MAKALAH MANAJEMEN PERUBAHAN DI MADRASAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Dimensi berubah merupakan suatu konsekuensi logis dalam kehidupan yang terus
akan berkembang sejalan dengan perjalanan waktu dan usia manusia. Begitu pula halnya
dengan tidak berubah atau statis, maka hal tersebut menandakan bahwa manusia itu
picik, keras kepala, susah diatur, mau menang sendiri, selalu menganggap dirinyalah
yang paling benar, melebihi segala-galanya. Namun, inilah fenomena yang terjadi dalam
sebuah lembaga ada yang memilih untuk berubah adapula yang menolak akan perubahan
tersebut.
Albert Einstein mengatakan bahwa sesuatu yang pasti adalah perubahan.
Sedangkan Evelyn Waugh menyatakan change is the only evidence of life. Perubahan
merupakan keniscayaan bagi kehidupan manusia.Sejarah peradaban manusia selalu ada
fase-fase perubahan, begitu juga sejarah peradaban Islam yang selalu menghadapi dan
berhadap hadapan dengan perubahan.Rhenald Kasali dalam bukunya Change, menulis
bahwa “tak peduli berapa jauh jalan salah yang anda jalani, putar arah sekarang juga.”
Maqolah yang terkenal yang menjadi prinsip bagi warga Nahdlatul ulama
almuhafadzatu qodim solih wal akhdu bil jadid aslah“menjaga yang terdahulu yang baik
dan mengambil yang baru yang lebih baik”.Ini menjadi dasar bahwa perubahan untuk

menjadi lebih baik itu menjadi keharusan.Hal ini pun, berlaku dalam perubahan pada
lembaga pendidikan khususnya yang menjadi kajian pada makalah ini adalah madrasah.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang berkembang pada saat
kegemilangan Islam tepatnya pada zaman Abbasiyah terkenal dengan madrasah Nidzom
al-mulk (Zuhairini 2011: 89).Seiring perkembangan zaman pengelolaan pada madrasah
pun idealnya berkembang mengikuti perkembanganzaman.Dinamis dan fleksibel sesuai
kebutuhan zaman, pengelola/ manajer harus mampu melakukan perubahan-perubahan
dalam mengelola madrasah. Hanya, Persoalan berikutnya adalah bagaimana perubahahan
tersebut harus dikelola.
Memahami manajemen dan perubahan merupakan kebutuhan mutlak bagi
perkembangan lembaga pendidikan (madrasah).Pemahaman tentang manajemen
perubahan diperlukan agar kemungkinan keberhasilan suatu usaha upaya perubahan
lebih besar.Termasuk perubahan dalam lemabaga pendidikan Islam (madrasah) harus
1

dapat dikelola dengan baik, sehingga madrasah tidak tertinggal oleh lemabag-lemabaga
pendidikan yang lainnya.Untuk itu, manajemen prubahan perlu mengambil dari pelajaran
sebelumnya, menjalankan proses perubahan dengan benar, dan memberikan peran dan
tanggungjawab kepada semua stakeholder sesuai dengan proporsinya.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar manajemen perubahan?
2. Apa saja faktor penyebab dan penghambat perubahan?
3. Apa peran Kepala sekolah dalam perubahan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep dasar manajemen perubahan.
2. Untuk faktor penyebab dan penghambat dalam manajemen perubahan.
D.

Manfaat Penulisan
1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanajemen perubahan yang terjadi
diruang lingkup kerja.
2. Menambah wawasan penulis pembaca makalah ini dalam memahami perubahan dan
inovasi pendidikan dalam aspek manajemen perubahan.

2

BAB II
MANAJEMEN PERUBAHAN DI MADRASAH

1.

Konsep Dasar Manajemen Perubahan
Menurut Winardi (2005: 61), menyatakan bahwa manajemen perubahan adalah
suatu konsep perubahan yang direncanakan (Planned Change) dan perubahan yang tidak
direncanakan (Unplanned Change) yang dilakukan individu atau kelompok dari keadaan
sebelumnya menjadi keadaan setelahnya.
Menurut Pidarta (1988: 14), menyatakan bahwa manajemen perubahan adalah
suatu usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau manajer dalam menyusub
sebuah perencanaan, koordinasi, pengarahan, kontrol/pengawasan untuk mencapai
sasaran atau tujuan yang dapat menjadikan sebuah organisasi atau lembaga menjadi lebih
baik dari kemarin untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas maka seorang manajer dalam mencapai tujuan manajemen
perubahan sangatlah mudah. Selain itu Pidarta juga menjelaskan bahwa untuk
mewujudkan sebuah manajemen perubahan dalam sebuah organisasi atau lembaga,
seorang manajer juga harus harus memiliki empat ketrampilan dalam menyusun sebuah
konsep yaitu:
a. Menentukan strategi;
b. Membuat sebuah kebijakan yang tegas;
c. Mengkreasikan atau merencanakan suatu yang baru; dan

