Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Mena Muria bagi Masyarakat Aboru di Pulau Haruku

BAB II TEORI BAHASA dan SEMIOTIKA

1. Bahasa

  Dunia bahasa telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Bahasa bukan lagi dipahami berdasarkan dimensi logis

  1

  antara realitas tetapi telah dipahami sebagai logosentrisme . Manusia sudah tidak lagi memahami bahasa melalui struktur bahasa tetapi juga melalui berdasarkan fungsi bahasa berdasarkan konteks bahasa digunakan. Penggunaan bahasa harus sesuai dengan aturan- aturan sintaksis dalam bahasa. Bahasa dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang

  2

  dikendalikan oleh aturan sinteksis tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bahasa adalah Sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa sering kali dipandang untuk menunjukkan tabiat seseorang dan sifatnya. Dalam tingkat masyarakat, bahasa memerankan banyak fungsi. Yang utama diantara fungsi bahasa adalah bahwa bahasa menciptakan batasan dan menyatukan para penuturnya sebegai anggota masyarakat tutur. Pada tingkat individu dan kelompok yang berinteraksi, fungsi- fungsi bahasa secara langsung berkaitian dengan tujuan dan kebutuhan partisipan. Menurut Hymes ada beberapa kategori fungsi komunikasi bahasa antara lain : fungsi ekspresif ( menyampaikan perasaan atau emosi), fungsi direktif (memohon atau memerintah), fungsi referensial ( isi proposisi benar atau salah), fungsi poetic (estetika), fungsi fatik ( empati dan solidaritas) dan fungsi metalinguistik (referensi pada bahasa itu

  3 sendiri).

  Berbeda dengan Bloomfield yang fokus pada etnografi bahasa, bahwa bahasa itu hidup dalam masyarakat tutur (Speech-Community) dan berdasarkan pada frekuensi interaksi oleh sekelompok orang.

  “The particular speech sound which people utter under particular stimuly, differ among different group of men; mankind speaks many languange. A group of people who use the same system of speech signals is a speech- community. Obviously the value of languange depends upon people’s using it in same way. Every member of the social group must upon suitable occasion utter the proper speech-sounds, must make the proper response. He must speak intelligibly and must understand what other say. This holds good for even the

  4 least civilized communities; wherever we find man, he speaks

  Kesulitan tersendiri yang dihadapi adalah mendefisikan masyarakat tutur, masyarakat harus diarahkan pada perbedaan ruang lingkup yang dimiliki masyarakat

  5

  berdasarkan kriteria yang berbeda :

  1. Merupakan kelompok manapun dalam masyarakat yang memiliki sesuatu yang signifikan secara umum (termasuk agama, etnis, ras, usia, orientasi jenis kelamin, jabatan dll) 2. Merupakan unit batasan fisik orang yang memiliki kesempatan peran sepenuhnya (suku atau bangsa yang terorganisir secara politis, tetapi bukan satu jenis kelamin, usia atau satu kelas saja seperti rumah jompo) 3. Merupakan kumpulan etnisitas yang berada pada tempat yang sama yang memiliki sesuatu yang umum 3 Abd. Syukur Ibrahim, Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi (Surabaya : Usaha Nasional, 1994)

  15-16

  Etnografi komunikasi harus dimulai dengan entitas sosial yang didefiniskan secara ekstra-linguistik dan meniliti repertoir komunikatif dalam bentuk masyarakat yang didefiniskan secara sosial. Pandangan Bloomfield ini mengatakan bahwa kebudayaan masih merupakan aspek yang relevan dengan komunikasi tetapi tidak lupa pula bahwa ada aspek-aspek lain seperti struktur sosial, nilai dan sikap yang dimiliki dalam bahasa. Interpretasi makna dalam bahasa juga turut dipengaruhi oleh budaya, setidaknya ada dua makna yang bisa menjadi acuan.

  1. Makna referensial : bisa diacukan pada banyak elemen dalam kode lingusitik dalam cara yang statis. Elemen-elemennya antara lain fonologi, gramatika dan leksikon yang digunakan dalam komunikasi.

