POLITIK DAN KAPITALISME PENDIDIKAN. docx

POLITIK DAN KAPITALISME PENDIDIKAN
Disusun untuk Memenuhi Matakuliah Pengantar Pendidikan
Dibimbing oleh Bapak Ahmad Nurabadi

Oleh Kelompok 12:
Ahmad Rifai

150533601342

Annisa Rettob

150533600085

Devi Rusilawati

150533600496

S1 PTI’15 OFFERING A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
NOVEMBER 2015

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar Pendidikan dengan judul “Politik dan
Kapitalisme Pendidikan” ini.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan antara politik pendidikan
dengan kapitalisme pendidiakn. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya, dan penulis khususnya.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi makalah yang lebih baik ke
depannya.

Malang,November 2015

Penyusun


i

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL

………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… iii
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah

………………………………………… 1

………………………………………………… 1


Tujuan ………………………………………………………………… 1
BAB II

PEMBAHASAN
Pengertian Politik Pendiikan ………….......................……………… 2
Pengertian Kapitalisme Pendidika

……………...........…………… 3

Contoh Kebijakan Politik dan Kapitalisme Pendidikan .......................5
Dampak Politik dan Kapitalisme Dalam Dunia Pendidikan ………… 9
Solusi Dari Kebijakaan Politik dan Kapitalisme Pendidikan …...…… 10
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

………………………………………………………… 14

Saran ………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… iv

i

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Berdasarkan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (UU 30
Tahun 2003) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan masih dipercaya sebagai tempat
terjadinya proses yang mampu mencetak generasi muda Bangsa Indonesia yang
menguasai informasi dan ilmu pengetahuan yang disertai dengan tanggung jawab
yang tinggi.
Seiring dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun pendidikan

Indonesia biaya pendidikan semakin mahal. Tentu saja pendidikan mahal bukanlah
suatu hal yang diinginkan oleh kebanyakan orang terutama di kalang masyarakat
kelas bawah. Bagi kalangan masyarakat kelas atas tingginya biaya pendidikan tidak
menjadi suatu masalah baginya, karena menurut mereka pendidikan merupakan
simbol yang memiliki makna tersendiri bagi mereka, yang dapat menggambarkan dan
mempertahankan status sosial ekonominya, sehingga dengan biaya pendidikan yang
mahal bagi masyarakat kalangan atas akan masih bisa dijangkau.
Dalam suatu lembaga pendidikan harus memerlakukan peserta didiknya secara
adil tanpa diskriminasi, hal ini tercantumkan pada UU No 30 Tahun 2003 pasal 11
yang berbunyi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi.Akan tetapi saat ini pendidikan sudah menjadi ajang
pertarungan ideologis. Bagaimana bukan pertarungan jika pada kenyataannya apa
yang menjadi tujuan pendidikan saat ini berbenturan dengan kepentingan yang lain.
Lembaga Pendidikan adalah wilayah/wadah dimana kesadaran diperebutkan oleh
kepentingan, dengan kepentingan untuk menjadikan peserta didik hanya tunduk pada
kesadaran yang dapat memberikan jalan pada sistem penindasan dan menjadikan
peserta didik sebagai objek dalam membangun budaya yang menguntungkan
kekuasaaan.
i