d. Memutuskan.
Menurut Hamalik (2010: 135), menyatakan bahwa manajemen perubahan
merupakan perencanaan suatu rangkaian tindakan untuk ke depan atau masa yang akan
datang. Perencanaan tersebut bertujuan untuk mencapai seperangkat operasi yang
konsisten dan terkoordinasi guna memperoleh hasil-hasil yang diinginkan.Dan
perencanaan itu disusun oleh seorang manajer atau kepala madrasah.
Dalam menyusun sebuah perencanaan yang baik seorang manajer harus
memperhatikan 5 unsur khusus:
1) Tujuan di rumuskan secara jelas.
2) Komprehensif, namun jelas bagi staf dan anggota organisasi.
3) Hierarki rencana yang terfokus pada daerah yang paling penting.
4) Bersifat ekonomis, mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia.

3

5) Layak, memungkinkan perubahan.
Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (2002: 104), menyatakan bahwa
manajemen perubahan adalah mengimplementasikan sebuah strategi dan menganalisis
sebuah perubahan yang mungkin akan dialami perusahaan atau sebuah lembaga
pendidikan akibat dari formulasi strategi yang telah disepakati pada tahap sebelumnya.

Analisis tentang perubahan ini bertujuan untuk memberikan sebuah gagasan yang jelas
dan terperinci mengenai seberapa banyak perusahaan atau sebuah lembaga pendidikan
harus berubah berhasil dalam mengimplementasikan sebuah strategi.
 Manjemen Madrasah
Menurut Samino (2010: 218), menyatakan bahwa manajemen madrasah dalam
bahasa Inggris disebut School Based Management, pertama kali muncul di Amerika
Serikat Latar belakangnya diawali dengan munculnya pertanyaan masyarakat tentang apa
yang dapat diberikan madrasah atau sekolah kepada masyarakat dan apa relevansinya
serta korelasi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Kinerja madrasah saat ini
dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dengan tuntutan siswa, terutama
yang berkaitan dengan siswa yang terjun didunia usaha, madarsah dianggap tidak mampu
memberikan hasil dalam konteks kehidupan yang kompetitif secara global.Dengan adanya
fenomena tersebut madrasah atau sekolah mengantisipasi dengan melakukan upaya
perubahan dan penataan manajemen sekolah atau madarsah. Sehingga madrasah yang
sekarang ini akan menjadi madrasah yang banyak diminati oleh masyarakat dan
masyarakat.
Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai
kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang
digulirkan saat ini adalah manajemen negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat
menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah

diwujudkan dalam bentuk "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah" yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa
"Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi. Konsekwensi logis dari
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan
harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Karena itu, manajemen pendidikan
berbasis pusat yang selama ini telah dipraktekkan perlu diubah menjadi manajemen

4

berbasis sekolah (MBS). Selain alasan normatif, secara empirik MBS memang perlu
diterapkan karena di lapangan menunjukkan kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
1. Manajemen berbasis pusat selama ini telah memiliki banyak kelemahan, antara lain:
keputusan pusat sering kurang sesuai dengan kebutuhan sekolah; administrasi berlebihan
yang dikarenakan lapis-lapis birokrasi yang terlalu banyak telah menyebabkan
kelambanan dalam menangani setiap permasalahan, sehingga menyebabkan kurang
optimalnya kinerja sekolah; dalam kenyataan, administrasi telah mengendalikan kreasi;
proses pendidikan dijalankan dengan undermanaged sehingga menghasilkan tingkat
efektivitas dan efisiensi yang rendah; pendekatan sarwa-negara (state-driven) telah
menempatkan sekolah pada posisi yang marginal, sehingga sekolah tidak memiliki

