MENERUSKAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USI

MENERUSKAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USIA DINI
Muhammad Gus Nur Wahid1
Abstrak
Seperti yang kita saksikan di berbagai media, kasus asusila sering menjadi pemberitaan
utama. Kasus pelecehan seksual terhadap anak menjadi tranding topic dalam berita tersebut.
pendidikan seksual merupakan pengajaran yang berhubungan dengan perilaku seksual,
perkawinan, psikososial masyarakat, aspek-aspek kesehatan seksual, perkembangan seksual,
serta sistem reproduksi pada manusia. Pendidikan seksual juga merupakan salah satu cara
untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seksual, khususnya untuk mencegah
dampak-dampak negatif yang akan muncul. pendidikan seks untuk anak adalah tindakan
preventif. Namun arah pendidikan bagi mereka diposisikan berbeda dengan bimbingan
seksual bagi usia baligh. Pada fase baligh, aktivitas seksual adalah realita yang niscaya dan
tidak bisa dihindari. Aktivitas seks pada usia baligh bukan lagi sebagai aktivitas yang
kosong dari rasa lezat. Berbeda dengan aktivitas seksual pada masa anak-anak. Pemahaman
pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memeroleh informasi yang
tepat mengenai seks.
Kata Kunci: Meneruskan Pendidikan Seksual pada Anak, Pendidikan Seksual pada anak
Usia Dini.
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman mengakibatkan masuknya berbagai arus informasi di negara
Indonesia semakin tidak terkendali. Berbagai informasi tersebut masuk melalui media cetak

maupun elektronik. Penyalahgunaan media tersebut dapat mengakibatkan hal buruk bagi
penggunanya sehingga perlu adanya pemilahan terhadap informasi yang diakses.
Perkembangan media elektronik yang semakin canggih, anak kecil sampai orang tua
hampir semuanya memakai peralatan elektronik (gadget). Sadar atau tidak penyalahgunaan
peralatan elektronik yang sehari-hari dipakai oleh berbagai kalangan tersebut dapat
mengakibatkan jatuhnya moral masyarakat yang ada di sekitar kita. Salah satu dekandensi
1

Mahasiswa Doctoral Uin Maulana Malik Ibrahim Malang.

moral yang terjadi adalah maraknya kasus asusila yang hampir setiap hari muncul di
berbagai berita.
Seperti yang kita saksikan di berbagai media, kasus asusila sering menjadi
pemberitaan utama. Kasus pelecehan seksual terhadap anak menjadi tranding topic dalam
berita tersebut. Melihat fenomena ini sangat miris dimana anak yang nantinya menjadi
penerus bangsa dalam menegakkan kedaulatan harus terputus semangatnya karena trauma
yang dialami. Penyebab lain dari maraknya kasus asusila adalah mudahnya anak usia
sekolah mengakses video porno. Media elektronik seperti handphone menjadi faktor utama
dalam mengakses video tersebut baik itu secara manual (berbagi lewat bluetooth) maupun
secara online. Dari video yang ditonton sudah jelas mereka akan tertarik melakukan

