sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke 19 di negara – negara lain. Sedangkan Indonesia belum sekali pun mencoba redenominasi, tetapi pernah melaksanakan sanering di tahun 1950, 1959 dan 1965. Hasil dari sanering ini terbilang gagal, dikarenakan laju inflasi tetap terbang tinggi atau melonjak.

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) dapat dijelaskan pemaknaannya melalui pendekatan teori semiotika, diharapkan sketsa mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda – tanda visual dan kata – kata yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkap makna dan tanda – tanda atau simbol yang ada (Sobur, 2006:132).

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda dan yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda – tanda lain – lain, pengiriman dan penerimaan warna sebagai acuan untuk meneliti cover karena warna memiliki makna yang bermacam-macam.


(18)

Dengan pendekatan semiotik Pierce, berdasar tanda verbal dan tanda visual maka bisa dicermati pesan dalam proses pemaknaan melalui petanda dan penandaan yang terbagi menjadi ikon, indeks dan simbol. Maka pendekatan semiotik Pierce digunakan membedah Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010), sehingga didapat maksud yang menyeluruh dari tampilan iklan tersebut dan akan memunculkan atau menghasilkan sebuah makna baru.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahnnya adalah: Bagaimana Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana Pemaknaan Cover

Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover

Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) melalui pendekatan semiotik.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis


(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan landasan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai Pemaknaan

Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan masukkan untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik, sehingga dapat memberi makna bagi para pembaca majalah mengenai.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain – lain tidak terlepas kaitannya dengan perubahan – perubahan yang terjadi

dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang

menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti, 2000:3).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan – pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1995 :99).

2.1.2. Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui oleh konsumen pembaca, artikel, sastra dan sebagainya yang


(21)

menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar harian. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang populer sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Menurut Junaedhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan – karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar – gambar, olahraga, film dan seni.

2. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan – karangan mengenai bidang – bidang khusus seperti majalah keluarga, politik dan ekonomi.

2.1.3. Cover atau Sampul

Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat


(22)

membaca dari sebuah majalah. Karena pada saat kita akan membeli atau membaca majalah, yang diperhatikan pertama kali adalah sampul dan ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kretifitasnya pada ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk pembacanya.

Pemilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung didalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersenut mampu menunjang pesan yang ingin disampaikan.

2.1.4. Majalah Sebagai Media Massa

Media massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media massa adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya (River, 2003:29).

Lain halnya dengan Wiryanto dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menjelaskan bahwa media massa adalah sebagian atau sejumlah besar dari peralatan mekanik itu deikenal dengan alat – alat komunikasi massa atau lebih populer dengan nama media massa, yang meliputi semua (alat – alat) saluran, ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai sejumlah


(23)

penerima (komunikan, Audience) yang luas serta secara serempak dengan

kecepatan yang relatif tinggi (Wiryanto, 2002:2).

Media massa datang menyampaikan pesan yang beraneka ragam dan aktual tentang lingkungan, baik yang disekitar kita atau yang jauh dari kita. Dengan demikian media telah hadir sebagai alat untuk menyalurkan berbagai pesan bagi manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, media dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :

1. Media yang menyalurkan ucapan (The Spoken Words) termasuk juga

yang berbentuk bunyi dan hanya dapat ditangkap oleh telinga, dinamakan juga The Audial Media (media dengar). Media yang

termasuk dalam kategori ini antara lain adalah gendang, telepon, dan radio.

2. Media yang menyalurkan tulisan (The Printed Writing) dan hanya dapat

ditangkap oleh mata, disebut juga The Visual Media (media pandang).

Media yang termasuk dalam kategori ini anatar lain adalah selebaran, pamflet, poster, brosur, spanduk, surat kabar, majalah dan buku.

3. Media yang menyalurkan gambar hidup dan dapat ditangkap oleh mata dan telinga sekaligus, disebut The Audio Visual Media (media dengar

pandang). Media yang termasuk kategori ini antara lain adalah film (termasuk video) dan televisi (Anwar Arifin, 2002 : 94).

Selain seperti yang dijelaskan diatas, media juga mengubah kontrol sosial. Paul Lazarfeld dan Robert K. Merton juga melihat media dapat


(24)

menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukkan. Mereka mengatakan “kelompok – kelompok kuat kiat mengandalkan teknik manipulasi melalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih halus” (River, 2003:39).

Dalam penelitian ini, media yang digunakan merupakan salah satu dari media cetak yaitu majalah. Banyak alasan untuk memilih majalah sebagai media yang dipakai, diantaranya adalah majalah mempunyai beberpa kekuatan, yaitu :

1. Beberapa majalah mampu menjangkau khalayak yang sangat luas, seperti majalah TEMPO yang memasarkan di beberapa kota besar di Indonesia.

2. Kemampuan untuk menjangkau khalayak khusus (selektivitas), didalam masyarakat ada beberapa jenis tingkatan masyarakat yang tercipta karena adanya perbedaan, baik sosial, politik, latar belakang budaya, pendidikan dan lainnya.

3. Majalah terkenal karena umurnya yang lama (long life), berbeda dengan

media lainnya, majalah sering digunakan untuk acuan dan dapat disimpan dirumah selama berminggu – minggu.

4. Majalah mempunyai mutu reproduksi yang tinggi, berdasarkan kualitas kualitatif majalah sebagai media dapat memberikan hal – hal yang berhubungan dengan seni, keindahan, mutu, keistimewaan, dan daya tarik kemewahan yang mampu menarik minat pembacanya. Ciri – ciri


(25)

ini disebabkan karena tingkat mutu reproduksi yang tinggi dan isi editorial sekitar yang dihubungkan dengan kartun yang dibuat.

