PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA SISTEM PE
PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA SISTEM PENGGUNAAN
LAHAN DI AREAL PT. SIKATAN WANA RAYA
Nanang Hanafi1), R. Biroum Bernardianto2)
1)
2)
Jurusan Kehutanan Faperta Univ. PGRI Palangka Raya
Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Univ. PGRI Palangka Raya
ABSTRACT
Forest alteration caused by human activity is common issue in tropical
forest. Forest is major carbon sink in terrestrial ecosystems. Forest exploitation
deplection carbon sink in forest ecosystem. This research was conducted to
explore and estimate carbon sink in land use type in forest consession of PT.
Sikatan Wana Raya. Carbon stock in the trees and necromass biomass was
estimated by allometric equations. Destructive method were applied to estimate
carbon stock in shrubs, herbs, and grasses. Soil carbon stock was determined at
three depths (0-5 cm, 5-15 cm, and 15 – 30 cm). The total carbon stock ranged
from 65.47 t ha-1 in Indegenous garden to 193.28 t ha-1. In Young logged forest
(YLF) The total carbon stock ranged from 65.47 t ha-1 to 193.28 t ha-1. Carbon
was sequestrated in tree biomass had major contribution in old logged forest
(OLF) total carbon stock. Nevertheless, YLF carbon stock was stored in
necromass. YLF had relatively higher carbon stock than OLF. This result
indicated necromass had potential to store carbon.
Keywords: carbon stock, old logged forest, young logged forest, land use,
necromass.
PENDAHULUAN
Beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam menjadi lahan
pertanian, perkebunan atau hutan produksi atau hutan tanaman industri
mengakibatkan terjadinya perubahan jenis dan komposisi spesies di lahan
tersebut. Isu peningkatan suhu bumi menunjukkan pentingnya fungsi ekologis
hutan sebagai penyerap karbon di atmosfer, dan menambah arti penting
konservasi hutan selain untuk menyelamatkan keanekargaman hayati. Dalam
melihat fungsi hutan sebagai penyerap karbon, informasi mengenai karbon
tersimpan oleh suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi penting.
Perubahan yang terjadi akibat kegiatan eksploitasi hutan berpengaruh
terhadap hasil serapan dan penyimpanan karbon di daratan. Jika eksploitasi hutan
dilakukan dengan berlatar belakang wawasan lingkungan, maka hutan dan
lingkungan dapat dilestarikan. Karena eksploitasi sendiri merupakan kegiatan
yang dapat membuka jalan bagi masuknya cahaya, dan ini dapat mempengaruhi
pohon-pohon yang tidak ditebang.
Hutan-hutan sekunder merupakan suatu bentuk ’penghutanan kembali’
yang murah dan sesuai dengan tapak yang ada. Selain itu, hutan-hutan tersebut
pada pokoknya mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Hutan sekunder
tersebut dapat memenuhi berbagai macam fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Pada umumnya beberapa dari fungsi ini digunakan dalam waktu yang
bersamaan.
Fase hutan klimaks yang ‘dewasa’, yang biasanya dapat dicapai di hutanhutan primer, dicirikan dengan persediaan tegakan (kayu) yang tinggi, dimana
sejumlah besar karbon ‘diikat’ (terakumulasi). Pada saat yang bersamaan jenis
hutan dewasa semacam ini berada dalam keadaan keseimbangan, dimana proses
disimilasi dan asimilasi saling menyeimbangkan/mengkompensasikan satu sama
lainnya. Karena itu, akumulasi bersih dari karbon tidak mungkin terjadi lagi.
Hutan-hutan primer yang dewasa merupakan tempat penyimpanan karbon, tetapi
bukan merupakan penyerap karbon.