hubungan seks yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri.
Hubungan itu bisa saja dilampiaskan pada teman sebaya maupun anak-anak yang lebih kecil
dari mereka dengan menggunakan cara-cara fisik maupun kekerasan.2
Dari fenomena seperti ini pendidikan seks menjadi salah satu solusi untuk
mengentaskan permasalahan yang berkaitan dengan seks. Abdullah Nashih Ulwan
mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah daya tarik menarik antara satu sama lain.
Kerinduan belahan yang satu dengan belahan lainnya untuk mencapai keutuhan dorongan
dasar yang dibenarkan. Seks juga dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lain, yakni
melanjutkan kehidupan manusia dengan melahirkan keturunan (prokreasi).3
Berbagai masalah yang dialami oleh anak seringkali orang tua bersikap acuh. Mereka
berpendapat bahwa pada zaman dahulu tidak ada yang disebut pendidikan seks.45 Mereka
menganggap bahwa pendidikan seks tidak penting untuk disampaikan atau diajarkan pada
anak usia sekolah dasar. Demikian juga masyarakat secara luas menganggap bahwa
pendidikan seks itu hanya pada hal-hal yang negatif saja, padahal pendidikan seks
sebenarnya mempunyai dampak positif untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak menuju remaja. Oleh karena itu, pendidikan seks perludi mulai pada saat seorang anak
Istanti Surviani, Membangun Anak Memahami Seks: Panduan Praktis Untuk Orang Tua,
(Bandung: Pustaka Alimuddin, 2004), hal. 47.
3
Abdullah Nashih Ulwan dan Hassan Hathout, Pendidikan seks Menurut Islam ;Pendidikan

Seks, (Bandung: PT Rosdakarya, 1992), hal. 129
4
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia, 1995), hal. 95.
2

mulai bertanya mengenai seks, misalnya mengapa alat kelaminnya berbeda dengan alat
kelamin yang dimiliki saudaranya.5
Di sisi lain Yusuf Madani memandang salah satu dari penyebab berkembangnya
perilaku seks menyimpang adalah kemiskinan. Rendahnya tingkat ekonomi rumah tangga
sesekali menjadi penyebab utama dan penghambat dalam melaksanakan beberapa kaidah
tentang pendidikan seks bagi anak dalam lingkungan keluarganya. Bagaimanapun proses
pendidikan seks itu sendiri memerlukan materi yang cukup seperti pengadaan tempat tidur
yang memadai, pakaian, buku-buku agama yang bisa membangkitkan perasaan beragama
seperti buku-buku tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan aurat, dan bersuci.6
Dari uraian di atas peneliti sangat prihatin atas perkembangan anak yang seringkali
merasa dihantui dengan fenomena-fenomena kejahatan seksual. Sebagai bagian dari civitas
akademika peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap pendidikan seks bagi anak.
Oleh sebab itu saya akan menulis sebuah jurnal dengan judul: “Meneruskan Pendidikan Seks
pada Anak.

B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Pendidikan Seksual
Menurut Dariyo, kata seks berati jenis kelamin, segala sesuatu yang berhubungan
dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas 7. Menurut Gunarsa, istilah umum
seksualitas sering disamakan dengan seks. Seksualitas memiliki arti yang lebih luas,
seksualitas tidak hanya berkaitan dengan jenis kelamin saja, namun berkaitan dengan
perbedaan segi psikis, biologis dan fisiologis yang menandakan ciri khusus laki-laki dan
perempuan.8
Menurut Depkes RI (2002) dalam Marmi, seksualitas adalah karakteristik biologisanatomisal (khususnya sistem reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis, h. 57.
Yusuf Madani, Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Penduan bagi Orang
Tua,Ulama, Guru dan Kalangan Lainnya (Irwan Kurniawan. Terjemahan). (Jakarta: Pustaka Zahra,
2003), hal. 59.
7
Dariyo, Agoes.
Psikologi Perkembangan Remaja. (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.2004),h. 87.
8
Gunarsa, Singgih dan Gunarsa, Yulia Singgih. Psikologi untuk Muda Mudi ( Jakarta:
Penerbit Libri. 2012.) h. 63.

