LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM BATIK ACEH SALAH SATU PRODUK KEARIFAN LOKAL SEBAGAI PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER DAN BERWAWASAN GLOBAL BIDANG KEGIATAN: PKM – AI

LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM
BATIK ACEH SALAH SATU PRODUK KEARIFAN LOKAL
SEBAGAI PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER DAN
BERWAWASAN GLOBAL

BIDANG KEGIATAN:
PKM – AI
Diusulkan oleh:
Zahriyana (Ketua)

NIM: 141020720005

Yeni Andriani (anggota)

NIM: 141020720004

Boyhaqqi (anggota)


NIM: 141020720001

UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
BANDA ACEH
2015

BATIK ACEH SALAH SATU PRODUK KEARIFAN LOKAL SEBAGAI
PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER DAN BERWAWASAN GLOBAL
Zahriyana 1), Yeni Andriani 2), Boyhaqqi 3)
1

S-1 PGSD, FKIP, Universitas Ubudiyah Indonesia (Penulis 1)

2

S-1 PGSD, FKIP, Universitas Ubudiyah Indonesia (Penulis 2)

3

S-1 PGSD, FKIP, Universitas Ubudiyah Indonesia (Penulis 3)


ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bahwa era globalisasi membawa
variasi tantangan baru yang harus dijawab oleh pendidikan. Perubahan global
meminta perubahan di dalam pengelolaan hidup dan masyarakat termasuk dalam
bidang pendidikan. Pendidikan adalah salah satu bentuk kebudayaan manusia, maka
pendidikan harus dilihat sebagai kegiatan yang dinamis, mengikuti percepatan laju
perubahan serta dinamika budaya dari masyarakat dimana pendidikan tersebut
diterapkan (kearifan lokal). Tidak sedikit orang dari belahan bumi lain yang menilai
batik Aceh-Indonesia sebagai karya seni yang bernilai tinggi dan memiliki kekhasan
tersendiri. Mereka yang amat tertarik dengan batik aceh tak segan untuk terjun
bersama pengrajin batik Aceh dan berlatih untuk mendesain batik yang memiliki nilai
seni dan nilai tambah dari sektor ekonomi. Maka batik Aceh-Indonesia semestinya
dapat perhatian sebagai pendidikan berkarakter di tengah-tengah wawasan era global
dan layak untuk dilestarikan sepanjang masa.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Pendidikan yang Berkarakter dan Berwawasan Global

ABSTRACT

The purpose this study was to describe the variation that globalization brings new
challenges that must be addressed by education. Global change request a change in
management and public life, including in the field of education. Education is one the
forms of human culture, education must be seen as a dynamic activity, following the
acceleration the pace of change and cultural dynamics of the community where
education is applied (local knowledge). Not a few people from the other hemisphere
assessing Aceh-Indonesia batik as a valuable piece of art and has its own
peculiarities. They were very interested in Aceh batik did not hesitate to plunge along
Aceh and practicing batik craftsmen to design batik has artistic value and of
economic value added the sector. So batik Aceh-Indonesia should be able attention as
character of education in the midst a global era insights and deserves to be preserved
all time.
Keywords: Local Wisdom, Character Education and Global Insight

I.

Pendahuluan
Kearifan Lokal (local wisdom) merupakan identitas budaya dan kepribadian

budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah

kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal diharapkan
dapat tetap hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman dan dapat dapat
mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas
lokal kita, akan menyebabkannya akan hidup terus dan mengalami penguatan.
Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan
budaya yang melanda dunia dan untuk tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari
periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam
sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang
dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber
energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama
secara dinamis dan damai. Kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku
seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang
penuh keadaban.
Membangun jati diri bangsa melalui pendidikan berwawasan kearifan lokal
(local genius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati
diri bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu
budaya bangsa memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber
atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru, misalnya dalam bahasa, seni, tata
masyarakat, teknologi, dan sebagainya, yang kemudian ditampilkan dalam

perikehidupan lintas budaya. Motivasi menggali kearifan lokal sebagai isu sentral
secara umum adalah untuk mencari dan akhirnya, jika dikehendaki, menetapkan
identitas bangsa, yang mungkin hilang karena proses persilangan dialektis atau karena
akulturasi dan transformasi yang telah, sedang, dan akan terus terjadi sebagai sesuatu
yang tak terelakkan.
Bagi kita, upaya menemukan identitas bangsa yang baru atas dasar kearifan
lokal merupakan hal yang penting demi penyatuan budaya bangsa di atas dasar

