POTENSI LAHAN RAWA DI KABUPATEN MUARO JA

POTENSI LAHAN RAWA DI KABUPATEN MUARO JAMBI UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI PADI
Busyra Buyung Saidi dan Jon Hendri
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi
e-mail: busyra_sidi@yahoo.co.id

ABSTRAK
Upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri terus dilakukan, peningkatan produksi
pangan salah satunya beras dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal tanam. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten sentra
produksi padi di Provinsi Jambi. Disamping sebagai daerah sentra produksi padi, sektor
pertanian di Kabupaten Muaro Jambi juga menjadi andalan sebagai penggerak
perekonomian daerah. Oleh karena itu untuk mendapat informasi potensi sumberdaya
lahan untuk pengembangan tanaman pangan terutama padi sawah, maka dilakukanlah
pengumpulan data dan informasi sumberdaya tanah/lahan (soil/land resources) sebagai
salah satu komponen utama sumberdaya alam, mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menunjang keberhasilan program pengembangan pertanian kedepan. Dengan
mengetahui potensi lahan untuk pengembangan komoditas pertanian, maka kita akan dapat
memperbaiki sistem pertanian tradisional ke arah pertanian tangguh. Metode penelitian
yang digunakan adalah desk study dan referensi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data
primer dan data sekunder. Hasil identifikasi potensi kawasan untuk pengembangan

tanaman pangan terdapat seluas 50.968 ha (9,35%) dari luas wilayah yang sesuai untuk
pertanian lahan basah (padi sawah), seluas 5.108 ha (0,94%) dari luas wilayah yang
sesuai untuk pertanian lahan basah (padi sawah intensifikasi), dan 163.251 ha (29,94%)
sesuai untuk pertanian lahan kering yaitu padi gogo dan palawija.
Kata kunci: lahan basah, ZAE, Kabupaten Muaro Jambi, ketahanan pangan

PENDAHULUAN
Ketahanan pangan menghendaki kemandirian untuk menghindari ketergantungan
dari Negara lain yang dapat digunakan sebagai penekan politik dan ekonomi. Ketahanan
pangan menurut UU No. 7/1996 tentang pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan tidak lepas dari sifat
produksi pangan yang musiman dan berfluktuasi (Ismet, 2007).
Upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri terus dilakukan. Permasalahan
utama yang dihadapi dalam peningkatan produksi pangan adalah : 1) semakin terbatasnya
ketersediaan lahan dan air, 2) penerapan teknologi di tingkat petani belum sesuai anjuran,
3) dampak fenomena iklim dan gangguan OPT yang kurang bersahabat, 4) banyak
infrastruktur pertanian yang rusak, 5) kurangnya akses petani terhadap sumber
permodalan, 6) tingginya kehilangan hasil pada kegiatan panen dan pasca panen, 7)
lemahnya kelembagaan pertanian dan 8) lemahnya koordinasi di berbagai tingkatan

(Suryana, 2007). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada dasarnya, peningkatan produksi

1

pangan salah satunya beras dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal tanam.
Lahan yang baru dimanfaatkan untuk usaha pertanian relatif masih kecil dan
belum diusahakan secara optimal. Padahal dengan penerapan teknologi penataan lahan,
pengelolaan lahan, dan komoditas pertanian seara terpadu, lahan lebak dapat dijadikan
salah satu andalan sumber pertumbuhan agribisnis yang dapat mendukung ketahanan
pangan nasional. Ini telah ditunjukan oleh petani lokal yang telah berhasil
mengembangkan berbagai model usaha pertanian dibeberapa lokasi lahan lebak dengan
menerapkan teknologi kearifan lokal maupun hasil pertanian.
Jenis tanah yang umum ditemui di lahan rawa lebak adalah tanah mineral dan
gambut. Tanah mineral bisa berasal dari endapan sungai atau endapan marin, sedangkan
tanah gambut di lapangan bisa berupa lapisan gambut utuh dan lapisan gambut berselangseling dengan lapisan tanah mineral. Tanah mineral memiliki tekstur liat dengan tingkat
kesuburan alami sedang – tinggi dan pH 4 – 5 dan drainase terhambat – sedang.
Setiap tahun lahan lebak pada umumnya mendapat endapan lumpur dari daerah
yang lebih tinggi, sehingga walaupun kesuburan tanahnya tergolong sedang, tetapi
keragamannya sangat tinggi antar wilayah antar lokasi. Pada umumnya nilai N total