5
6

fisiologis tubuh yang menentukan seseorang disebut laki-laki atau perempuan 9. Sedangkan,
menurut Sulistyo, sexual instruction adalah penerangan mengenai anatomi dan biologi dari
reproduksi, termasuk pembinaan keluarga dan metode-metode kontrasepsi.10
Sedangkan education in sexuality meliputi bidang-bidang etik, moral fisiologi,
ekonomi dan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang dibutuhkan seseorang untuk dapat
memahami dirinya sendiri sebagai individu, serta untuk mengadakan hubungan interpersonal
yang baik.
Menurut Sarwono (1997), pendidikan seksual merupakan pengajaran yang
berhubungan dengan perilaku seksual, perkawinan, psikososial masyarakat, aspek-aspek
kesehatan seksual, perkembangan seksual, serta sistem reproduksi pada manusia. Pendidikan
seksual juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan
seksual, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang akan muncul, seperti
kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, serta depresi sebagai dampak
psikologisnya. Pendidikan seksual meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
a. Biologi dan fisiologi, mengenai fungsi reproduksi.
b. Etik, yang menyangkut kebahagiaan seseorang.
c. Moral, yaitu menjalin relasi dengan orang lain misalnya dengan parternya atau anakanaknya.

d. Sosiologi, yaitu mengenai pembentukan keluarga.
Sex Instruction tanpa education in sexuality dapat menyebabkan promiscuity (seks
menyimpang) serta hubungan-hubungan seksual yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Rusia dan Swedia, pendidikan seksual berkaitan dengan
tanggung jawab dari aktivitas seksual terhadap masyarakat sulit diajarkan di sekolahsekolah, tanpa adanya latar belakang keluarga yang bahagia.
Berdasarkan teori psikoanalisa dari Sigmund Freud, pendidikan seksual sudah dimulai
sejak seorang bayi lahir, yaitu sejak adanya hubungan pertama antara anak dengan orang
tuanya, dan yang paling menentukan adalah keadaan serta lingkungan yang dialami si bayi
pada dua tahun pertama dari kehidupannya. Tahun-tahun permulaan ini menentukan sifatsifat seorang bayi dan juga menjadi dasar bagi interpersonal relationshipnya dikemudian
hari.
9

Marmi, Kesehatan Reproduksi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014). H. 334
Sulistyo, Rono. Pendidikan Sex. (Bandung: Fak. Kedokteran UNPAD,1997, h. 19.

10

Menurut Goble, jelas bahwa seorang anak yang mendapatkan kasih sayang yang
cukup semasa kecil, lebih mudah tumbuh sehat (fisik dan mental) dibandingkan yang tidak
mendapatkan kasih sayang yang cukup.11 Bukti yang menunjukkan bahwa anak yang

dibesarkan dalam keluarga yang bahagia, dikemudian hari dapat membentuk perkawinan
dan keluarga yang bahagia pula, yang dapat diberikan di sekolah ialah sex in instruction
disertai pendidikan mengenai moral, etik, kejujuran, tanggung jawab, perlunya
mempertimbangkan perasaan orang lain dalam setiap tindakan12
Jadi, pendidikan seksual secara umum adalah upaya memberikan pengetahuan tentang
perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan seksual pada dasarnya merupakan
upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan
komitmen agar tidak terjadi “penyalahgunaan” organ reproduksi.
2. Tujuan Pendidikan Seksual
Munculnya hormon seksualitas pada remaja menyebabkan dorongan-dorongan
seksual tertentu. Gejala ini menimbulkan kebingungan, remaja belum tentu tahu tentang apa
yang harus dilakukan dan bagaimana mengelolanya. Untuk itu perlu informasi yang tepat,
perlu bimbingan yang bijaksana, diperlukan pendidikan seksual sehingga kehidupan remaja
bisa berjalan dengan baik.
Matangnya organ reproduksi pada remaja menyebabkan gairah seksualnya semakin
kuat. Ditengah banyaknya media cetak dan elektronik yang menyampaikan informasi secara
bebas, remaja memahami secara apa adanya pula. Menurut Piaget dalam Dariyo, walaupun
remaja telah mencapai kematangan secara kognitif, namun pada kenyataannya belum
mampu mengolah informasi yang diterima secara benar. Akibatnya perilaku seksual remaja

sering tidak terkontrol, menyebabkan maraknya pacaran hingga seks bebas di kalangan
remaja.13

