ZAKAT BADAN HUKUM DAN PERHITUNGANNYA DAL

ZAKAT BADAN HUKUM DAN PERHITUNGANNYA DALAM
PERSPEKTIF FIQH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Kontemporer Perbankan
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Muhamad Ridho Prayogo
141268610
S1 PBS A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGER (IAIN) METRO
TAHUN 2017/2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena
atas berkat dan limpahan rahmat dan Hidayah-Nya, maka tugas makalah
mengenai “ Zakat Badan Hukum & Ketentuannya “ ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktu yang ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah sederhana ini tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menghanturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu terselesainya makalah ini.
Penulis juga memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya konstruktif dalam perbaikan makalah.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak khususnya bagi kami pribadi. Amiin

Mero,01 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Badan hukum
B. Kewajiban zakat bagi badan usaha
C. Definisi zakat badan hukum
D. Syarat Zakat Badan Hukum
E. Perhitungan Zakat Badan Hukum
BAB III PENUTUP
A. PENUTUP
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga, zakat
merupakan suatu ibdah yang paling penting kerap ali dalam Al-Qur’an,
Ala menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan shalat. Pada
delapan puluh dua empat Allah menyeut zakat beriringan dengan urusan

shalat ini menunjukkan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan
yang rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat dipandang seutamautama ibadah badaniyah, zakat dipandang seutama-utama ibadah
maliyah.
Mengeluarkan zakat huumnya wajiba bagi tiap-tiap muslim yang
mempunyai harta benda menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh
hukum islam.
Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan menjadi salah satu
unsur pokok bagi tegaknya syariat islam. Ooleh sebab itu hukum zakat
adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syaratsyarat tertentu.
Zakat badan hukum/perusahaan adalah salah satu jenis zakat dari
berbagai macam zakat yang telah ditetapkan oleh syariat islam.
B. Rumusan masalah
1) Apa definisi badan hukum?
2) Syarat zakat pada badan hukum?
3) Cara perhitungan zakat pada badan hukum?
C. Tujuan penulisan
1) Untuk menyelesaikan tuga makalah mata kuliah Fiqih Kontemporer
2) Mengetahui dan memahami wawasan kita mengenai zakat badan hukum

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Badan hukum
Istilah badan hukum (syakhshiah i’tibariyah hukmiyah) tidak disebutkan
secara khusus dalam fiqih. Badan hukum dikatakan sebagai subjek hukum
karena terdiri dari kumpulan orang-orang yag melakukan perbuatan hukum
(tasharruf).
Badan hukum merupakan hasil analogi dari keberadaan manusia dalam
subjek hukum. Ketentuan menjadikan badan hukum sebagai subjek hukum, tidak
boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip akad yang terdapat dalam Al-Quran
dan sunnah. Keberadaan badan hukum terkait dengan adanya penerapan akad
wakalah dalam pembagian tugas (job description) dari suatu manajemen
perusahaan.
Dalam hal ini manusia bertindak sebagai wakil dari organ lembaga atau
perusahaan

tersebut.

Meskipun

atas


nama

badan

hukum

seseorang

menjalankan amanah perusahaan, namun sebagai petanggung jawaban vertikal
tetap diembalikan kepada amalan individu masing-masing.
Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang mengadakan
kerja sama dan atas dasar ini merupakan suatu kesatuan yang telah memenuhi
syarat-syarat yan ditentukan oleh hukum. Badan hukum merupakan pendukung
hak yang tidak berjiwa (bukan manusia) dan merupakan gejala sosial yaitu
suatu gejala yang riil, suatu yang dapat dicatatdalam pergaulan hukum, biarpun
tidak terwujud manusia atau benda yang dbuat dari besi, batu, dan sebagainya,
tetapi yang terpenting bagi pergaulan hukum adalah karena badan hukum itu
mempunyai kekayaan yang sama sekali terpisah dari kekayaan.1
Badan hukum adalah orang (badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan)

yang ditetapkan oleh hukum yang merupakan subjek di dalam hukum, yang
berarti juga dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana halnya
dengan manusia (memiliki kekayaan sendiri, ikut serta di dalam lalu lintas hukum

1

Imam Mustoofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), h. 39.

dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat dimuka haim).
Dengan demikian, badan hukum ini diperlakukan sepenuhnya sama dengan
seorang manusia.2
Menurut Wirjono Prodjodikiro, badan hukum adalah suatu badan yang
disamping manusia perorongan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan
yang mempunyai hak-hak, kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang
lain atau badan lain.3
Ali Rido mengemukakan bahwa ada seberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu badan hukum, yaitu:
1) Adanya harta kekayaan terpisah.
2) Mempunyai tujuan tertentu.