  2. Makna situasi : harus dipandang sebagai proses yang dinamis. Interaksi menghendaki persepsi, seleksi dan interpretasi ciri-ciri yang luar biasa dari kode yang digunakan dalam situasi komunikatif aktual. Menurut Jacobson

  6

  selain fungsi komunikasi bahasa juga memiliki fungsi peotic yakni fungsi estetis sebuah kata yang disusun sedemikian rupa sehingga berdasarkan prinsip keseimbangan (rima dan makna).

  Menurut Hymes :

  Fungsi-gungsi bahasa memberikan dimensi primer untuk

  mengkarakterisasi dan mengorganisasikan proses komunikasi dan produk dalam masyakarat; tanpa memahami mengapa bahasa digunakan dalam masyarakat sebagaimana adanya, dan konsekuensi-konsekuensi penggunaan bahasa itu, tidaklah mungkin untuk memahami maknanya dalam konteks interaksi sosial

  ”

  7 Dalam fungsinya, bahasa dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu fungsi referensial

  8

  dan fungsi afektif. Yang pertama fungsi referensial bahasa adalah yang terkait dengan nama apa yang digunakan untuk menyebutkan objek dan ide serta bagaimana cara mendeskripsikan kejadian. Atau dengan kata lain bagaiamana seseorang merepresentasikan dan menggambarkan dunia disekitar dan dampak dari representas itu terhadap cara berpikir. Yang kedua adalah fungsi afektif dari bahasa terkait dengan kekuasaan dan status sosial. Kedua fungsi ini sangat erat kaitannya dengan kekuasaan sehingga dengan demikian potensi untuk menciptakan makna baru dalam bahasa dapat diperhatikan. Menurut Levi- Strauss, bahasa dalam sistem komunikasi dipengaruhi oleh fenomena-fenomena yang

  9

  mempengaruhi sistem perilaku dan nilai Berbicara tentang bahasa dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat.

  Kekuasaan lewat bahasa seringkali terjadi dalam ruang publik. Sebagai contoh bahasa- bahasa yang digunakan sebagai alat politik untuk mempengaruhi masyarakat. Bukan hanya dalam ruang publik bahkan secara personal pun kekuasaan lewat bahasa dapat terjadi dalam relasi sosial suatu individu dengan individu yang lain. Biasanya pengaruh bahasa sangat besar dalam usaha mengubah masyarakat. Gerakan-gerakan mengubah bahasa yang biasanya digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok minoritas.

  Gerakan reformasi bahasa sudah ada sejak lama bahkan sudah berpengaruh sejak abad

  10

  18 . Upaya reformasi bahasa dapat bersifat dangkal dan tidak memabawa perubahan terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Apakah benar masyarakat dapat berubah hanya dengan bahasa yang baru ataukah memungkinkan bahsa menciptakan makna peyoratif (negatif).

  Bahasa harus dilihat sebagai instrumen tindakan atau kekuasaan sehingga hal ini berimplikasi kepada pengetahuan dan kekuasaan. Komunikasi merupakan pertukaran bahasa yang berlangsung sebagai hubungan kekuasaan simbolis dimana terwujud hubungan kekuatan antara pembicara dan mitra atau lawan bicara dalam suatu

  11

  komunitas. Hubungan kekuatan tersebut membentuk hubungan sosial yang didominasi oleh interaksi simbolik. Ada perspektif yang lebih kritis melihat wacana (didalamnya bahasa) sebagai kelompok untuk membuat pernyataan (cara untuk mempresentasikan pengetahuan) tentang hal khusus dalam suatu rentangan sejarah. Wacana dilihat sebagai produksi pengetahuan melalui bahasa dan bahasa lebih dalam kaitannya dengan praksis

  12

  sosial. Karena praksis sosial memerlukan makna dan makna mempertajam serta mempengaruhi apa yang kita lakukan, maka semua praktik sosial mengandung dimensi wacana. Pemikiran yang kritis tidak bisa dilepas dari upaya analisa wacana, karena wacana mendefinisikan dan menghasilkan objek pengetahuan yang merngarahkan cara bagaimana suatu topik dapat dibicarakan secara bermakna dan menentukan bentuk rasionalitasnya. Bahkan wacana mempengaruhi gagasan-gagasan yang dipraktikan untuk mengatur perilaku. Akhirnya, aspek yang lebih jeli perlu diperhatikan ialah bahwa wacana bisa menentukan perspektif.