Goble, Frank G. Madzhab Ketiga; Psikologi Humanistik Abraham Maslow. (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1994), h. 109.
12
Sulistyo, Rono. Pendidikan Sex, h. 20.
13
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja. H. 39.
11

Berdasarkan hal tersebut, maka disinilah peran pendidikan seksual. Tujuan dari
pendidikan seksual secara umum tidak hanya mencegah dampak negatif dari perilaku
seksual diusia dini, tetapi lebih menekankan pada kebutuhan akan informasi yang benar dan
luas tentang perilaku seksual yang sehat serta berusaha memahami seksualitas sebagai
bagian penting dari kepribadian yang menyeluruh. Pendidikan seksual membantu remaja
mengetahui tentang penyakit-penyakit yang akan timbul akibat hubungan seksual tidak sehat
sekaligus upaya pencegahannya. Selain itu, menurut Hurlock. pendidikan seksual perlu
diketahui


remaja

perkembangannya.

untuk

mengetahui

peran

seksual

sebagai

salah

satu

tugas


14

Ia perlu menjalin relasi dengan lawan jenis, dan berperilaku lurus

sejalan dengan jenis kelaminnya.Menurutnya, banyak remaja yang mendapatkan tekanan
dari lingkungannya untuk memerankan hal tersebut secara berlawanan.
Tujuan penting lainnya adalah untuk menghindari aktivitas seksual yang tidak sehat,
prematur, hubungan seksual yang tidak aman, kekerasan dan pelecehan seksual dan juga
untuk mensosialisasikan pandangan positif tentang seksual. Memahami seksual secara
positif bukan berarti menginginkan untuk melakukan hubungan seksual tetapi lebih pada
bagaimana mempunyai pemahaman dan sikap positif terhadap seksual.
C. Materi Pendidikan Seksual
Materi pendidikan seksual sangat beragam, berbeda-beda satu dengan lain. Menurut
Wahyudi (2000) umumnya meteri pendidikan seksual adalah sebagai berikut:
Menurut Hurlock, kata pubertas berasal dari bahasa Latin yang berarti usia
kedewasaan. Kata ini menunjuk pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang
terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu bereproduksi.15
Menurut Santrock (1999) dalam Dariyo (2004), mendefinisikan pubertas sebagai
masa pertumbuhan dan kematangan seksual yang terjadi pada masa awal remaja. Pubertas
adalah masa perkembangan fisik yang cepat ketika reproduksi seksual pertama kali terjadi.

Dengan kata lain, pubertas merupakan pertama kali seorang laki-laki dan seorang
perempuan mampu bereproduksi secara fisik.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Ridwan Max Sijabat (Ed). Terjemahan oleh: Istiwidayanti & Soedjarwo. (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1996), h. 230.
15
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, h. 184.
14