5. Majalah merupakan sumber yang sangat baik untuk memberikan suatu informasi dengan rinci dan menyampaikan informasi ini dengan penuh tanggung jawab (sense of authority). Karena isi editorial majalah

seringkali menyajikan informasi – informasi yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat dari berbagai segi bidang, sehingga kartun yang disampaikan menyajikan rasa tanggung jawab yang sama.

6. Kemampuan kreatif majalah untuk membuat pembaca terpengaruh dengan berita yang disajikan, sehingga mendorong pembaca untuk memikirkan peristiwa apa saja yang ada disekitarnya, kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan pembaca untuk memilih sendiri majalah apa yang akan dibaca dan mengendalikan sifat majalah dibanding dengan media yang lebih mengganggu seperti radio dan televisi (Shimp, 2003:517 – 518).

Demikian pula Stanton (1986:195) mengemukakan bahwa majalah mempunyai segmen atau golongan – golongan pembaca tertentu, misalnya majalah khusus pria atau wanita juga remaja atau otomotif, dan lain – lain yang kini semakin banyak macamnya. Setiap majalah umumnya mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun mempunyai pasar yang lebih mengelompok.


(26)

Majalah memang dahulu kebanyakkan diterbitkan untuk menghibur wanita saja (remaja maupun dewasa), namun saat ini sangat berbeda majalah tidak hanya didominasi untuk wanita saja namun juga majalah khusus pria, hobi, ekonomi, politik, dan lainnya. Begitu pula penerbit majalah, meskipun tetap dari ibu kota, saat ini majalah juga banyak disadur dari luar negeri yang berbahasa Inggris yang kemudian dirubah menjadi bahasa Indonesia dan diedarkan di Indonesia, hingga kin cukup banyak majalah saduran yang di kenal oleh masyarakat..

Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang sebagian besarnya menyajikan berita saja. Biasanya media surat kabar di baca sambil bersantai karena daya simpannya yang lebih lama sehingga kartun atau kartun yang disajikan bisa diamati dan dibaca lebih lama, namun tentunya kartun tersebut haruslah menarik dan meninggalkan kesan yang mendalam pada pembacanya.

2.1.5. Redenominasi

Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa memangkas nilai mata uang tersebut. Semisal terjadi redenominasi tiga digit (3 angka 0), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 baru setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama. Sigit Pramono menuturkan, Perbanas pada prinsipnya mendukung redenominasi lantaran akan meningkatkan efisiensi transaksi dan pembukuan.


(27)

Berdasarkan studi yang dilakukan Bank Indonesia, redenominasi tidak akan berdampak buruk bagi perekonomian. Walau begitu pemerintah belum bisa menanggapi implementasi wacana itu. Lantaran sifatnya kajian, belum tentu redenominasi akan dilaksanakan menjadi sebuah kebijakan.

2.1.6. Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata

dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning,

(Ogden dan Richards dalam Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:248) merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan pra toeritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi”, kata Jerold Katz dalam Kurniawan (2008:47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu sama dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah”.

Menurut Devito, makna terletak pada kata – kata melainkan pada manusia. “Kita” lanjut Devito, menggunakan kata – kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula


(28)

makna yang didapat pendengar dari pesan – pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004:258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito, 1997:123 – 125) sebagai berikut:

1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata – kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata – kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata – kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.

2. Makna berubah. Kata – kata relatif statis, banyak dari kata – kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata – kata ini sudah berubah khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna.


(29)

3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep – konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakkan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna – makna ini yang benar – benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003:285 – 289).


(30)

2.1.7. Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakkan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata – kata seperti : merah, kuning, hitam dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s

Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003:260 – 261), terdapat kira – kira 12

sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna – warna seperti warna hitam dan abu – abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal – hal yang bersifat buruk dan negatif, misal: daftar hitam, dunia hitam dan kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikkan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikkan, seperti : murni, bersih dan suci. Jadi kata hitam umumnya berkonotosai negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur, 2001:25).

Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, di beberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur – unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi.


(31)

Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna oranye yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat (Mulyana, 2003:376).

Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992 dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikkan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :

1. Merah. Merupakan warna energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing. Warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung. 2. Oranye. Merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan,

antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikkan dan independen.

3. Kuning. Bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.


(32)

4. Merah muda. Berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan kesenangan. Ikatan anatara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.

5. Hijau. Melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukkan, cinta, keseimbangan, ketenangan,

harapan, ketergantungan dan persahabatan. Warna hijau

melambangkan elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala dan berpendirian tetap.

6. Biru. Melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakkan, perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, percaya diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan. Namun juga dapat berarti depresi, sebagai akibat dari efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.


(33)

7. Abu – abu. Melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.

8. Putih. Melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, netral dan fleksibel. 9. Hitam. Melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian,

misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan ketangguhan.

10.Ungu/Jingga. Melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakkan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidak sadaran, telepati, emapti, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, indepedensi, kontemplasi dan meditasi, ambisi, kemawahan, kekayaan, feminim, artistik, kuno dan romantik.

2.1.8. Tipografi

Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, menyusun meliputi


(34)

merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah komposisi yang tepat untuk memperoleh suatu efek tampilan yang dikehendaki. Huruf cetak memang huruf yang akan dicetakkan pada suatu media tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak desktop, cetak sablon pada body pesawat terbang, bordir pada kostum pemain sepak

bola, maupun publikasi di halaman web.

Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayangkan, ribuan bahkan jutaan jumlah huruf menyebabkan desainer harus cermat dalam memilih tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan jenis huruf disesuaikan dengan citra yang ingin diungkapkan.