identitas daerah-daerah Nusantara. Pengembangan kearifan-kearifan lokal yang
relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa,
terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti
penting bagi identitas daerah itu sendiri. Pengembangan kearifan lokal suatu daerah
akan mendorong rasa kebanggaan akan budayanya dan sekaligus bangga terhadap
daerahnya karena telah berperan serta dalam menyumbang pembangunan budaya
bangsa.
Karya-karya seni budaya, yang digali dan sumber-sumber local misalkan batik
Aceh, jika ditampilkan dalam ''wajah atau wacana keindonesiaan'' niscaya memiliki
sumbangan yang sangat besar bagi terciptanya identitas baru keseluruhan bagi bangsa
secara keseluruhan. Kearifan lokal dapat dijadikan jembatan yang menghubungkan
masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang dan generasi sekarang, demi

menyiapkan masa depan dan generasi mendatang. Pada gilirannya, kearifan lokal pun
dapat dijadikan semacam simpul perekat dan pemersatu antargenerasi.
Oleh karena itu, menjadi semacam imperatif yang mendesak untuk terus
menggali dan ''memproteksi'' kearifan lokal yang terdapat pada setiap etnik lokal
lewat berbagai upaya yang dimungkinkan, termasuk di dalamnya lewat "pendidikan"
(pembudayaan) apa pun bentuk pendidikan itu: formal-informal. Dengan selalu
memperhitungkan kearifan lokal lewat dan dalam pendidikan budaya niscaya
manusia didik tidak terperangkap dalam situasi di mana menjadi manusia yang
terasing dari realitas dirinya dalam pengertian "menjadi seperti (orang lain)''.
Jadi, muatan lokal dalam pendidikan budaya harus selalu dimaknai dalam
konteks kemerdekaan dalam rangka lebih mengenal diri dan lingkungan, dan
bukannya sebagai domestikasi sosial budaya. Budaya Barat yang sudah maju secara
ekonomis dan teknologis secara tak terhindarkan telah melanda kita dengan begitu
kuat sehingga kita merasa kehilangan (sebagian) identitas tradisional bangsa.
Munculnya keinginan untuk membangun kembali identitas bangsa, pada hakikatnya
dapat dipertimbangkan sebagai salah satu sarana yang penting untuk menyeleksi, dan
bukannya melawan, pengaruh budaya "lain".

Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren lewat
pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya

daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa, dan, sebagai
semacam filter dalam menyeleksi pengaruh budaya "lain". Nilai-nilai kearifan lokal
itu meniscayakan fungsi yang strategis bagi pembentukan karakter dan identitas
bangsa. Secara etimologi, Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa:
"amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan
menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan
ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah
Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan
teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO
telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober,
2009.
Batik merupakan identitas budaya yang ikut menyemarakkan industri kecil
dan menengah yang memproduksi batik. Sesungguhnya, identitas budaya kita tidak
hanya ditentukan dari pilihan dan citra motif pakaian semata-mata. Melainkan ada
hal-hal yang lebih

substansial dari batik itu


sendiri, yaitu: etos, jiwa,

ketekunan,ketelatenan, pelayanan, dan ketulusan untuk mengabdi. Pengakuan secara
nasional bahkan internasional terhadap eksistensi batik menjadi bagian rekonstruksi
budaya yang dilakukan secara kreatif sebagai bagian dari daya cipta manusia, bukan
sekedar warisan tradisi.
Pendidikan yang sejati berfungsi membangun karakter individu agar sesuai
dengan nilai-nilai kearifan yang menguri-uri tradisi kebudayaan disekitarnya. Oleh
karena itu perlu dikaji ulang untuk kembali kepada makna, esensi, dan filosofi
pendidikan nasional itu sendiri, karena pendidikan tidak lepas dari pembelajaran yang
mampu menghidupkan kreatifitas, sehingga mampu menjadi representasi terampil
dan aktif.

Disinilah yang menjadi titik tekan dari pendidikan sendiri, sehingga apa yang
diharapkan agar terjadi proses transformasi dan akulturasi ilmu dan kebudayaan dapat
berjalan dan bersanding. Pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang
sangat kuat. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Tanpa proses
pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang. Sehingga
dapat diartikan pendidikan sendiri merupakan proses pembudayaan. Melihat begitu
kuatnya peran pendidikan sebagai proses pembudayaan, maka pendidikan juga harus

