COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN (1)

COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
ARAB
Disampaikan pada Program Pengabdian Masyarakat bagi Guruguru Bahasa Arab se-DKI Jakarta
Jakarta, 31 oktober 2015
Pembelajaran

bahasa

Arab

memiliki

tantangan

tersendiri

dalam

pembelajarannya, di antaranya adalah: masalah kebahasaan yang berupa kesulitan
dalam aspek bunyi huruf-huruf yang berbeda, struktur kalimat yang berbeda dan
lain sebagainya. Selain itu kendala dalam pembelajaran bahasa Arab juga berupa

masalah psikologis yaitu masalah motivasi dalam mempelajari bahasa kedua.
Persaingan kehadiran bahasa-bahasa asing di sekolah-sekolah menjadikan
kedudukan pembelajaran bahasa Arab terkadang digantikan dengan pembelajaran
bahasa asing lainnya. Dan masalah yang terakhir adalah masalah pengajaran dan
metodologi pembelajarannya.
Makalah ini membahas model pembelajaran kooperatif (cooperative
learning, ‫ )التعلم التعاوني‬dengan harapan dapat memberikan nuansa baru yang lebih
efektif dalam pembelajaran bahasa Arab.
A. PENDAHULUAN
Cooperative Learning (‫ )التعلم التعععععاوني‬merupakan salah satu model
pembelajaran yang sedang marak dibicarakan dalam pembelajaran. Hal tersebut
dikarenakan kegelisahan pemerhati pendidikan untuk dapat lebih meningkatkan
kualitas pendidikan kita. Cooperative learning juga merupakan bentuk kritik dari
aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita. Terutama pada model
pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran
konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan
meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ideidenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi
oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai
konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.


1

Model pembelajaran kooperatif didasari oleh pemikiran bahwa manusia
memerlukan kerja sama karena manusia adalah makhluk individual yang
mempunyai potensi kehidupan dan masa depan yang berbeda-beda, kerja sama
merupakan kebutuhan pokok bagi keberlangsungan hidup. Tanpa kerja sama tidak
akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Selain itu, Perbedaan antar
manusia jika tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan perdebatan dan
kesalahpahaman antar sesama manusia. Untuk menghindari hal tersebut maka
diperlukan suatu wadah interaksi yang baik antar individu, dimana interaksi itu
harus ada rasa saling tenggang rasa.
Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan sekedar belajar dalam
kelompok, perbedaan ini terletak pada adanya unsur-unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif yang tidak ditemui dalam pembelajaran kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Prosedur model pembelajaran koopertatif yang dilakukan
dengan benar akan memungkinkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih
efektif dan efisien.
Menurut Slavin dua alasan mengapa pembelajaran kooperatif dianjurkan
untuk digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran

cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial. Menumbuhkan sikap
menerima kekurangan diri dan orang lain , serta dapat meningkatkan rasa
percaya diri.
2. Pembelajaran cooperative dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar berfikir, memecahkan masalah, dan menginteraksikan pengetahuan
dan keterampilan.
Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial.
B. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2

Berikut ini beberapa definisi pembelajaran kooperatif yang dikutip dari
berbagai sumber, diantaranya:
1. Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang
saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar”.

2. Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran
kooperatif)

merupakan

strategi

pembelajaran

yang

mengorganisir

pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa
bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
3. Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996) “Belajar kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar
mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.
4. Suprijono, Agus (2010:54) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentukbentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
5. Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work
together in four member teams to master material initially presented by
the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan
bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif
sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompokkelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
6. Eggen dan Kauchak (1996:279) “Pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja
secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.

3

7. Sunal dan Hans (2000) “Cooperative learning merupakan suatu cara
pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses
pembelajaran”.