Umumnya istilah pubertas dan remaja digunakan untuk maksud yang sama. Istlilah
yang lebih tepat digunakan adalah pubertas, ketika membicarakan tentang beberapa
perubahan fisik yang terjadi selama masa pra remaja dan masa remaja. Pada masa kanakkanak, baik laki-laki maupun perempuan, kelenjar yang mempengaruhi organ seksual
(hopotalamus, hipofise) tidak aktif. Pada saat memasuki kematangan seksual, hipotalamus
menstimulasi kelenjar hipofise untuk menghasilkan hormon. Selanjutnya, hormon tersebut
akan menstimulasi produksi hormon seksual pada ovarium maupun testis. Masa dimana
ovarium maupun testis sudah menghasilkan hormon yang dikenal sebagai masa puber
(puberty period), masa dimana organ seksual laki-laki dan perempuan mulai berfungsi 16
Perubahan tanda-tanda seksualitas yang terlihat secara fisik yang terjadi pada remaja
terbagi menjadi 3 yaitu primer, sekunder dan tertier. Seorang guru atau psikolog dapat
menjelaskan secara rinci mengenai tanda-tanda seksualitas tersebut kepada remaja, agar ia
mengetahui dan mempersiapkan psikisnya dengan perubahan fisiknya yang akan atau
sedang terjadi.
D. Pendidikan Seks Anak Dalam Islam
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan cara berpikir atau tingkah laku
dengan cara pengajaran, penyuluhan, dan latihan-latihan.17 Hasil dari pendidikan yang
dilakukan diharapkan mampu membaawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi peserta
didik. pendidikan Islam pada hakikatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas dasar AlQur‟an dan sunnah rasul yang bertujuan untuk membantu perkembangan manusia menjadi
lebih baik. Pada dasarnya manusia terlahir dalam keadaan fitrah (bertauhid)18.
Islam sebagai sebuah agama yang menjujung nilai-nilai pendidikan sangatlah
menganjurkan kepada orang tuanya untuk senantiasa memberikan bekal pendidikan pada
anaknya mulai dari dalam kandungan sampai anak mencapai usia akil-balig (akalnya
sampai). Salah satu pendidikan yang wajib diberikan orang tua kepada anaknya adalah
pendidikan seks. Hal ini perlu dilakukan karena akan memberikan pengaruh besar terhadap
perilaku anak dikemudian hari. Pada hakikatnya pendidikan seks harus diberikan kepada

Windhu, Siti Candra. Disfungsi Seksual; Tinjauan Fisiologis dan Patologis terhadap
Seksualitas. (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2009), h. 2.
17
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Pertama,
(Jakarta: Modern English Press, 1991), hal. 353.
18
habib Thaha, Kapita Selekta Pendidkan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 52
16

anak-anak dengan cara bertahap, dimulai dari dengan hal-hal yang sangat mendasar, dan
dilanjutkan pada tahap berikutnya19.
Hal tersebut perlu dilakukan karena setiap anak memiliki perkembangan psikologis
yang berbeda pada setiap usianya. Menurut Islam, pendidikan seks tidak dapat dipisahkan
dari agama dan bahkan harus sepenuhnya dibangun di atas landasan agama. Dengan
mengajarkan pendidikan seks yang sedemikian rupa, diharapkan akan terbentuk individu
yang menjadi manusia dewasa dan betanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini dimaksudakan supaya individu tersebut mampu berperilaku sesuai jenisnya, dan
bertanggung jawab terhadap kesuciannya, serta dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya20.
Islam memperhatikan bimbingan seksual bagi berbagai kelompok umur. Mengingat
hal tersebut merupakan bagian dari program pendidikan yang integral, maka permulaan
bimbingan ini berbeda antara satu fase dengan fase lainnya. Dan dalam hal ini kelurga
merupakan aktor utama dalam melakukan bimbingan seksual terhadap anak.
Sesungguhnya pendidikan seks untuk anak adalah tindakan preventif. Namun arah
pendidikan bagi mereka diposisikan berbeda dengan bimbingan seksual bagi usia baligh.
Pada fase baligh, aktivitas seksual adalah realita yang niscaya dan tidak bisa dihindari.
Aktivitas seks pada usia baligh bukan lagi sebagai aktivitas yang kosong dari rasa lezat.
Berbeda dengan aktivitas seksual pada masa anak-anak.
Sehubungan dengan itu, Islam meletakkan etika-etika yang sempurna untuk
mengarahkan potensi seksual kita. Etika-etika dalam hal aktivitas seks mencakup hukumhukum taklif yang haram,sunah,dan makruh.
Adapun, pada masa anak-anak, karena kondisi tertentu, perilaku seksual pada diri
mereka menampakkan suatu peniruan atau keingintahuan belaka. Perilaku seks mereka tidak
disertai dengan rangsangan hasrat seksual yang sejatiya sebagaimana biasa melanda usia
baligh karena telah mencapai kematangan seks. Dengan demikian, langkah-langkah
penataan yang diberikan Islam pada fase ini haya berupa tuntunan yang bersifat preventif