Ada berbagai cara pendekatan untuk memperdalam ilmu maupun wawasan mengenai ilmu tentang huruf :

1. Melalui pengenalan sejarah tentang huruf 2. Mengenali anatomi bentuk huruf

3. Membandingkan ciri masing – masing bentuk huruf 4. Mempelajari tata letak huruf

5. Mempelajari komposisi penggabungan huruf 6. Mempelajari ilmu wara


(35)

7. Mempelajari ciri bentuk huruf dengan emosi pesan yang hendak disampaikan. (Kusrianto, 2007:190)

2.1.9. Pendekatan Semiotik

Kata “semiotika” berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika. Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya.

Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda – tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan.

Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Sehingga Derrida (dalam Kurniawan, 2008: 34), mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa. “there is nothing outside languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan


(36)

penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan, 2008).

Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatan dalam senirupa berupa tanda visual ang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur, komposisi, dan sebagainya.

Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti objek, manusia, bintang, alam, imajinasi atau hal hal lainnya yang abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah

sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media atara perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa pada segitiga, estetis – simbolis – bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji

dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.

Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen antara lain:


(37)

1. Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubung dengan orang-orang yang menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai komunikasi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah mempersiapkannya.

2. Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda atau kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.


(38)

2.1.10. Model Semiotika Charles S. Pierce

Pierce terkenal karena teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Pierce, sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang.

Charles S. Pierce menjelaskan istilah tanda (sign) yang merupakan

representasi dari sesuatu di luar itu sendiri, yang disebut objek dan kemudian dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).

Model semiotik Charles S. Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga seperti berikut :

Garis – garis berpanah tersebut hanya bisa di mengerti dalam hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda menunjuk pada sesuatu diluar tanda itu sendiri, yaitu objek yang dipahami oleh seseorang. Interpretant merupakan konsep mental yang di produksi oleh

tanda dan penglaman pengguna tanda terhadap sebuah objek. (Sobur, 2001:114)

Tanda

Interpretant Objek

Gambar 1. Model Semiotika Pierce (Sumber : John Fiske, 1990:63)


(39)

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

Pierce berpendapat bahwa model tersebut merupakan model dasar dan sangat fundamental dari hakekat tanda. Pandangan Pierce tentang ikon adalah diagram yang mampu menampilkan gambaran suatu objek meskipun objek itu tidak dihadirkan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang hadir secara asosiatif akibat terdapatnya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap, misalnya ada asap pasti ada api sebelumnya. Kemudian istilah simbol dalam istilah sehari – hari disebut kata (word),

nama (name), dan label (Sobur, 2004:42).

Dalam hal ini Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15

Agustus 2010) juga harus mempunyai ikon, indeks, dan simbol. Gambar Darmin Nasution (Gubernur Bank Indonesia) yang memegang kupu – kupu berwarna mata uang Rp 100.000,00 dengan banyak angka “0”

Ikon

Indeks Simbol


(40)

terbuang serta background cover mata uang US Dollar, merupakan

ikon, indeks dan simbol yang disajikan untuk dapat dianalisis dan menghasilkan interpretant atau maknanya dari kartun editorial tersebut.

2.1.11.Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik

Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010)

Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik

Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15

Agustus 2010) pada media majalah sangat menarik perhatian. Dengan menampilkan sketsa seorang pria di dalam bingkai mata uang US Dollar yang memegang seekor kupu-kupu berbahan mata uang kertas (Rp 100.000), dimana banyak angka nol yang terbuang dari sayapnya. Juga terdapat tulisan “Untung Rugi Rupiah Ramping” yang berwarna merah dan hitam.

Kupu-kupu merupakan serangga bersayap lebar, umumnya berwarna cerah, berasal dari kepompong ulat, dapat terbang, biasanya sering hinggap di bunga untuk mengisap madu. Beberapa jenis kupu-kupu: a. Lepidoptera atau rama-rama merupakan gajah kupu-kupu besar

berwarna cokelat, pemakan daun padi dengan bintik putih dikelilingi lingkaran hitam dan merah pada sayap dan perut.

b. Molanitisleda merupakan kupu-kupu yang dipelihara manusia,


(41)

gemuk, ulatnya penghasil benang sutra.

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Pria merupakan laki-laki dewasa idamannya yg dijadikan dambaan (yang sangat diinginkan) oleh wanita. Pola pikir yang cenderung kepada logika daripada perasaannya dalam memutuskan segala sesuatu dan emosinya lebih besar apabila merasa terganggu.

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Angka nol merupakan bilangan persiapan sebelum memasuki tingkat pertama atau juga bisa diartikan omong kosong (semua yang dikatakannya tidak ada hasil). Apabila berkaitan dengan suhu benda suhu

yang terendah yang dipunyai 0oK (sama dengan Kelvin).

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Mata uang US Dollar merupakan alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda – beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field of Experience) dan pengetahuan (Field of Preference) yang


(42)

memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis

Pada penelitian ini melakukan pemahaman atau menginterpretasikan dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah cover majalah TEMPO. Tanda – tanda yang terdapat

pada setiap penggambaran cover secara keseluruhan dikaji berdasarkan teori

yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan cover majalah

tersebut tentang Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik

Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus

2010) yang akan dijabarkan dalam pemilihan warna, gambar dan kata – kata.

Untuk mengetahui dan memahami Pemaknaan Cover Majalah TEMPO

(Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi

9 – 15 Agustus 2010), maka penulis menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna. Yang terdiri dari tanda, objek dan interpretan. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk sementara interpretan adalah tanda dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda ke dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks dan simbol.