Sebaliknya, pada hutan-hutan muda atau hutan-hutan yang dikelola untuk
tetap muda tingkat asimilasi jauh melebihi tingkat disimilasi. Penambahan
persediaan tegakan (kayu) yang khas terjadi selama apa yang disebut dengan fase
produktif tegakan, berkaitan sangat erat dengan terjadinya pengikatan (karbon)
dalam jumlah yang besar, yang akan terus berlangsung sampai fase dewasa
(hutan). Dalam hubungannya dengan neraca CO2 di hutan, pengelolaan hutan
secara lestari mempunyai efek bahwa pemanfaatan kayu yang berulang-ulang kali
dilakukan (ekstraksi biomass) membuat tegakan selalu berada dalam fase
produktifnya.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1).
mengestimasi cadangan karbon yang
tersimpan di atas permukaan tanah dan bahan organik tanah pada sistem
penggunaan lahan (SPL) di areal hutan PT. Sikatan Wanaraya ditinjau dari
struktur dan komposisi penyusun pada sistem penggunaan lahan tersebut; 2).
untuk mengetahui seberapa besar cadangan karbon yang tersisa dari suatu areal
hutan akibat dari kegiatan eksploitasi hutan, ditinjau dari umur kegiatan
eksploitasi tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga) lokasi areal hutan PT. Sikatan
Wanaraya, yang meliputi areal hutan primer (hutan bekas tebangan 15 tahun),
hutan bekas tebangan umur 2 tahun dan ladang masyarakat sekitar hutan.
Penelitian tentang pendugaan cadangan karbon dilaksanakan dengan non
destruktive, pendugaan cadangan karbon menggunakan rumus alometrik yang
dikembangkan oleh Hairiah, et al (2007).
Obyek penelitian ini adalah biomassa pohon, nekromassa berkayu dan tak
berkayu, serta bahan organik tanah.
Pada plot A (ukuran 20 m x 100 m)
digunakan untuk pengukuran pohon hidup dan nekromassa berkayu (pohon mati
yang masih berdiri maupun tumbang, tunggul) yang berdiameter >30 cm. Jika
tidak ada pohon berdiameter > 30 cm maka digunakan Plot B (ukuran 5 m x 40
m), plot ini untuk mengukur pohon hidup dan nekromassa berkayu (pohon mati
yang masih berdiri maupun tumbang, tunggul tanaman, cabang dan ranting) yang
berdiameter 5-30 cm. Pada plot C (ukuran 0,5 m x 0,5 m yang diletakkan secara
random sebanyak 6 buah dalam plot B) dilakukan pengambilan contoh biomassa
tumbuhan bawah (herba, perdu dan pohon berdiameter 30 cm pada suatu tipe lahan, memberikan
sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon pada biomassa
pohon. Semakin banyak pohon penyusun suatu lahan berdiameter > 30 cm maka
cadangan karbon pada lahan tersebut makin tinggi (Tabel 3).
Tabel 3. Komposisi cadangan karbon pada biomassa pohon
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas
Tebangan
Ladang Masyarakat
Komposisi Penyusun
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Cadangan Karbon
(ton/ha)
166.70
1.57
168.27
41.36
6.59
47.95
0
0
0
Persentase
(%)
99.07
0.93
100
86.25
13.75
100
0
0
0
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa
tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari
yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah
menjadi tertekan. Hal ini akan berpengaruh pada besarnya cadangan karbon pada
biomassa tumbuhan bawah (Tabel 4).
Tabel 4. Cadangan karbon pada biomassa tumbuhan bawah
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas Tebangan 2 Tahun
Ladang Masyarakat
BK Rata-rata
(gr/m2)
583.33
1040.00
270.00
BK/luas
(kg/m2)
0.58
1.04
0.27
BK/luas
(ton/ha)
5.83
10.40
2.70
Cad. C
(ton/ha)
2.68
4.78
1.24
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Dari
ketiga
plot
pengamatan,
masing-masing ditemukan
adanya
nekromassa berkayu. Dari ketiga plot pengamatan tersebut, lahan hutan bekas
tebangan paling banyak ditemukan adanya nekromassa berkayu dibandingkan
pada plot pengamatan di hutan primer dan ladang masyarakat sekitar hutan
(Tabel 5).