sedang sampai tinggi, unsur P rendah sampai sedang, unsur K sedang, Lahan rawa lebak
dan tanah mineral yang berasal dari endapan marin biasanya memiliki lapisan pirit (FeS 2)
yang berbahaya bagi tanaman dan beracun bila letaknya dipermukaan tanah. Oleh sebab
itu reklamasi dan pengelolaan lahan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati agar
tanaman bisa tumbuh dan memberikan hasil yang memadai (Alihamsyah, 2005).
Berdasarkan peta ZAE (Zona Agro Ekologi), Kabupaten Muaro Jambi memiliki
potensi yang sangat besar untuk pertanian lahan basah dengan anjuran sistem intensifikasi
tanaman padi yaitu sebesar 26,42% atau seluas 127.281 ha sumberdaya lahan Kabupaten
Muaro Jambi merupakan zona pertanian lahan basah, yang masih dapat dimanfaatkan
untuk ikut mendukung ketahanan pangan nasional.
Makalah ini bertujuan membahas potensi lahan rawa di kabupaten Muaro Jambi
untuk ikut mendukung program peningkatan produksi padi di Provinsi Jambi.
METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah desk study dan referensi, terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu potensi sumberdaya lahan berdasarkan peta zona
agro ekologi (ZAE) Kabupaten Muaro Jambi skala 1:250.000 dan data dari penyusunan
ZAE Provinsi Jambi Skala 1:250.000 yang telah dilakukan oleh BPTP Jambi (BPTP
Jambi, 2001 dan Busyra et al, 2003). Kegiatan ini lebih difokuskan untuk membahas
lebih dalam tentang potensi sumberdaya lahan basah di Kabupaten Muaro Jambi. Konsep
penyusunan ZAE ini mengacu pada konsep Sistem Pakar (Expert System) yang

dikembangkan oleh oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Amien, 1992 dalam
Sosiawan, 1997). Prinsip metoda tersebut didasarkan pada pendekatan pencocokan
(maching) antara karakteristik iklim dan sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh
tanaman atau kelompok tanaman. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan
kerangka FAO (1976), dan kriteria kesesuaian lahan mengacu pada Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenuddin, et al, 2003).
Dalam pelaksanaan penyusunan peta ZAE dibagi atas tahapan-tahapan yaitu desk
study untuk menyusun peta ZAE dan menganalisis data ke dalam sistem pakar, serta
verifikasi lapang untuk pencocokan hasil (rechecking). Adapun pelaksanaan penyusunan
peta Zona Agro Ekologi dapat dibagi 4 tahapan kegiatan taitu:

2

Persiapan
Melakukan pengumpulan data sumberdaya lahan Kabupaten Muaro Jambi dari
peta land system RePPPrOT skala 1:250.000, peta tanah atau land unit pada skala
1:100.000 dari Puslittanak Bogor, data iklim (curah hujan dan temperatur) dari beberapa
stasiun penakar iklim dan cuaca selama 10 tahun terakhir, dan data penunjang lainnya
yang berkaitan dengan penyusunan peta ZAE seperti peta JOG (Joint Operational
Geographyc) yang digunakan sebagai peta dasar.

Interpretasi Data
Pada tahap ini dilakukan interpretasi data sumberdaya lahan dan iklim ke dalam
sistem pakar untuk mendapatkan zonasi agro ekologi dan alternatif kelompok komoditas
dan jenis komoditasnya. Hasil interpretasi ini nantinya akan pengelompokkan zona agro
ekologi berdasarkan perbedaan rejim iklim dan relief (kisaran lereng). Rejim iklim yang
digunakan ialah kelembaban dan suhu.
Rejim kelembaban dibedakan berdasarkan jumlah bulan kering dalam satu tahun
yaitu bulan dengan curah hujan rata-rata < 60 mm, (1) rejim kelembaban lembab apabila
jumlah bulan kering sama dengan atau kurang dari 3 bulan, (2) rejim kelembaban agak
kering apabila jumlah bulan kering antara 4 sampai dengan 7 bulan, dan (3) rejim
kelembaban kering apabila jumlah bulan kering lebih dari 7 bulan dalam satu tahun.
Rejim suhu suatu wilayah dibedakan dua kelompok yaitu rejim suhu panas
apabila perbedaan suhu udara terpanas rata-rata dan terdingin harian lebih besar dari 5oC
(Isohipertermik) atau ketinggian < 700 m dpl (dataran rendah) dan rejim suhu sejuk
(Isotermik), apabila perbedaan suhu udara rata-rata terpanas dan terdingin harian kurang
dari 5oC atau wilayah dengan ketinggian > 700-2000 m dpl
Berdasarkan pembeda rejim iklim tersebut suatu wilayah akan dikelompokkan
menjadi beberapa zonasi yaitu: (1) zona iklim ax, beriklim lembab dataran rendah (2)
zona iklim bx, beriklim lembab dataran tinggi, (3) zona iklim ay, beriklim agak kering
dataran rendah, (4) zona iklim by, beriklim agak kering dataran tinggi atau (5) zona iklim