  Wittgenstein merupakan salah satu ahli filsafat bahasa yang mengklaim bahwa

  13

  bahasa hanya dapat dimengerti dalam kerangka bentuk-bentuk kehidupan. Dapat dilihat bahwa bahasa pada hakekatnya telah mengalami sebuah transformasi fungsi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahasa secara struktural selain dipengaruhi oleh konteks, bahasa juga berperan dalam sistem sosial. Analisa-analisa terkait dengan makna 11 Pierre Bourdieu, Languange and Symbolic Power. John B. Thompson (Ed.), (Cambridge : Polity Press, 1991) 14. sosiologis atas fakta membuat penggunaan bahasa semakin berpengaruh terhadap

  14

  perkembangan teori-teori sosial. Untuk memahami konsep bahasa maka akan bermuara pada konsep linguistik. Ferdinand de Saussure telah lama berbicara mengenai ilmu

  15

  linguistik. Ia membedakan bahasa dalam dua macam hubungan , antara lain : hubungan sintagmik yaitu hubungan yang terdapat antara satuan-satuan bahasa didalam kalimat tertetu (in presentia). Yang kedua adalah hubungan asosiatif adalah hubungan yang terdapat dalam bahasa tetapi tidak tampak dalam susunan kalimat (in absentia). Saussure lebih melihat bahasa sebagai sebuah sistem. Namun ada pemikiran lain bahwa perbedaan bahasa dan falsafah antar budaya yang satu dengan yang lain, serta memperhatikan dampak dari bahasa terhadap persepsi mengenai realita dalam penelitian yang dilakukan

  16 oleh antropolog Edward Saphir (1884-1939) dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941).

  Pemikiran mereka disebut sebagai hipotesis Shapir-Whorf. Hipotesis ini dibagi menjadi

  17

  dua yakni :

  1. Teori relativitas linguistik yang menyatakan bahwa tiap-tiap budaya akan menafsirkan dunia dengan cara yang berbeda-beda dan bahwa perbedaan- perbedaan ini akan terkodekan dalam bahasa. Istilah relativitas ini merujuk pada ide bahwa tidak ada cara yang mutlak atau alami secara absolut untuk memberikan label pada isi dari dunia ini. manusialah yang memberi label pada isi dunia sesuai dengan persepsi masing-masing yang bersifat relatif dalam artian berbeda antara budaya satu dengan budaya yang lain.

  14 Pip Jones. etc, Introducing Social Theory, terj. Pengantar Teori-Teori Sosial, Achmad Fedyani Saiffudin ( Jakarta : Yayasan Obor,2016) 169. 15 Abdul Chaer, Kajian Bahasa : Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran (Jakarta : Rineka Cipta,

  2. Teori determinisme linguistik yang menyatakan bahwa bukan hanya persepsi terhadap dunia yang mempengaruhi bahasa tetapi bahasa yang digunakan dapat mempengaruhi cara berpikir secara mendalam. Bahasa dapat dilihat sebagai kerangka dari pemikiran manusia. Dan menurut teori ini, sangat sulit untuk berpikir diluar kerangka tersebut. Selain itu bahasa juga menunjukkan identitas dari penggunanya. Menurut Halliday

  18

  setidaknya bahasa dibagi dalam beberapa fungsi kebahasaan :

  1. Bahasa yang berkaitan dengan situasi dan makna yang dirujuk pada awal pembicaraan.

  2. Bahasa dengan fungsi pragmatis dan magis, hal ini sangat erat kaitannya terhadap fungsi bahasa dalam ritual atau kegiatan seremonial dalam kebudayaan.