Tabel 5. Cadangan karbon pada nekromassa berkayu
Hutan Primer
3,938.02
BK/luas
(kg/m2)
1.97
Hutan Bekas Tebangan 2 Tahun
57,993.49
29.00
289.97
133.39
Ladang Masyarakat
26,844.55
13.42
134.22
61.74
Tipe Lahan
BK (kg)
BK/luas
(ton/ha)
19.69
Cad. C
(ton/ha)
9.06
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui daun, ranting dan
cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah. Di bagian bawah (dalam tanah),
pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar yang telah
mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar (Tabel 6).
Tabel 6. Cadangan karbon pada nekromassa tak berkayu
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas
Tebangan
Ladang Masyarakat
Serasah Kasar
Serasah Halus
Serasah Kasar
Serasah Halus
Serasah Kasar
Serasah Halus
BK Ratarata (gr/m2)
1520.00
886.67
743.33
813.33
173.33
366.67
BK/luas
(kg/m2)
1.52
0.89
0.74
0.81
0.17
0.37
BK/luas
(ton/ha)
15.20
8.87
7.43
8.13
1.73
3.67
Cad. C
(ton/ha)
6.99
4.08
3.42
3.74
0.80
1.69
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Karbon di dalam tanah merupakan indikator kesuburan tanah. Karbon
merupakan komponen paling besar dalam bahan organik.
Tingginya karbon
dalam tanah akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik,
kimia maupun biologi (Tabel 7).
Tabel 7. Kandungan C-Organik pada BOT
No
Kode Tanah
1
2
3
ST 1
ST 2
ST 3
Hutan Primer
5,46
3,28
1,82
Kandungan C Organik (%)
Hutan Bks Tebangan
Ladang Masyarakat
5,40
3,57
4,05
2,34
2,08
1,74
Sumber : Data primer 2010.
Keterangan :
ST 1 : Kedalaman tanah 0-5 cm
ST 2 : Kedalaman tanah 5-15 cm
ST 3 : Kedalaman tanah 15-30 cm
Cadangan karbon pada ketiga lokasi penelitian sangat bervariasi, hal ini
disebabkan karena jumlah biomassa pohon dan nekromassa berkayu yang
ditemukan pada setiap lokasi berbeda. Perbedaan karbon tersimpan pada ketiga
lokasi pengamatan terjadi karena adanya struktur, komponen penyusun dan
kerapatan populasi pohon yang berbeda (Tabel 8).
Tabel 8. Total cadangan karbon pada hutan primer, hutan bekas tebangan dan
ladang masyarakat
Komponen Penyusun
Cadangan Karbon
Hutan Primer
(ton/ha)
Hutan Bks Tebang
(ton/ha)
Ladang Masyarakat
(ton/ha)
Pohon diameter > 30 cm
166.70
41.36
0
Pohon diameter 5-30 cm
1.57
6.59
0
Tumbuhan bawah
2.68
4.78
1.24
Nekromassa berkayu
9.06
133.39
61.74
Serasah
11.07
7.16
2.48
Total
191.08
193.28
65.47
Sumber : Pengolahan data, 2010.
Perbedaan cadangan karbon ini disebabkan karena struktur, komponen
penyusun, dan kerapatan pohon yang berbeda.
Pada hutan primer cadangan
karbon terbesar berada pada biomassa pohon, sementara pada hutan bekas
tebangan umur 2 tahun komponen penyusun cadangan karbon terbesar berada
pada nekromassa berkayu, dan pada ladang masyarakat sekitar hutan tidak
ditemukan biomassa pohon. Data tabel 8 menunjukkan bahwa cadangan karbon
pada hutan primer dan hutan bekas tebangan umur 2 tahun tidak jauh berbeda,
yang membedakan adalah pada hutan primer cadangan karbon terbesar berada
pada pohon dengan diameter > 30 cm, sementara pada hutan bekas tebangan umur
2 tahun cadangan karbon terbesar pada nekromassa berkayu. Sementara pada
ladang masyarakat di sekitar hutan cadangan karbon terbesar berada pada
nekromassa berkayu, dan tidak ditemukan adanya biomassa pohon (Gambar 2).