Muhammad Syarif Al Shawwaf, Abg Islami : Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan
Remaja, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hal. 210.
20
Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Bagi Remaja, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2001),
hal. 2.
19

untuk meyongsong perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada masa pertumbuhan
berikutnya.
Islam menganjurkan agar anak mumayiz dilatih untuk minta izin (isti‟dzan) ketika
memasuki kamar orang dewasa pada tiga waktu berdasarkan tuntunan Al-Qur‟an
sebagaimana firman Allah SWT.
        
           
            
           
         
“ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang
kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu
tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan
pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi
kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.
mereka melayani kamu, sebahagian kamu(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (Q.S. an-Nur : 58).21
Tidak perlu tabu membicarakan seks da-lam keluarga. Karena anak perlu mendapatkan
informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks. Karena rasa ingin
tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendi-dikan seks, maka anak tersebut akan mencari
jawaban dari orang lain, dan akan lebih mena-kutkan jika informasi seks didapatkan dari
teman sebaya atau internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak
sejak dini dengan membekali mereka pendidik-an mengenai seks dengan cara yang tepat.
Ilma-wati (2014), psikolog, pemerhati masalah anak dan remaja di antara pokok-pokok
pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterap-kan dan diajarkan kepada anak di
antaranya adalah sebagai berikut22.
Pertama, menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada anak
sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau ma-sih kecil, bertelanjang di depan orang lain;
21

Depag RI, Al-Qur‟an dan Tarjamah, (Q.S. an-Nur : 58), hal. 554.
Tri Endang Jatmikowati, Ria Angin, dan Ernawati, Model dan Materi Pendidikan Seks
Anak Usia Dini Perspektif Gender untuk Menghindarkan Sexual Abuse, Cakrawala Pendidikan,
Oktober 2015, Th. XXXIV, No. 3, FKIP Universitas Muhammadiyah Jember, email:
triendang@unmuhjember.ac.id. h-437-438.
22

mi-salnya, ketika keluar kamar mandi, berganti pa-kaian, dan sebagainya. Membiasakan
anak pe-rempuan sejak kecil berbusana muslimah menu-tup aurat juga penting untuk
menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentang auratnya.
Kedua, menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada
anak perempuan. Secara fisik maupun psikis,laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan
mendasar. Perbedaan tersebut telah diciptakan sedemikian rupa oleh Allah. Adanya
perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan, namun se-mata-mata karena fungsi yang
berbeda yang ke-lak akan diperankannya.
Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing
fitrah yang telah ada tetap ter-jaga. Islam menghendaki agar laki-laki memi-liki kepribadian
maskulin, dan perempuan memi-liki kepribadian feminin. Islam tidak menghen-daki wanita
menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari ke-cil anakanak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka juga harus diperlakukan se-suai
dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah Saw. melaknat laki-laki yang
berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki (HR al-Bukhari).
Ketiga, memisahkan tempat tidur mereka. Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat
anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mu-lai melakukan eksplorasi ke dunia
luar. Anak ti-dak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di
luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada
anak tentang ek-sistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya
dan orang tuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani man-diri. Anak juga dicoba
untuk belajar melepas-kan perilaku lekatnya (attachment behavior) de-ngan orang tuanya.
Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis
kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksis- tensi perbedaan
jenis kelamin.
Keempat, mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu). Tiga
ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak un-tuk memasuki ruangan (kamar)
orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebe-lum shalat subuh, tengah hari,
dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut
merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang de-wasa banyak terbuka
(Lihat: QS al-Ahzab: 13).