Biaya pendidikan yang semakin mahal adalah suatu bentuk penindasan
khususnya penindasan bagi kalangan masyarakat kelas bawah, lembaga pendidikan
saat ini sudah tidak lagi menjadi media pembelajaran dalam mentransformasi nilai
dan instrumen memanusiakan manusia (humanisasi), melainkan menjadi lahan basah
bagi para pengelola pendidikan untuk mengeruk keuntungan finansial sebanyakbanyaknya. Nyarisnya hampir semua jenjang pendidikan di Indonesia baik itu jenjang
SD, SMP, SMA, dan Universitas banyak yang menjadi lahan kapitalis, dimana hanya
sebagian besar masyarakat kalangan atas yang mampu menempuhnya.
Salah satu budaya yang lahir dari masyarakat barat adalah pada akhir abad
pertengahan yang masih sangat berpengaruh pada masyarakat modern dewasa ini
adalah paham kapitalis, atau yang lebih akrab disebut kapitalisme. Kapitalisme
sebagai sebuah budaya sekaligus sebagai ideology masyarakat barat, mulai sejak
lahirnya sampai saat sekarang ini telah member pangaruh yang cukup besar terhadap
segala segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini segi pendidikan.
Kapitalisme dan materialisme adalah anak kandung dari moderinisasi,
sehingga ketika modernisasi menjamah seluruh lapisan masyarakat. Maka mau tidak
mau, kapitalisme dan materialisme juga ikut mempengaruhi pola pikir masyarakat.
Akibat perubahan pola pikir ini terjadi perubahan yang sangat radikal atas cara
pandang masyarakat terhadap pendidikan saat ini. Cita-cita luhur pendidikan yang
begitu luhur saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan untuk melahirkan

pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan emosional/spritual, kecerdasan intelektual
serta memiliki keterampilan tereduksi sedemikian rendanya. Pendidikan pada
akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan politik pendidikan ?
2. Apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan ?
3. Apa saja contoh kebijakan politik dan kapitalisme pendidikan sekarang ini?
4. Bagaimana dampak politik dan kapitalisme dalam dunia pendidikan?
5. Bagamaina solusi dari kebijakaan politik dan kapitalisme pendidikan?

C.

Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud pengertian dari politik dan kapitalisme dalam
pendidikan


i

2. Untuk mengetahui perkembangan politik dan kapitalisme pendidikan sekarang
ini.
3. Untuk mengetahui contoh kebijakan politik dan

kapitalisme pendidikan

sekarang ini.
4. Untuk mengetahui dampak dari politik dan kapitalisme pendidikan.
5. Untuk mengetahui solusi dari dampak politik dan kaptalisme pendidikan.

i

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Politik

Politik pendidikan adalah segala usaha, kebijakan dan siasat yang berkaitan
dengan masalah pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya politik pendidikan
adalah penjelasan atau pemahaman umum yang ditentukan oleh penguasa pendidikan
tertinggi untuk mengarahkan pemikiran dan menentukan tindakan dengan perangkat
pendidikan dalam berbagai kesamaan dan keanekaragaman beserta tujuan dan
program untuk merealisasikannya. (Ahmad Zaki Badawi,1980:200) Dengan
demikian politik pendidikan adalah segala kebijakan pemerintah suatu negara
dalam bidang pendidikan yang berupa peraturan perundangan atau lainnya untuk
menyelenggarakan pendidikan demi tercapainya tujuan negara. Berdasarkan
pengertian tersebut diatas, maka politik pendidikan mengandung lima hal sebagai
berikut.
1) Pertama
politik pendidikan mengandung kebijakan pemerintah suatu negara yang
berkenaan dengan pendidikan.
2) Kedua
politik pendidikan bukan hanya berupaperaturan perundangan yang tertulis,
melainkan juga termasukkebijakan lainnya.
3) Ketiga
politik pendidikan ditujukan untukmensukseskan


penyelenggaraan

pendidikan.
4) Keempat
politikpendidikan dijalankan demi tercapainya tujuan negara.
5) Kelima
politikpendidikan
merupakan
sistem
penyelenggaraan

pendidikan

suatunegara.
B.