200
Serasah
Cadangan karbon (ton/ha)
175
Nekromassa berkayu
150
Tumbuhan bawah
125
Pohon diameter 5-30 cm
100
Pohon diameter > 30 cm
75
50
25
0
Hutan Primer
Hutan Bekas Tebangan 2
Thn
Ladang Masyarakat
Gambar 2. Cadangan karbon di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1.
Cadangan karbon biomassa pohon pada hutan primer sebesar 168,27 ton/ha;
hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 47,95 ton/ha.
Biomassa
tumbuhan bawah pada hutan primer menyumbang cadangan karbon sebesar
2,68 ton/ha; hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 4,78 ton/ha dan
ladang masyarakat sebesar 1,24 ton/ha.
2.
Nekromassa berkayu pada hutan primer menyumbang cadangan karbon
sebesar 9,06 ton/ha; hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 133,39
ton/ha dan ladang masyarakat sebesar 61,74 ton/ha.
Serasah pada hutan
primer menyumbang cadangan karbon sebesar 11,07 ton/ha; hutan bekas
tebangan umur 2 tahun sebesar 7,16 ton/ha dan ladang masyarakat sebesar
2,48 ton/ha.
3.
Total cadangan karbon pada hutan primer (191, 08 ton/ha), hutan bekas
tebangan (193,28 ton/ha), dan ladang berpindah (65,47 ton/ha). Pada hutan
primer sumbangan cadangan karbon terbesar berada pada biomassa pohon,
sedangkan pada hutan bekas tebangan umur 2 tahun cadangan karbon terbesar
berada pada nekromassa berkayu.
DAFTAR PUSTAKA
CIFOR. 2003. Perdagangan Karbon. Warta Kebijakan No. 8 Februari 2003.
Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor
Dahlan, Surati Jaya, I. N., Istomo. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia
mangium Wild Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan Spot-5: Studi
Kasus si BKPH Parung Panjang KPH Bogor. Makalah Pertemuan Ilmiah
Tahunan Mapin XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” Surabaya, 14 – 15 September 2005.
Hairiah, K., Rahayu, S., Berlian. 2006. Layanan Lingkungan Agroforestri
Berbasis Kopi: Cadangan Karbon Dalam Biomassa Pohon dan Bahan
Organik Tanah (Studi Kasus dari Sumberjaya, Lampung Barat). Agrivita
28 (3): 298-309
Hairiah K, S. Rahayu. 2007. Pengukuran ”Karbon Tersimpan” di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw,
Indonesia. 77 p.
Hanafiah K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta
Heriansyah I. 2005. Potensi Hutan Tanaman Industri dalam Mensequester
Karbon: Studi kasus di Hutan Tanaman Akasia dan Pinus. Inovasi
Vol.3/XVII/Maret 2005.
Lusiana B, M van Noordwijk, S Rahayu. 2005. Cadangan Karbon di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Timur : Monitoring Secara Spatial dan dan
Pemodelan. Laporan Tim Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk
Penyimpanan Karbon (Formacs). World Agroforestry Centre.
Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang.
Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Widianto; K. Hairiah; D. Suharjito dan M.A. Sardjono. 2003. Bahan Ajaran 3:
Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia. Bogor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Kopertis Wilayah XI Kalimantan melalui hibah
penelitian dosen muda nomor kontrak : 0141/023-04.2/XVIII/2010, tahun 2010.