3) Mempunyai kepentingan tersendiri.
4) Adanya organisasi yang teratur.4
B. Kewajiban zakat bagi badan usaha
Salah satu ulama yang berpendapat tetang kewajiban zakat badan hukum
atau lembaga adalah Yusuf al-Qaradawi. Mengenai zakat perusahaan atau
lembaga profit lainya al-Qaradawi berpendapat bahwa tidak ada perbedaan pada
zakat perusahaan yang bergerak pada perdagangan dan perusahaaan bisnis
selain perdagangan. Keduanya wajib mengeluarkan zakat.5
Di Indonesia, zakat badan hukum atau perusahaan didasarkan pada undangundang zakat dan kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES). Berkaitan dengan
zakat badan huku atau perusahaan, Undang-Undang N. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat pasal 11 ayat (2) menyebutkan:
“harta yang dikenai zakat adalah : a) emas, perak dan uang; b) perdagangan
dan perusahaan ; c) hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan; d)
hasil pertambangan; e) hasil pertenaan; f) hasil pendapatan dan jasa; g) rikaz.”6
2

Titik Triwulan Titik, Pengantar Hukum Perdata, (Jakarta: prestasi pustaka, 2006), h. 12.

3 P.N.H. Simanjuntak,Pokok–Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta:
Djambatan,2009), h. 28.


Wibowo Tunardy, “Syarat-Syarat Badan Hukum”, dalam www.jurnalhukum.com/syaratsyarat-badan-hukum/, diunduh pada tanggal 2 maret.
4

5

Imam Mustofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual..., h. 36.

6

Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelompokan Zakat pasal 11 ayat (2).

Sementara itu , dalam komplikasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES) secara
jelas menyebutkan mengenai zakatbadan hukum, pasal 675 ayat (1) dan (2)
menyebutkan:
Yang dimaksud dengan :
1. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
lembagay ang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yan berhak
menerimanya.
2. Muzaki adalah orang atau lembaga yang memiliki oleh muslim yang

berkewajiban menunaikan zakat.
Suatu badan hukum tidak akan lepas dari kontrol dan kekuasaan seseorang
yang bertanggung jawab atas lembaga atau badan hukum tersebut. Artinya,
akan selalu ada seseorang atau personal yang menjadi representasi lembaga
tersebut. Berdasarkan pemikiran ini, maka kewaiban zakat untuk badan hukum
atau sebuah lembaga dapat dimengerti dan dipahami, karena pada dasarnya
badan hukum adalah subjek hukum sama halnya dengan seseorang yang
mempunyai ahliyatulwujud dan ahliyatul ada.
C. Definisi zakat badan hukum
Zakat menurut UU No. 88 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah
harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
Zakat adalah rukun islam ketiga yang diwajibkan. Zakat merupakan ibadah
maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau perataan
karunia

Allah

dan


juga

merupakan

solidaritas

sosial,pernyataan

rasa

kemanusiaan dan keadian, pembuktian persaudaraan islam, pengikat persatuan
umat dan bangsa, sebagai pengiakt batinantara golongan kaya dengan miskin
dan sebagai penghilang jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang
kuat dngan yang lemah.7
Zakat secara etimologi berarti berkembang dan bertambah. Zakat juga
berarti suci, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Syams ayat 9:

7


Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 404.

“Sesungguhnya

beruntunglah

orang

yang

mensuvikan

jiwa

itu”.