berakar pada nilai.
Nilai itu sendiri harus berawal dari agama dan kebudayaan lokal, bahkan di
lembaga sekolah sekarang ada upaya untuk mengembangkan muatan lokal yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan potensi lingkungan sekolahnya, sehingga
sekolah memiliki ciri khas sebagai keunggulannya. Untuk mengurai permasalahan
bangsa yang dihadapi demikian kompleks,diperlukan pendekatan multidimensional
dan multijalur. Tak cukup hanya dipecahkan dari sudut ekonomi seperti yang selama
ini. Hal ini perlunya pengembangan pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan
lokal penting untuk dikaji untuk menggali nilai-nilai lokal yang bisa dijadikan
sebagai muatan pendidikan karakter.
II. Tujuan Kegiatan
Tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana
pendidikan dengam kearifan lokal dapat membangun jati diri bangsa. b. Produk batik
Aceh sebagai cerminan kearifan lokal pendidikan berkarakter menghadapi era
globalisasi.
III. Metode Pengumpulan Data
Berbagai data yang diperoleh adalah data primer dan sekunder. Data primer
didapat melalui wawancara langsung yang dilakukan kepada kepada para budayawan
lokal maupun nasional, dan pemerhati batik aceh, sedangkan data sekunder didapat
melalui jurnal – jurnal yang dipublikasi dan dari penelitian terdahulu. Informan

adalah budayawan lokal termasuk pemerhati batik Aceh. Teknik analisis data
penelitian ini dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
kesimpulan/Verifikasi.

IV. Hasil dan Pembahasan
Dari wawancara saya dengan salah seorang budayawan sekaligus pemerhati
budaya lokal Aceh bernama Tgk. Khalid asal kota Lamno Aceh Jaya. Hasil
wawancara yang dapat saya kutip sebagai berikut :
1. Saya melihat model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal
merupakan satu tawaran yang masih bisa diketengahkan sebagai satu
alternatif solusi ditengah tekanan liberalisasi kebijakan, hal ini sebagai
upaya untuk meletakkan dasar-dasar filosofi pendidikan yang sebenarnya
bahwa pendidikan tidak terpisahkan dari masyarakat.
2. Saya berharap agar keterampilan membatik khususnya batik Aceh
merupakan icon batik lokal mesti dilindungi dari kepunahannya serta
dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Dengan
pertimbangan bahwa kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan
kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara
optimal. Maka sudah sepantasnya batik dilibatkan dalam kegiatan

pembelajaran di lembaga pendidikan, karena batik adalah termasuk
warisan dan kekayaan budaya yang mesti dilestarikan di sepanjang zaman.
3. Saya berasumsi karya batik merupakan pengintegrasian dengan
pengembangan karakter siswa sebagai regenerasi. Adapun beberapa
karakter siswa yang dapat terbentuk melalui pembelajaran batik ini antara
lain; tekun, ulet, nasionalistik, bernalar, kreatif, peduli, tanggung jawab,
bersih, santun, gotong royong, gigih, dan beretos kerja tinggi.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat kita tarik suatu kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pendidikan merupakan proses dinamika yang dapat menghasilkan perubahan
di segala hal termasuk perilaku, sikap dan perubahan intelektualnya.
Pendidikan sebagai usaha untuk membantu mencapai kedewasaan pola pikir
dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang melaju dengan cepat, yang cenderung tak
terkendali, bahkan hampir-hampir tak mampu dielakkan oleh dunia
pendidikan.
2. Pemberdayaan melalui adaptasi pengetahuan kearifan lokal dapat sebagai
reinterpretasi nilai-nilai strategi cerdas untuk memecahkan problem sosial
karena dalam banyak hal problem sosial itu bersumber pada persoalan lokal

juga. Perlu ada sinergi antara pemerintah daerah dan budayawan, pemerhati
serta praktisi kebudayaan baik dari pihak Perguruan Tinggi maupun
institusional dan lintas sektoral.
3. Batik merupakan identitas budaya yang ikut menyemarakkan industri kecil
dan menengah yang memproduksi batik. Sesungguhnya, identitas budaya kita
tidak hanya ditentukan dari pilihan dan citra motif pakaian semata-mata.
Melainkan ada hal-hal yang lebih substansial dari batik itu sendiri, yaitu: etos,
jiwa, ketekunan, ketelatenan, pelayanan, dan ketulusan untuk mengabdi.
Pengakuan secara nasional bahkan internasional terhadap eksistensi batik
menjadi bagian rekonstruksi budaya lokal yang dilakukan secara kreatif
sebagai bagian dari daya cipta manusia, bukan sekedar warisan tradisi.
4. Batik sebagai salah satu warisan budaya memerlukan pemaknaan ulang untuk
ditransformasikan kepada generasi muda. Batik Aceh tidak cukup hanya
dihadirkan secara fisik saja sehingga dapat dijumpai di mana-mana karena
dipakai oleh semua kalangan masyarakat. Namun yang tidak kalah penting
adalah menggali dan menilik nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya
untuk dimanfaatkan bagi kehidupan masyarakat Aceh khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
5. Membangun sistem pendidikan dengan paradigma dan orientasi pendidikan
yang konkret komprehensif sebagai strategi kultural yang membawa
supremasi nilai kebangsaan serta pendidikan pada aspek pragmatis teknis
yang memiliki integrasi pendidikan kearifan lokal.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45