          
          
     
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: "Hai penduduk Yatsrib
(Madinah), tidak ada tempat bagimu, Maka Kembalilah kamu". dan sebahagian dari mereka
minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata : "Sesungguhnya rumahrumah Kami terbuka (tidak ada penjaga)". dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka,
mereka tidak lain hanya hendak lari.
Selain itu Muhammad ibnu Abdul Hafidz Suwaid, menambahkan, tidur dengan posisi
miring di atas lambung kanan, menjauhkan anak dari ikhtilat, mengajarkan mandi wajib dan
sunah-sunahnya bagi anak yang menginjak dewasa, menjelaskan mukadimah surah An-Nur
dan menghafalkannya bagi anak yang menginjak dewasa, memberikan penjelasan masalah
seks dan perzinahan, memeberikan penjelasan terkait pernikahan dini, dan yang terakhir
memnjelaskan tanda-tanda baligh.23
Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak, mereka akan menjadi anak yang
me- miliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur. Kelima, mendidik menjaga kebersihan
alat kelamin. Mengajari anak untuk menjaga keber-sihan alat kelamin selain agar bersih dan
sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang
air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini, akan terbentuk pada diri anak sikap
hati- hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu me-nguasai diri, disiplin, dan sikap moral
yang mem- perhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
E. Kesimpulan
Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat
memeroleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini di-karenakan adanya media lain
yang dapat meng- ajari anak mengenai pendidikan seks, yaitu me-dia informasi. Dengan
mengajarkan pendidikan seks pada anak, diharapkan dapat menghindar-kan anak dari risiko
negatif perilaku seksual mau- pun perilaku menyimpang. Dengan sendirinyaanak diharapkan
akan tahu mengenai seksuali- tas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa me-matuhi

23

Muhammad ibnu Abdul Hafdd Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, (Jakarta: AlIthishom, 2004), h. 404-413.

aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta dampak penyakit yang bisa ditimbulkan dari
penyimpangan tersebut.
F. Daftar Pustaka:
Abdullah Nashih Ulwan dan Hassan Hathout, Pendidikan seks Menurut Islam ;Pendidikan
Seks, Bandung: PT Rosdakarya, 1992.
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.2004.
Depag RI, Al-Qur‟an dan Tarjamah, Q.S. an-Nur : 58.
Goble, Frank G. Madzhab Ketiga; Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1994.
Gunarsa, Singgih dan Gunarsa, Yulia Singgih. Psikologi untuk Muda Muda,
Penerbit Libri. 2012.

Jakarta:

Habib Thaha, Kapita Selekta Pendidkan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Ridwan Max Sijabat (Ed). Terjemahan oleh: Istiwidayanti & Soedjarwo.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996.
Istanti Surviani, Membangun Anak Memahami Seks: Panduan Praktis Untuk Orang Tua,
Bandung: Pustaka Alimuddin, 2004.
Marmi, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Muhammad ibnu Abdul Hafidz Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Jakarta: Al-Ithishom,
2004.
Muhammad Syarif Al Shawwaf, Abg Islami : Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja,
Bandung: Pustaka Hidayah, 2003.
Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Bagi Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Pertama,
Jakarta: Modern English Press, 1991.
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia, 1995.
Sulistyo, Rono. Pendidikan Sex. Bandung: Fak. Kedokteran UNPAD,1997.

Tri Endang Jatmikowati, Ria Angin, dan Ernawati, Model dan Materi Pendidikan Seks Anak
Usia Dini Perspektif Gender untuk Menghindarkan Sexual Abuse, Cakrawala
Pendidikan, Oktober 2015, Th. XXXIV, No. 3, FKIP Universitas Muhammadiyah
Jember, email: triendang@unmuhjember.ac.id.
Windhu, Siti Candra. Disfungsi Seksual; Tinjauan Fisiologis dan Patologis terhadap
Seksualitas. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2009.
Yusuf Madani, Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Penduan bagi Orang
Tua,Ulama, Guru dan Kalangan Lainnya (Irwan Kurniawan. Terjemahan). Jakarta:
Pustaka Zahra, 2003.