IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM (1)

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA

Oleh: Idarahma Ibrahim

Abstrak:
Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik SMA
agar peserta didik memiliki kemampuan: memahami konsep,
penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan,
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini
adalah dengan mengimplementasikan pendekatan saintifik (scientific
approach). Pendekatan ini menyentuh tiga ranah yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pelaksanaannya memuat langkahlangkah lima langkah: (1) mengamati, (2) menanya, (3) menalar, (4)
mencoba, dan (5) membentuk jejaring (mengkomunikasikan dalam
kelompok)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu lembaga satuan
pendidikan formal yang memiliki peranan sangat besar dalam mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Pada satuan pendidikan ini diberikan kurikulum yang
memuat mata pelajaran Matematika.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan, memegang peranan penting, serta mempunyai andil yang
sangat besar terhadap perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini
disebabkan oleh fungsi dan peranan matematika sebagai sarana berpikir logis,
analitis, dan sistematis. Hal ini sesuai yang dikemukan oleh Djaali

(Sakarani,

2005: 1) bahwa “Matematika merupakan sarana berpikir ilmiah, memegang
peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa”.

1

Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik SMA agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: memahami konsep,

penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Ketercapaian tujuan mata pelajaran matematika dapat diraih jika semua
unsur pendukung dapat bekerja dengan maksimal. Unsur pendukung tersebut
diantaranya adalah unsur pendidik. Selain itu, model, strategi, pendekatan serta
teknik pembelajaran yang digunakan guru juga sangat mendukung.
Realita yang ada di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman
konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi matematika, serta minat
belajar matematika belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Nilai hasil
belajar matematika yang tinggi diperoleh peserta didik jika soal yang digunakan
masih bersifat operasi biasa. Jika diberikan soal yang menuntut daya nalar atau
berpikir tingkat tinggi (high ordered thingk) misalnya soal pemecahan masalah
atau aplikasi konsep matematika, peserta didik mengalami kesulitan.
Sebagian besar peserta didik masih merasa takut dan kurang percaya diri
terhadap pelajaran matematika. Hal ini menjadi tantangan bagi pendidik. Seorang
pendidik harus berupaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran
sehingga peserta didik memiliki motivasi dan pandangan positif terhadap
matematika. Pada proses pembelajaran matematika seyogyanya pendidik mencoba

mengimplementasikan berbagai model, strategi, dan pendekatan belajar yang
kreatif dan inovatif.
Perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi
Kurikulum 2013 memberikan sumbangsih yang besar terhadap proses
pembelajaran yang lebih baik. Pada Kurikulum 2013 ini ditekankan pendekatan
pembelajaran yang bersifat ilmiah yang disebut sebagai pendekatan ilmiah
(scientifich approach).

2

Pada pendekatan saintifik, proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,
yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah
peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang
baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk
hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Oleh karena itu, pendekatan saintifik

dipandang dapat diimplementasikan pada pembelajaran matematika SMA.

B. Rumusan Masalah

1.

Bagaimana pembelajaran matematika di SMA?

2.

Bagaimanakah esensi dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
saintifik?

3.

Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran
matematika?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan informasi kepada pembaca
mengenai karakterstik salah satu jenis pendekatan dalam pembelajaran yaitu
pendekatan saintifik dan implementasinya dalam pembelajaran matematika.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Agar pembaca dapat memahami hakikat dan tujuan pembelajaran Matematika
di SMA
2. Agar pembaca dapat memahami pendekatan saintifik/ilmiah yang sedang
dilaksanakan pada kurikulum 2013
3. Agar pembaca dapat memahami dan mengimplementasikan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran Matematika

3

II. PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Matematika di SMA
1.

Karakteristik peserta didik di SMA
Usia peserta didik anak SMA secara umum berada pada rentang 15/16-

18/19 tahun, yang kerap disebut sebagai usia remaja, adolescent, atau strom and
drunk. Fase ini disebut sebagai masa merindu puja-puja yang ditandai dengan ciriciri berikut:
1. Anak merasa kesepian dan menderita. Dia menganggap tidak ada orang yang
mengerti, memahami dirinya, dan menjelaskan hal-hal yang dirasakannya.