(43)

Sistematika tersebut digambarkan seperti dibawah ini :

SKETSA Redenominasi

Pada Cover

Majalah TEMPO edisi 9 – 15 Agustus 2010

TEORI PIERCE Ikon :

Kupu-kupu yang berbahan uang kertas (Rp 100.000) Gubernur Bank Indonesia (Darmin Nasution) dalam bingkai uang Dollar Indeks:

Untung Rugi Rupiah Ramping

Angka nol yang

terbuang dari uang Rp 100.000 (pada kupu-kupu)

Simbol:

Logo perusahaan berupa tulisan TEMPO

Mata uang Amerika (US Dollar)

HASIL PEMAKNAAN

Pemaknaan Redenominasi

Pada Cover

Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kulitatif, karena penelitian ini mengungkapkan secara terperinci fenomena sosial dan politik tertentu tanpa harus melakukan hipotera yang telah dirumuskan secara ketat (Singarimbun, 1985:4).

Alasan yang digunakannya metode kualitatif ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu metode kualitatif ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Selain itu menyesuaikan metode kualitatif ini lebih mudah apabila di dalam penelitian ditemukan pernyataan ganda, kemudian metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, dan metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002:5).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifatkualitatif interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004:48).


(45)

Data yang dikumpulkan berupa kata – kata dan sebuah gambar benda, kemudian semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sedang diteliti. Penelitian ini pada dasarnya merupakan upaya untuk menemukan teori. Data yang dikumpulkan, dianalisis, dan akan muncul teori – teori sebagai penemuan penelitian kualitatif.

Dengan menggunakan pendekatan semiotik, penelitian ini berusaha mengetahui makna dari sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi

Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 –

15 Agustus 2010). .

3.2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah bagaimana hubungan konsep – konsep atau variabel dengan penelitian, dalam hal ini maka konsep – konsep adalah

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan

Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan

Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010)

dalam penelitian ini merupakan pemberian makna terhadap gambar berupa sketsa tentang redenominasi yang akan dilaksanakan oleh Gubernur Bank Indonesia.

Sketsa dibuat semenarik mungkin untuk membuat rasa penasaran khalayak meningkat, yang hal tersebut memiliki tujuan untuk melakukan tindakan timbal balik atas informasi yang digambarkan tersebut. Makna dari


(46)

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan

Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini

menimbulkan makna atau pengertian yang berbeda – beda pada setiap individu, tergantung dari sudut pandang mana individu tersebut memaknai.

Inilah yang menjadi dasar batasan untuk diteliti menggunakan studi semiotika oleh Charles S. Pierce dengan mengkategorikan ikon, indeks dan simbol.

3.2.1. Corpus

Corpus adalah kata lain dari sampel dan khusus digunakan untuk

analisis semiotik dan analisis wacana. Corpus haruslah cukup luas untuk

memberi harapan yang beralasan bahwa unsur – unsurnya dan memelihara sebuah sistem dari kemiripan serta perbedaan yang lengkap. Corpus juga

bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001:70). Corpus dalam

penelitian ini adalah tanda – tanda dalam Pemaknaan Cover Majalah

TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah

TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010), yang terdapat seperti dalam halaman lampiran.

3.2.2. Unit Analisis

Unit analisis dari penelitian ini adalah tanda – tanda berupa gambar dan tulisan pada Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik


(47)

Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15

Agustus 2010).

Unit analisis diidentifikasi berdasar ikon, indeks dan simbol yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiotik Pierce. Tanda – tanda berupa gambar dan teks yang ada dalam Pemaknaan

Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada

Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010). Dengan

menginterpretasikan segala bentuk penandaan baik yang berupa gambar serta tulisan yang terdapat pada Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 –

15 Agustus 2010), peniliti membentuk berbagai pemaknaan tentang iklan tersebut. Tanda yang terdapat pada Pemaknaan Cover Majalah TEMPO

(Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO

Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini menjadi corpus dalam sebuah penelitian ini,

yang kemudian dimasukkan ke dalam kategori hubungan antara tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles S. Pierce, yang terdiri dari tiga kategori, ikon, indeks dan simbol.

1. Ikon

Ikon adalah hubungan yang serupa antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan (Sobur, 2001:41). Denga kata lain tanda memiliki ciri – ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Ikon dalam


(48)

Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus

2010) ini adalah :

a. Kupu – kupu yang berbahan uang kertas (Rp 100.000)

b. Gubernur Bank Indonesia (Darmin Nasution) dalam bingkai uang Dollar

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004:42). Atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Indeks dalam Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik

Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15

Agustus 2010) adalah :

a. “Untung Rugi Rupiah Ramping”

b. Angka Nol yang terbuang dari uang Rp 100.000 (pada kupu-kupu) 3. Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda penanda dengan petandanya, bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004:42). Simbol dalam Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi

Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO

Edisi 9 – 15 Agustus 2010) adalah : a. Mata Uang Amerika (US Dollar)


(49)

Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak (point of interst)

yang memaknainya. Sehingga penempatan tanda – tanda dalam Pemaknaan

Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada

Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) di atas, yang mana

sebagai ikon, mana sebagai indeks, dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai Pemaknaan

Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada

Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) sesuai dengan

kebutuhan masing – masing.

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi maupun pengamatan secara langsung terhadap sketsa. Penulis juga melakukan studi kepustakaan serta pencarian data di internet guna melengkapi data – data bahan penelitian yang dapat dijadikan sebagai referensi pendukung. Data dari penelitian ini yang kemudian akan di analisa untuk mengetahui makna yang terkandung pada sketsa tersebut.


(50)

3.2.4. Teknik Analisa Data

Peneliti menginterpretasikan data berdasarkan model semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu sistem tanda yang ada dalam Pemaknaan Cover

Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover

Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) yang menjadi Corpus dalam

penelitian ini, dikategorikan ke dalam kategori hubungan tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles S. Pierce dan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol.