  3. Bahasa dengan fungsi individu yakni ekspresif, konatif dan representasional.

  Berdasarkan fungsi bahasa yang dipaparkan oleh Halliday maka dapat dilihat bahwa fungsi bahasa akan ditafsirkan bukan semata-mata terhadap makna tetapi juga terhadap khasanah yang mendasar bagi perkembangan sistem makna itu sendiri. bahasa dan makna adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan sebuah kesatuan yang dapat berfungsi dalam penggunaanya. Bahasa dan makna sangat dipengaruhi oleh konteks situasi, konteks situasi yang berbeda-beda akan menimbulkan makna dan bahasa yang berbeda pula. Salah satu konteks situasi yang memberikan pengaruh terhadap makna dan

  19

  bahasa adalah konteks budaya. Selain saling mempengaruhi harus diketahui juga bahwa bahasa adalah bagian integral dari budaya.

20 Menurut Malinowski , fungsi magis bahasa adalah cara komunikasi dengan wujud-

  wujud yang dianggap sakral karena bentuk-bentuk bahasa ini menembusi batas dan ruang transenden. Bagi masyarakat tradisional, bahasa yang magis adalah mengaitkan bahasa dengan kuasa kreatif untuk memberi atau mewujudkan, untuk mempengaruhi, mengubah dan melenturkan emosi, dan mengubah tindakan manusia. Kuasa kreatif bahasa juga dikaitikan dengan upaya untuk menjejakan emosi atau sturuktur untuk mencapai greater inner calm and spiritual power.

  Salah satu produk budaya adalah bahasa dan telah ada sejak lama dalam peradaban manusia. Makna bahasa adalah hal umum yang kita dapati dalam sebuah bahasa. Namun makna tidak serta merta juga mewakili bahasa meskipun mempunya kaitan yang erat. Makna juga dapat berkaitan dengan lambang atau simbol (kebudayaan, agama, negara dll) ataupun gejala-gejala alam. Dalam suatu bahasa daerah tertentu misalnya di Maluku, pemaknaan terhadap bahasa sangat dipengaruhi oleh konteks budaya dan situasi. Untuk mempelajari pemaknaan suatu bahasa berbasis kultural, dan sosial maka perlu memahami tentang etnolinguistik dan sosiolinguistik. Etnolinguistik meliputi segala aspek dari

  21

  struktur sosial, budaya, dan perilaku manusia sehingga ada indikasi bahwa individu atau kelompok yang berbeda menggunakan bahasa untuk menyampaikan maksud yang dapat berarti maupun tidak berarti ditentukan oleh kebudayaan.

  22 Menurut Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang merupakan ahli linguistik

  dari Amerika menyatakan bahwa bahasa menentukan cara berpikir manusia, menentukan manusia melihat realitas dunia dan dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial seperti kelas sosial dan status. Wakit Abdullah mengatakan bahwa Etnolinguistik adalah dimensi 20 Noriah Mohamed dan Darwis Harahap,Ed. Mutiara Budi : Mengenang Profesor Abdullah Hasan (Selangor : PTS Akademia,2013) 401. bahasa yang terkandung dalam dimensi sosial dan budaya (upacara, ritual, dan peristiwa budaya) yang lebih luas untuk mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur

  23 sosial. Selain pendekatan etnolinguistik ada pula pendekatan sosiolinguistik.

24 Sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap

  cara suatu bahasa digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, selain berbicara mengenai bahasa sebagai pengaruh dari budaya (etnolinguistik) juga perlu berbicara mengenai bahasa dalam kaitannya dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat (sosiolinguistik).