2. Memerlukan teman yang dapat memahami, menolong, dan turut merasakan
suka-duka yang dialaminya.
3. Mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang
dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja
4. Merasa tidak tenang, banyak kontradiksi dalam dirinya. Dia merasa mampu,
tetapi tidak tahu bagaimana mewujudkannya.
Salah satu implikasi dari karakteristik peserta didik SMA tersebut terhadap
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Remaja memerlukan orang yang dapat membantunya mengatasi kesukaran
yang dihadapi.
2. Pribadi pendidik (sebagai pendukung nilai) berpengaruh langsung terhadap
perkembangan pendirian hidup remaja. Karena itu, segala sikap dan perilaku
pendidik harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi pendidikan.
3. Pendidik hendaknya:
a. Berdiri ‘disamping’ mereka, tidak di depannya melalui dikte dan instruksi;
b. Menunjukkan simpati bukan otoritas, sehingga dapat memperoleh
kepercayaan dari remaja dan memberinya mereka bimbingan; serta
c. Menanamkan semangat patriotik dan semangat luhur lainnya karena ini
memang masanya.
Teori


perkembangan

anak

menurut

Piaget

(http://anna-w--

fpsi09.web.unair.ac.id) menyatakan bahwa anak berusia 11 tahun ke atas berada
pada tahap IV yaitu tahap operasional formal. Pada tahap ini, anak-anak sudah

4

dapat menghadapi situasi hipotetikal dan proses berpikir mereka tidak lagi
tergantung pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran anak sudah mulai logis
dan canggih sehingga mereka dapat menangani problema-problema yang ada.
Sejalan


dengan

hal

di

atas,

Piaget

(http://coretanpembelajaranku.blogspot.com/2013/01/piaget-tahap-operasionalformal.html) mengemukakan bahwa ciri pokok perkembangan tahap ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola piker
“kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan
inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan,
menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat:
1. Bekerja secara efektif dan sistematis,
2. Menganalisis secara kombinasi,
3. Berpikir secara proporsional,

4. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi
Berdasarkan hal diatas, seorang pendidik yang mengajar di SMA harus
mampu mngamati dan memahami karakteristik masing-masing peserta didiknya
sehingga model, strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang digunakan
tidak mengintimidasi peserta didik.
2.

Pembelajaran Matematika
Menurut Suherman, dkk (2003:55) matematika sekolah adalah matematika

yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar
(SD/MI dan SLTP/MTs) dan Pendidikan Menengah (SLTA/MA dan SMK).
Matematika sekolah juga berarti ilmu matematika yang terdiri dari bagian-bagian
matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan
dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Hal ini
menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki
matematika, yaitu mempunyai objek kajian yang abstrak serta berpola pikir
deduktif konsisten.

5


Fungsi mata pelajaran matematika dan sekaligus dijadikan acuan dalam
pembelajaran matematika sekolah adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Alat
Matematika sebagai alat berfungsi untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, baik itu masalah dalam mata pelajaran yang lain maupun masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Peserta didik diberi pengalaman
menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan
suatu informasi, misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam
model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita
atau soal-soal uraian matematika lainnya.
Secara ringkasnya, matematika sebagai alat, berfungsi sebagai : (a) Alat
komunikasi (yaitu penggunaan bahasa matematika), (b) Alat penyelesaian
masalah, dan (c) Alat bantu untuk pengembangan ilmu lain, contohnya teknik,
ekonomi, kimia, fisika, dan sebagainya.
b.

Sebagai Pola Pikir
Pelajaran matematika yang berfungsi sebagai alat pola pikir, yaitu


pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penalaran

suatu

pembelajaran

hubungan

matematika,

di

antara

peserta

pengertian-pengertian

didik

dibiasakan

untuk

itu.