keberanian moral (prakarsa) untuk berinisiatif; sekolah tidak mandiri; terjadi
penyumbatan dan bahkan pemasungan demokrasi; sekolah tidak peka dan jeli dalam
menangkap dan mengungkap permasalahan, kebutuhan, dan aspirasi pendidikan dari
masyarakat; dan manajemen berbasis pusat tidak saja menumpulkan daya kreativitas
sekolah, tetapi juga mengikis habis rasa kepemilikan warga sekolah terhadap sekolahnya.
2. Sekolah paling memahami permasalahan disekolahnya. Karena itu, sekolah merupakan
unit utama yang harus memecahkan permasalahannya melalui sejumlah keputusan yang
dibuat "sedekat" mungkin dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki
kewenangan (otonomi), tidak saja dalam pengambilan keputusan, akan tetapi justru dalam
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai dengan payung kebijakan makro pendidikan nasional.
3. Perubahan di sekolah akan terjadi jika semua warga sekolah ada "rasa memiliki" yang
berasal dari kesempatan berpartisipasi dalam merumuskan perubahan dan keluwesan
untuk mengadaptasikannya terhadap kebutuhan individu sekolah. Rasa memiliki ini pada
gilirannya akan meningkatkan pula rasa tanggungjawab. Jadi, makin besar tingkat
partisipasi warga sekolah dalam pengambilan keputusan, makin besar rasa memiliki
terhadap sekolah, dan makin besar pula rasa tanggungjawabnya. Yang demikian ini
berarti bahwa "perubahan" lebih disebabkan oleh dorongan internal sekolah dari pada
tekanan dari luar sekolah.
4. Telah lama pengaturan yang bersifat birokratik lebih dominan dari pada tanggungjawab

profesional, sehingga kreativitas sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya
terpasung dan bahkan terbunuh. Tidak jarang pula dijumpai bahwa formalitas sering jauh
melampaui hakiki. Yang lebih parah lagi guru-guru kehilangan "jiwa kependidikannya".
Mendidik tidak lebih dari sekadar pengenalan nilai-nilai, yang hasilnya hanya berupa
5

pengetahuan nilai (logos) dan belum sampai pada penghayatan nilai (etos), apalagi sampai
pengamalannya. Akibatnya, menurut Aburizal Bakrie (1999), proses belajar mengajar di
sekolah lebih mementingkan jawaban baku yang dianggap benar oleh guru, dibanding
daya kreasi, nalar, dan eksperimentasi peserta didik untuk menemukan kemungkinankemungkinan baru. Tidak ada keterbukaan dan demokrasi. Tidak ada toleransi pada
kekeliruan akibat kreativitas berpikir, karena yang benar adalah apa yang dipersepsikan
benar oleh guru, sehingga yang terjadi hanyalah memorisasi dan "recall" dan tidak
dihargainya kreativitas dan kemampuan peserta didik.


Teori-Teori Manajemen perubahan
Terdapat sembilan teori besar tentang manajemen perubahan: 1) Teori Force-

Field dipelopori Kurt Lewin, 1951; 2) Teori Motivasi dari Beckhard dan Harris, 1987; 3)
Teori Proses Perubahan Manajerial dari Beer, 1990; 4) Teori-teori Organizational

Development dalam perubahan; 5) Teori Perubahan Alfa, Beta, dan Gamma; 6) Teori
Contingency dalam manajemen perubahan dari Tannembaum dan Schmidt, 1973; 7)
Teori-teori Manajemen Kerjasama; 8) Teori-teori untuk Mengatasi Resistensi dalam
Perubahan; 9) Model Accounting-Turaround dari Harlan D.Platt, 1998 (Kasali, 2006).
Perubahan terjadi karena tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok.
Perubahan yang ingin dilakukan nantinya akan berhadapan dengan keengganan untuk
berubah (resistences) maka perlu dikelola dengan memperkuat driving forces agar dapat
melemahkan kelompok resisten. Kurt Lewin merumuskan langkah: 1) unfreezing; 2)
Changing; 3) Refreezing. Ketiga tahap ini menjelaskan perlunya proses penyadaran
tentang pentingnya perubahan yang selanjutnya melakukan perubahan dengan
memperlemah resistensi. Pada tahap akhir, diperlukan membawa organisasi kembali
kepada keseimbangan.
Teori Motivasi merumuskan bahwa perubahan akan terjadi kalau terpenuhi syaratsyarat berikut: Manfaat-Biaya, manfaat yang diperoleh lebih besar akibat adanya
perubahan. Ketidakpuasan, adanya ketidakpuasan yang kuat dari keadaan sekarang.
Persepsi Masa Depan, anggota organisasi melihat adanya harapan yang lebih baik di
masa depan. Cara Praktis, meyakini adanya cara yang praktis dilakukan untuk keluar dari
situasi sekarang.
Teori Proses Perubahan Manajerialmenyadari perlunya melibatkan banyak orang
untuk mewujudkan perubahan yang kendali dipegang oleh pemimpin organisasi yang
berusaha untuk memperoleh dukungan, konsensus dan komitmen. Dalam menjalankan

misi perubahan, teori ini mengadopsi ilmu-ilmu lain seperti Psikologi, Sosiologi dan
6