  Menurut Wardahaugh sosiolinguistik berbicara mengenai bahasa dan masyarakat, memahami struktur bahasa dan fungsinya dalam komunikasi. Ia juga memandang bahasa sebagai sebuah sistem sosial dan sistem komunikasi yang merupakan bagian dari

  25

  masyarakat dan kebudayaan tertentu. Setiap individu mempelajari peran sosial masing- masing melalui bahasa. Variasi bahasa yang lengkap (elaborated code) biasanya digunakan untuk hal-hal formal sedangkan variasi tidak lengkap (restricted) biasa

  26

  digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak formal. Dalam mendeskripsikan pola- pola pemakaian bahasa dalam budaya tertentu ada beberapa kajian sosiologis yang penting

  27

  untuk diperhatikan :

  1. Mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan budaya

  2. Menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan 23 situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya. 24 Wakit Abdullah, Etnolinguistik : Teori, Metode dan Aplikasinya. (Solo : UNS Press, 2013) 10.

  diunduh pada Tanggal 04 April 2017 Pukul 00:31 WIB.

  3. Mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat.

  Bahasa juga mempengaruhi kelompok sosial maka ada beberapa aspek penentu. Kelompok sosial merupakan istilah dalam sosiologi yang mengacu pada perbedaan kelas atas dasar kekuasaan, politik, ekonomi, ataupun profesi. Penggunaan bahasa dalam kelompok sosial yang berbeda akan menghasilkan variasi bahasa yang berbeda. Bahasa tidak saja mempunyai keterkaitan dengan aspek antropologi dan sosiologi tetapi juga aspek kognitif. Berbicara tentang kognitif maka akan berbicara juga mengenai memori. Kemampuan kognitif manusia ditentukan oleh memori yang tersimpan didalam otak manusia. Memori adalah ingatan tentang pengalaman masa lampau melalui proses informasi yang melibatkan indra penglihatan, pendengaran dan indra lainnya kedalam

  28

  ingatan manusia. Memori manusia terdiri dari 3 bagian : yakni sensor motorik, ingatan jangka pendek (Short Term Memory) dan memori jangka panjang (Long Term Memory).

  Dari ketiga memori tersebut yang berkaitan dengan memori semantis (memori tentang

  29 bahasa dan makna) adalah memori jangka panjang.

2. Semiotika

  Secara umum semiotika dapat dipahami sebagai bidang ilmu yang mengkaji makna

  30

  berbagai tanda dan lambang. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat semiotika erat hubungannya dengan bahasa? Bahasa merupakan sistem lambang sehingga sebenarnya makna bahasa juga termasuk dalam semiotika. Namun secara khusus kajian mengenai makna bahasa ini mempunyai wadah sendiri yaitu semantik. Semantik lazim diartikan sebagai kajian mengenai makna bahasa. Mengapa harus dieksplesitkan makna bahasa? Karena selain makna bahasa, kehidupan manusia banyak makna-makna yang 28 Untung Yuwono, Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta : Gramedia Pustaka tidak ada kaitannya dengan bahasa melainkan dengan lambang-lambang lain seperti tanda- tanda lalulintas, tanda-tanda kejadian alam, lambang negara, simbol-simbol budaya,

  31 simbol-simbol keagamaan dan lain sebagainya.

  Semiotika bukan lagi sebagai makna bahasa saja melainkan juga dilihat sebagai proses sosial yang menghasilkan makna itu sendiri. Halliday mengembangkan semiotika

  32

  sosial sebagai pendekatan studi makna. Pendekatan ini tidak melihat bahasa sebagai entitas yang secaraa otomatis dirujuk sebagai hubungan antara yang ditandai dan yang menandai. Aliran semiotik ini dikenal dengan semiotik behavioral. Semiotika sosial ini lebih melihat bahasa sebagai sebuah realitas sosial sekaligus realitas semiotik. Sebagai suatu realitas, bahasa didalamnya merupakan fenomena pengalaman fisis, logis, psikis atau fenomena filosofis penturnya dalam konteks situasi dan konteks kultural tertentu.