LAHAN DI AREAL PT. SIKATAN WANA RAYA
Nanang Hanafi1), R. Biroum Bernardianto2)
1)
2)
Jurusan Kehutanan Faperta Univ. PGRI Palangka Raya
Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Univ. PGRI Palangka Raya
ABSTRACT
Forest alteration caused by human activity is common issue in tropical
forest. Forest is major carbon sink in terrestrial ecosystems. Forest exploitation
deplection carbon sink in forest ecosystem. This research was conducted to
explore and estimate carbon sink in land use type in forest consession of PT.
Sikatan Wana Raya. Carbon stock in the trees and necromass biomass was
estimated by allometric equations. Destructive method were applied to estimate
carbon stock in shrubs, herbs, and grasses. Soil carbon stock was determined at
three depths (0-5 cm, 5-15 cm, and 15 – 30 cm). The total carbon stock ranged
from 65.47 t ha-1 in Indegenous garden to 193.28 t ha-1. In Young logged forest
(YLF) The total carbon stock ranged from 65.47 t ha-1 to 193.28 t ha-1. Carbon
was sequestrated in tree biomass had major contribution in old logged forest
(OLF) total carbon stock. Nevertheless, YLF carbon stock was stored in
necromass. YLF had relatively higher carbon stock than OLF. This result
indicated necromass had potential to store carbon.
Keywords: carbon stock, old logged forest, young logged forest, land use,
necromass.
PENDAHULUAN
Beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam menjadi lahan
pertanian, perkebunan atau hutan produksi atau hutan tanaman industri
mengakibatkan terjadinya perubahan jenis dan komposisi spesies di lahan
tersebut. Isu peningkatan suhu bumi menunjukkan pentingnya fungsi ekologis
hutan sebagai penyerap karbon di atmosfer, dan menambah arti penting
konservasi hutan selain untuk menyelamatkan keanekargaman hayati. Dalam
melihat fungsi hutan sebagai penyerap karbon, informasi mengenai karbon
tersimpan oleh suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi penting.
Perubahan yang terjadi akibat kegiatan eksploitasi hutan berpengaruh
terhadap hasil serapan dan penyimpanan karbon di daratan. Jika eksploitasi hutan
dilakukan dengan berlatar belakang wawasan lingkungan, maka hutan dan
lingkungan dapat dilestarikan. Karena eksploitasi sendiri merupakan kegiatan
yang dapat membuka jalan bagi masuknya cahaya, dan ini dapat mempengaruhi
pohon-pohon yang tidak ditebang.
Hutan-hutan sekunder merupakan suatu bentuk ’penghutanan kembali’
yang murah dan sesuai dengan tapak yang ada. Selain itu, hutan-hutan tersebut
pada pokoknya mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Hutan sekunder
tersebut dapat memenuhi berbagai macam fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Pada umumnya beberapa dari fungsi ini digunakan dalam waktu yang
bersamaan.
Fase hutan klimaks yang ‘dewasa’, yang biasanya dapat dicapai di hutanhutan primer, dicirikan dengan persediaan tegakan (kayu) yang tinggi, dimana
sejumlah besar karbon ‘diikat’ (terakumulasi). Pada saat yang bersamaan jenis
hutan dewasa semacam ini berada dalam keadaan keseimbangan, dimana proses
disimilasi dan asimilasi saling menyeimbangkan/mengkompensasikan satu sama
lainnya. Karena itu, akumulasi bersih dari karbon tidak mungkin terjadi lagi.
Hutan-hutan primer yang dewasa merupakan tempat penyimpanan karbon, tetapi
bukan merupakan penyerap karbon.