Antropologi, sehingga seorang pemimpin memiliki peta psikologis dan budaya
organisasi berbasis karakter individu sehingga dapat meminimalisir stres dan konflik
dalam proses perubahan.
Teori-teori Pengembangan Organisasi dalam Perubahan Organisasi merupakan
teori yang menyentuh dua kategori yang berinteraksi, yaitu manusia dan teknologi.
Manusia adalah elemen yang melakukan proses organisasi seperti komunikasi,
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Sedangkan teknologi elemen yang
mempengaruhi struktur organisasi, seperti desain pekerjaan, metode kerja, dan desain
organisasi. Teori ini meyakini bahwa perlu adanya pendekatan tekno-struktur dan
manusia-proses agar intervensi pada dua kategori ini menghasilkan pemenuhan
kebutuhan manusia dalam penyelesaian tugas.
Teori Perubahan Alfa-Beta dan Gamma yang merumuskan bahwa perubahan
Alfa adalah perubahan kepercayaan yang terjadi pada satu dimensi waktu yang stabil
sebelum dan setelah adanya tim kerja. Sedangkan perubahan Beta yaitu perubahan yang
terjadi dalam menilai kepercayaan. Perubahan Gamma, yaitu perubahan yang terjadi
karena manusia atau kelompok melihat adanya faktor yang lebih penting dari yang
sedang diamati.

Teori Contingency dalam Manajemen Perubahanberpendapat bahwa keberhasilan
pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh gaya yang dianut dalam mengelola dan
mengimplementasi perubahan. Teori Contingency (kemungkinan) mengatakan bahwa
tidak hanya motivasi, komitmen, dan partisipasi anggota organisasi yang dibutuhkan
tetapi perlu menganalisis kesiapan kedua belah pihak.
Teori Kerjasama, meyakini bahwa perubahan tidak bisa dilakukan tanpa adanya
kerjasama dari semua pihak. Teori ini mempelajari, mengapa manusia mau memutuskan
untuk bekerjasama dan bagaimana memperoleh kerjasama. Menurut Williams (2002),
orang mau bekerjasama, dikarenakan hal berikut: 1) Motivasi memperoleh penghargaan
atau khawatir mendapatkan sanksi; 2) Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan,
atau perusahaan; 3) Motivasi moral, karena dengan bekerjasama dapat diterima secara
moral; 4) Motivasi menjalankan keahlian; 5) Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup;
6) Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan.
Teori-teori untuk Mengatasi Resistensi dalam Perubahan menawarkan cara
mengatasi resistensi dalam melakukan perubahan. Teori ini mengajukan enam strategi
untuk mengatasi resistensi, yaitu: Komunikasi, Partisipasi, Fasilitasi, Negosiasi,

7

Manipulasi, dan Paksaan. Teori ini mempunyai fleksibilitas, bahwa tiap kelompok yang
berbeda, maka teori yang digunakan juga berbeda, tergantung tingkat resistensi.
2.

Faktor-Faktor Penyebab dan Penghambat Perubahan
 Faktor Penyebab Perubahan
Winardi (2010: 65), juga menjelaskan penyebab terjadinya perubahan,
disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya:
1.

Faktor Ekonomi
Keadaan ekonomi suatu negara akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan
industri. Faktor ekonomi mengacu kepada sifat, cara dan arah dari
perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang berkompetisi

2.

Faktor Sosial
Faktor-faktor sosial mempengaruhi suatu perusahan mencakup keyakinan,
nilai, sikap, opini yang berkembang, dan gaya hidup dari orang-orang di
lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

3.

Faktor Politik dan hukum
Arah dan stabilitas dari faktor politik dan hukum merupakan pertimbangan
utamabagi manajer dalam memformulasikan strategi perusahaan. Faktor
politik dan hukum mendefinisikan parameter hukum dan bagaimana
pengaturan perusahaan melalui keputusan perdagangan yang wajar, program
perpajakan, penentuan upah minimum, kebijakan polusi dan harga serta
banyak tindakan lainnya yang bertujuan untuk melindungi karyawan,
konsumen, masyarakat umum dan lingkungan.