  Dalam hal ini kebudayaan merupakan sumber makna sekaligus sumber semiotik itu sendiri sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa kebudayaan merupakan jaringan sistem dan makna. Suatu pemaknaan nilai-nilai kultural masyarakat direalisasikan melalui proses

  33 sosial dengan setting tertentu.

  Dalam sebuah masyarakat proses-proses sosial menggunakan bahasa sebagai medium. Objek dari kajian semantik adalah makna yang merupakan objek yang tidak dapat diamati atau diobservasi secara empiris. Dalam perkembangannya ada kesadaran bahwa mengkaji makna harus juga sejalan dengan mengkaji bahasa. Kedua hal ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kajian makna terbagi atas

  34

  beberapa bagian, yakni :

  1. Kajian Makna Lesikal 31 Ibid, 68

  Makna lesikal adalah makna yang secara inheren ada dalam butir leksikal. Untuk mengetahui makna leksikal dari sebuah leksem yang belum diketahui maka dapat memeriksa dalam kamus yang menyajikan makna leksikal. Secara umum masalah makna leksikal mencakup masalah kesamaan makna, ketercakupan makna dan keberlainan makna.

  a) Kesamaan Makna

  Biasa disebut sebagai sinonim yang bersifat mutlak. Tidak serta merta dua kata yang berpadanan dapat memiliki makna yang sama. Karena ada unsur semantik yang bisa mensinonimkan dua kata yang berbeda tetapi juga dapat melahirkan masalah karena terkadang dua kata yang bersinonim tidak dapat disubtitusikan.

  b) Ketercakupan Makna

  Yang biasa disebut sebagai hiponiman atau hiperniman. Yang berkenaan dengan adanya fakta bahwa ada kata-kata yang maknanya tercakup dibawah makna lain.

  c) Keberlainan Makna

  Ini biasanya terjadi antara dua butir leksikal yang berkanaan dengan adanya fakta bahwa kata-kata yang dibentuk adalah sama, tetapi maknanya berlainan.

  Adanya fakta-fakta seperti itu dapat menimbulkan pertanyaan bagaimana terjadinya bentuk-bentuk kata yang sama padahal maknanya tidak sama.

  35

  2. Kajian Makna Gramatikal

  Makna gramatikal adalah “makna” yang muncul sebagai proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi dan proses konversi. Khusus untuk proses akronimisasi sebenarnya tidak memunculkan makna gramatikal sebab proses itu hanya mengubah bentuk ungkapan yang panjang melalui abreviasi menjadi sebuah kata yang pendek. Proses konversi juga tidak memunculkan makna gramatikal sebab proses itu hanya mengubah kelas kata tanpa mengubah fisik bentuk dasarnya. Proses afiksasi perlu dikemukakan adanya perbedaan pandangan mengenai makna. Makna gramatikalnya sangat tergantung pada komponen makna yang dimiliki bentuk dasar suatu kata. Berbeda dengan proses afiksasi, proses reduplikasi menampilkan kesan yang melahirkan makna plural atau makna intensitas. Kalau dasar makna direduplikasikan hanya berdasarkan kategori nomina, verba dan ajektifa maka makna gramatikal yang diperoleh memang bermakna plural atau intensitas. Padahal dalam kenyataannya bahasa yang direduplikasi dalam bahasa Indonesia juga merupakan kata yang berkategori lain. Oleh karena itu masalah reduplikasi perlu dikaji dengan mengangkat semua bentuk objek kajian. Yang terakhir adalah proses komposisi yang merupakan suatu proses penggabungan dasar dengan dasar. Namun perlu diperhatikan bahwa harus dikemukakan adalah istilah lain yang tumpang tindih dan sering dikacaukan oleh pengguna bahasa.

  36

  3. Kajian Makna Kontekstual Yang dimaksudkan dengan kajian makna kontekstual adalah : pertama, makna penggunaan sebuag kata dalam konteks kalimat tertentu. Kedua, makna keseluruhan kalimat dalam konteks situasi tertentu. Masalah dalam kajian makna kontekstual adalah adanya suatu ujaran yang dimaknai berbeda-beda oleh sejumlah orang menurut pemahaman dan tafsirannya masing-masing. Makna yang dipahami orang lain dalam kajian tindak tutur disebut sebagai makna ilokusi. Hal ini dalam kajian semantik lazim disebut sebagai ketaksaan (ambiguitas). Penyebabnya adalah karena kekurangan konteks baik konteks kalimat maupun konteks situasi.

  37

  4. Kajian Dialektologi Dialektologi atau dialek merupakan isolek atau biasa disebut sebagai subdialek atau bahasa. Dialek digunakan untuk menyebut variasi bahasa dari kelompok- kelompok penutur tertentu. Dalam bidang kajian dialektologi dibagi menjadi dua bagian, yakni :

1. Kajian dialek diakronik, ditujukan pada upaya-upaya untuk :

  a) Mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam bahasa yang dikaji. Perbedaan itu mencakup bidang fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon dan semantik. Termasuk juga masalah tingkatan bahasa.

b) Memetakan unsur-unsur kebahasaan yang berbeda.

  c) Menemukan isolek sebagai dialek atau subdialek dengan berpijak pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda, yang telah dideskripsikan atau dipetakan.

  d) Membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau subdialek melalui pendeskripsian ciri-ciri fonologis, morfologis, sintaksis dan leksikal yang menandai dan atau membedakan antara dialek atau subdialek yang satu dengan lainnya dalam bahasa yang diteliti.

  e) Membuat rekonstruksi prabahasa bahasa yang diteliti dengan memanfaatkan evidensi yang terdapat dalam dialek atau subdialek yang mendukungnya.

  f) Menelusuri pengaruh antar dialek atau subdialek bahasa yang diteliti serta situasi persebaran georgrafisnya.

  g) Menelusuri unsur kebahasaan yang merupakan inovasi internal ataupun eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa yang diteliti, termasuk bahasa sumbernya, serta situasi persebaran georgrafisnya pada tiap-tiap dialek dan subdialek.

  h) Menelusuri unsur kebahasaan yang berupa bentuk relik pada dialek atau subdialek yang diteliti dengan persebaran geografisnya. i)

  Menelusuri hubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda diantara dialek atau subdialek bahasa.

  38 Kajian makna yang berbeda diungkapkan oleh Strawson (1950) mengatakan

  bahwa : “perujukan atau penyebutan kata atau kalimat bukanlah sesuatu yang dilakukan ekspresi; melainkan sesuatu yang dilakuka seseorang dengan menggunakan ekspresi.” Maka dari sudut pandang ini “makna” adalah fungsi sebuah kalimat atau ekspresi penyebutan, perujukan, dan kebenaran serta dusta, semua itu adalah fungsi dari penggunaan kalimat atau ekspresi. Dengan menggunakan ekspresi maka sebenarnya telah memberi arahan umum bagi penggunaan ekspresi yang berarti bahwa analisis semantis berkorespondensi dengan sebuah objek. Penggunaan ekspresi dalam perujukan juga berarti menentukan dan menetapkan nama-nama, deskripsi-deskripsi atau kalimat-kalimat tertentu yang bisa diterapkan pada apa yang diserap oleh pengalaman faktual.

  MAK Halliday dalam semiotika sosial memungkinkan untuk membangun sebuah kerangka kerja yang membedah interaksi antara teks dan konteks (situasi) yang didasarkan

  39

  pada tiga konsep yakni : 1.

  Medan wacana ( field of discourse) merupakan tindakan sosial yang sedang terjadi atau dibicarakan. Aktivitas dimana para pelaku terlibat didalamnya.

  2. Pelibat wacana (tenor of discourse) melibatkan pihak-pihak pembicara dan sasaran yang terlibat dalam pembicaraan serta kedudukan dan hubungan diantara mereka.

  3. Mode wacana (mode of discourse) merujuk pada pilihan bahasa masing-masing termasuk apakah gaya bahasa yang digunakan bersifat eksplanatif, deskritif, persuasif, metaforis, hiperbolis dan lain sebagainya serta apa pengaruhnya. Selain mengemukakan tentang semiotika sosial, Halliday juga mempelopori teori

40 Linguistik Fungsional Sistematik (LFS) yang memandang bahasa sebagai sistem tanda

  yang dapat dianalisis berdasarkan struktur bahasa dan pemakaiannya. Pemakaian bahasa terkait mengapa dan bagaimana bahasa digunakan. Kajian ini didasarkan pada dua hal mendasar, yakni : 1.

  Bahasa sebagai fenomena sosial atau dikenal sebagai semiotika sosial yakni bahasa yang merupakan teks berkonstrual dengan konteks sosial. Bahasa adalah alat untuk mempertahankan hubungan sosial.

  2. Lingustik sebagai tindakan, kajian bahasa ini tidak hanya melihat bahasa sebagai bagian dari gramatikal saja melainkan juga berkaitan dengan aspek- aspek diluar bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan kehidupan manusia.

  Bahasa dan semiotika berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses sosialisasi makna bahasa dapat mengalami perubahan terkait dengan fungsi bahasa dalam masyarakat. Bahasa dalam fungsinya secara sosiologis di masyarakat dilihat sebagai fenomena yang mempengaruhi masyarakat dalam konteks tertentu. Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat tetapi juga sebagai alat untuk mengidentifikasikan diri dalam komunitasnya. Sejak awal komunitas masyarakat terbentuk bahasa telah dipakai dalam setiap proses sosialisasi, masyarakat tradisional merupakan bagian dari masyarakat tutur. Dalam masyarakat tutur inilah bahasa berfungsi dominan.

  Untuk melihat berbagai gejala dari fenomena bahasa yang terjadi dalam masyarakat maka yang diperlukan adalah mendudukan bahasa secara epistemik. Dalam hal ini, pemahaman tentang fungsi bahasa selain untuk berkomunikasi namun disisi lain dapat membentuk perilaku atau persepsi dan mobilisasi aksi. Selain bahasa, hal lain yang perlu diperhatikan adalah semiotika. Semiotika digunakan untuk mengkaji makna suatu bahasa, ujaran, ucapan atau kata dalam proses sosial dalam masyarakat. Proses sosial tersebut cenderung menggunakan bahasa, sistem lambang dan simbol dalam praksisnya. Sehingga dalam upaya mengkaji makna maka semiotika sangat diperlukan secara khusus studi tentang semantik.

  Semantik lazim diartikan sebagai kajian makna bahasa yang merupakan bagian satunya yang digunakan adalah adalah semiotika sosial yang mencakup dan yang mengkaji fungsi makna dan lambang dalam kelompok sosial. Untuk mempelajari bahasa yang erat kaitannya dengan kebudayaan maka semantik bahasa diperlukan. Didalam semiotika ada sub-sub teori tentang semantik bahasa yang mempelajari tentang makna suatu bahasa. Sehingga untuk mencari tahu makna dan faktor-faktor penentu dalam suatu masyarakat tertentu, kolaborasi antara bahasa dan semiotika menjadi aspek yang sangat penting. Bahasa dan semiotika akan menjabarkan pengaruh kebudayaan, proses sosial, identitas, bentuk-bentuk komunikasi, dan kemampuan kognitif manusia untuk mengolah pengalaman yang berkaitan dengan proses informasi indrawi. Penjabaran ini dimaksudkan untuk mendudukan bahasa dan semiotika dalam pengaruh kekuasaan, politik, dan sosial.

  Sehingga akan membantu proses analisa dalam kaitannya dengan mengkaji makna.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 1 37

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 8

2.1. Pemahaman Tentang Konseling Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 1 22

4.1. Permasalahan Psikosoial Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor Di Kaji Dari Perspektif Konseling Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Pers

0 0 8

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Mena Muria bagi Masyarakat Aboru di Pulau Haruku

0 0 12