8. Stahl (1994) “Cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa
lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku
sosial”.
9. Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998) “Cooperative learning
merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja
secara kolaboratif dalam mencapai tujuan”.
10. Djajadisastra (1982) “Metode belajar kelompok merupakan suatu metode
mengajar dimana murid-murid disusun dalam kelompok-kelompok waktu
menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang menggutamakan kerja sama dalam implementasi
pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran. Dalam model pembelajaran
kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan
saling mengkoordinasikan usaha mereka untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1) Ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada setiap anggotanya.
Untuk mengkondisikan terjadinya interdependensi di antara mahasiswa
dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan

tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk
melakukan hal itu dalam kelompoknya. Guru harus merancang struktur
kelompok dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap
mahasiswa

untuk

belajar

dan

mengevaluasi

dirinya

dan

teman

kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi

pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa

4

tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam
mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru.
2) Tanggung jawab perseorangan
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak diperkenankan mendominasi
atau menggantungkan diri pada siswa lain. Karena tiap anggota kelompok
dituntut untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan kelompok. Hal ini
dilakukan, karena nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata
nilai hasil belajar individual. Penilaian terhadap prestasi individual yang
berpengaruh terhadap prestasi kelompok inilah yang dimaksud dengan
akuntabilitas individual.
3) Interaksi langsung dengan tatap muka
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar
dapat saling tatap muka, sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya
dengan guru tetapi juga dengan sesama mereka. Interaksi semacam itu
diharapkan dapat memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi
sesamanya. Hal ini diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah

belajar dari sesamanya dari pada belajar dari guru.
4) Komunikasi antar anggota
Komunikasi menjadi kunci keberhasilan suatu kerja. Dalam cooperative
learning ini masing-masing anggota berlatih diri untuk bisa berbicara,
mengemukakan ide-idenya dan berlatih mendengarkan secara aktif
temannya yang sedang berpendapat. Bagaimana cara menyanggah
pendapat dengan sikap halus dan menghargai pendapat orang lain.
Berkomunikasi dengan efektif adalah keterampilan hidup yang sangat
penting yang harus dimiliki setiap anak didik dan untuk melatih hal ini
butuh proses yang panjang. Seorang guru bisa sekreatif mungkin untuk
membuat tim itu menjadi dinamis dan anak didik mendapatkan
pengalaman belajar, pengalaman mental dan emosi dengan model
pembelajaran seperti ini
5) Evaluasi antar kelompok

5

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar
selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak

perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang
beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran cooperative learning.
C. Pembelajaran Kooperatif dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran dalam kurikulum 2013 berlandaskan pada kompetensi abad
ke-21 yang diantaranya kompetensi untuk dapat bekerja sama. Karena itu,
pendekatan kooperatif dapat menjadi alternatif model pembelajaran dalam
kurikulum 2013. Pembelajaran kooperatif bukan hanya sekedar pembelajaran
secara berkelompok, namun juga memiliki unsur-unsur yang lebih luas. Di
antaranya adalah kemampuan berinteraksi, mengelola permasalahan dan lainnya.
Seperti diungkapakan pada pendahuluan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk kritik dari pembelajaran konvensional. Berikut adalah
beberapa

perbedaan

antara

pembelajaran


kooperatif

dan

pembelajaran

konvensional yang dapat lebih memudahkan kita untuk memahami pembelajaran
kooperatif:

Pembelajaran Kooperatif
Interpedensi positif dengan beberapa
prosedur yang jelas terstruktur
Akuntabilitas individu atas pembagian
kerja kelompok
Relatif menekankan kelompok yang
terdiri dari
siswa
dengan level
kemampuan yang berbeda.
Saling berbagi peran kepemimpinan
Masing-masing anggota saling men-share
tugas pembelajaran dengan anggota yang
lain
Bertujuan memaksimalkan pembelajaran
setiap anggota kelompok

Pembelajaran Konvensional
Tidak ada interpedensi positif
Tidak ada akuntabilitas atas pembagian
kerja kelompok
Cenderung menekankan kelompok yang
terdiri dari siswa dengan level
kemapuan yang setara
Jarang
menunjukkan
pemimpin
kelompok
Masing-masing
anggota
jarang
membantu anggota lain untuk belajar
Fokus hanya untuk menyelesaikan tugas

6

Menjaga relasi kerja sama yang baik
Mengajarkan keterampilan bekerja sama
yang efektif
Observasi guru pada kualitas teamwork
siswa
Merancang prosedur-prosedur yang jelas
dan mengalokasikan waktu yang memadai
untuk pemrosesan kelompok

Acap kali mengabaikan relasi kerja
sama yang baik
Menganggap semua siswa dapat bekerja
sama dengan baik.
Jarang ada observasi dari guru
Jarang merancang prosedur dan
mengalokasikan
waktu
untuk
pemprosesan kelompok.