Sebaliknya, pada hutan-hutan muda atau hutan-hutan yang dikelola untuk
tetap muda tingkat asimilasi jauh melebihi tingkat disimilasi. Penambahan
persediaan tegakan (kayu) yang khas terjadi selama apa yang disebut dengan fase
produktif tegakan, berkaitan sangat erat dengan terjadinya pengikatan (karbon)
dalam jumlah yang besar, yang akan terus berlangsung sampai fase dewasa
(hutan). Dalam hubungannya dengan neraca CO2 di hutan, pengelolaan hutan
secara lestari mempunyai efek bahwa pemanfaatan kayu yang berulang-ulang kali
dilakukan (ekstraksi biomass) membuat tegakan selalu berada dalam fase
produktifnya.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1).
mengestimasi cadangan karbon yang
tersimpan di atas permukaan tanah dan bahan organik tanah pada sistem
penggunaan lahan (SPL) di areal hutan PT. Sikatan Wanaraya ditinjau dari
struktur dan komposisi penyusun pada sistem penggunaan lahan tersebut; 2).
untuk mengetahui seberapa besar cadangan karbon yang tersisa dari suatu areal
hutan akibat dari kegiatan eksploitasi hutan, ditinjau dari umur kegiatan
eksploitasi tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di 3 (tiga) lokasi areal hutan PT. Sikatan
Wanaraya, yang meliputi areal hutan primer (hutan bekas tebangan 15 tahun),
hutan bekas tebangan umur 2 tahun dan ladang masyarakat sekitar hutan.
Penelitian tentang pendugaan cadangan karbon dilaksanakan dengan non
destruktive, pendugaan cadangan karbon menggunakan rumus alometrik yang
dikembangkan oleh Hairiah, et al (2007).
Obyek penelitian ini adalah biomassa pohon, nekromassa berkayu dan tak
berkayu, serta bahan organik tanah.
Pada plot A (ukuran 20 m x 100 m)
digunakan untuk pengukuran pohon hidup dan nekromassa berkayu (pohon mati
yang masih berdiri maupun tumbang, tunggul) yang berdiameter >30 cm. Jika
tidak ada pohon berdiameter > 30 cm maka digunakan Plot B (ukuran 5 m x 40
m), plot ini untuk mengukur pohon hidup dan nekromassa berkayu (pohon mati
yang masih berdiri maupun tumbang, tunggul tanaman, cabang dan ranting) yang
berdiameter 5-30 cm. Pada plot C (ukuran 0,5 m x 0,5 m yang diletakkan secara
random sebanyak 6 buah dalam plot B) dilakukan pengambilan contoh biomassa
tumbuhan bawah (herba, perdu dan pohon berdiameter 30 cm pada suatu tipe lahan, memberikan
sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon pada biomassa
pohon. Semakin banyak pohon penyusun suatu lahan berdiameter > 30 cm maka
cadangan karbon pada lahan tersebut makin tinggi (Tabel 3).
Tabel 3. Komposisi cadangan karbon pada biomassa pohon
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas
Tebangan
Ladang Masyarakat
Komposisi Penyusun
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Pohon diameter > 30 cm
Pohon diameter 5 - 30 cm
Jumlah
Cadangan Karbon
(ton/ha)
166.70
1.57
168.27
41.36
6.59
47.95
0
0
0
Persentase
(%)
99.07
0.93
100
86.25
13.75
100
0
0
0
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa
tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari
yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah
menjadi tertekan. Hal ini akan berpengaruh pada besarnya cadangan karbon pada
biomassa tumbuhan bawah (Tabel 4).
Tabel 4. Cadangan karbon pada biomassa tumbuhan bawah
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas Tebangan 2 Tahun
Ladang Masyarakat
BK Rata-rata
(gr/m2)
583.33
1040.00
270.00
BK/luas
(kg/m2)
0.58
1.04
0.27
BK/luas
(ton/ha)
5.83
10.40
2.70
Cad. C
(ton/ha)
2.68
4.78
1.24
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Dari
ketiga
plot
pengamatan,
masing-masing ditemukan
adanya
nekromassa berkayu. Dari ketiga plot pengamatan tersebut, lahan hutan bekas
tebangan paling banyak ditemukan adanya nekromassa berkayu dibandingkan
pada plot pengamatan di hutan primer dan ladang masyarakat sekitar hutan
(Tabel 5).
