ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch, 1792) DI WADUK SEMPOR, KEBUMEN BIOLOGICAL ASPECT OF REPRODUCTION OF CLIMBING GOURAMY (Anabas testudineus Bloch, 1792) IN SEMPOR RESERVOIR, KEBUMEN

  

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus

Bloch, 1792) DI WADUK SEMPOR, KEBUMEN

BIOLOGICAL ASPECT OF REPRODUCTION OF CLIMBING

GOURAMY (Anabas testudineus Bloch, 1792) IN SEMPOR RESERVOIR,

  

KEBUMEN

Oleh

  

Turyati, Isdy Sulistyo, Setijanto dan Siti Rukayah

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman

E-mail

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi ikan betok (Anabas testudineus) meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad,indeks gonado somatik, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, dan diameter telur di Waduk Sempor Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017. Sampel ikan betok selama penelitian berjumlah 174 ekor ikan betok, yang terdiri dari 80 ekor jantan dan 94 ekor betina. Nilai Rasio kelamin secara keseluruhan adalah 1:1,17 atau 46 % jantan dan 54 % betina. Berdasarkan uji

  

chi-square pada taraf 0,05 diperoleh nilai 1,12 < 3,841 yang berarti rasio kelaminseimbang. Nilai

  rataan Faktor kondisi K1(total) jantan 1,64-1,72 dan betina 1,79-1,87 dan K2 (tanpa bobot gonad) memiliki rataan jantan 1,63-1,70 dan betina 1,68-1,76. Tingkat kematangan gonad didominasi oleh TKG IV dengan nilai IGS jantan 0,13-5,96 dan betina 0,51-14,36. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betok jantan berukuran 9,5 cm dan betina berukuran 9,2 cm. Nilai fekunditas 336 - 21.616 butir dengan ukuran rataan diameter telur 0,046 - 0,052 cm. Data ini mengungkap bahwa ikan betok mampu tumbuh dan bereproduksi dengan baik di Waduk Sempor.

  Kata Kunci : Biologi Reproduksi, Ikan Betok (Anabas testudineus), Waduk Sempor.

ABSTRACT

  The purpose of this research is to find out climbing gouramy (Anabas testudineus) reproduction aspect such ad sex ratio, condition factor, maturity level of gonads, gonadosomatic index, size at gonads maturation, fecundity, and egg diameter in sempor reservoir Kebumen, Central Java. This research was performed on December 2016 - January 2017. 174 sample of climbing gouramy were used in the research, consisted of 80 male fish and 94 female fish. Total sex ratio value is 1:1,17 , 46% male fish and 54% female fish. Based on chi-square test (p=0,05), value of sex ratio is balanced 1,12 < 3,841. Condition factor value of K1 (total weight) are male 1,64-1,72 and female 1,79-1,87 and K2 (weight without gonad) are male 1,63-1,70 and female 1,68-1,76. The maturity of gonads (TKG) is found out that the highest maturity level is on (TKG IV) with Gonadosomatic index (GSI) value of 0,13-5,96 for male and 0,51-14,36 for female. Fish size at maturation are 9,5 cm for male and 9,2 cm for female. Fecundity value is 336 - 21.616 egg with the average of egg diameter 0,046 - 0,052 cm. The result clarifying that climbing gouramy able to grow and reproduce well in sempor reservoir.

  Keywords:Reproduction, Climbing gouramy (Anabas testudineus), Sempor Reservoi PENDAHULUAN

  Latar Belakang

  Perairan daratan (inland waters) merupakan gabungan dari berbagai ekosistem perairan yang ada di daratan. Potensi dan pengelolaan perairan tersebut penting karena letak geografisnya yang berkaitan erat dengan berbagai aktifitas manusia. Perairan daratan dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir adalah perairan yang mempunyai massa air bergerak terus menerus ke arah tertentu, mengalir dari daerah pedalaman sampai ke laut. Perairan menggenang meliputi rawa, kolam, danau dan waduk (Mustakim, 2008).