Pegertian Kapitalisme Pendidikan
Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari
bahasa Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa ProtoIndo-Eropa) berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah
“pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti

yang sama, ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
Lantas apa hubungannya dengan “capital” yang sering kita terjemahkan
sebagai “modal”? Konon, kekayaan penduduk Romawi kuno diukur dengan seberapa
banyak caput (kepala) hewan ternak yang ia miliki. Semakin banyak kaput-nya, maka
i

ia dianggap semakin sejahtera. Tidak mengherankan jika kemudian mereka
mengumpulkan sebanyak-banyaknya kaput untuk mengembangkan usaha dan
mengejar kesejahteraan. Maka menjadi jelas, mengapa kita menterjemahkan capital
sebagai “modal”. Lantas, kita tahu bahwa ism mengacu kepada “paham”, “ideologi”
yang maknanya sudah diterangkan di atas.
Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa
pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan
sebesar-besarnya. Sementara itu pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar
guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran
untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan
terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan, negara
tidak membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan
penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor
non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut. Pengelola
sektor pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi
pihak pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan
pengguna jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor
pendidikan pun akan masuk dan dapat diakumulasikan. Ketika mengikat maka akan
terjadi monopoli, sehingga penentuan harga (biaya pendidikan) tanpa ada penawaran
dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola
pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan
dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak
pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar
harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa
orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi
pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam
mendapatkan pendidikan tersebut.
C.

Contoh Kebijaan Politik dan Kapitalisme Pendidikan di Indonesia
1. Contoh Kebijakan politik
Kebijakan

pendidikan

merupakan

salah

satu

sektor

penting

dalam

pembangunan di setiap negara. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 sebagai
i

salah satu produk kebijakannya, menyebutkan bahwa:”Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(UU. Sisdiknas, 20 th.2003)”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan ini, disusun kurikulum yang merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan juga metode
pembelajaran. Kurikulum tersebut mencakup fokus program, media instruksi,
organisasi materi, strategi pembelajaran, manajemen kelas, dan peranan pengajar.
Kurikulum

digunakan

sebagai

pedoman

dalam

penyelenggaraan

kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Selanjutnya untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan
suatu bentuk evaluasi. Ujian Nasional (selanjutnya, istilah Ujian Nasional disingkat
menjadi UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
sebagai produk dari sistem politik pendidikan di Indonesia.
Di dalam tujuan pendidikan nasional terdapat beberapa kata kunci antara
lain iman dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
demokratis . Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan harus mampu melihat,
sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi
harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam
tujuan pendidikan. Demikian pula evaluasi harus mampu menjawab semua
permasalahan tentang tingkat pencapaian tujuan sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Relevansi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dengan pemberlakuan
evaluasi secara nasional, UN sebagai produk kebijakan politik pendidikan, telah
diberlakukan pada empat tahun terakhir. Seperti yang dikatakan Tilaar (2006), sumber
kekacauan pendidikan di Indonesia secara umum bersumber dari politik kebijakan
pendidikan oleh pemerintah. Selanjutnya Zen dalam Suparlan menyatakan, Selama
ini, kebijakan pendidikan di Indonesia bercirikan trial and error, hit and run, dan

i

proyekisme (yang dipelesetkan kick and rush, cekik dan peras (http:/ /
www.suparlan.com).
Dalam Undang-Undang 20/2003 mengenai sistem pendidikan nasional,
pengertian pendidik sangat luas. Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Artinya,
komponen biaya rutin seperti gaji yang akan dimasukan dalam anggaran pendidikan
jauh lebih banyak dari perkiraan sekarang. Sudah pasti dalam proses penganggaran,
pembayaran gaji akan menjadi prioritas. Sedangkan program untuk membuka akses
bagi warga dan meningkatkan kualitas pelayanan tinggal menunggu sisa anggaran.
Dimasukanya gaji pendidik merupakan anti-klimaks dari dari pemenuhan anggaran
pendidikan. Pemerintah lupa bahwa substansi dari amanat UUD 1945 yang
mewajibkan tersedia anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan bukan hanya agar
pemerintah bisa menyediakan hak dasar bagi warga, tapi juga karena pendidikan
merupakan kebutuhan yang amat penting setelah merdeka.
2. Contoh Kebijakan Kapitalisme Pendidikan
Pada intinya kapitalisme pendidikan bersumber pada sepuluh kebijakan yang
dirumuskan dalam Neoliberal Washington Consensus, di mana seluruh ajaran ini
membawa pengaruh yang luar biasa terhadap formasi system social, ekonomi, politik,
dan budaya. Pendidikan sebagai salah satu system social, juga mengalami dampak
yang sama. Konsekuensi yang harus dibayar oleh lembaga pendidikan adalah
perubahan logika pendidikan yakni lembaga pendidikan berupa sekolah dan
perguruan tinggi yang semula merupakan pelayanan public (public servant) dengan
memposisikan siswa dan mahasiswa sebagai warga Negara (citizein) yang berhak
mendapat pendidikan yang layak. Namun, ketika status BHMN( badan hukum milik
negara ) menjadi target, PTN (privatisasi pendidikan) tidak lebih sebagai produsen,
sedangkan mahasiswa dan siswa sebagai konsumennya.
Privatisasi pendidikan mulai merambah dunia pendidikan Indonesia pada
tahun 2003 dengan kemunculan Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan perubahan status empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Akibat yang ditimbulkan dari
i