(51)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data

4.1.1. Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO

Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010). Sketsa pada Majalah TEMPO selalu berbeda-beda tiap edisinya, karena setiap edisinya Majalah TEMPO juga selalu menampilkan topik yang berbeda-beda pula, sehingga sketsa yang disajikan menyesuaikan dengan topik yang diangkat tersebut.

Priyanto Sunarto atau Pris adalah seorang kartunis di Majalah TEMPO yang membuat sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010) ini, dibuat sebagai ungkapan reaksinya terhadap suatu permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat yaitu penyederhanaan pada nilai uang rupiah oleh Darmin Nasution, yang bertujuan untuk menekan laju inflasi mata uang rupiah. Sketsa ini merupakan salah satu bentuk pesan non verbal yang sengaja diciptakan agar pembaca dapat dengan aktif memahami pesan yang terkandung pada sketsa tersebut.


(52)

42 Sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010) ini diciptakan sebagai sebuah wadah atau sarana pelepas kegelisahan masyarakat terhadap rencana Darmin Nasution dalam pemangkasan nilai mata uang rupiah, hal itu ditangkap oleh Pris dan diwujudkan dalam bentuk humoris dan mengandung rasa penasaran pada sketsanya serta ditunjukkan kepada pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan permasalahan Redenominasi. Dengan demikian sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010) ini merupakan produk interpretasi Pris selaku kartunis terhadap permasalahan yang ada.

4.1.2. Majalah TEMPO

TEMPO edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971. TEMPO keluaran yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa yang sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi pertama TEMPO sebenarnya sama sekali tidak berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik. Perhatiannya yang utama justru tertuju pada misi panjangnya untuk membangunkan kesadaran yang telah lama diracuni dengan media yang tunduk pada rezim yang represif.

Ketegasannya untuk mempertahankan kebebasan jurnalistik telah membuat TEMPO sebagai legenda dan menjadi ikon dalam industri pers di


(53)

43 Indonesia selain itu juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara. Pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994, TEMPO tidak pernah berhenti untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana kebebasan pers yang sedang dinikmati Indonesia saat ini.

TEMPO adalah standar kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya selalu dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan pandangan, dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar. Sebagaimana hari ini, seperti tahun 1971. Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau cocok, telah menetapkan sebuah standard an langkah yang oleh penerbitan lain akan selalu dijadikan perbandingan. TEMPO hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru oleh semuanya tetap tidak akan tertandingi.

Sebagai majalah berita tertua di Indonesia. TEMPO telah membuktikan kemampuannya untuk bertahan dalam tekanan. TEMPO yang kembali terbit pada Oktober 1998, membuktikan kebebasan dan juga kekuasaan dalam bersuara. Pada tahun-tahun belakangan ini TEMPO tanpa disadari menjadi legenda, ini adalah realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan tenaga muda yang penuh harapan, TEMPO tidak dengan mudah memperoleh kembali posisi puncaknya diantara para pesaing dan menjamurnya majalah berita yang lain.

TEMPO tanpa risau mengahadapi masalah tersebut untuk mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dan merebut hati dari


(54)

44 pembaca-pemabaca terbarunya, yang utamanya adalah lapisan urban kelas menengah. Mereka inilah yang secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. TEMPO kembali bersirkulasi tepatnya 6 Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak tahun 1994.Oleh sebab itu TEMPO menjelajah setiap kesempatan dengan semangat perubahan dan pemabaharuan.

Kelahiran kembali TEMPO disambut dengan antusias oleh Indonesia yang baru sehingga sejak dari edisi pertamanya TEMPO akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya, sekarang setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat di pasar sebelum pembredelan TEMPO 21 Juni 1994. Namun sekarang ini, kurang dari 2 tahun setelah penerbitannya kembali, Majalah TEMPO berhasil menguasai hampir 60% dari pasar. Kebutuhan untuk menciptakan produk-produk baru yang sesuai dengan misinya yang utama telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Peluncuran TEMPO edisi berbahasa Inggris pada tahun 2000 di desain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global.

4.2. Penyajian Data

Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada Majalah TEMPO mengenai sketsa yang mengangkat tentang permasalahan redenominasi, maka


(55)

45 akan disajikan data-data yang di dapat dari sketsa yang di muat pada Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010 yaitu sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010). Data-data yang akan dianalisis terdiri dari sekumpulan tanda-tanda yang secara spesifik akan dipilah-pilah dan dikelompokkan berdasarkan prinsip-prinsip dasar penyusunan sebuah gambar yang disesuaikan dengan materi yang tersedia, prinsip-prinsip yang diambil adalah : proporsi atau skala dan keseimbangan, pengkategorian tanda pada sketsa juga ditunjang oleh Doktrin Tipologi tanda dari Charles S. Pierce untuk membantu proses pemaknaan (semiosis) yang akan dilakukan.

4.2.1. Pengkategorian Tanda

Charles Sanders Pierce melihat tanda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda. Dipandang dari sisi hubungan representan dengan objeknya, yakni hubungan “mengantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan Pierce menjadi Ikon (icon), Indeks (index) dan simbol (symbol). Pembagian tanda trikotomi ini menurut Pierce sangat fundamental.

4.2.1.1. Ikon , Indeks, dan Simbol

Ikon, merupakan tanda yang didasarkan pada keserupaan atau kemiripan di antara representan dan objeknya, entah objek itu betul-betul eksis atau


(56)

46 tidak. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra-citra “realistis” seperti pada foto atau lukisan, melainkan juga pada grafis, skema, peta geografis, persamaan-persamaan matematis, bahkan metafora.

Indeks, merupakan tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial, atau kausal di antara representan dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang mejadikannya tanda jika objeknya dihilangkan atau dipindahkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material, asap (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari adanya api).Indeks pun terwujud dan teraktualisasi di dalam kata penunjuk (demonstratif) seperti ini, itu, di sini, di situ, dan seterusnya; gerak-gerik (gesture) seperti jari telunjuk yang menuding; serta berbagai tanda visual lain. Dalam lukisan garis-garis juga menjadi bagian dari indeks.