4.

Faktor Teknologi
Faktor

tenologi

sebagaimana

faktor-faktor

lain

dalam

lingkungan

umummerefleksikan kesempatan dan ancaman bagi perusahan. Kemajuan
teknologi secara dramatis telah mengubah produk, jasa pasar, distributor,
pesaing, pelanggan, proses manafaktur, praktik-praktik pemasaran dan posisi
persaingan.
Dari ke empat faktor lingkungan yang menyebabkan perubahan dalam suatu
perusahaan atau lembaga, maka perubaha tersebut sangatlah mudah dan dapat
tercapai tujuan yang diingingkan.

8

 Faktor Penghambat Perubahan.
Menurut Winardi (2004: 69), menyatakan bahwa faktor penghambat
perubahanadalah para individu-individu dan tingkat keorganisasian yang menentang
perubahan.Teori-teori tentang organisasi dan prilaku keorganisasian mengajarkan kita
bahwakepribadian, persepsi, pembelajaran, dan motivasi merupakan karasteristik dasar,
individu-individu yang menyebabkan mereka cenderung menentang perubahan. Berikut
ini merupakan alasan-alasan mengapa individu-individu menentang perubahan:
1. Persepsi selektif
Kita mengetahui bahwa manusia sering kali mempersepsi hal yang sama
dengan cara yang berbeda-beda. Andai kata perubahan terjadi, maka para individu
cenderung memeusatkan perhatian mereka pada persoalan bagaimana mereka akan
mendapatkan pengaruh secara pribadi, dari pada memandang gambaran lebih luas
tentang perubahan tersebut bagi organisasi dimana mereka bekerja.
2. Kurangnya informasi
Manusia menentang perubahan, karena mereka tidak memiliki (cukup banyak)
informasi tentang apa yang diekspektasi dari perubahan tersebut, atau mengapa
kiranya perubahan tersebut demikian penting. Adanya kata alasan-alasan bagi adanya
perubahan tidak diterangkan secara jelas, maka manusia cenderung mengisi
kekurangan-kekurangan informasi yang mereka rasakan dengan tindangan spekulasi,
yang kerap kali mengasumsi menekankan sisi keburukan dari pihak yang
melaksanakan perubahan tersebut, dan dampak buru bagi diri pribadi mereka masingmasing.
3. Perasaan takut terhadap hal yang tidak diketahui
Individu-individu menentang perubahan apabila mereka tidak memiliki
kepastian tentang bagaimana perubahan tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan
mereka. Mungkin mereka mengajukan pertanyaan: ”bagaimanakah perubahan
tersebut akan mempengaruhi kepastian pekerjaan (job security).
Pihak lain, risau tentang ketidakmampuan mereka untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan, atau ketidak mampuan untuk melakukan tugas-tugas sebaik
mereka melaksanakannya sebelum perubahan terjadi. Di samping itu, perasaan takut
tentang kemungkinan terjadinya kehilangan jabatan, status, atau kekuasaan yang
sudah dimiliki. Ada juga kemungkinan bahwa pekerjaan akan kurang begitu

9

menyenangkan atau menjadi lebih sulit, setelah perubahan dilaksanakan dan timbul
kemungkinan hilangnya interaksi-interaksi sosial yag disenagi.
4. Kebiasaan
Banyak orang yang mempreferensi kegiatan dan kejadian-kejadian yang sudah
biasa dihadapi mereka, sekalipun hal tersebut tidak optimal.Perhatikan misalnya
upaya seorang perokok, yang ingin memnghentikan kebiasaan merokoknya, atau
seseorang yang berupaya untuk mengatasi kebiasaan tidak berolahraga. Mengubah
suatu kebiasaan sangat sulit, karena hal tersebut memerlukan upaya keras , dan hal itu
juga berarti bahwa terpaksa dikorbankan manfaat yang dipersepsi dalam pikiran orang
tentang kebiasaan yang ada, sekalipun perilaku baru akan menimbulkan dampak yang
lebih menguntungkan.
5. Penolakan terhadap pihak yang menginisiasi perubahan
Andai kata sesuatu perubahan terkesan bersifat arbitrer, atau tidak masuk
akal, atau penetapan waktunya, dan cara pengimplementasiannya kurang menarik
minat orang-orang yang diekspektasi melaksanakannya maka akan timbul kejala, di
mana sikap penolakan dan amarah sering kali ditunjukkan kepada pihak yang
memulai (menginisiasi) perubahan tersebut.
3.