Implementasi model pembelajaran kooperatif ini sesuai dengan kurikulum
2013 karena memiliki dasar landasan Pedagogis, Psikologis dan Religi. Dasar
Pedagogis yang mendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah UU RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang
berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab
Maka, Melalui cooperative learning inilah anak-anak lebih dapat dibentuk
menjadi manusia utuh seperti yang diharapkan oleh tujuan pendidikan nasional.
Kemudian adalah dasar psikologis yaitu salah satu naluri manusia yang
terbentuk dalam jiwanya secara individual adalah kemampuan dasar yang disebut
para ahli psikologi sosial sebagai instink gregorius (naluri untuk hidup
berkelompok) atau hidup bermasyarakat. Dan dengan naluri ini, tiap manusia
secara individual ditinjau dari segi antropologi sosial disebut homosocius artinya
makhluk yang bermasyarakat dan saling tolong menolong dalam rangka
mengembangkan kehidupannya disegala bidang.

7

Sedangkan berkaitan dengan landasan religi, dapat ditemukan dalam
firman Allah SWT dan Hadits yang menegaskan pentingnya bekerja sama, seperti
dalam surah al-Ma’idah ayat 2:

‫ وتعععاونوا على الععبر والتقععوى و تعععاونوا على‬
)2: ‫اثإم والعدوان (المائدة‬
‫ المؤمنععععونع والمؤمنععععات بعضععععهم أوليععععاء‬
)71 : ‫ (التوبة‬..... ‫بعض‬
‫ من يشفع شفاعة حسنة يكن له نصععيب منهععا‬
... ‫ومن يشفع شفاعة سيئة يكن له كفل منها‬
)85 : ‫(النساء‬
Sedangkan Hadits-hadits yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif adalah:

‫ أفضل الصدقة أن يتعلم المرء المسععلم علمععا‬
)‫إم يعلمه أخاه المسلم (رواه ابن ماجه‬
‫ والله في عون العبععد مععا كععان العبععد في‬..... 
)‫عون أخيه (رواه مسلم‬
Penerapan pembelajaran kooperatif dalam kurikulum 2013 dikarenakan
model pembelajaran ini dapat memberikan manfaat dari berbagai aspek, yaitu:
1) Aspek Koginitif
Dengan

pemanfaatan

kelompok

dalam

proses

pembelajaran

memungkinkan siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam
model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar
bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh,
melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan
secara bersama-sama dalam kelompok belajar yang terstruktur dengan
baik. Dengan adanya perbedaan dari berbagai hal maka akan semakin

8

memperkaya pengetahuan individu dalam kelompok. Selain itu, dengan
prinsip kooperatif yang saling menguntungkan maka prestasi akademis
siswa akan tercapai secara optimal.
2) Aspek Psikomotorik
Model cooperative learning ini diaplikasikan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang
ditemui selama pembelajaran, karena sioswa dapat bekerjasama dengan
siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan
terhadap problem materi pelajaran yang dihadapi.
3) Aspek Afektif
Dari sisi afektif, cooperative learning bertujuan melatih siswa untuk
menghargai pendapat orang lain, menghargai keberadaan teman,
meminimalisir sifat egois, memupuk sikap tenggang rasa, saling tolong
menolong dan meminimalisir sikap dominasi siswa pintar dalam
kelompok. Dalam cooperative learning bukan hanya siswa pintar saja yang
dihargai, melainkan siswa yang memiliki kemampuan pas-pasan juga
mendapatkan tempat untuk lebih dihargai, karena sesuai dengan
kapasitasnya ia dapat memberikan kontribusi bagi kelompoknya.
Sehingga sedikit banyak hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
Jadi dalam model cooperative learning ini, sekecil apapun kontribusi dari
semua anggota layak untuk dihargai.
Di samping manfaat dari pembelajaran kooperatif tersebut, hal lain yang
harus diperhatikan adalah kelemahan-kelemahan dari pembelajaran kooperatif.
Dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari pembelajaran kooperatif, di antaranya:
a.

guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;

b.

agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;

9

c.

selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan

d.

saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

e.