Dalam

memperoleh

pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan tidak
dimiliki oleh sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh
dan bukan contoh diharapkan peserta didik mampu menangkap pengertian suatu
konsep.
Kemudian, peserta didik dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau
kecenderungan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan
melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses penalarannya
dikembangkan pola pikir induktif dan deduktif.

c. Sebagai Ilmu
Fungsi terakhir dari matematika sekolah adalah sebagai ilmu atau
pengetahuan. Dalam hal ini, guru harus mampu menunjukkan bahwa matematika
6

selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara
diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuanpenemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.
Tujuan pembelajaran matematika sekolah terdiri atas tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif, dan efisien.
2. Mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Tujuan umum pertama pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan
pembentukan sikap peserta didik. Tujuan umum kedua adalah memberikan
penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan
lainnya.
Tujuan khusus pembelajaran matematika di SMA/MA adalah agar:
a. Peserta didik memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk
melanjutkan ke pendidikan tinggi.
b. Peserta didik memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan
matematika Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang
lebih luas (di dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari.
c. Peserta didik memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, kreatif, serta
inovatif.
d. Peserta didik memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable)
melalui kegiatan matematika di SMA/MA.
7

Matematika sekolah mempunyai peranan sangat penting baik bagi peserta
didik supaya mempunyai bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta
pol pikirnya, warga negara pada umumnya supaya dapat hidup layak, untuk
kemajuan negaranya, dan matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan
mengembangkannya.
Matematika merupakan suatu bidang studi yang penting peranannya dalam
usaha meningkatkan kesejahteraan umat manusia, sehingga manusia dianggap
perlu menguasai dan memahami matematika. Matematika juga dikenal tidak
hanya berhubungan dengan bilangan dan operasi-operasinya, melainkan juga
berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang diatur
menurut aturan yang logis.
Menurut Hudoyo (1990:3- 4) bahwa “Matematika berkenaan dengan ideide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik
sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Pola tingkah
laku manusia yang tersusun menjadi suatu prinsip-prinsip belajar, diaplikasikan ke
dalam matematika. Sebagai misal, mempelajari konsep B yang berdasarkan
kepada konsep A, seseorang perlu memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa
memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti,
mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta didasarkan kepada
pengalaman belajar yang lalu.
Mempelajari matematika memerlukan kemampuan berpikir abstrak,
kemampuan menganalisis persoalan (permasalahan). Oleh karena itu, individu
yang ingin mempelajari matematika harus senantiasa aktif dalam proses belajar
matematika. Agar proses pembelajaran matematika berjalan sebagaimana
mestinya, maka guru dan peserta didik harus berkemampuan dasar, peserta didik
harus memiliki pengetahuan dasar sebagai prasyarat. Sedangkan guru harus
memiliki pengetahuan tentang keadaan peserta didik, pengelolaan kelas,
penggunaan model pembelajaran, dan keterampilan mengadakan variasi serta
teknik penilaian, baik proses maupun penilaian hasil belajar.
Menurut Manangkasi (Jusnidar, 2003:8) mengemukakan bahwa “Belajar
matematika adalah suatu kegiatan mental dari lambang-lambang dan cara
8