  Waduk Sempor merupakan salah satu waduk yang terdapat di provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen sekitar 7 km sebelah utara Gombong. Waduk Sempor dibangun dengan tujuan utama untuk irigasi dan PLTA. Masyarakat juga memanfaatkan waduk ini 3 dibidang perikanan dan pariwisata. Waduk Sempor memiliki volume total air rata-rata 38 juta m dan luas genangan ± 247 Ha. Sumber air waduk berasal dari aliran sungai Kali Mampang dan Kali Kedungwaringin (Shaleh et al., 2014). Salah satu spesies ikan asli yang terdapat di Waduk Sempor adalah Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792).

  Ikan betok termasuk jenis ikan lokal air tawar lndonesia yang banyak tersebar di beberapa perairan umum di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa (Karmila et al., 2012). Secara umum, harga ikan betok di Indonesia berkisar antara Rp 20.000 - 40.000/kg. Ikan betok merupakan ikan konsumsi di pasaran Asia dan umumnya dijual dalam bentuk hidup (Pellokila, 2009). Ikan betok juga dimanfaatkan sebagai target pemancingan dan ikan hias di Eropa (Kuncoro, 2009). Maka dari itu diperlukan suatuupaya pengelolaan ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, salah satunya dengan studi mengenai aspek reproduksi. Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Reproduksi merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan suatu sumberdaya perairan. Keberhasilan suatu spesies ikan dalam daur hidupnya ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi di lingkungan yang berfluktuasi guna menjaga keberadaan populasinya (Musrin et al., 2014). Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) bersifat ovipar, memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahannya pada musim penghujan (musim banjir) di tepi tumbuhan air. Puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober - Desember, dengan telur- telur mengapung bebas (egg layer). Pada musim kemarau, ikan ini membenamkan diri ke dalam lumpur dan muncul kembali saat musim penghujan (Fitrani et al., 2011). Penelitian tentang biologi reproduksi ikan betok di waduk belum banyak dilakukan sehingga informasi tersebut relatif sedikit. Penelitian mengenai beberapa aspek biologi reproduksi di Danau Taliwang Sumatera pernah dilakukan oleh Mawardi (2012) menunjukan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan betok terdapat pada selang ukuran jantan 14,445 cm dan betina 12,136 cm dengan rata-rata fekunditas 1.128 - 13.218 butir telur pada kisaran panjang total 8,6 - 17,5 cm dan bobot total 11,22 - 93,80 g. Populasi ikan betok cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini diduga karena adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Semakin meningkatnya penangkapan terhadap ikan di alam menimbulkan suatu kekhawatiran akan menurunnya populasi ikan betok dikemudian hari, dan bahkan menyebabkan kepunahan (Budiman etal., 2002). Salah satu cara dalam mencegah terjadinya kepunahan ikan yaitu denganmengetahui aspek biologi reproduksi (Effendie, 1997). Menurut Pralampita et al., (2002) dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya ikan harus memperhitungkan dan mempertimbangkan proses reproduksi dalam rangka mencegah kepunahan sumberdaya tersebut, maka untuk menjaga kelestarian ikan betok khususnya di Waduk Sempor diperlukan penelitian tentang aspek biologi reproduksi ikan betok di Waduk Sempor, Kebumen.

  Perumusan Masalah

  Potensi betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) menjadi ikan konsumsi dan ikan hias yang diiringi dengan meningkatnya permintaan konsumen, membuat nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan dari alam sehingga pengadaannya di pasar-pasar ikan tidak memungkinkan berlangsung secara berkesinambungan (Andrijana, 1995) dan dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan ini di kemudian hari. Salah satu upaya perlindungan untuk mempertahankan keberadaan ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di alam adalah dengan melakukan budidaya. Usaha budidaya ikan betok belum dikembangkan karena masih terbatasnya informasi biologi ikan tersebut. Untuk itu, sebagai dasar dalam melakukan kegiatan budidaya diperlukan informasi mengenai aspek biologi reproduksi. Informasi biologi reproduksi ikan betok meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks gonado somatik, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur.

  Tujuan

  Penelitian ini bertujuan mengkaji reproduksi ikan betok meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks gonado somatik, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Waduk Sempor.

  Manfaat

  Penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792). Informasi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk melakukan usaha budidaya dan pengendalian populasi yang pada akhirnya dapat menjaga kelestarian jenis ikan tersebut.