Simbol, merupakan tanda yang representannya menunjuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated); simbol terbentuk melalui kovensi-konvensi atau kaidah-kaidah tanpa adanya kaitannya langsung diantara representan dan objeknya, yang oleh Ferdinand de Saussure dikatakan sebagai sifaf tanda yang arbitrer.

Berdasarkan trikotomi Pierce ikon, indeks dan simbol tersebutlah kerja analisis dalam penelitian ini akan dilakukan. Yakni, Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agutus 2010) tentang redenominasi rupiah oleh


(57)

47 pihak Bank Indonesia berdasar cara pandang Pierce tersebut, sebagaimana unit-unit analisis yang telah dibentangkan di dalam metodologi.

4.2.2. Pemilahan Tanda

4.2.2.1. Tanda-Tanda Pada Ikon

Tanda-tanda yang terdapat pada Ikon antara lain :

a. Kupu – kupu yang berbahan uang kertas (Rp 100.000)

b. Gubernur Bank Indonesia (Darmin Nasution) dalam bingkai uang Dollar

4.2.2.2. Tanda-Tanda Pada Indeks

Tanda-tanda yang terdapat pada Indeks antara lain :

a. “UNTUNG RUGI RUPIAH RAMPING”

b. Angka Nol yang terbuang dari uang Rp 100.000 (pada kupu-kupu)

4.2.2.3. Tanda-Tanda Pada Simbol

Tanda-tanda yang terdapat pada Simbol antara lain : a. Mata Uang Amerika (US Dollar)


(58)

48

4.3. Analisis dan Interpretasi Data

Unit analisis diidentifikasi berdasar ikon, indeks dan simbol yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiotik Pierce. Tanda – tanda berupa gambar dan teks yang ada dalam Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010). Dengan menginterpretasikan segala bentuk penandaan baik yang berupa gambar serta tulisan yang terdapat pada Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010), peniliti membentuk berbagai pemaknaan tentang cover tersebut. Tanda yang terdapat di Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini menjadi corpus dalam sebuah penelitian ini, yang kemudian dimasukkan ke dalam kategori hubungan antara tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles S. Pierce, yang terdiri dari tiga kategori, ikon, indeks dan simbol.

4.3.1. Semiosis Tipologi Tanda Charles S. Pierce

4.3.1.1. Makna-Makna Pada Ikon

Ikon adalah hubungan yang serupa antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Dengan kata lain tanda memiliki ciri – ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Ikon dalam Pemaknaan Cover Majalah


(59)

49 TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini adalah :

a. Kupu – kupu yang berbahan mata uang kertas (Rp 100.000)

Kupu-kupu merupakan serangga bersayap lebar, umumnya berwarna cerah, berasal dari kepompong ulat, dapat terbang tinggi, biasanya sering hinggap di bunga untuk mengisap madu.

Ikon kupu-kupu yang berbahan mata uang kertas (Rp 100.000) dan tertangkap pada kepalan tangan Darmin Nasution sehingga banyak angka nol yang terbuang dari sayapnya. Hal tersebut memiliki makna bahwa nilai mata uang rupiah akan terlihat setara dengan mata uang US Dollar, melalui penekanan inflasi yang diikonkan sebagai kupu-kupu sehingga tidak di pandang rendah lagi.

Ikon kupu-kupu ini adalah semacam visi dari Darmin Nasution Gubernur Bank Indonesia pada saat itu, bahwa sudah saatnya memberi martabat pada nilai mata uang rupiah, sehingga rupiah menjadi lebih gagah.

Ketika nilai mata uang kita rendah ternyata itu berimplikasi pada pandangan orang terhadap negara kita yang cenderung juga menjadi rendah. Pengalaman di bandara sebagaimana yang disampaikan Darmin tersebut melukiskan betapa negara kita sering dianggap sebagai negara yang belum berkembang (underdeveloping), karena nilai mata uangnya yang begitu rendah.


(60)

50 Dengan ikon kupu-kupu dari uang tertinggi Indonesia yakni Rp 100.000, TEMPO ingin melemparkan sebuah pesan yang bermakna bahwa kebijakan redenominasi bisa mengangkat nilai mata uang kita yang rendah menjadi lebih tinggi layaknya seekor kupu-kupu. Jadi tanda kupu-kupu di sini apabila dihubungkan dengan penilitian penulis, yakni sebuah harapan tentang perubahan nilai mata uang rupiah yang sebelumnya terlihat lebih rendah dengan mata uang US Dollar menjadi setara melalui penekanan laju inflasi.

b. Gubernur Bank Indonesia (Darmin Nasution) dalam bingkai uang Dollar

Pria merupakan laki-laki dewasa idamannya yang dijadikan dambaan (yang sangat diinginkan) oleh wanita. Pola pikir yang cenderung kepada logika daripada perasaannya dalam memutuskan segala sesuatu dan emosinya lebih besar apabila merasa terganggu.

Sketsa pria yang sedang menangkap seekor kupu-kupu adalah Gubernur Bank Indonesia yaitu Darmin Nasution, seseorang yang memiliki wewenang akan kebijakkan redenominasi. Ikon gubernur bermakna jabatan tertinggi pada suatu organisasi, dimana jabatan tersebut memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan organisasi tersebut. Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, gubernur pada Gubernur Bank Indonesia merupakan seseorang yang memiliki wewenang dalam


(61)

51 melaksanakansegala kebijakkan pada Bank Indonesia yang kemudian hasilnya akan di terima oleh masyarakat.