privatisasi PTN tersebut diantaranya adalah komodifikasi kampus dan kenaikan biaya
operasional yang eksesnya langsung dirasakan oleh mahasiswa dan calon mahasiswa.
Wacana privatisasi pendidikan ini makin menemukan momentumnya di Indonesia,
tatkala pemerintah mengajukan RUU Badan Hukum Pendidikan. Sedangakan
Komoditasi merupakan proses transformasi yang menjadikan sesuatu menjadi
komoditi atau barang untuk diperdagangkan demi mendapatkan keuntungan. Maka
komoditi pendidikan jelaslah merupakan implikasi dari privatisasi pendidikan yang
mana pendidikan difungsikan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah
adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap
dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi
mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah,
membayar skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini. Kalau penyelenggara
pendidikan swasta yang melakukan pungutan biaya sesuai dengan keinginan mereka
dari para peserta didik, mungkin hal itu masih bisa dianggap wajar, karena lembaga
itulah yang menjadi sumber dana primer untuk pembiayaan segala aspek yang
menggerakkan roda pendidikannya, termasuk biaya pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur sekolah dan para guru. Tetapi kalau yang melakukannya adalah sekolahsekolah dibawah naungan pemerintah, ini yang menjadi masalah yang serius. Dan hal
ini menjadi kenyataan dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini, yaitu adanya
kastanisasi pendidikan.
Inilah yang menjadi bagian kegelisahan dunia pendidikan di Indonesia
dewasa ini, karena pendidikan yang diharapkan menjadi agen dalam usaha untuk
mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia, tetapi kontaminasi oleh praktek-praktek
pendidikan kapitalis, sehingga pendidikan yang diharapkan dapat membantu
masyarakat dalam menemukan solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan social
bangsa, tetapi justru pendidikan itu sendiri yang sering menjadi persoalan social yang
sulit diteukan solusinya, seperti persoalan biayanya, lingkungannya, saranaprasarananya, kurikulumnya dan lain-lain.

D.