Peran Kepala Sekolah Dalam Upaya Mewujudkan Perubahan Sekolah
Peran besar kepala sekolah dalam mewujudkan perubahan sekolah telah banyak
dibuktikan. Penelitian Thomas di awal tahun 1978 tentang peran kepala sekolah dalam
mengelola berbagai program menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
implementasi program, namun tak satu pun sebesar kepemimpinan kepala sekolah. Hasil
studi Task Force on Education for Economic Growth (1983) juga menunjukkan bahwa
faktor utama penentu keunggulan sekolah negeri adalah kepemimpinan kepala sekolah.
Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan dan motivasi yang tinggi berpengaruh
besar pada keunggulan sekolah, seperti apapun kondisi sosio-ekonomi, komunitas
sekolah dan karakteristik populasi yang dilayaninya. Dapat diidentifikasi empat peran
penting kepala sekolah dalam upaya menyukseskan perubahan sekolah sebagai berikut :
1.

Katalisator Sebagai katalisator, kepala sekolah bertugas meyakinkan warga sekolah
atas urgensi kebutuhan perubahan sekolah guna peningkatan mutu pendidikan.

2. Kreator Sebagai kreator, kepala sekolah bertugas mengembangkan dan menetapkan
visi sekolah dan strategi untuk mencapainya.

10

3.

Fasilitator Sebagai fasilitator, kepala sekolah bertugas memberikan dukungan
terhadap ide-ide atau inisiasi perubahan yang selaras dengan visi perubahan yang
telah ditetapkan, menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, melaksanakan
pemberdayaan kepada warga sekolah untuk melakukan perubahan, memonitor dan
mengevaluasi kemajuan perubahan yang dilakukan, membantu memecahkan
masalah-masalah perubahan, dan juga memberikan penguatan baik moril maupun
materiil atas setiap keberhasilan perubahan yang dilakukan.

4. Stabilisator Sebagai stabilisator, kepala sekolah bertugas untuk menstabilkan atau
membekukan perubahan sekolah yang telah berjalan agar melembaga dalam
kehidupan sekolah.

11

BAB III
PENUTUP
Konsep dasar manajemen perubahan adalah mengimplementasikan sebuah strategi
dan menganalisis sebuah perubahan yang mungkin akan dialami perusahaan atau sebuah
lembaga pendidikan akibat dari formulasi strategi yang telah disepakati pada tahap
sebelumnya. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan sebuah gagasan yang jelas dan
terperinci mengenai seberapa banyak sebuah lembaga pendidikan harus berubah berhasil
dalam mengimplementasikan sebuah strategi.
Terdapat banyak faktor penghambat dalam menjalankan perubahan. Dari mulai level
bawah sampai level tertinggi. Namun stategi yang harus dijalankan oleh kepala madarasah
yang memiliki peran dalam menjalankan manajemen perubahan ini harus dijalnkan secara
tepat.Salagh satunya adalah menyampaikan pesan perubahan dengan tepat.Pesan yang
disampaikan kepada para manajer upayakan agar supaya pihak-pihak yang terlibat dalam
perubahan tersebut memahami apa saja alasan dibelakang tindakan perubahan tersebut,
bagaimana bentuknya dan bagaimana dampak-dampak yang dapat diduga akan timbul.
Dengan adanya penerapan suatu manajemen perubahan di madrasah, yaitu merubah
dari keadaan sebelumnya menjadi keadaan yang lebih maju maka madrasah tersebut akan
diminati oleh masyarakat. Dan masyarakat juga tidak beranggapan lagi, bahwa madrasah
tidak tertinggal lagi dengan pendidikan-pendidikan yang lain.

12

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Rosdakarya Offset.

Remaja

https://www.academia.edu/34950328/MANAJEMEN_BERBASIS_SEKOLAH
Rhenald Kasali, Change!.Jakarta: Gramedia. 2006
Mulyadi. 2010. Kepemimpinan Kepala Madrasah. Malang: Badan Litbang Dan
DiklatKementrian Agama.
Pidarta Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia.Jakarta: PT Melton Putra.
Purnomo, S. H & Zulkieflimansyah. 2005. Manajemen Strategi. Indonesia:
Ekonomi Universitas Indonesia.
Winardi. 2005. Manajemen Perubahan. Jakarta: Pranada Media
Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

13

Fakultas