Maksudnya bersuci dari kotoran. Ayat 14 surat al-A’la juga menyebutkan :
“Sesungguhnya beruntunglah orang membersihkan diri (dengan beriman).”Zakat
juga berarti pujian. Hal ini bisa sebagaiman disebutkan dalam surat al-Najm ayat
32;
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci”, maksudnya janganlah
engkau memui dirimu sendiri. Jadi makna zakat pada dasarnya adalah bersuci,
berkembang, berkah dan terpuji.
Secara etimologi zakat adalah sebutan untuk suatu yang dikeluarkan untuk
mensucikan harta atau diri manusia dengan cara tertentu.8
D. Syarat-Syarat Zakat Badan Hukum
a. Syarat orang yang wajib zakat badan hukum/perusahaan :
1) Islam (bergama islam)
2) Merdeka (bukan budak/hambasahaya)
3) Memiliki perusahaan secara sempurna (milik sendiri), bukan milik
orang lain
4) Mmemiliki penghasilan minimal satu nisab (mencapai nisab)9
b. Syarat badan hukum yang wajib zakat
1) Badan hukum yang wajib zakat merupakan tempat bekerja orangorang yang beragama islam, atau setidaknya sebagian besar yang
bekerja adalah orang islam.
2) Badan hukum yang wajib zaka merupakan badan hukum yang
menjalankan usaha yang profitable dan berkembang. Hal ini sesuai
dengan persyartan zakat yang diseutkan dalam Ensiklopedi Fiqih:
3) Usaha yang dijalankan oleh badan hukum tersebut merupakan usaha
yang halal.
4) Badan hukum tersebut tidak memiliki hutang yang apabil dibayar,
maka asetnya tidak sampai satu nisab. Persyaratan ini berdasarkan
pendapat ulama Hanbaliyah.

8

Imam Mustofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual..., h. 38.

9

Yusuf Qarwadi, “Hukum Zakat”, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1997), h. 48.

Wahbah al-Zyhaili menambahkan bahwa apabila aset yang ada digunakan untuk
membayar hutang sisa harta tidak mencapai satu nisab, sementara tidak ada
harta lain yang dapat digunakan untuk membayar hutang, maka tidak wajib
zakat.
Sementara imam Syafi’i dalam qoul jadid ebagaimana dikutipp al-Zuhaili
berpendapat bahwa meskipun hutang itu bear sehingga bila harta digunakan
untuk membaya maka sisanya tidak mencukupi satu nisab pemiiknya tetap wajib
membayar zakat.
c. Syarat harta yang dizakati
Dalam ensiklopedi fiqih dijeaskan mengenai syarat-syarat zakat:
1) Harta dimiliki oleh pihak (perorangan atau badan hukum) yang jelas,
maka tidak diwajibkan atas harta yang tidak ada pemiliknya yang
jelas.
2) Didapatkan dengan cara yang baik dan halal.
3) Milik penuh yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan didalam
kekuasaan pemiliknya.
4) Harta yang wajib dizakati mencapai nisab yang ditentukan oleh syara’.
5) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk di kembangkan
sepperti melalui kegiatan usaha.10
Semua penciptaan yang manusia bisa merasakan berbagai rasa sehingga bisa
diambil manfaatnya oleh tubuh, oleh karena berkah penciptaan tersbut maka
hendaknya menunaikan zakat.11

10
11

Didik H Dkk, Fiqh Zakat Indonesia, (Jakarta: BAZNAS, 2013), h. 37-41.

Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-aAyat Ekoomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 312.

E. Perhitungan Zakat Badan Hukum
Untuk mempermudah melihat perbedaan pada metode perhitungan zakat,
perbedaan tersebut dirumuskan ke dalam tabel berikut :
Metode/

Metode AAOFI

Metode Saleh

Metode Faizah

2,5%

2,5%

2,5%

1 TahunSekali

1 Tahun Sekali

Pembedaaan
Presentase

Pepembayaran 1 Tahun Sekali
Zakat
Objek Zakat

Modal bersih, laba Laba

bersih Modal

berih, dan semua setelah pajak
aset

bersih

dan laba bersih

yang

diperuntukkan
untuk
menghasilkan laba.
Nisab

Diqiyaskan

untuk Diqiyaskan untuk Diqiyaskan

zakat perdagangan

zakat

untuk

perdagangan

perdagangan

Perhitungan

Dipisahan

Hutang

harta yang menjadi karena
objek zakat.

dari Tidak

zakat

dhitung Dikurangkan
zakat dari harta yang

diambil dari laba wajib zakat
bersih

setelah

pajak
Sumber: Penulis
Perbedaan mendasar dari metode-metode perhitungan zakat yang telah
dirumuskan oleh banyak peneliti (AAOIIFI (1998), Hafiduddin (2002), Saleh
(2000), Harahap (2002), dan Faizah (1999) ) adalah pada nilai yang
melandasinya.12