Dampak Politik Dan Kapitalisme Pendidikan

i

Kebijakan politik memiliki dampak positif dan negatif, dampak positifnya
antara lain meningkatnya anggaran pendidikan dalam APBN, dibentuknya
kurikulum pendidikan yang disesuai dengan perkembangan zaman dan lain-lain, dan
dampak negatifnya antara lain penyelewengan anggaran oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab, pelaksanaan kurikulum baru yang setengah-setengah sehingga
hanya menghabiskan anggaran dan lain-lain.
Kapitalisme pendidikan telah melahirkan mental yang jauh dari cita-cita
pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda pembudayaan. Dengan menjadi
pelayan kapitalisme, sekolah saat ini tidak mengembangkan semangat belajar yang
sebenarnya. Sekolah tidak menanamkan kecintaan pada ilmu, atau mengajarkan
keadilan, antikorupsi, atau antipenindasan. Sekolah lebih menekankan pengajaran
menurut kurikulum yang telah dipaket demi memperoleh sertifikat selembar bukti
untuk mendapatkan legitimasi bagi individu untuk memainkan perannya dalam pasar
kerja yang tersedia. (Illich, 2000).
Dunia pendidikan telah terlihat wajah buramnya. Pendidikan telah tercerabut
dari makna filosofisnya. Guru kemudian menjadi sosok yang berwajah letih. Dan si
murid menjadi makhluk yang antusias melakukan kekerasan. Mereka menjadi
mangsa dunia industri dengan melahap semua produk yang disodorkan oleh iklan.
Kompetisi dan globalisasi telah menciutkan dunia dari jangkaun manusia. Semua
manusia modern saling berkopentisi melakukan akumulasi modal. Maka tak heran
sekolah ibarat perusahaan katering yang menyediakan layanan menu enak dan siap
antar untuk memenuhi kebutuhan perut. Semua sekolah berlomba untuk memberikan
fasilitas yang lengkap, karena sekolah harus beradabtasi dengan iklim global.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme
pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di
bawah ini beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:


Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
Hilangnya peran negara dalam pendidikan, akan berdampak semakin
banyaknya kemiskinan yang ada di negeri ini. Hal ini terjadi dikarenakan
banyak anak yang gagal dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.



Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
Hal ini terjadi karena pendidikan yang berkualitas hanya bisa dinikmati
oleh sekelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Untuk

i

masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah kurang bisa mengakses
pendidikan tersebut.


Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada
berbagai sektor kehidupan terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini
sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak hanya berlaku pada sistem
perekonomian, namun dalam sistem pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh
oleh kapitalisme.



Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
Pada sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/
fasilitator. Yang berperan aktif dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta,
sehingga muncul otonomi-otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakin
membuat negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal
tersebut berakibat bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin
tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan,
sehingga pendidikan memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau
masyarakat yang kurang mampu.



Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan
hanya diperuntukan bagi masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang
kurang mampu merasa kesulitan dalam memperoleh pendidikan.



Praktik KKN semakin merajalela.
Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang
memiliki penghasilan tinggi akan memasukan anaknya dengan memberikan
sumbangan uang pendidikan dengan jumlah yang sangat besar meskipun
kecerdasan dari peserta didik tersebut sangatlah kurang. Sehingga nantinya,
uang akan dijadikan patokan lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di
sebuah lembaga pendidikan.



Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
Sistem kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan yang
seharusnya startegi untuk eksistensi manusia juga untuk menciptakan keadilan
sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta wahana untuk pembebasan

i

manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan pendidikan sebagai
komoditi.

Tidak ada dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya sistem kapitalisme
pendidikan ini. Semua dampak tersebut bermula karena adanya privatisasi yaitu
penyerahan tanggung jawab pendidikan ke pihak swasta. Yang menyebabkan
lembaga pendidikan dikelola oleh pihak swasta dan tentunya pemerintah sudah tidak
ikut campur tangan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Disini peran pemerintah hanya sebagai regulator/ fasilitator dan kebijakan
sepenuhnya diserahkan ke pihak swasta. Dari dampak-dampak yang telah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dampak akibat penerapan kapitalisme dalam
sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan pemerataan pendidikan kurang merata,
karena masih banyak warga yang belum bisa mengakses dan mendapatkan
pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan yang
tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat.

E.

Solusi Kapitalisme Pendidikan
Dari dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna
untuk mengurangi terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Secara garis besar
ada dua solusi yang bisa diberikan yaitu:
1) Solusi sistemik
Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara
dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khususnya yang ada
hubungannya dengan mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus dirubah
adalah sistem ekonominya. Karena kurang efektif jika kita menerapkan sistem
pendidikan islam dalam keadaan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Maka
sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem
ekonomi islam yang menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan
menanggung segala pembiayaan negara. Seperti yang tercantum pada Undangi

undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, begitu juga
dengan Undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang sistem pendidikan
nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan
menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat”. Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan atau biaya pendidikan
bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja, namun juga menjadi
tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah bahwa
pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun perundangundangan, namun pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan mewujudkan
hal tersebut.
2) Solusi teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah
harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional
dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi
sumber daya alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut,
maka pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan
memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah
dan yang belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP)
maupun

pendidikan

menengah

(SMA).