az, beriklim kering dataran rendah dan (6) zona iklim bz , beriklim kering dataran tinggi
atau
Parameter lingkungan yang digunakan sebagai pembeda zonasi utama dalam
sistem pakar ialah relief yang terlihat di dalam kisaran kelas kelerengannya. Berdasarkan
pembeda zonasi utama (relief) yaitu kisaran lereng maka wilayah dikelompokkan menjadi
4 zona, yaitu Zona I, II, III dan IV Seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan zonasi dan tipe pemanfaatan lahan berdasarkan kelas lereng.
Zonasi

Lereng (%)

I
II
III
IV

> 40
16-40
8-15
40%), zona II (lereng (16-40%), zona III (lereng 8-15%), zona IV (lereng

40%, ketinggian tempat 0-700 m dan diatas 700 m dpl. Rejim kelembaban

4

Udic (lembab), rejim suhu sebagian panas (Isohyperthermic). Kendala utama pada zona
ini secara umum adalah lerengnya relatif curam (40-60%), tingkat kesuburan tanah
rendah dan reaksi masam, pada lahan tertentu mempunyai kedalaman tanah dangkal
sampai sangat dangkal. Berdasarkan elevasi, lereng serta rejim suhu dan kelembaban
maka zona I di Kabupaten Muaro Jambi ini adalah ax2. Berdasarkan kondisi biofisik
tersebut maka pada sub zona ini diarahkan untuk kehutanan yaitu hutan produksi seluas
2.548 ha. Dalam pemilihan tanaman yang sesuai pada zona ini didasarkan pada kondisi
lereng, tekstur, kemasaman serta rejim kelembaban dan suhu maka arahan pengembangan
komoditas tanaman yang dikembangkan diantaranya Meranti, Kruing, Kapur, Damar,
Benuang, Rotan, dan Bengkirai (Lampiran 1).
Zona II, zona ini merupakan daerah perbukitan dengan lereng dominan 15-40%,
elevasi terdiri atas 0-700 m dan > 700 m dpl, rejim suhu sejuk dan panas serta rejim
kelembaban lembab dengan luas kawasan 25.438 ha. Zona II terdiri atas sub zona ax.
Berdasarkan kondisi biofisik maka disarankan untuk sistem pertanian perkebunan
(budidaya tanaman tahunan), dengan arahan pengembangan komoditas menurut
kesesuaian tanaman, maka alternatif komoditas perkebunan adalah Kopi robusta, Kakao,

Kelapa, Karet, Kelap sawit. Sedangkan tanaman buah-buahan seperti Rambutan, Nangka,
Mangga, Durian dan Duku.
Zona III, merupakan daerah dataran dengan lereng berkisar antara 8-15%,
terdapat pada ketinggian 0-700 m dan diatas 700 m dpl dengan rejim suhu sebagian sejuk
dan sebagian panas, rejim kelembaban lembab meliputi luasan 45.681 ha. Zona III terdiri
atas sub zona ax. Berdasarkan kondisi biofisik maka arahan sistem pertanian adalah
wanatani/budidaya lorong dengan alternatif komoditas tanaman perkebunan adalah
kelapa sawit, karet dan kelapa, dan komoditas tanaman pangan adalah Kacang tanah,
kedelai, jagung.
Zona IV, zona ini merupakan daerah dengan topografi agak datar sampai
bergelombang dengan ketinggian tempat antara 0-700 m dan di atas 700 m dpl, dengan
lereng kurang dari 8%. Rejim kelembaban basah dan lembab serta rejim suhu panas dan
sejuk, terdiiri dari IVax1, dengan luas 50.968 ha (9,35%) dari luas wilayah yang sesuai
untuk pertanian lahan basah (padi sawah), zona IVax1i dengan luas wilayah 5.108 ha
(0,94%) dari luas wilayah yang sesuai untuk pertanian lahan basah (padi sawah
intensifikasi), dan Zona IVax2 dengan luasan 163.251 ha (29,94%) dari luas wilayah,
kawasan ini potensi untuk pengembangan pertanian lahan kering dengan komoditas padi
gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, dan cabe.
Zona V adalah lahan dengan kemiringan < 8% yang merupakan lahan gambut.
Zona V terdiri atas subzona V1, V2 dan V. Dari total luasan zona V 248.089 ha, 80.793

ha sesuai untuk pengembangan tanaman buah-buahan seperti Rambutan, Duku, Manggis,
Nanas serta sayuran. Sedangkan 167.296 ha merupakan hutan lindung (vegetasi alami).