  MATERI DAN METODE Materi Penelitian Alat

  Alat dalam penelitian ini adalah jaring (30m x 3m x 3m) mesh size 1 dan 1,5 inchi, jala (diameter 6m

  

mesh size 1 dan 1,5 inchi), perahu, ice box, termometer, secchidisk, pH digital, depth sounder, botol

  winkler, gelas ukur, pipet tetes, labu erlenmeyer,biuret, botol berpipet, baki, mikroskop, GPS, milimeter block, timbangan digital, seperangkat alat bedah, kamera, dan alat tulis.

  Bahan

  Bahan dalam penelitian ini adalah NBF, MnSO 4, KOH-KI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3 0.025 N, Na 2 CO 3 0,01 N , amilum, metyl orange (MO), HCl 0,1 N, phenolphtalein, akuades, es batu.

  Objek Penelitian Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) yang tertangkap di Waduk Sempor dan sampel air. Metode Penelitian Metode dan teknik pengambilan sampel

  Penelitian ini menggunakan metode survey yaitu untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai situasi atau kejadian secara sistematis dan bersifat eksploratif yang menggambarkan fenomena suatu keadaan (Nazir, 1999). Pengambilan sampel dilakukan secara purposive random

  

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Fachrul, 2007 dalam

Budiasti et al., 2015).

  Penelitian ini meliputi pengambilan sampel ikan dan pengukuran variabel berupa rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks gonado somatik, diameter telur, fekunditas dan kualitas air. Parameter penelitian meliputi jumlah seluruh ikan yang tertangkap, jumlah ikan jantan, jumlah ikan betina, panjang tubuh, bobot tubuh, bobot gonad, ukuran telur, bobot gonad, bobot gonad sebagian, jumlah telur, serta parameter kualitas air meliputi suhu, kedalaman, kecerahan, pH, oksigen terlarut, DMA, dan karbondioksida bebas.

  Stasiun Pengambilan Sampel

  Pengambilan sampel ikan dan air dilakukan pada 6 stasiun dengan bantuan GPS untuk mengetahui titik sampel yaitu dua lokasi inlet, dua lokasi tengah dan dua lokasi outlet. Metode ini digunakan karena melihat kondisi lingkungan yang ada di Waduk Sempor. Keterangan serta lokasi stasiun dapat dilihat pada Gambar 1.

  

Gambar 1. Peta stasiun penelitian Waduk Sempor, Kabupaten Kebumen

  (maps.google.com)

  Pengambilan Sampel Ikan

  Pengambilan sampel ikan betok dilakukan sebanyak 2 kali sampling. Pengambilan sampel ikan dibantu oleh nelayan dengan perahu menggunakan jaring (30m x 3m x 3m) mesh size 1 dan 1,5 inchi yang dioperasikan pada malam hari dan pengangkatan jaringpada pagi hari, jala (diameter 6m mesh

  

size 1 dan 1,5 inchi) yang dioperasikan setiap 4 jam sekali. Ikan yang telah tertangkap kemudian

  disimpan dalam ice box dan diberi es batu sebagai pengawet. Sampel dibawa ke laboratorium ekologi, Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman untuk dianalisis, dibedah dan diambil gonadnya.

  Pengambilan Sampel Gonad

  Sampel ikan betok yang telah diukur panjang dan ditimbang bobotnya kemudian dibedah untuk diambil gonadnya. Ikan betok dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut sampai ke bagian belakang operculum kemudian menurun ke arah ventral hingga ke dasar perut. Pisahkan gonaddari organ dalam lainnya kemudian masukan kedalam botol sampel yang telah diberi keterangan sampel dan diawetkan dengan NBF.

  Pengambilan sampel kualitas air dan cara kerja

  Pengambilan data kualitas air dilakukan di lokasi stasiun yang mewakili Waduk Sempor. Pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu.