Ali Farhan. “Metode Perhitungan Zakat Perusahaan” dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Vol./ 1, No. 2, Juli-Desember 2013, h. 19-20.
12

Contoh Perhitungan zakat yang dikurangi dari penghasilan kena pajak:
1) Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha.
Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 1.000.000/bulan.
Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omset setahun sebesar Rp
5.000.000,- dengan memperkerjaka dua orang pegawai, dan digaji masigmasing Rp 250.000/bulan.
Perhitungan zakat atas penghasilan :
Penghasian Bruto :
a. Gaji, 12 bulan x Rp 1.000.000,- =Rp 12.000.000
b. Hasil usaha

=Rp 5.000.000

Jumlah

=Rp 17.000.000

Pengeluaran :
Rp 17.000.000,- - Rp 6.300.000,-

=Rp 10.7000.000,-

Zakat dan pengasilan : 2,5% x Rp 10.700.000,- = Rp

267.500

2) Zakat atas penghasilan yang tidak teratur (hadiah, honor, dll)
Muhamad menerima hadiah senilai Rp 5.000.000,- dan tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang ia lakukan.
Zakat atas penghasilan : 2,5% x Rp 5.000.000,- =Rp

125.000,-

3) Penghasilan atas perusahaan/ badan usaha
PT.Amanah adalah perusahaan milik orang islam dengan penjualan
tahun 2000 sebesar Rp 100000.000,-. Harga pokok barang penjualan
sebesar Rp. 70.000.000,-. Biaya umum dan administrasi Rp 15.000.000,-.
Penghasilan zakat atas penghasilan :
Penghsian Bruto

=Rp 100.000.000,-

Harga Pokok Penjualan

=Rp

Laba Bruto Usaha

=Rp 30.000.000,-

Biaya Umum dan Administrasi =Rp
Penghailan Netto

=Rp

70.000.000,15.000.000,15.000.000,-

Zakat atas penghasilan 2,5% x Rp 15.000.000

13

287-288.

=Rp 425.000,- 13

Hari Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:EKONISIA,2013), h.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badan hukum merupakan hasil analogi dari keberadaan mausia
dalam subjek hukum. Ketentuan menjadikan subjek hukum sebagai
subjek hukum, tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip akad yang
terdapat dalam Al-Quran dan sunnah. Keberadaan badan hukum terkait
dengan adanya penerapan akad wakalah dalam pembagian tugas ( job
description) dari suatu manajemen perusahaan.
Berdasarkan pemikiran ini, maka kewaiban zakat untuk badan
hukum atau sebuah lembaga dapat dimengerti dan dipahami, karena
pada dasarnya badan hukum adalah subjek hukum sama halnya dengan
seseorang yang mempunyai ahliyatulwujud dan ahliyatul ada.
B. Saran
Kepada mahasiswa/mahasiswidan teman-teman sekalian,setelah
membaca makalah ini, bisa mengetahui bagaimana zakat badan hukum
itu sendiri. Bila mana ada yang kurang jelas, penyusun menyarankan
pada pembaca yang ingin mendalami tentang masalah zakat pada badan
hukum, untuk membaca sumber lain yang lebih lengkap. Dan marilah kita
realisasikan zakat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan
kewajiban umat muslim dengan penuh rasa ikhlas.

DAFTAR PUSTAKA
Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.
Didik H Dkk, Fiqh Zakat Indonesia, Jakarta: BAZNAS, 2013.
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-aAyat Ekoomi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Hari Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta:
EKONISIA,2013.
Imam Mustoofa, Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013.

Ali Farhan. “Metode Perhitungan Zakat Perusahaan” dalam Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Vol./ 1, No. 2, Juli-Desember 2013, (1-26).
P.N.H. Simanjuntak,Pokok–Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta:
Djambatan,2009.

Titik Triwulan Titik, Pengantar Hukum Perdata, Jakarta: prestasi pustaka, 2006.
Yusuf Qarwadi, Hukum Zakat, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1997.
Wibowo Tunardy, “Syarat-Syarat Badan Hukum”, dalam
www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-badan-hukum/, diunduh pada tanggal
2 maret.