Tabel 5. Cadangan karbon pada nekromassa berkayu
Hutan Primer
3,938.02
BK/luas
(kg/m2)
1.97
Hutan Bekas Tebangan 2 Tahun
57,993.49
29.00
289.97
133.39
Ladang Masyarakat
26,844.55
13.42
134.22
61.74
Tipe Lahan
BK (kg)
BK/luas
(ton/ha)
19.69
Cad. C
(ton/ha)
9.06
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui daun, ranting dan
cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah. Di bagian bawah (dalam tanah),
pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar yang telah
mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar (Tabel 6).
Tabel 6. Cadangan karbon pada nekromassa tak berkayu
Tipe Lahan
Hutan Primer
Hutan Bekas
Tebangan
Ladang Masyarakat
Serasah Kasar
Serasah Halus
Serasah Kasar
Serasah Halus
Serasah Kasar
Serasah Halus
BK Ratarata (gr/m2)
1520.00
886.67
743.33
813.33
173.33
366.67
BK/luas
(kg/m2)
1.52
0.89
0.74
0.81
0.17
0.37
BK/luas
(ton/ha)
15.20
8.87
7.43
8.13
1.73
3.67
Cad. C
(ton/ha)
6.99
4.08
3.42
3.74
0.80
1.69
Sumber : Pengolahan data primer, 2010.
Karbon di dalam tanah merupakan indikator kesuburan tanah. Karbon
merupakan komponen paling besar dalam bahan organik.
Tingginya karbon
dalam tanah akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik,
kimia maupun biologi (Tabel 7).
Tabel 7. Kandungan C-Organik pada BOT
No
Kode Tanah
1
2
3
ST 1
ST 2
ST 3
Hutan Primer
5,46
3,28
1,82
Kandungan C Organik (%)
Hutan Bks Tebangan
Ladang Masyarakat
5,40
3,57
4,05
2,34
2,08
1,74
Sumber : Data primer 2010.
Keterangan :
ST 1 : Kedalaman tanah 0-5 cm
ST 2 : Kedalaman tanah 5-15 cm
ST 3 : Kedalaman tanah 15-30 cm
Cadangan karbon pada ketiga lokasi penelitian sangat bervariasi, hal ini
disebabkan karena jumlah biomassa pohon dan nekromassa berkayu yang
ditemukan pada setiap lokasi berbeda. Perbedaan karbon tersimpan pada ketiga
lokasi pengamatan terjadi karena adanya struktur, komponen penyusun dan
kerapatan populasi pohon yang berbeda (Tabel 8).
Tabel 8. Total cadangan karbon pada hutan primer, hutan bekas tebangan dan
ladang masyarakat
Komponen Penyusun
Cadangan Karbon
Hutan Primer
(ton/ha)
Hutan Bks Tebang
(ton/ha)
Ladang Masyarakat
(ton/ha)
Pohon diameter > 30 cm
166.70
41.36
0
Pohon diameter 5-30 cm
1.57
6.59
0
Tumbuhan bawah
2.68
4.78
1.24
Nekromassa berkayu
9.06
133.39
61.74
Serasah
11.07
7.16
2.48
Total
191.08
193.28
65.47
Sumber : Pengolahan data, 2010.
Perbedaan cadangan karbon ini disebabkan karena struktur, komponen
penyusun, dan kerapatan pohon yang berbeda.
Pada hutan primer cadangan
karbon terbesar berada pada biomassa pohon, sementara pada hutan bekas
tebangan umur 2 tahun komponen penyusun cadangan karbon terbesar berada
pada nekromassa berkayu, dan pada ladang masyarakat sekitar hutan tidak
ditemukan biomassa pohon. Data tabel 8 menunjukkan bahwa cadangan karbon
pada hutan primer dan hutan bekas tebangan umur 2 tahun tidak jauh berbeda,
yang membedakan adalah pada hutan primer cadangan karbon terbesar berada
pada pohon dengan diameter > 30 cm, sementara pada hutan bekas tebangan umur
2 tahun cadangan karbon terbesar pada nekromassa berkayu. Sementara pada
ladang masyarakat di sekitar hutan cadangan karbon terbesar berada pada
nekromassa berkayu, dan tidak ditemukan adanya biomassa pohon (Gambar 2).
200
Serasah
Cadangan karbon (ton/ha)
175
Nekromassa berkayu
150
Tumbuhan bawah
125
Pohon diameter 5-30 cm
100
Pohon diameter > 30 cm
75
50
25
0
Hutan Primer
Hutan Bekas Tebangan 2
Thn
Ladang Masyarakat
Gambar 2. Cadangan karbon di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1.
Cadangan karbon biomassa pohon pada hutan primer sebesar 168,27 ton/ha;
hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 47,95 ton/ha.
Biomassa
tumbuhan bawah pada hutan primer menyumbang cadangan karbon sebesar
2,68 ton/ha; hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 4,78 ton/ha dan
ladang masyarakat sebesar 1,24 ton/ha.
2.
Nekromassa berkayu pada hutan primer menyumbang cadangan karbon
sebesar 9,06 ton/ha; hutan bekas tebangan umur 2 tahun sebesar 133,39
ton/ha dan ladang masyarakat sebesar 61,74 ton/ha.
Serasah pada hutan
primer menyumbang cadangan karbon sebesar 11,07 ton/ha; hutan bekas
tebangan umur 2 tahun sebesar 7,16 ton/ha dan ladang masyarakat sebesar
2,48 ton/ha.
3.
Total cadangan karbon pada hutan primer (191, 08 ton/ha), hutan bekas
tebangan (193,28 ton/ha), dan ladang berpindah (65,47 ton/ha). Pada hutan
primer sumbangan cadangan karbon terbesar berada pada biomassa pohon,
sedangkan pada hutan bekas tebangan umur 2 tahun cadangan karbon terbesar
berada pada nekromassa berkayu.
DAFTAR PUSTAKA
CIFOR. 2003. Perdagangan Karbon. Warta Kebijakan No. 8 Februari 2003.
Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor
Dahlan, Surati Jaya, I. N., Istomo. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia
mangium Wild Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan Spot-5: Studi
Kasus si BKPH Parung Panjang KPH Bogor. Makalah Pertemuan Ilmiah
Tahunan Mapin XIV ”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” Surabaya, 14 – 15 September 2005.
Hairiah, K., Rahayu, S., Berlian. 2006. Layanan Lingkungan Agroforestri
Berbasis Kopi: Cadangan Karbon Dalam Biomassa Pohon dan Bahan
Organik Tanah (Studi Kasus dari Sumberjaya, Lampung Barat). Agrivita
28 (3): 298-309
Hairiah K, S. Rahayu. 2007. Pengukuran ”Karbon Tersimpan” di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw,
Indonesia. 77 p.
Hanafiah K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta
Heriansyah I. 2005. Potensi Hutan Tanaman Industri dalam Mensequester
Karbon: Studi kasus di Hutan Tanaman Akasia dan Pinus. Inovasi
Vol.3/XVII/Maret 2005.
Lusiana B, M van Noordwijk, S Rahayu. 2005. Cadangan Karbon di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Timur : Monitoring Secara Spatial dan dan
Pemodelan. Laporan Tim Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk
Penyimpanan Karbon (Formacs). World Agroforestry Centre.
Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang.
Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Widianto; K. Hairiah; D. Suharjito dan M.A. Sardjono. 2003. Bahan Ajaran 3:
Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia. Bogor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Kopertis Wilayah XI Kalimantan melalui hibah
penelitian dosen muda nomor kontrak : 0141/023-04.2/XVIII/2010, tahun 2010.