  Prosedur Penelitian Rasio Kelamin

  Rasio kelamin dapat dihitung berdasarkan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina yang tertangkap selama sampling dilakukan. Perhitungan rasio kelamin (Musrin et al., 2014) sebagai berikut :

  Faktor Kondisi

  Sampel ikan betok diletakan diatas milimeter block kemudian diukur panjang total dan ditimbang bobot tubuh. Untuk mengetahui perkembangan gonad, perhitungan faktor kondisi dibagi menjadi dua yaitu faktor kondisi dengan berat gonad dan faktor kondisi tanpa berat gonad (Handayani, 2007), yaitu :

  • -3
  • -3

  K1 = 100 x (WL ) K2 = 100 (W-Wg) L

  Keterangan : K1 : Faktor kondisi total K2 : Faktor kondisi tanpa gonad W : Bobot total ikan (g) Wg : Bobot gonad (g) L : Panjang total (mm)

  Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ikan yang sudah diukur panjang dan beratnya kemudian dibedah menggunakan alat bedah.

  Pembedahan ikan dimulai dari lubang anus hingga pangkal dada, kemudian dari pangkal dada dibelah ke samping kanan dan samping kiri mendekati operculum tanpa merusak organ dalam ikan tersebut. Kemudian gonad diambil dan diamati secara morfologi berdasarkan tahapan tingkat kematangan gonad. Tahapan tingkat kematangan gonad menurut Cassie (1956).

  Indeks Gonado Somatik (IGS)

  Indeks gonado somatik adalah metode kuantitatif untuk mengetahui tingkat kematangan gonad, dinyatakan dalam bentuk persen sebagai hasil perbandingan berat gonad terhadap berat tubuh ikan. Indeks gonad somatik (IGS) dihitung dengan rumus menurut (Johnson, 1971) sebagai berikut :

  Keterangan: GS : Indeks Gonado Somatik Bg : Bobot Gonad (g) Bt : Bobot Tubuh (g)

  Stadium Kematangan Gonad (Sumantadinata, 1981) :

   IGS dibawah 4 %: Ikan belum siap memijah

   IGS antara 4 - 12% : Ikan matang gonad belum siap memijah

   IGS antara 12 - 19% : Ikan siap memijah.

  Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

  Ukuran rata-rata ikan betok pertama kali matang gonad menggunakan 2 kriteria kematangan gonad yaitu kelompok belum matang gonad (TKG I dan II) dan kelompok matang gonad (TKG III dan IV). Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Spearman Karber adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Najamuddin et al., 2004) : Keterangan : Xk : Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100% X : Selisih logaritma nilai tengah kelas Xi : Logaritma nilai tengah kelas Pi : ri/ni Ri : Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i Ni : Jumlah ikan pada kelas ke i Qi : i - pi

  Fekunditas Penentuan fekunditas dilakukan dengan mengambil ovarium seluruh ikan yang matang gonad.

  Fekunditas total dihitung menggunakan metode gravimetrik. Ovarium seluruh ikan ditimbang, kemudian diambil ovarium sebagian (gonad contoh). Butiran telur diawetkan dengan larutan NBF untuk diamati jumlah dan diameter telurnya di laboratorium. Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetric. Rumus yang dipakai untuk menghitung fekunditas (Nikolsky, 1963) adalah :

  Keterangan : F : Fekunditas G : Bobot gonad tiap satu ekor ikan (g) g : Bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan (g) N : Jumlah telur pada gonad sebagian (butir)

  Diameter Telur

  Penghitungan jumlah telur diambil sebanyak 100 telur pada ovarium yang sama saat perhitungan fekunditas untuk diamati diameter telur dengan bantuan mikrometer objektif dan mikroskop yang telah dikalibrasi. Semua data diameter telur dicatat di buku data. Diameter telur dihitung menggunakan rumus menurut (Kartini, 2006).

  Keterangan : Ds : diameter telur sebenarnya (mm) Dh : diameter telur secara horizontal (mm) Dv : diameter telur secara vertical (mm)

  Waktu dan Tempat

  Penelitian ini dilakukan di Waduk Sempor Kabupaten Kebumen, kemudian dianalisis di Laboratorium Ekologi Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 dan Januari 2017.

  Analisis Data

  Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Data yang dianalisis secara deskriptif meliputi faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks gonado somatik, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan kualitas air dengan bantuan gambar, tabel dan grafik. Data yang dianalisis secara statistik adalah sebagai berikut :

  • Rasio kelamin

  Keseragaman sebaran nisbah kelamin dianalisis dengan uj i “Chi-Square” (Steel dan Torrie, 1993). Keterangan : 2 2 X : Nilai peubah acak X yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaran Chi square.