mempelajari lambang tersebut yang kompleks menjadi sederhana berdasarkan
asumsi dasar aksioma, dalil-dalil, dan teorema yang dibuktikan sebelumnya”.
Menurut Agung (Mardiana, 2002:7) bahwa “Belajar matematika adalah suatu
aktivitas untuk memahami arti hubungan-hubungan, simbol-simbol kemudian
menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan dalam situasinya”. Dienes (Hudoyo,
2003:83) menyatakan bahwa “belajar matematika melibatkan suatu struktur
hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang
telah terbentuk sebelumnya.
Dari uraian diatas, dapat diartikan bahwa belajar matematika adalah tentang
konsep-konsep dan struktur matematika sehingga dapat menimbulkan suatu
perubahan tingkah laku dan pola pikir sebagai hasil pengalaman individu dalam
mempelajari matematika.
Apabila terjadinya proses belajar matematika itu baik, dapat diharapkan
hasil belajar peserta didik akan baik pula, subyek yang belajar akan memahami
matematika dengan baik pula dan ia dengan mudah mempelajari matematika
selanjutnya serta dengan mudah pula mengaplikasikannya ke situasi baru, yaitu
dapat menyelesaikan masalah baik dalam matematika itu sendiri maupun ilmu
lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Mengajar itu suatu kegiatan yang
melibatkan pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan belajar karena
adanya intervensi pengajar. Dengan intervensi ini, diharapkan peserta didik
menjadi terbiasa belajar sehingga ini mempunyai kebiasaan belajar. Mengajar
adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang peserta didik untuk belajar.
Mengajar dapat pula diartikan sebagai memberi pelajaran atau melatih.
Hudoyo (Nurhasana, 2003:8) mengemukakan bahwa “Mengajar adalah
suatu kegiatan di mana pengajar menyampaikan pengetahuan/pengalaman yang
dimiliki peserta didik. Tujuan pengajaran adalah agar pengetahuan yang
disampaikan itu dapat dipahami peserta didik karena mengajar yang baik hanya
jika hasil peserta didik baik”.
Dalam hal mengajar matematika, pengajar mampu memberikan intervensi
yang cocok, bila pengajar itu menguasai dengan baik matematika yang diajarkan.
Karena itu, merupakan syarat yang esensial bahwa pengajar matematika harus

9

menguasai bahan matematika yang diajarkan. Namun penguasaan terhadap bahan
saja belumlah cukup agar peserta didik berpartisipasi intektual dalam belajar.
Pengajar juga harus memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi
lebih bermakna bagi peserta didik. Peristiwa belajar akan terlihat bila dalam
mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Belajar dan
mengajar itu dua kegiatan yang saling mempengaruhi yang dapat menentukan
hasil belajar. Dapat dikatakan pula bahwa belajar dan mengajar adalah hubungan
timbal balik antara sesama murid dalam proses pembelajaran matematika. Dengan
kata lain belajar dan mengajar dapat dipandang merupakan suatu proses yang
komprehensif yang harus diarahkan untuk kepentingan peserta didik, yaitu
belajar.
Berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran matematika
serta karakter peserta didik di SMA, maka pembelajaran matematika di SMA
harus berbeda dengan pembelajaran matematika pada jenjang dasar. Peserta didik
harus dibimbing untuk menyelesaikan masalah matematika, difasilitasi untuk
mampu menggunakan daa nalar dan analisa yang tinggi.
B. Pendekatan Saintifik
1.

Esensi Pendekatan Saintifik
Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan

pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran
deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan
secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti
spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.

10

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method
of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu,
metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui
observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis
2.

Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA

atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses
pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah
keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi
atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan
dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft
skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara
layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.

Gambar 2.1. Tiga ranah pengetahuan yang disentuh pendekatan
saintifik

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.

Pendekatan ilmiah

(scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
11

mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau
sifat-sifat nonilmiah. Pelaksanaan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
meliputi:

Gambar 2.2. Langkah-langkah pemeblajaran pada pendekatan saintifik

1.

Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan
antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh
guru.

12

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkahlangkah seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan
diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alatalat tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan
peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.
2.

Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan

dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat
guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
a.

Fungsi bertanya

13



Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang
suatu tema atau topik pembelajaran.



Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.



Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.



Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.



Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.



Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi,



Berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.



Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.



Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.



Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.

b.

Kriteria pertanyaan yang baik



Singkat dan jelas,



Menginspirasi jawaban,



Memiliki focus,



Bersifat probing atau divergen,



Bersifat validatif atau penguatan,



Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. Merangsang
peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.



Merangsang proses interaksi.

14

3.