Atau

misalnya

lagi

yaitu

menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di
Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan
generasi-generasi baru yang ber-SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan
bermartabat. Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia.
Faktor-faktor yang bersifat teknis di antaranya adalah rendahnya
kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya
prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun
sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia
adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa
sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah
i

manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya
bersikap kritis terhadap zamannya. Maka di sinilah dibutuhkan kerja sama
antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan
pendidikan di Indonesia.

i

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu
capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti
“kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang
berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam
kalimat capital city (kota utama).
2. Kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor
pendidikan. Dalam sistem kapitalis ini negara tidak membatasi kepemilikan perorangan
dalam sektor pendidikan, yang artinya bahwa satuan penyelenggara pendidikan dapat
dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya
diatur oleh sektor swasta tersebut dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator tanpa
ada ikut campur dalam pengelolaan pendidikan.
3. Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan ini banyak menimbulkan dampak yang
tidak baik bagi suatu negara. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah biaya
pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua masyarakat bisa mengakses
pendidikan, sehingga akan semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu
dalam memperoleh pendidikan. Akibatnya, pemerataan pendidikan tidak akan bisa berjalan,
karena masih banyak warga yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh jenjang
pendidikan.
4. Akibatnya dari kapitalisme pendidikan sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah,
karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada
sikap dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi
mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar
skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini.
5. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini.
Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini beberapa
dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
 Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
 Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
 Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
 Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
 Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
 Praktik KKN semakin merajalela.
 Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
i

6. Guna untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua
solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua solusi tersebut
bisa dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan semakin baik. Tidak hanya itu,
diharapkan juga ada kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta
yang menggunakan sistem kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama
dalam hal pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945
yang mana isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring dengan
adanya perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang mampu
bersaing dikancah internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang kesulitan dalam
memperoleh pendidikan, bagaimana bisa negara ini bisa bersaing dengan negara maju yang
lain.
7. Politik pendidikan adalah segala usaha, kebijakan dan siasat yang berkaitan dengan masalah
pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya politik pendidikan adalah penjelasan atau
pemahaman umum yang ditentukan oleh penguasa pendidikan tertinggi untuk mengarahkan
pemikiran dan menentukan tindakan dengan perangkat pendidikan dalam berbagai kesamaan
dan keanekaragaman beserta tujuan dan program untuk merealisasikannya.
SARAN
Kita sebagai mahasiswa-mahasiswi calon pengajar dan pendidik hendaknya
mengetahui tujuan dari pendidikan yang sebenarnya. Dengan pendidikan, kita telah turut
membantu pembangunan Indonesia khususnya pembangunan manusia Indonesia. Kita juga
harus mempelajari cara-cara mendidik sehingga meminimalisir kesalahan dalam mendidik.

i

DAFTAR PUSTAKA

Chossudovsky, Michael. 1997. The Globalization of Poverty: Impact of IMF and World Bank
Reforms. Penang: Third World Book. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Francis Wahono. 2001. Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. . (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Kartini Kartono. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa
Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita. . (diakses pada tanggal 16 November
2015)
Mahmud Al Khalidi. 2002. Kerusakan dan Bahaya Sistem Ekonomi Kapitalis. Jakarta:
Wahyu Press. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Mochtar Buchori. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. (diakses
pada tanggal 16 November 2015)
Triwibowo Budi Santoso. (ed.). 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada
Media. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Ali Imron. (1996). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Bumi
Aksara.

i