  Oi : Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina ke-i yang diamati.

  ei : Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina yaitu frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian ini dilakukan di Waduk Sempor pada bulan Desember 2016 dan Januari 2017. Penelitian ini mengambil kajian aspek reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) yaitu rasio kelamin, faktor kondisi, Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Indeks Gonad Somatik (IGS), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, dan diameter telur, serta beberapa parameter kualitas air di Waduk Sempor, Kebumen, Jawa Tengah.

  Aspek Biologi Reproduksi Rasio Kelamin Rasio kelamin penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi ikan.

  Penentuan rasio kelamin selama penelitian dilakukan dengan cara pembedahan. Selama penelitian diperoleh 174 ekor ikan betok, yang terdiri dari 80 ekor berjenis kelamin jantan dan 94 ekor berjenis kelamin betina. Rasio kelamin secara keseluruhan adalah 1 : 1,17 atau 46 % ikan betok jantan dan 54 % ikan betok betina. Berdasarkan uji chi - square pada taraf 0,05 diperoleh nilai 1,12 < 3,841 yang berarti rasio kelamin antara ikan betok jantan dan betina di Waduk Sempor, Kebumen selama penelitian adalah seimbang.

  Tabel 1. Data Ikan Betok(Anabas testudineus)yang tertangkap selama penelitian

  Frekuensi Persentase (%) Sampling Bulan Jantan Betina Total Jantan Betina

  1 Desember

  12

  34 46 26,09 73,91

  2 Januari

  68 60 128 53,1 46,9

  Faktor Kondisi Faktor kondisi merupakan indikasi umum yang dipergunakan untuk mengetahui kemontokan ikan.

  Faktor kondisi menunjukan ikan dari kapasitas fisik untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi (Effendie, 1997). Perhitungan faktor kondisi dibagi menjadi dua yaitu faktor kondisi dengan bobot gonad (K1) dan faktor kondisi tanpa bobot gonad (K2) (Handayani, 2007).

  Tabel 2. Nilai kisaran dan rataan faktor kondisi ikan betok

  Sampling Desember Januari

  Kisaran Rataan Kisaran Rataan Jantan 1,24 - 1,97 1,64 0,48 - 2,02 1,72

  K1 Betina 1,45 - 2,73 1,87 0,44 - 2,03 1,79 Jantan 1,24 - 1,96 1,63 0,48 - 2,00 1,70

  K2 Betina 1,31 - 2,63 1,76 0,38 - 1,99 1,68 Faktor kondisi total (K1) dihitung dengan Koefesien kondisi Fulton (K) ditentukan berdasarkan Okgerman (2005) nilai faktor kondisi ikan betok pada bulan desember 2016 yaitu ikan betok jantan berkisar antara 1,24 - 1,97 dengan nilai rataan 1,64 dan ikan betok betina berkisar antara 1,45 - 2,73 dengan nilai rataan 1,87. Nilai faktor kondisi pada bulan januari 2017 yaitu ikan betok jantan berkisar antara 0,48 - 2,02 dengan nilai rataan 1,72 dan ikan betok betina berkisar antara 0,44 - 2,03 dengan nilai rataan 1,79. Faktor kondisi tanpa gonad (K2) ditentukan berdasarkan Jamet (1995) pada bulan Desember 2016 yaitu ikan betok jantan berkisar antara 1,24 - 1,96 dengan rataan 1,63 dan ikan betok betina berkisar antara 1,31 - 2,63 dengan rataan 1,76. Nilai faktor kondisi pada bulan Januari 2017 yaitu ikan betok jantan berkisar antara 0,48 - 2,00 dengan rataan 1,70 dan ikan betok betina berkisar antara 0,38 - 1,99 dengan rataan 1,68. Nilai faktor kondisi antara 1 - 3 menunjukkan ikan yang mempunyai badan pipih dan nilai faktor kondisi antara 0,82 - 0,99 merupakan ikan yang mempunyai badan bulat sehingga dapat dikatakan faktor kondisi ikan betok selama penelitian merupakan ikan yang mempunyai badan pipih.

  Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

  Selama penelitian (Desember 2016 - Januari 2017), berdasarkan hasil pengamatan diperoleh ikan - ikan dengan tingkat kematangan gonad (TKG) dari I - IV. Kriteria kematangan gonad yaitu kelompok belum matang gonad (TKG I dan II) dan kelompok matang gonad (TKG III dan IV). Nilai persentase tingkat kematangan gonad ikan betok disajikan pada Tabel 3.

  

Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan betok(Anabas testudineus)di WadukSempor,Kebumen,

Jawa Tengah.

  Jantan Betina Waktu

  Pengambilan Sampel

  TKG n (ekor) Frekuensi (%) n (ekor) Frekuensi (%) I dan II 5 6,25 7 7,45

  Desember 2016

  III dan IV 7 8,75 27 28,72 I dan II

  40

  50 26 27,66 Januari 2017

  III dan IV

  28

  35 34 36,17 Jumlah 80 100 94 100

  Effendie (2002), menyatakan bahwa ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang pendek dalam setahun atau saat pemijahannya panjang, akan ditandai dengan peningkatan presentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pellokila (2009) bahwa pada bulan November - Januari merupakan bulan - bulan dimana ikan betok sedang dalam proses pemijahan sehingga jumlah pada tingkat kematangan gonad lebih tinggi pada bulan tersebut.

  Indeks Gonado Somatik

  Nilai Indeks Gonado Somatik ditentukan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yaitu pakan, ukuran ikan, bobot gonad, tingkat perkembangan gonad, dan ukuran telur. Faktor Eksternal berupa musim dan lingkungan antara lain temperatur, pH, O terlarut (Sulistyo et al., 1998). 2 Hasil perhitungan IGS ikan betok selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Kisaran IGS ikan betok selama penelitian

  Bobot tubuh (g)

  IGS (%) Sampling Bulan Jantan Betina Jantan Betina

  • 14,14

  1 Desember 34,29 21,03 - 52,12 0,13 - 1,17 0,92 - 13,02

  2 Januari 5,16 - 12,09 5,71 - 15,76 0,18 - 5,96 0,51 - 14,36 Hasil perhitungan IGS ikan betok menunjukkan nilai yang bervariasi dari setiap bulannya. Nilai IGS ikan betok jantan selama penelitian berkisar antara 0,13 - 5,96 %, sedangkan pada ikan betok betina berkisar antara 0,51 - 14,36 %. Nilai IGS betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Makmur (2006) menyatakan pertambahan bobot ovarium selalu lebih besar daripada testis, dimana ovarium terdiri dari susunan dan materi-materi lebih kompleks. Pada umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina berkisar antara 10% - 25% dari berat tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan berkisar antara 10% - 15% (Effendie, 1997) atau 5% - 10% (Affandi dan Tang, 2002).

  Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

  Pendugaan ukuran rata-rata ikan betok pertama kali matang gonad berdasarkan metode Spearman -

  

Karber pada selang kepercayaan 95 %, diperoleh ikan betok di Waduk Sempor diduga bahwa ikan

betok pertama kali matang gonad jantan pada ukuran 9,5 cm dan betina pada ukuran 9,2 cm.

  Berdasarkan perhitungan maka ikan betok betina lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan betok jantan. Hal yang sama bahwa ikan betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan yaitu panjang ikan betok pada waktu pertama kali matang gonad berdasarkan metode Spearman Karber diperoleh ikan jantan dan betina di Danau Taliwang masing-masing 144,45 mm dan 121,36 mm oleh (Mawardi, 2012) dan Mustakim (2008) bahwa ikan betok betina pada habitat rawa di Danau Melintang lebih cepat mencapai ukuran pertama matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan.