Tanda ikon Gubernur Bank Indonesia saat itu, adalah Darmin Nasution. Wajah Darmin dengan sketsa berlatar dominan abu-abu. Darmin menatap kedepan dengan fokus, dalam sebuah bingkai. Sementara tangan kananya memegang kupu-kupu berbahan pecahan uang Rp 100.000, dengan digit nol yang terpangkas beterbangan.

Tanda ikon ini dengan sendirinya ingin menggambarkan keseluruhan laporan tentang redenominasi yang hendak diturunkan oleh TEMPO edisi tersebut. Yakni, tentang visi dan wacana redenominasi mata uang rupiah yang semua bermula dari pernyataan Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia pada saat itu.

Tangan yang memegang kupu-kupu pecahan Rp. 100.000 dengan digit nol yang terpangkas adalah tanda ikon yang ingin dikomunikasikan oleh TEMPO, bahwa kebijakan dan visi redenominasi adalah kebijakan dan visi yang baik dan bertujuan baik. Bahwa redenominasi bukanlah sanering. Redenominasi bukanlah pemotongan nilai mata uang, melainkan hanya penghilangan tiga digit nol pada tiap mata uang, dengan tanpa mengurangi nilai mata uang itu sendiri.

Dengan pemotongan digit nol tersebut, nilai mata uang rupiah menjadi ramping dan ringkas. Kita tidak perlu membawa banyak uang ketika bepergian atau saat belanja. Sehingga nilai uang rupiah pun menjadi


(62)

52 lebih bernilai dan berharga, bisa terbang indah layaknya kupu-kupu dan memiliki martabat yang sama tinggi dengan mata uang negara lain.

Latar sketsa yang didominasi warna abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.

Apabila dihubungkan dengan pembahasan tentang redenominasi, warna abu-abu merupakan citra yang ingin diasosiasikan atau dikomunikasikan oleh TEMPO, bahwa selain Darmin adalah seorang intelek, wacana, kebijakan dan visi tentang redenominasi itu pun juga pembahasan yang intelek. Bisa dijelaskan secara ilmiah dan bisa dibuktikan dengan berbagai fakta empirik. Sebagaimana kebijakan serupa yang telah sukses di lakukan oleh negara-negara lain seperti Turki dan Rumania.

Warna abu-abu juga menggambarkan visi masa depan dari kebijakan redenominasi ini yang pada akhirnya mau tidak mau kebijakan ini harus diambil juga, karena sifatnya yang mendesak.

Sketsa wajah Darmin dengan mata terpicing menatap jauh ke depan dan bibir terkatup rapat, memberikan sinyal komunikasi bahwa kebijakan redenominasi ini adalah wacana yang serius dan betul-betul dipersiapkan oleh Bank Indonesia.


(63)

53 Sementara bingkai ukiran yang yang melatarbelakangi sketsa Darmin Nasution secara ikon bisa dimaknai, bahwa seluruh wacana tentang kebijakan redenominasi tersebut dicetuskan dalam bingkai teori makro ekonomi yang bisa dipertanggungjawabkan. Latar belakang bingkai yang berukir, bermakna meski secara teoritis kebijakan redenominasi tersebut bisa dijelaskan, dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan, tetap saja ada bingkai-bingkai lain yang akan memiliki pengaruh besar, terhadap pertanyaan apakah kebijakan ini akan jadi dilakukan atau tidak.

4.3.1.2. Makna Pada Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Indeks dalam Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) adalah:

a. “UNTUNG RUGI RUPIAH RAMPING”

Indeks tulisan judul cover yang berbunyi “UNTUNG RUGI RUPIAH RAMPING”. Semua huruf ditulis dengan huruf kapital. UNTUNG RUGI berwarna merah, RUPIAH RAMPING berwarna hitam.

Baik dari bentuk huruf yang semua kapital, besar huruf yang melebihi tulisan judul yang lain atau penempatannya di tengah-tengah, jelas tanda indeks ini adah akibat dari sebab TEMPO menurunkan wacana Pemaknaan


(64)

54 Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini. Penulisan huruf kapital judul tersebut seakan mengkomunikasikan betapa kita harus menimbang benar untung dan rugi kebijakan redenominasi karena masing-masing bisa membawa dampak ekonomi sosial dan politik.

Dengan komposisi yang seimbang baik huruf maupun warna dari judul tersebut, TEMPO seakan ingin menggelitik pembaca bahwa apakah kebijakkan redenominasi itu akan merugikan atau menguntungkan masih merupakan teka-teki yang belum terjawab sekaligus.

Kata UNTUNG RUGI berwarna merah, bermakna memiliki kemauan keras dan penuh semangat. Secara kausalistik Indeks ini bisa bermakna ingin menggambarkan betapa semangatnya Bank Indonesia dengan wacana redenominasi ini karena mereka yakin lebih banyak untungnya dibanding ruginya.

Bank Indonesia dengan memberikan gambaran tentang untung dan rugi antara kebijakan sanering dengan redenominasi. Kalau tujuan sanering adalah mengurangi jumlah uang yang beredar yang bisa memicu inflasi. Dan dilakukan karena adanya terjadinya hiperinflasi. Maka redenominasi dilakukan dengan tujuan menyederhanakan pecahan mata uang agar menjadi lebih efesien. Dan menyiapkan ekonomi Indonesia agar setara dengan negara tetangga.


(65)

55 Jika dampak sanering adalah rugi dan menurunnya daya beli masyarakat, maka dampak redenominasi meskipun belum tentu untung tapi dipastikan tidak rugi, karena daya beli masyarakat tetap sama. Jika nilai uang yang disanering akan menjadi lebih kecil karena yang dipotong nilainya, maka nilai mata uang yang diredenominasi tetap karena yang berubah penyebutan dan cetakan pecahan uang.