Menalar

a. Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan
ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru
dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal
dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi
untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan
merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar
atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan
dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah
tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman
sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
Meningkatkan daya nalar pesera didik dapat dilakukan diantaranya sebagai
berikut:
 Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
 Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas
utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contohcontoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
 Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan
tinggi).
15

 Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamai
 Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
 Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
 Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang
sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami
konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik
pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan
tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap
ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi

metode

eksperimen

atau

mencoba

dimaksudkan

untuk

mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan
tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2)
mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena
yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil
percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru
hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2)
Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang
akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan

16

hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.

5. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif
Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia
yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang
dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru lebih bersifat direktif atau
manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia
menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta
didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan
atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman,
sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan
belajar secara bersama-sama.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan
dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan
dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat
keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
a. Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran
kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina
ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan
konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya
dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai
pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi.

17

b. Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif,
guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk
hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman
mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa,
mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan
kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara
terbuka dan bermakna.
c. Guru sebagai mediator. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru
berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta membantu
peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara
bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
d. Kelompok peserta didik yang heterogen.

Sikap, keterampilan, dan

pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk
memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat
menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta
mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya.
Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas
peserta didik.

C. Implementasi Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Matematika
SMA
Sesuai dengan teori tahap perkembangan anak yang dikemukakan oleh
Piaget yang menyatakan bahwa anak usia 11 tahun ke atas berada pada tahap
operasional formal, maka usia peserta didik di SMA termasuk dalam kategori
tahap tersebut. Peserta didik di SMA yang berada pada tahap operasional formal
telah memiliki kemampuan berpikir sistematis dan proporsional, menganalisis,
dan menyusun hipotesis bahkan mengambil suatu keputusan.
Materi Matematika yang wajib diberikan pada satuan pendidikan SMA
merupakan materi lanjutan yang tidak bersifat kongkret seperti materi pada
pendidikan dasar. Materi bersifat abstrak yang menuntut peserta didik untuk
18

berpikir tingkat tinggi. Pada Buku Siswa Kurikulum 2013 dieksplorasikan materimateri yang menuntut daya nalar peserta didik. Setiap awal pembelajaran dituntut
adanya pemberian masalah otentik untuk menggiring peserta didik menuju model
matematika dan memahami konsep. Setelah memahami konsep melalui analisis,
peserta didik dituntut mengkomunikasikannya kepada orang lain serta
mengaplikasikannya dalam penyelesaian masalah.
Pendekatan

saintifik

memuat

langkah-langkah

pembelajaran

ilmiah

meliputi: Mengamati, menanya, menganalisis, mencoba, dan mengkomikasikan
(membuat jaringan). Pendekatan ini dapat diterapkan dalam pembelajaran
Matematika. Pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti,
dan kegiatan akhir. Berikut diberikan contoh langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan pendekatan saintifik/ilmiah:
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
- Menyiapkan peserta didik untuk belajar
- Memberikan motivasi dan apersepsi baik berupa contoh aplikasi penerapan
konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, permainan matematika,
maupu berupa soal kuis atau soal tantangan
- Menyampaikan tujuan pembelajaran serta judul materi yang akan
dilaksanakan.
2. Kegiatan Inti
- Membagi peserta didik menjadi 6 kelompok kecil yang masing-masing terdiri
dari 4 peserta didik,
- Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk mengamati contoh masalah
otentik yang diberikan guru untuk menemukan pengertian dan bentuk umum
Sistem persamaan linear dua variable. (Mengamati)
- Peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanya kepada teman maupun
guru jika ada hal yang belum dipahami. Setelah tidak ada peserta didik yang
bertanya, guru yang bertanya kepada peserta didik untuk mengetahui
sejauhmana pemahaman peserta didik. (Menanya)