  Fekunditas

  Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Kriteria kematangan gonad yaitu kelompok belum matang gonad (TKG I dan II) dan kelompok matang gonad (TKG III dan IV). Fekunditas yang dihitung adalahikan betok betina TKG III dan IV sebanyak 27 ekor pada bulan desember 2016 dan 34 ekor pada bulan januari 2017. menunjukkan fekunditas pada bulan desember 2016 memiliki nilai lebih tinggi dengan rataan 6460 butir (± SD 4506,022) dibandingkan dengan bulan januari 2017 dengan rataan 4250 butir (± SD 4369,9208). Fekunditas tertinggi sebanyak 21616 butir terdapat pada ikan betok TKG III dengan panjang total 9 cm dan berat tubuh 13,58 g. Sedangkan, ikan betok dengan fekunditas terendah sebanyak 336 butir terdapat pada ikan betok dengan panjang total 8,9 cm dan berat tubuh 12,26 g. Perbedaan fekunditas yang dihasilkan oleh ikan betok tersebut diduga adanya kaitan dengan strategi pemijahan ikan itu sendiri. Meskipun tidak semua telur yang dikeluarkan akan menetas dan menjadi ikan dewasa, fekunditas yang lebih besar akan memberi peluang rekruitmen yang lebih banyak. Beberapa faktor yang berperan terhadap jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina antara lain fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk (parental care), ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle dan Cech, 1988).

  Diameter Telur

  Morfologi dan ukuran telur berhubungan erat dengan tingkat perkembangan telur. Ukuran telur berubah sejalan dengan meningkatnya ukuran diameter telur. Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau bertahap. Hasil pengukuran diameter telur ikan betok di Waduk Sempor pada bulan Desember 2016 berkisar antara 0,033 - 0,062 cm dengan nilai rataan 0,052 cm (± SD 0,007653463) . Hasil pengukuran diameter telur ikan betok di Waduk Sempor pada bulan Januari 2017 berkisar antara 0,039 - 0,050 cm dengan nilai rataan 0,046 cm (± SD 0,002886154). Berdasarkan hasil tersebut diameter telur pada bulan desember lebih besar daripada diameter telur pada bulan januari hal ini disebabkan pada bulan desember merupakan puncak pemijahan dari ikan betok sehingga nilai diameter telur lebih besar. Ikan betok puncak pemijahannya pada musim penghujan (musim banjir) di tepi tumbuhan air. Puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober - Desember, dengan telur-telur mengapung bebas (egg layer). Pada musim kemarau, ikan ini membenamkan diri ke dalam lumpur (Fitrani et al., 2011).

  Kualitas Air

  Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap kondisi beberapa parameter kualitas air di Waduk Sempor, Kebumen. Hasil Pengamatan kualitas air di Waduk Sempor pada Bulan Desember 2016 - Januari 2017, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Parameter Kualitas air yang diamati

  Parameter Desember 2016 Januari 2017 o

  Suhu (

  C) 31 - 32 26 – 30

  Kedalaman (m) 6,5 - 26,7 6,74 - 25,25 Kecerahan (m) 0,5 - 1,2 0,75 - 1,3 pH

  7 8,5 - 9,2 O 2 Terlarut (ppm) 7,12 - 8,5 3,9 - 7,4

  DMA 0,57 - 0,78 1,96 - 2 CO2 Bebas (ppm) 7,04 - 10,34 0,858 - 2,2

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Ikan betok yang ditemukan selama penelitian sebanyak 174 yang terdiri dari 80 ekor berjenis kelamin jantan dan 94 ekor berjenis kelamin betina dengan rasio kelamin berdasarkan uji chi - square pada taraf 0,05 diperoleh nilai 1,12 (seimbang). Nilai Faktor kondisi K1 (faktor kondisi total) memiliki rataan jantan 1,64-1,72 dan betina 1,79-1,87 dan K2 (tanpa bobot gonad) memiliki rataan jantan 1,63- 1,70 dan betina 1,68-1,76. Tingkat kematangan gonad didominasi oleh TKG IV dengan nilai IGS jantan 0,13 - 5,96 dan betina 0,51 - 14,36. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betok jantan berukuran 9,5 cm dan betina berukuran 9,2 cm. Nilai fekunditas berkisar antara 336 - 21.616 butir dengan rataan ukuran diameter telur 0,046-0,052 cm.

  Saran

  Perlu adanya pemantauan populasi maupun aspek reproduksi terhadap ikan betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr.) sebagai spesies introduksi di Waduk Sempor agar spesies ikan asli tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA Affandi, R dan M. U. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan Baru. Unri Press. 215 hlm

  Andrijana, E. 1995. Pengaruh Dosis Kotoran Ayam Terhadap Kualitas MediaPemeliharaan Ikan Skripsi. Program StudiBudidaya Perairan, Fakultas Betok (Anabas testudineus Bloch). Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1 - 14.