Jika pembelajaran kooperatif tidak dirancang dengan baik, maka
pembelajaran akan tidak terarah dan dapat menimbulkan beberapa siswa
yang tidak bertanggung jawan secara personal terhadap tugas mereka dan
hanya “mengekor” tanpa mengerjakan apapun.

f.

Terdapat kemungkinan adanya siswa yang diabaikan oleh anggota
kelompok yang lain.

g.

Siswa hanya terpaku pada bagian yang menjadi tugasnya.
Untuk mengatasi dampak dari kekurangan model pembelajaran kooperatif

tersebut, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut
yaitu dengan melakukan pengelolaan kelas yang maksimal. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut: pengelompokan, semangat gotong royong
dan penataan ruang kelas.
1) Pengelompokan,
Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus
bersifat heterogen sehingga interaksi kerjasama yang terjadi merupakan
akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dengan
demikian, kelompok memiliki anggota yang tergolong berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah.81 Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh
dan berkembang nilai, sikap, moral dan perilaku siswa. Kondisi ini
merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan
kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang
terbuka dan demokratis.
2) Penanaman semangat gotong royong
Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran
gotong royong, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai

10

semangat gotong royong. Semangat ini tidak bisa diperoleh dalam sekejap.
Semangat gotong royong ini bisa dirasakan dengan membina niat dan kiat
siswa dalam bekerjasama dengan siswa-siswa lainnya. Niat siswa bisa
dibina dengan beberapa kegiatan yang bias membuat relasi masing-masing
anggota kelompok lebih erat, antara lain dengan kesamaan kelompok,
identitas kelompok, sapaan dan sorak kelompok (yel-yel).
3) Penataan ruang kelas
Dalam metode pembelajaran cooperative learning, penataan ruang kelas
perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata
sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru atau papan tulis
dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik dan
berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata.
D. PENUTUP
Berdasarkan

pemaparan

sebelumnya,

dapat

disimpulkan

bahwa

pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model
pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan
yang bersifat interdependensi efektif antara anggota kelompok.
Dalam model pembelajaran kooperatif, alur proses pembelajaran tidak
hanya berasal dari guru menuju siswa, namun siswa juga dapat saling mengajar
siswa lainnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa pembelajaran antar siswa mampu
memberikan pembelajaran yang lebih efektif. Bentuk kerjasama dalam
pembelajaran kooperatif mampu menumbuhkan semangat serta motivasi siswa
untuk berperan aktif, berbagi ide, pengatuhan dan pengalamannya melalui diskusi
kelompok. Selain itu, kerja sama yang baik juga mampu meningkatkan rasa
gotong royong antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa
untuk dapat bersentuhan langsung dengan objek pembelajaran. Dengan demikian,
model pembelajaran ini akan lebih meningkatkan ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

11

kemudian, tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif
adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan
pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang
bahagia dan memberikan kontribusi. Dan juga untuk menciptakan norma-norma
yang proakademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki
pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.

DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas RI. 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Jakarta: Sinar
Grafika Offset.
Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Pekanbaru: Pustaka Pelajar.
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. (tanpa tahun). An Overview of Cooperative
Learning.
http://digsys.upc.es/ed/general/Gasteiz/docs_ac/Johnson_Overview_of_Co
operative_Learning.pdf
Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.
Miftahul huda. 2011. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Reasearch, and Practice.
Second Edition. Massachusetts: Allyn & Bacon Co.
Slavin, Robert E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice.
Massachusetts: Allyn & Bacon Publishers.
Slavin, Robert. E. “Co-operative Learning: Whar makes Groupwork work?”,
melalui; http://www.successforall.org/successforall/media/pdfs/cl--whatmakes-groupwork-work.pdf
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
Utomo, Dwi Priyo. “Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan
Prakteknya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan”.
melalui http://ejournal.umm.ac.id/index.php/penmath/article/view/583

12

Zhang, Yan. “Cooperative Language Learning and Foreign Language Learning
and Teaching”. Journal of Language Teaching and Research, Vol. 1, No.
1, pp. 81-83, Januari 2010.

13