19

- Guru memberikan penjelasan singkat mengenai materi Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel dan memberikan petunjuk cara menetukan himpunan
penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
- Peserta didik memperhatikan dan menganalisis petunjuk guru tentang
langkah-langkah menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel (Menganalisis)
- Peserta didik menyelesaikan soal-soal yang ada di buku siswa (Mencoba),
guru memberikan bimbingan pada peserta didik secara scaffolding.
- Setelah selesai, peserta didik mengkomunikasikan baik di dalam kelompok
maupun di depan kelas (Mengkomunikasikan/membuat Jaringan). Guru
memberikan penguatan dan penghargaan kepada kelompok yang tampil
prsentase.
3. Kegiatan Akhir (Penutup)
- Mengecek sejauhmana pemahaman peserta didik tentang materi melalui satu
soal kuis. Memberi penghargaan bagi yang menjawab benar dan penguatan
bagi yang menjawab salah.
- Merefleksi proses pembelajaran
- Memberikan tugas mandiri (PR)
- Menyampaikan materi selanjutnya diserta pesan moral/amanat
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran di atas berbeda dengan langkahlangkah kegiatan pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional memulai
kegiatan dengan memberikan penjelasan materi secara runut dan terperinci
lengkap dengan contoh-contoh penyelesaian soal. Setelah selesai menjelaskan,
guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk latihan soal-soal secara
mandiri. Dengan teknik seperti ini, tidak dapat dijamin bahwa ada konsep yang
diahami oleh peserta didik. Mereka hanya terbiasa dengan latihan-latihan soal
secara hafalan tanpa mengetahui maknanya.
Oleh karena itu, pendekatan saintifik yang dieksplorasikan pada Kurikulum
2013 ini diharapkan menyentuh tiga ranah pendidikan yaitu ranah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kepada peserta didik.

20

III.PENUTUP
A. Kesimpulan
Ciri pokok perkembangan peserta didik di SMA adalah sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Model
berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai
dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan
mengembangkan hipotesa. Bekerja secara efektif dan sistematis, menganalisis
secara kombinasi, dan berpikir secara proporsional telah dapat dilakukan pada
tahap perkembangan operasional formal.
Pembelajaran matematika di SMA memiliki ciri yaitu mempunyai objek
kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten. Pelaksanaannnya
berbeda dengan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang masih pada
tahap operasionan kongkrit. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang
efektif dalam membantu peserta didik memahami matematika baik dari segi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan matematika.
Pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan pendekatan yang
menyentuh tiga ranah, yaitu ranah sikap, ranah pengetahuan, dan keterampilan.
Adapun langkah-langkahnya adalah : (1) Mengamati, (2) Menanya, (3) Menalar,
(4) Menganalisis, (5) Mencoba, dan (6) Mengomunikasikan. Pendekatan ini
sangat cocok untuk pembelajaran matematika di SMA.
B. Saran
Usaha untuk mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran Matematika di
SMA sangat penting untuk dilakakuan. Oleh karena itu, penulis menyarankan
kepada pembaca agar berupaya mengimlementasikan berbagai model, strategi,
pendekatan, dan teknik pembelajaran yang efektif, termasuk pendekatan saintifik.
Apalagi pembelajaran Kurikulum 2013 menuntut adanya perubahan pola pikir
untuk pendidik dan peserta didik. Guru sebagai pendidik hanya bertindak sebagai
fasilitator untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.

21

DAFTAR PUSTAKA
Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hudoyo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran
Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.

Jusnidar. 2003. Meningkatkan Hasil belajar Matematika Melalui Pemberian
Tugas Pekerjaan Rumah Disertai Umpan Balik Siswa Kelas IV SDN 303
Tondo Tangnga. Skripsi FMIPA Universitas Negeri Makassar: Tidak
diterbitkan.

http://anna-w--fpsi09.web.unair.ac.id
http://coretanpembelajaranku.blogspot.com/2013/01/piaget-tahap-operasionalformal.html

http://m.rapendik.com/program/wandira/konseling-remaja/2231-perkembangankarakteristik-peserta didik-sma\
http://night18light.wordpress.com/2012/06/14/makalah-cara-mendukungperkembangan-karakteristik-peserta didik-sma/

22