  Budiasti, R.R., Sutrisno, A dan Djuwito. 2015. Beban Kerja Osmotik Dan Sifat Pertumbuhan Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forskal) Yang Dibudidaya Pada Tambak Tradisional Di Desa Morosari Dan Desa Tambakbulusan Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares. 4 (1) : 169 - 176.

  Cassie, R.M. 1956. Age and growth of the snapper Chrysophrys auratus Forster, in the Hauraki Gulf.

  Trans. Royal Soc. 84 (2) : 329 - 339. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Fitrani, M., Muslim dan D. Jubaedah. 2011. Ekologi Ikan Betok (Anabas testudineus) Di Perairan Rawa Banjiran Indralaya. Jurnal Agria. 7 (1) : 33 - 39.

  Handayani, N. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Sepat Siam (Trichogasterpectoralis Regan) Di

  Rawa Bendungan Menganti-Cilacap . Jurusan Perikanandan Kelautan. Fakultas Sains dan Teknik. Skripsi. Unsoed. Purwokerto.

  

Johnson, J. E. 1971. Maturity and Fecundity of Threadfin Shad, Dorosoma Petenense (Gunther), in

Central Arizona Reservoirs. Trans. Amer. Fish. Soc. 100 (1) : 74 - 85.

  Karmila, Muslim dan Effachmi. 2012. Analisis Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok (Anabas testudineus) Di Perairan Rawa Banjir Desa Pulokerto KecamatanGandus Kota Palembang.

  Jurnal Fisheries . 1 (1) : 25 - 29.

  Kartini. 2006. Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mistus nemurus C.V) di Sungai Serayu,

Kabupaten Banyumas . Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Sains danTeknik. Skripsi. Unsoed.

  Purwokerto. Kuncoro,

  E. B. 2009. Ensiklopedia Populer Ikan Air Tawar . Lily Publisher.Yogyakarta. 134 : 27 - 28. Mawardi, R. 2012. Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabastestudineus) dan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat . Skripsi. Fakultas Perikanan.

  Institut Pertanian Bogor. Bogor. Moyle, P.B dan Cech, J. J. 1988. Fish an introduction to icthyology. Second Edition.Departemen of

  Wildlife and Fisherien Biology University of California, Davis .Prenrice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. 309 - 310 p.

  Musrin., S. Rukayah dan I. Sulistyo. 2014. Status Reproduksi Ikan Palung (Hampalamacrolepidota

  C.V. 1823) di Waduk PB. Soedirman Banjarnegara, Jawa Tengah . Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi .FKIP UNS,Semarang.

  Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan AspekReproduksi Ikan Betok

  (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

  . Tesis.Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115 hlm.

  Najamuddin, Achmar, M., Budimawan dan Yusran, N. I. 2001. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan layang deles (Decapterus macrosoma Bleeker). J. Sains dan teknologi.4 (1): 1 - 8. Nazir, M. 1999. Metode Penelitian : Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. Okgerman, H. 2005. Seasonal variation of the length weight and condition factor of rudd (Scardinius erythrophthalmus L.) in Spanca Lake. International Journal ofZoological Research. 1 : 6 - 10.

  Pellokila, N. A.Y. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur . Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 106 hlm. Pralampita, W. A., Wahyuni, I. S dan Hartati, S. T. 2002. Aspek Reproduksi Cumi - cumi (Loligo edulis) di perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. JurnalPenelitian Indonesia.8 (1): 85 - 94. Shaleh, F.R., K. Soewardi dan S. Hariyadi. 2014. Kualitas Air dan Status Kesuburan Perairan Waduk Sempor, Kebumen. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 19 (3) : 169 - 173. Steel, R. G. D dan Torrie, J. H. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. [Terjemahan dari Principle and

  Statistics Procedure]. Sumantri B (penerjemah). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 748 hlm. Sulistyo, I., J. Rinchard., P. Fontaine., J. N. Gardeur.., B. Capdeville and P. Kestemont. 1998.

  Reproductive Cycle and Plasma Levels of Sex Steroids in Female Eurasian Perch Perca

  fluviatilis. Aquat. Living Resour . 11 (2) : 101 – 110.