Sementara kata RUPIAH RAMPING diberi warna hitam, melambangkan power, harga diri dan ketangguhan. Pesan yang ingin dikomunikasikan adalah, jika rupiah ramping maka rupiah justru akan lebih berharga dalam percaturan nilai mata uang dunia. Jika redenominasi benar-benar akan dilakukan, untuk memiliki 1 dolar USA, kita tidak perlu menukarnya dengan pecahan uang Rp. 10.000 tapi cukup dengan pecahan Rp. 10. Jadi kesan yang muncul nilai mata uang kita jika dibanding dengan nilai mata uang lain kan menjadi lebih kuat dan lebih berharga.

RUPIAH RAMPING berwarna hitam juga bermakna tentang pentingnya harga diri bangsa dibela melalui redenominasi ini. Warna ini juga bisa bermakna akan menjadikan makroekonomi kita menjadi tangguh, karena inflasi akan bisa ditekan, sementara daya beli masyarakat tidak akan terpengaruh. Demikian, indeks UNTUNG RUGI RUPIAH RAMPING ini ketika dimaknai ternyata membawa persoalan-persoalan kausilatas tersendiri.


(1)

64 pada sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010). Cara berpikir kreatif ini sangat dibutuhkan di jaman sekarang sehingga generasi muda dituntut untuk sekreatif mungkin dalam menginterpretasikan segala ide-idenya.

Disamping itu, pemilihan warna abu-abu yang menjadi latar belakang sketsa dan hampir keseluruhan bidang cover majalah ini melambangkan keseriusan, kepandaian dan keintelektualan. Keseriusan majalah TEMPO dalam mengungkap setiap wacana dan peristiwa yang diangkat menjadi laporan khusus atau laporan utama. Seperti tentang Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010) ini.

Sketsa ini menggunakan media majalah untuk menunjukkan kepada khalayak luas. Majalah dipilih karena dinilai sangat efektif untuk menyampaikan pesan dalam iklan tersebut. Segmentasi pada majalah TEMPO merupakan kunci keberhasilan dalam mepublikasikan ke khalayak luas, agar dapat memberikan rangsangan stimulasi visual secara langsung kepada khalayak publik melalui pengaturan visual, seperti tampilan warna, gambar, tipografi / huruf, serta layout. Elemen-elemen ini diatur sedemikian rupa menjadi sebuah satu kesatuan dan ditampilkan pada media majalah agar tampak menarik perhatian dan pesan-pesannya dapat tersampaikan secara tepat kepada khalayak umum.


(2)

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam – macam artikel, cerita, gambar dan iklan. Majalah mempunyai fungsi menyebarkan informasi yang ada disekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar.


(3)

66 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian melalui segitiga makna Pierce (Triangle Of Meaning Pierce) secara keseluruhan tampilan sketsa Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010). Segitiga tersebut icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa sketsa ini ingin menyampaikan ke khalayak luas yaitu persoalan tentang ekonomi di Indonesia sangat banyak dan tidak semua persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan sempurna. Masih perlu adanya evaluasi – evaluasi yang harus dimatangkan. Dalam penelitian ini persoalan ekonomi yang masih berupa issue atau rencana dan sudah melewati tahap evaluasi, yaitu tentang adanya penyederhanaan digit angka pada mata uang rupiah atau redenominasi.

Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa memangkas nilai mata uang tersebut. Semisal terjadi redenominasi tiga digit (3 angka 0), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 baru setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama. Sigit Pramono menuturkan, Perbanas pada prinsipnya mendukung redenominasi lantaran akan meningkatkan efisiensi transaksi dan pembukuan.


(4)

Kebijakkan redenominasi yang diprakarsai oleh pihak Bank Indonesia yang mana Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia, merupakan hasil evaluasi dari kebijakkan sanering yang telah gagal pada tahun sebelumnya. Karena sanering, inflasi di Indonesia tidak bisa ditekan sehingga nilai mata uang rupiah semakin rendah dari mata uang US Dollar.

Dalam penelitian ini, kebijakkan redenominasi oleh Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia, diharapkan bisa menekan laju inflasi Indonesia dan nilai mata uang rupiah akan tampak lebih “gagah” sehingga bisa setara dengan mata uang US Dollar.

5.1. Saran

Bagi peneliti selanjutnya, terutama yang bermaksud menggunakan studi Peirce hendaknya mengembangkan seluruh klasifikasi Pierce berdasarkan tiga katagori universal sebagaimana yang dikembangkan Pierce, yakni Trikotomi Pertama yang melihat sudut posibilitas logis (logical posibilities) berdasarkan perbendaan tanda-tanda menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.

Trikotomi Kedua yang memandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya, yakni hubungan “mengantikan” atau the “standing for” relation, tanda-tanda diklasifikasikan Pierce menjadi Ikon, Indeks dan simbol. Dan Trikotomi Ketiga dimana tanda-tanda dibedakan oleh Peirce menjadi rema (rheme), tanda disen, serta argumen.


(5)

68 Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan trikotomi kedua untuk menganalisis Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010). Dengan hanya meminjam trikotomi kedua Pierce tersebut penulis merasa ada banyak hal atau banyak makna dari tanda yang belum bisa diungkap, untuk itu penggunakan studi semiotik Pierce secara lengkap penulis yakini akan bisa menjadi alat yang cukup komprehensif untuk memaknai sebuah objek.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafid, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antar Manusia, Edisi Kelima, Penterjemah

Djuroto, Totok, 2002, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Junaedhie, Kurniawan, 1991, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Yogyakarta : Yayasan Indonesia Kusmiati R., Artini, 1999, Desain Komunikasi Visual, Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya

Moleong, Lexy, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy, 1999, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy, 2000, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy, 2001, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya