HUKUM ISLAM DALAM KERANGKA HUKUM TATA NEGARA INDONESIA

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

HUKUM ISLAM DALAM KERANGKA HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA
(Islamic Law within the Framework of Indonesian constitutional Law)
Indah Dewi Megasari
Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan
Jalan Adhyaksa No. 2 Kayu Tangi Banjarmasin Kalimantan Selatan
E-mail: indahdewi562@gmail.com
Abstract
Islamic law in Indonesian society has very important position compared to the other
existing law such as positive law and customary law. Although , it is but certainly not
in terms of the normative and ideological, dogmatic, or textual but in term of
cultural. This research uses normative juridical methodology, which analyze the
problems using existing constitution and other literature. The results of this study
stated that in the context of the embodiment of national law for the Indonesian people
should not be viewed religion as well as the cultural elements of a community group.
If it is done by the certain community then the chances will cause a great social
turmoil in national scale. However, even if it happens, it should be a natural process

that will be done by the community itself based on the need for a better future.
Keywords: Framework Law, Islamic Law, Constitutional Law.
Abstrak
Hukum Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan yang
lebih penting dibanding dua corak hukum lainnya, hukum positif dan hukum adat,
tapi tentunya tidak dalam pengertian yang normatif dan ideologis, dogmatis, atau
tekstualis melainkan secara kultural.Penelitian ini menggunakan metodelogi yuridis
normatif, yaitu menganalisa permasalahan menggunakan peraturan perundangundangan yang ada dan literature lainnya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
dalam konteks pewujudan hukum nasional bagi bangsa Indonesia semestinya tidaklah
memandang agama maupun elemen kultural salah satu golongan masyarakat. Jika hal
itu dilakukan maka besar peluangnya akanmenimbulkan goncangan sosial secara
nasional dan walaupun hal itu terjadi, hendaknya ia merupakan proses alami yang
dikerjakan oleh masyarakat sendiri berdasarkan kebutuhan akan masa depan yang
lebih baik.
Kata kunci: Kerangka Hukum, Hukum Islam, Hukum Tata Negara.

139

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016


ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

terutama kaitannya dengan Negara

PENDAHULUAN
Diskursus tentang hubungan

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Islam dan negara masih menjadi

sebagai sebuah negara.Dalam konteks

perbincangan

yang

ini, Indonesia sebagai sebuah negara

menarik.Persoalannya,


Indonesia

yang berpenduduk Muslim paling

sebagai

mayoritas

besar

negara

warganya

yang

beragama

menjadikan


demikian,

tidak

dunia

namun

tidak

menjadikan landasan hukum Islam

sebagai

(Qur’an dan Hadis) sebagai ideologi

konstitusinya.Meskipun

negaranya.Disnilah urgensi tulisan ini


hokum

dasar

Islam

di

Islam

Indonesia

juga

bukan

ditemuakan

yaitu


pada

tatanan

sebagai negara sekuler.Indonesia bisa

bagaimana bentuk hubungan agama

dikatakan sebagai negara moderat, di

(Islam) dan negara dalam bingkai

manahukum

NKRI?

konstitusinya

tidak


bertentantangan dengan hukum Islam.
Hukum Islam di tengah-tengah
masyarakat

Indonesia

kedudukan

yang

lebih

penting

hukum positif dan hukum adat, tapi
tentunya tidak dalam pengertian yang
normatif dan ideologis atau dogmatis,
lagi


tekstualis

melainkan

secara kultural.1
Tulisan
mencermati

1. KonsepHukum Islam

mempunyai

dibanding dua corak hukum lainnya,

terlebih

PEMBAHASAN

Hukum


adalah

himpunan

petunjuk hidup (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengatur tata
tertib dalam sesuatu masyarakat, dan
seharusnya

ditaati

oleh

anggota

masyarakat yang bersangkutan, oleh
karena pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan

ini


permasalahan

berupaya
di

atas

dari pihak pemerintah masyarakat itu.2
Menurut Siti Musdah Mulia, hukum
adalah aturan-aturan normatif yang

1

Qodri Azizy, 2002, Eklektisisme
Hukum Nasional: Kompetisi antara Hukum
Islam dan Hukum Umum, Gama Media,
Yogyakarta, 2002, Hlm. xvi.

2


E. Utrecht, 1966. Pengantar dalam
Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Buku Ihtiar,
1966, hlm. 13.

140

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

mengatur

pola

perilaku

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

manusia.

meliputi segala aktifitas masyarakat

Hukum tidak tumbuh di ruang vakum

yang beraneka rupa. Maka diantara

(kosong),

dari

hukum

yang

ibadah,

melainkan

kesadaran

tumbuh

masyarakat

Islam,

ada

hukum-hukum

hukum-hukum

perikatan

membutuhkan adanya suatu aturan

(aqad), hukum-hukum yang diterapkan

bersama.3Sedangkan

pada

oleh

TM.Hasbi

sebagaimana

hukum
Ash

dikutip

Islam

Shiddieqy
oleh

Ismail

keadaan-keadaan

dikecualikan,

yang

hukum-hukum

berdasarkan

mashlahah

yang

mursalah,

Muhammad Syah dirumuskan sebagai

hukum-hukum jihad (perang), dan

koleksi daya upaya para ahli hukum

tawanan, dan hukum-hukum yang

untuk

berlaku dalam menyerang musuh dan

menerapkan

syari’at

atas

kebutuhan masyarakat.4

mempertahankan negara.

Makna syari’ah (hukum Islam)

Tercakupnya

segala

bidang

adalah jalan ke sumber (mata) air,

kegiatan masyarakat dalam hukum

dahulu

Islam, menunjukkan bahwa

(di

arab)

orang

mempergunakan kata syari’ah untuk

sangat

sebutan jalan setapak menuju ke

perkembangan

jamaah

Islamiah

sumber (mata) air yang diperlukan

sebagai

jamaah

insaniah.

manusia

Keempat segi mayarakat diperhatikan

untuk

minum

dan

membersihkan diri.5
Hukum
daerah

cakupan

Islam
yang

dengan

suatu

sempurna

yaitu

prinsip

1)

segi

mempunyai

hubungan manusia dengan manusia, 2)

luas

segi

yang

Siti Musdah Mulia, 2005. “Pembaruan
Hukum Keluarga Islam di Indonesia”, dalam
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF
(Editor), Islam Negara dan Civil Society,
Jakarta: Paramadina (Anggota IKAPI), Hlm.
302.
4
Ismail Muhammad Syah, 1992.
Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
hlm. 19
5
Mohammad Daud Ali, 1998, Hukum
Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1998.,Hlm. 235
3

memelihara

Islam

hubungan

penguasa

dan

manusia

dengan

hubungan

mereka

sebagai saudara, 3) segi hubungan
masyarakat dengan Islam, 4) segi
hubungan masyarakat Islam dengan

141

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

masyarakat lain yang tidak beragama
Islam.

6

Islam

sebagai

agama

dipandang sebagai sebuah perangkat
sistem kehidupan yang komplek dan

2. Konsep

Negara

Islam

dan

Penegakan Syariah
Syari‟ah menunjukkan kepada
manusia perbuatan yang benar, tetapi
juga menetapkan hukuman dunia bagi
orang yang melanggar.Syari‟ah adalah
sebuah system hukum sekaligus sistem
moralitas.Untuk mendukung Syar‟ah
dan

melaksanakanhukuman;

mengawasi

pelaksanaan

untuk
semua

kewajiban yang diperintahkan tuhan;
untuk melindungi ummat dari musuh;
untuk

menyebarkan

ikatan

iman

dengan perang suci (jihad); semua itu
memerlukan seorang pemimpin yang
memiliki otoritas, atau dengan kata
lain,

kekuasaan

kekhalifahan

politik.Keberadaan

dipandang

sebagai

sebuah syarat yang penting untuk
pemeliharaan hukum dan masyarakat.

mumpuni dan diyakini merupakan
mekanisme
menghadapi

yang

ampuh

berbagai

dalam

persoalan

kehidupan yang dihadapi, karena sifat
sakralitasnya yang kuat disebabkan ia
berasal dari Tuhan, dan sempurna
disebabkan

karena

ia

merupakan

risalah penutup bagi umat manusia.
Universalitas
berubah

Islam

bentuknya

di

atas akan

ketika

Islam

sebagai agama dilihat dari sudut
pandang sosiologis. Ada dua keadaan
ketika

pemaknaan

terhadap

Islam

dilakukan, sehingga meniscayakannya
turun pada tataran-tataran partikular
dalam kehidupan seorang muslim.
Pertama, perubahan zaman yang selalu
ditandai dengan hal-hal yang belum
terpikirkan

sebelumnya.Kedua,

7

perbedaan karakteristik tempat dimana
Islam itu tumbuh. Kedua keadaan ini
mutlak berimplikasi langsung pada

6

Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, 2013,Falsafah Hukum Islam, PT.
Pustaka Rizki Putra, Semarang, Hlm. 21-25.
7
Nazih N. Ayubi, 2001,Negara Islam,
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Ter,
ed: John L. Esposito, Mizan Bandung, Hlm
169.

tatanan sosial masyarakat masingmasing, sehingga mau tidak mau,
pastilah ada perbedaan, perselisihan,
pergolakan bahkan bentrokan dalam

142

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

memahami dan menjalankan agama

Dalam paruh pertama abad

Islam yang tertuang dalam Al-Qur‟an

kedua puluh, gerakan-gerakan baru

dan Hadits yang termanifestasikan

model Ikhwanul Muslimin dan Jamaah

oleh para pemikir sebagai Syari‟ah.

Islamiyah mulai bermunculan, tetapi

Ada berbagai sistem politik

belum

begitu

kuat.Kecenderungan

yang berlaku di dunia muslim pada

utama dalam pemikiran dan aksi

awal zaman modern. Beberapa yang

politik saat itu mengarah pada progam

termasuk kerajaan terbesar, misalnya

dan

kesultanan Ustmaniyah di Eropa dan

sekuler.Meskipun

gerakan-gerakan

timur Tengah serta Kesultanan Moghul

nasionalis

muncul

di

para

mengandung unsur-unsur Islam yang

sultan.Sementara Iran yang beraliran

penting, baik dari segi keanggotaan

Syi‟ah dipimpin oleh syah. Di belahan

maupun konsep, nasionalisme tidak

dunia muslim yang lain, ada kerajaan-

disuarakan dalam pengertian Islam

kerajaan lebih kecil yang diperintah

secara signifikan. Pasca perang Dunia

oleh para bangsawan lokal, misalnya

II, ketika kebanyakan negara Muslim

imam di Yaman dan para pemimpin di

telah merdeka dari jajahan Eropa,

kawasan

Asia

ideologi utama gerakan-gerakan protes

Tenggara. Semua negara itu, tak

dan pembaruan radikal dibentuk oleh

terkecuali,

menghadapi

perspektif Barat, baik itu demokrasi,

perubahan

sosial

India,

diperintah

teluk

modern.Evolusi

Persia,

oleh

dan

tantangan

politik

zaman

struktural

yang

perspektif

yang

yang

makin

juga

sosialis, maupun marxisme.
Negara-negara

dengan

berlangsung di negara-negara Muslim

mayoritas

menyangkut dimensi ajaran Islam dan

bergabung dalam dunia negara-bangsa

politiknya.

8

John, L. Esposito & John O. Voll,
1999.Demokrasi di Negara-Negara Muslim:
Problem & Prospek, Alih bahasa Rahmani
Astuti, Bandung: Mizan, Hlm. 2.

Muslim

yang berdaulat.Sistem politiknya, baik
yang

8

penduduk

berbentuk

maupun

republik,

kerajaan

mengembangkan

radikal,

konservatif,
struktur-struktur

yang pada dasarnya termasuk dalam

143

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

kerangka

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

negara-bangsa

Otoritas

politik

dipahami

modern.Perkembangan ini menentukan

dalam

konteks politik di dunia Muslim ada

mengawasi penerapan risalah ilahi,

paruh kedua abad kedua puluh. Tampil

oleh karena itu, kedaulatan bukanlah

sebagai satuan-satuan politik yang

milik penguasa atau ulama, tetapi

berwujud negara bangsa, umat islam

miliki

bermain

politik

terjewantahkan dalam Syari‟ah.Jadi,

internasional maupun domestik dalam

Negara Islam ideal bukanlah otokrasi

bentuknya

atau

di

pengamalan

panggung

yang

beragam

Syari‟ah,

sebagai

Kalam

teokrasi,

alat

Tuhan

tetapi

untuk

seperti

nomokrasi

yang

(supremasi Syari‟ah). Negara semata-

formal konstitusional maupun sosial

mata dipahami sebagai wahana untuk

substansial.9

mencapai keamanan dan ketertiban

“Negara
sebuah

negara

baik

dalam

fiqih

Muslim”
dimana

adalah

dengan cara yang kondusif bagi kaum

mayoritas

muslim untuk menjalankan kewajiban

populasinya adalah beragama Islam;

agama,

Seorang Intelektual muslim adalah

munkar.

seorang intelek yang memiliki latar

bukanlah fungsi negara karena hokum

dan budaya islam. Istilah “Islamis”

(ilahi) mengatasi negara, dan bukan

sebagai pemaknaan dari istilah “

satu produk negara, proses hukum

Negara Islam” yaitu negara yang

hanyalah

berlandaskan legitimasi Islam; seorang

(penilaian) dan aturan terperinci dari

“intelektual islamis” adalah seorang

ketentuan Syari’ah yang lebih luas.

intelektual

yang

serius

Unsur ditentukan keseimbangan dan

mengatur

pemikirannya

dengan

kesetimbangan dianggap diantara tiga

secara

kerangka konseptual Islam.

10

yaitu

amar

Membuat

makruf

nahi

undang-undang

menyimpulkan

hukum

kekuatan; khalifah sebagai penjaga
umat & agama; Ulama yang berfungsi

9

Ibid, Hlm. 4.
10
Oliver Roy, 1996.The Failure of
Political Islam, Harvard University Press
Paperback Edition.Hlm.viii.

memberikan fatwa dan hakim yang

144

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

menyelesaikan perselisihan menurut

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Maududi (1903-1979) Penulis India-

11

Pakistan, mempunyai peran yang besar

Konsep modern tentang negara

dalam mempromosikan al-Islam din

Islam muncul sebagai reaksi dan

wa Al-Daulah, reaksinya terhadap

respon

penghapusan

qadha (hukum agung).

terhadap

runtuhnya

kekhalifahan

dengan

kekhalifahan terakhir di Turki pada

membentuk gerakan khilafah, Jama‟ah

tahun 1924. Rasyid Ridho (1865-1935)

al-Islamiyah. Hasan al-Banna (1906-

misalnya

bahwa

1949) pendiri Ikhwan al-Muslimin di

merupakan

mesir 1928, yang juga mempunyai

perpaduan antara otoritas spiritual dan

kesimpulan yang sama, ungkapannya

temporal

yang terkenal adala ”Nasionalisme

berpendapat

kekhalifahan

selalu

(khalifah

membedakan

darurah)

negara

yang

muslim/non

islam

jauh

lebih

unggul

dari

muslim (berdasar agama). Ali Abdul

nasionalisme lokal” baginya, “Islam

Raziq

adalah segalanya, iman dan amal,

(1888-1966)

berpendapat

bahwa

sebaliknya
adalah

tanah air & nasionalitas, agama &

pemerintahan;

negara, spiritualitas dan tindakan, kitab

Agama dan bukan negara. Abd ar-

dan pedang”. Sayyid Qutb (1906-

Razzaq

(1895-1971)

1966) anggota Ikhwan, merupakan

seorang faqih yang juga ahli dalam

tokoh sangat berpengaruh bagi kaum

bidang

modern,

muslim politik kontemporer. Adalah

mengusulkan kekhalifahan baru yang

Ayatullah Ruhullah Khomeini (1902-

mengetuai sebuah majelis umum yang

1989) yang mempunyai dampak cukup

terdiri atas para utusan dari seluruh

langsung terhadap wajah perpolitikan

negara dan komunitas muslim (le

aktual “esensi negara seacam itu

Caifat, paris, 1926) dia mengusulkan

(negara islam autokratis) bukanlah

penghapusan kekhalifahan pola lama.

keselaran dengan hukum agama, tetapi

Satu dasawarsa kemudian Abu al-A‟la

kualitas

“risalah dan bukan
Al-Sanhuri

hukum

Islam

sekular

khusus

kepemimpinannya”

11

M. Najih Ayubi, 2001. Negara Islam,
hlm. 171.

145

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

tegas

Khomeini

yang

gagasan wilayatul faqih.

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

mengusung

12

Sebagaimana

kita

ketahui,

selama bertahun-tahun, Dunia Barat
dikuasai oleh kaum agamawan yang

3. Islam dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Masa peralihan dari abad ke 19
ke abad 20 bukan hanya menjadi saksi
dari semakin melekatnya identitas
keislaman

dengan

identitas

kebangsaan, tetapi juga menjadi saksi
proses

perumusan

langkah-langkah

baru menuju terbebasnya tanah air dari
penjajahan bangsa asing. Penduduk di
kepulauan ini tidak saja memerlukan
jati diri, tetapi juga memerlukan
simbol-simbol
menegaskan

tertentu
hasrat

untuk

mereka

yang

hendak merdeka, bersatu dan berdaulat
di

tanah airnya sendiri.

Sesudah

mereka menemukan Islam sebagai jati
diri, mereka mencari sebuah nama
untuk kepulauan ini yang lebih terasa
merajuk pada persatuan dan kesatuan,
maka lahirlah nama Indonesia.

berpusat di Roma.Sebagian orang
barat

tidak

menyetujui

dominasi

kekuasaan oleh kaum agamawan.Di
bidang agama, gerakan protes terhadap
dominasi

kaum

melahirkan

agamawan

itu

Protestanianisme,

dan

sebagainya.Sedangkan di dunia politik
sikap
gagasan

itu

kemudian

melahirkan

pembentukan

nation-state

(negara bangsa).Akibat sampingan dari
sikap tidak menyetujui dominasi kaum
agamawan itu, memunculkan sikap
anti agama di sementara kaum politisi
barat.

Selain

mengilhami

itu

alasan

munculnya

yang

semangat

nasionalisme sebagai gerakan politik,
juga adalah adanya peran negara yang
sentralistik dengan sistem sekularisasi
kehidupan dari hal yang irasional,
pemaksaan pendidikan suatu jenis

13

bahasa,

melemahnya

pengaruh

kekuasaan gereja serta sekte, dan
perkembangan
12

Ibid
Anwar Harjono, 1997.Perjalanan
Politik Bangsa: Menoleh ke Belakang
Menatap Masa Depan, Jakarta: Gema Insani
Press, Hlm.18.
13

kapitalisme

serta

industrialisasi telah turut memberandil
dalam

menumbuhkan

semangat

146

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

kebangsaan.

Inilah

nasionalisme modern.
Gagasan

awal

lahirnya

14

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

sendiri.Adapun masyarakat tertutup
lebih

kebangsaan

itu

menekankan

bentuk

negara

otokrasi, membedakan ras dan etnis,

kemudian menarik perhatian Soekarno

serta

(Bung Karno), seorang pemuda aktifis

historis,

kemerdekaan yang terkenal gigih,

masyarakat ideal telah terbentuk di

bersama sejumlah pemimpin lain di

masa lalu.16

terikat

Indonesia. Maka Bung Karno pun
mengambil
menjadi

alih

gagasan

gagasan

tersebut

perjuangan

di

pada

yakni

determinisme

bahwa

bentuk

Bung karno, dengan sikapnya
yang apresiatif kepada Islam sebagai
jati

diri

penduduk

di

kepulauan

Indonesia yang kemudian dirumuskan

nusantara, merumuskan nasionalisme

menjadi nasionalisme Indonesia.15

yang sama sekali berbeda dengan yang

a. Proses Perdebatan Pencarian

ada di barat yang cenderung sekuler

Dasar Negara

(anti

agama).

Meskipun

Ada dua bentuk nasionalisme

berpegang kepada pendapat perlunya

yang berhadapan dan sering kali

memisahkan

bersitegang

awal

nasionalisme yang dirumuskan dan

pembentukan NKRI yaitu “masyarakat

dikembangkan oleh Bung Karno dan

terbuka” dan “masyarakat tertutup”.

yang kemudian menjadi nasionalisme

Masyarakat terbuka direpresentasikan

Indonesia,

dengan bentuk negara dengan sistem

menghormati

yang transparan tidak membedakan ras

menunjukkan kesungguhannya hendak

atau

pada

memberi kemerdekaan kepada bangsa

masyarakat politk serta kebebasan

Indonesia, pada tanggal 1 Maret1945

untuk

Jepang membentuk Dokuritsu Zjubi

etnik,

pada

dan

masa

berbasis

menentukan

nasib

agama

dari

tetap

mengambil

negara,

bentuk

agama.Untuk

Tjoosakai (Badan Penyelidik Usaha14

A. Bakir Ihsan, 2005.Nasionalisme,
dalam Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoev, Vol. 5, hlm. 193
15
Anwar Hardjono, 1997. Perjalanan
Politik Bangsa…, hlm. 28.

usaha

Persiapan

Kemerdekaan

16

A. Bakir Ihsan, 2005.Nasionalisme,
dalam Ensiklopedi Islam, hlm. 193.

147

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

Indonesia-BPUPKI).

Dalam

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dianggap

mencerminkan

aspirasi

melaksankan tugasnya, BPUPKI --

rakyat. Mereka ialah: Ir. Soekarno,

yang pada tanggal 7 Agustus 1945

Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A.

mengubah namanya menjadi Panitia

Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso,

Persiapan

Indonesia

Abdoel Kahar Moezakkir, H.Agus

(PPKI)- mengadakan dua kali sidang

Salim, Mr. Achmad Soebardjo, A.

resmi dan satu kali sidang tidak resmi,

Wachjd Hasjim, dan Mr. Muhammad

yang

Yamin.

Kemerdekaan

seluruhnya

berlangsung

di

Kesembilan

orang

itulah,

Jakarata sebelum Jepang dikalahkan

disebut Panitia Kecil atau Panitia

Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.

Sembilan,

Sidang-sidang resmi diadakan untuk

merumuskan apa yang sekarang kita

membahas

negara,

kenal sebagai Jakarta Charter atau

serta

rancangan

Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang

Undang-undang

Dasar,

dipimpin

langsung

ketua

BPUPKI,

masalah

kewarganegaraan,

oleh

dasar

Radjiman.

yang

kemudian

kontroversial itu.
Perumusan

Piagam

Jakarta

menunjukkan sedemikian rupa bahwa

Sidang pertama berlangsung 28

keinginan orang Islam di Indonesia

Mei -1 juni 1945, membahas dasar

perlu dijamin identitasnya. Kewajiban

negara. Sidang kedua berlangsung

mereka melaksanakan Syariat islam

antara

perlu dijamin secara konstitusioanal.

tanggal

10-17

juli

1945

membahas bentuk negara, wilayah

Ini

negara, kewarganegaraan, rancangan

menghendaki pemisahan, melainkan

Undang-undang dasar, ekonomi dan

karena posisinya yang mayoritas itulah

keuangan, pembelaan, pendidikan dan

mereka

pengajaran.

17

bukan

berarti

umat

memerlukan

konstitusional

Islam

jaminan

dalam melaksanakan

Dari 62 anggota BPUPKI itu,

syari‟at agamanya.Apakah sebabnya?

kemudian diambil sembilan orang yan

Ialah, melaksanakan syariat Islam itu
merupakan kewajiban umat islam.

17

Ibid, hlm. 37-38.

Mendirikan negara tanpa ada jaminan

148

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

terhadap

kewajiban

syari‟at,

memberi

melaksanakan
kesan

kurang

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kesungguhan
lakukan.

yang

Dua

telah

pendapat

mereka
akhirnya

kuatnya posisi konstitusional kita di

mengkristal dalam rapat konstituante,

negara

dengan

Pertama, Islam sebagai dasar negara

memberikan jaminan konstitusional

yang didukung oleh murni kaum

kepada penduduk mayoritas, stabilitas

muslim, dan Pancasila sebagai Dasar

negara yang akan dilahirkan pasti

Negara yang didukung oleh kaum

menjadi

terjamin.

Nasionalis yang terdiri dari kristen,

para

katolik, Murba, komunis dan sebagian

ini.

Lagi

sangat

Demikian

pula,

lebih

argumentasi

pendukung penegakan Syariat Islam di

kaum muslim tentunya.19

Indonesia pada waktu itu.18
Presiden

Dalam hal ini kita mencatat

Soekarno

pada

tujuh

peristiwa

penting

berkaitan

tanggal 10 November 1956 melantik

dengan penemuan dan peneguhan

para anggota Majelis Konstituante

kembali jati diri bangsa itu, yakin: (1)

yang bertugas bersama-sama dengan

1

pemerintah

pertamakalinya,

secepatnya

Undang-Undang

dasar

menetapkan
Republik

juni

1945

ketika

untuk

dalam

sidang

BPUPKI, Bung Karno secara pribadi

Indonesia yang akan menggantikan

menawarkan

Udang-Undang Dasar sementara.

kemudian dia beri nama Pancasila,

Di Konstituante ini

terjadi

(2)22

Juni

lima

1945

rumusan

ketika

yang

Panitia

bagaimana tajamnya debat antara para

sembilan menyepakati piagam jakarta

pemimpin Indonesia kaliber nasional

sebagai preambule UUD 1945 dengan

yang

memasukkan anak kalimat”…dengan

dengan

penuh

keyakinan

mengemukakan pendiriannya masing-

kewajiban

masing.

perbedaan-

Islam bagi para pemeluknya”. Anak

perbedaan yang sangat tajam, kita

kalimat tersebut oleh Panitia Sembilan

harus menghargai mereka oleh karena

dan rapat besar BPUPKI disepakati

18

Terlepas

Ibid, Hlm. 39,

dari

19

melaksanakan

syari‟at

Ibid.

149

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

sebagai rumusan kompromi terbaik
antara kaum nasionalis dan kalangan

b. Pancasila

Sebagai

Simbol

Demokrasi

Islam, (3) 18 Agustus 1945 ketika
anak kalimat “…dengan kewajiban

Pancasila adalah kesepakatan

melaksanakan syari‟at Islam bagi para

luhur antara semua golongan yang

pemeluknya” dicoret, (4) 6 Februari

hidup di tanah air. Namun, sebagai

dan

15

Agustus

1950

dengan

berlakunya Konstitusi RIS dan UUD
Sementara

tahun

1950

perubahan

redaksional

terjadi
terhadap

preambule UUD 1945 di sana-sini, (5)
% Juli 1959, saat Piagam jakarta
dinyatakan menjiwai dan merupakan
suatu

rangkaian

kesatuan

dengan

konstitusi, (6) 22 juli 1959 saat Dekrit
Presiden disetujuai secara aklamasi
oleh DPR hasil pemilihan umum 1955,
dan (7) % Juli 1966 saat MPRS secara
aklamasi

meneguhkan

mengenai dekrit Presiden 5 juli 1959.
peristiwa terkahir itu, yang terjadi di
awal Orde Baru, membuktikan bahwa
Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai
oleh Piagam Jakarta, memang telah
sebagai

kenyataan

seluruh bangsa Indonesia.20

20

Ibid, hlm. 66-67.

tidak akan banyak berfungsi jika tidak
didudukkan dalam status yang jelas.
Karenanya, kesepakatan luhur bangsa
kita itu akhirnya dirumuskan sebagai
ideologi

oleh

bangsa

dan

falsafah

negara.Ideologi bangsa, artinya setiap
warga

negara

republik

Indonesia

terikat oleh ketentuan-ketentuannya
yang sangat mendasar yang tertuang
dalam kelima silanya yang terdapat
dalam pembukaan UUD 45.21
Pandangan hidup dan sikap

kesepakatan

DPR hasil pemilihan umum 1955

diterima

sebuah kesepakatan, seluhur apapun,

warga negara secara keseluruhan harus
bertumpu

pada

pancasila

sebagai

keutuhan, bukan hanya masing-masing
sila.Sedangkan

sebagai

falsafah

negara, Pancasila berstatus sebagai
kerangka berfikir yang harus diikuti
dalam menyusun undang-undang dan
21

Lembaga Soekarno-Hatta, 1984.
Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar
1945 dan Pancasila, Jakarta: Inti Idayu Press.
Hlm. 94.

150

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

produk-produk

normatif

dalam

hukum

yang

merumuskan

pemerintah

dan

dalam

lain,

dan

empirik

akan

kebijakan

prinsip supremasi hukum, yaitu

mengatur

bahwa

semua

masalah

hubungan formal antara lembaga-

diselesaikan

lembaga dan perorangan yang hidup

sebagai pedoman tertinggi.

dalam kawasan negara ini. Tata pikir

dengan

2) Persamaan

dalam

hukum

Hukum

seluruh bangsa ditentukan lingkupnya

(Equality

oleh sebuah falsafah yang harus terus

Adanya persamaan kedudukan

menerus

dan

setiap orang dalam hukum dan

agar

pemerintahan,

dijaga

konsistensinya
kontinuitas

keberadaan

oleh

pemikiran

negara,

kenegaraan

yang berkembang juga akan terjaga
dengan baik.

22

Republik Indonesia
Dengan mengadopsi konsep
Negara Hukum (Nomokrasi) yang
dianut barat dengan sedikit modifikasi,
ciri Negara Hukum Indonesia modern
menurut Jimly Asshiddiqie adalah
sebagai berikut:
1) Supremasi Hukum (Supremacy
of Law). Adanya pengakuan
22

Abdurrahman
Wahid,
Pancasila
sebagai Ideologi dalam Kaitannya dengan
Kehidupan Beragama dan Berkepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dalam Oetojo
Oesman dan Alfian (peny), Pancasila sebagai
Ideologi:
Dalam
Berbagai
Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,BP7 Pusat, 1992, Jakarta. Hlm. 163.

the

yang

Law).

diakui

secara normatif dan dilaksanakan
secara empirik.
3) Asas Legalitas (Due Process of
Law).

c. Unsur-unsur Negara Hukum

before

Dalam

Hukum,

setiap

Negara

dipersyaratkan

berlakunya asas legalitas dalam
segala bentuknya yaitu bahwa
segala tindakan pemerintahan
harus didasarkan atas peraturan
undang-undang tertulis tersebut
harus ada dan berlaku lebih dulu
atau mendahului tindakan atau
perbuatan

administrasi

yang

dilakukan.
4) Pembatasan Kekuasaan. Adanya
pembatasan kekuasaan negara
dan organ-organ negara dengan
cara

menerapkan

pembagian

kekuasaan

prinsip
secara

151

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

vertikal

atau

pemisahan

kekuasaan secara horizontal.
5) Organ-organ

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Disamping adanya pengadilan
tata

usaha

negara

yang

Eksekutif

diharapkan memberikan jaminan

rangka

tegaknya keadilan bagi tiap-tiap

membatasi kekuasaan itu, di

negara, negara hukum modern

zaman

sekarang

berkembang

juga

pula

adanya

pengaturan

Independen.

Dalam

lazim

mengadopsikan

gagasan

pembentukan

kelembagaan pemerintahan yang

mahkamah

bersifat

sistem ketatanegaraan.

independent,

seperti

bank sentral, organisasi tentara,
organisasi

kepolisian

dan

9) Perlindungan

Hak

dalam

Asasi

Manusia. Adanya perlindungan
konstitusional terhadap hal asasi

kejaksaan
6) Peradilan

konstitusi

Bebas

Memihak.

dan

Adanya

Tidak

peradilan

yang bebas dan tidak memihak
(independent

and

impartial

manusia dengan jaminan hukum
bagi

tuntutan

melalui proses yang adil.
10) Bersifat

Demokratis

juridiciary). Peradilan bebas dan

(Democratische

tidak memihak ini mutlak harus

Dianut

ada dalam setiap Negara Hukum.

prinsip

7) Peradilan Tata Usaha Negara.

penegakannya

dan

Rechtsstaat).
dipraktekannya

demokrasi

kedaulatan

rakyat

atau
menjamin

Meskipun peradilan tata usaha

peran serta masyarakat dalam

negara juga menyangkut prinsip

proses pengambilan keputusan

peradilan

kenegaraan,

bebas

dan

tidak

sehingga

setiap

memihak, tetapi penyebutannya

peraturan

secara

pilar

yang ditetapkan dan ditegakkan

utama Negara Hukum tetap perlu

mencerminkan perasaan keadilan

ditegaskan tersendiri.

yang

khusus

8) Peradilan
(Constitutional

sebagai

Tata

Negara

perundang-undangan

hidup

di

tengah

masyarakat.

Court).

152

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

11) Berfungsi

sebagai

Sarana

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

islam

juga

ditentukan.

Sebelum

Mewujudkan Tujuan Bernegara

Indonesia merdeka, Islam menjadi

(Welfare Rechtsstaat). Hukum

sumber perlawanan kaum muslim

adalah sarana untuk mencapai

terhadap kaum kolonial. Di alam

tujuan yang diidealkan bersama.

Indonesia merdeka, Islam menjadi

Cita-cita hukum itu sendiri, baik

salah satu

yang

pembangunan

dilembagakan

melalui

sumber

inspirasi

bangsa.Para

bagi

pemikir

gagasan

negara

demokrasi

Islam berusaha menjadikan ajaran

maupun

yang

diwujudkan

Islam sumber etika dan kebijakan

melalui gagasan negara hukum

nasional.Kendatipun demikian, asas

dimaksudkan

untuk

negara Indonesia diterima sebagai

kesejahteraan

sesuatu yang final, namun sampai

meningkatkan
umum.

sekarang pertentangan antara identitas

12) Transparansi dan Kontrol Sosial.

keislaman dan keindonesiaan masih

Adanya transparansi dan kontrol

saja diperdebatkan, meskipun dalam

sosial yang terbuka terhadap

skala yang tidak terlalu besar.23

setiap proses pembuatan dan
penegakan

hukum,

sehingga

Sepertinya
menggambarkan

untuk
kondisi

hubungan

kelemahan dan kekurangan yang

Islam

terdapat

sekarang nampaknya ungkapan Hasan

dalam

kelembagaan

mekanisme

resmi

dan

Negara

di

Indonesia

dapat

Hanafi cocok untuk dikemukakan

dilengkapi secara komplementer

disini, bahwa “Agama dalam Islam

oleh peran serta masyarakat

adalah sistem politik, teori ekonomi

secara

dan struktur sosial, namun ini tidak

langsung

(partisipasi

langsung)

dalam

rangka

menjamin

keadilan

dan

kebenaran
Di

Indonesia,

menunjukkan

penguasaan

negara

terhadap masyarakat akan penafsiran
terhadap islam. Ini lebih berarti nilai-

pandangan

mengenai kaitan nasionalisme dan

23

A. Bakir
hlm.193-194.

Ihsan,

Nasionalisme,

153

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

nilai Islam tidak dapat dipisahkan dari

maka

masalah negara, dan nilai yang utama

menimbulkan goncangan sosial secara

adalah kebebasan memilih terhadap

nasional dan walaupun hal itu terjadi,

kekuasaan politik, mempertahankan

hendaknya ia merupakan proses alami

kepentingan umum dan perlindungan

yang

suatu bentuk sosial dari diskriminasi

sendiri berdasarkan kebutuhan akan

antar kelas di dalam masyarakat.24

masa depan yang lebih baik.25

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Hukum Islam di tengah-tengah
masyarakat

Indonesia

kedudukan

yang

besar

dikerjakan

Qodri

penting

dibanding dua corak hukum lainnya,
hukum positif dan hukum adat, tapi
tentunya tidak dalam pengertian yang
normatif dan ideologis atau dogmatis,
terlebih

lagi

tekstualis

melainkan

secara cultural.
Namun perlu disadari dalam
konteks pewujudan hukum nasional
bagi bangsa Indonesia semestinya
tidaklah memandang agama maupun

Siti Musdah Mulia, 2005. “Pembaruan
Hukum Keluarga Islam di
Indonesia”, dalam Komaruddin
Hidayat dan Ahmad Gaus AF
(Editor), Islam Negara dan
Civil
Society,
Jakarta:
Paramadina (Anggota IKAPI).
Ismail

masyarakat. Jika hal itu dilakukan

Hasan Hanafi, 2002. Alternative
Conceptions of Civil Society: A Reflektive
Islamic Approach, dalam Islamic Political
Ethics: Civil Society, Pluralism and Conflict,
(ed) Sohail H. Hashmi, Princeton University
Press, Hlm 73.

masyarakat

E. Utrecht, 1966. Pengantar dalam
Hukum Indonesia, Jakarta:
Balai Buku Ihtiar.

elemen kultural salah satu golongan

24

oleh

akan

Azizy, 2002, Eklektisisme
Hukum Nasional: Kompetisi
antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Gama Media,
Yogyakarta.

mempunyai

lebih

peluangnya

Muhammad Syah, 1992.
Filsafat Hukum Islam, Jakarta:
Bumi Aksara.

Mohammad Daud Ali, 1998, Hukum
Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1998.
25

Said Agil Husein Al-Munawwar,
2004.Hukum Islam dan Pluralitas Sosial,
Penamadani, Jakarta.

154

Al’Adl, Volume VIII Nomor 2, Mei-Agustus 2016

ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Beragama dan Berkepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dalam Oetojo Oesman dan
Alfian
(peny),
Pancasila
sebagai
Ideologi:
Dalam
Berbagai
Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan
Bernegara,BP-7 Pusat, Jakarta.

Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, 2013, Falsafah
Hukum Islam, PT. Pustaka
Rizki Putra, Semarang.
Nazih N. Ayubi, 2001, Negara Islam,
Ensiklopedi Oxford Dunia
Islam Modern, Ter, ed: John L.
Esposito, Mizan Bandung.
John, L. Esposito & John O. Voll,
1999.Demokrasi di NegaraNegara Muslim: Problem &
Prospek,Alih bahasa Rahmani
Astuti, Bandung: Mizan.
Oliver Roy, 1996, The Failure of
Political
Islam,
Harvard
University Press Paperback
Edition.
Anwar Harjono, 1997, .Perjalanan
Politik Bangsa: Menoleh ke
Belakang
Menatap
Masa
Depan, Jakarta: Gema Insani
Press.

Hasan

Hanafi, 2002. Alternative
Conceptions of Civil Society: A
Reflektive Islamic Approach,
dalam Islamic Political Ethics:
Civil Society, Pluralism and
Conflict, (ed) Sohail H.
Hashmi, Princeton University
Press.

Said

Agil Husein Al-Munawwar,
2004, Hukum Islam dan
Pluralitas Sosial, Penamadani,
Jakarta.

A. Bakir Ihsan, 2005, Nasionalisme,
dalam
Ensiklopedi
Islam,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoev, Vol. 5.
Lembaga
Soekarno-Hatta,
1984,
Sejarah Lahirnya UndangUndang Dasar 1945 dan
Pancasila, Jakarta: Inti Idayu
Press.
Abdurrahman Wahid, 1992, Pancasila
sebagai
Ideologi
dalam
Kaitannya dengan Kehidupan

155