Kondisi Sumberdaya Lahan
Kabupaten Muaro Jambi dengan luas wilayahnya 5.264 km2, terletak di antara
1 15’ – 2o 20’ Lintang Selatan dan di antara 103o 10’– 104o 20’ Bujur Timur.
Berdasarkan pantauan Stasiun Klimatologi Provinsi Jambi di Sungai Duren, suhu udara
rata-rata tahun 2013 adalah 26,80 C dan suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Juni 2013
yaitu 33,30 C. Kelembaban udara rata-rata Tahun 2013 adalah 85,8 %, curah hujan ratarata 216,6 mm, dan hari hujan terbanyak adalah 24 hari pada Bulan Mei dan Desember
(BPS, 2014). Muaro Jambi merupakan wilayah potensi tanaman pangan, karena memiliki
o

5

luas sawah terluas kedua di Provinsi Jambi yaitu 24.640 ha setelah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur (39,301 ha) (BPS, 2014).
Kabupaten Muaro Jambi memiliki potensi lahan basah (lebak dan pasang surut)
cukup luas, luas lahan sawah berdasarkan jenis irigasinya ditampilkan pada Tabel. 2
berikut:
Tabel 2. Luas lahan sawah berdasarkan jenis irigasinya di Kabupaten Muaro Jambi (BPS,

2014)
No
1.
2.
3.
4.

Jenis Lahan Sawah
Irigasi Teknis
Tadah Hujan
Rawa lebak
Pasang Surut
Jumlah

Luas (Ha)
3.949
10.808
8.573
1.290
24.640


Dari luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, pada tahun 2014
tercatat luas panen padi sawah 10.894 ha, dengan produksi 50.929 ton dan produktivitas
rata-rata 4,675 t/ha.
KESIMPULAN
Berdasarkan kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman pangan lahan basah
maka terdapat seluas seluas 50.968 ha (9,35%) dari luas wilayah yang sesuai untuk
pertanian lahan basah (padi sawah), seluas 5.108 ha (0,94%) dari luas wilayah yang
sesuai untuk pertanian lahan basah (padi sawah intensifikasi), dan 163.251 ha (29,94%)
sesuai untuk pertanian lahan kering yaitu padi gogo jagung, kedelai, kacang tanah, dan
cabe.
Dengan potensi lahan basah dan lahan kering yang sesuai untuk pengembangan
padi sawah maupun padi gogo serta palawija, maka pengembangan komoditas tanaman
pangan kedepannya dapat mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T, 2005. Pengembangan Lahan Rawa Lebak untuk Usaha Pertanian.
Balittra Banjarbaru.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2001. Peta Komoditas Zona Agroekologi
dan Tata Ruang Propinsi Jambi. Skala 1:350.000.
Busyra, BS, N. Hasan, A. Yusri, Adri, dan Hery Nugroho. 2003. Zona Agroekologi
Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Badan Litbang
Pertanian.
Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Jambi Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka.
Djaenudin, D., Marwan H,, Subagyo H, dan A. Hidayat, 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat.
FAO. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin No.6 Rome.

6

Ismet, M. 2007. Membangun Sistem Ketahanan Pangan Nasional dalam rangka
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Prosiding Inovasi Teknologi Mendukung
Peningkatan Produksi Pangan Nasional dan Pengembangan Bioenergi untuk
Kesejahteraan Masyarakat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian.
Sosiawan. H. 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agro Ekologi dalam Apresiasi
metodologi analisis zona agroekologi untuk pengembangan sumberdaya lahan
pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Suryana, A. 2007. Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Beras Nasional dan
Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Petani. Prosiding Inovasi
Teknologi Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional dan
Pengembangan Bioenergi untuk Kesejahteraan Masyarakat. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian.

7

Lampiran 1.
Tabel . Zona Agro Ekologi Kabupaten Muaro Jambi dengan sistem pertanian dan alternatif pengembangan komoditas pertanian.

8

Lampiran 2.

Gambar 1. Peta Zona Agroekologi kabupaten Muaro Jambi Skala 1:250.000.

9