IMPLEMENTASI STRATEGI LEARNING START WIT

IMPLEMENTASI STRATEGI LEARNING START WITH A QUESTION DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
SISWA SMAN 1 PADANG
Mia Syafrina*), Armiati**), dan Mirna**)
*)

FMIPA UNP, email: mia_syafrina@yahoo.com
Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

**)

ABSTRACT
This is pre-experiment research, which implemented in Senior High School 1 Padang 1st
grade. This research investigated students’ communication of math skill. It’s discovered
that students can increase their math abilities with the opportunities to discuss their
thinking as well as evaluate thinking and strategies of other students. Learning Start with
a Question can be valuable strategies in teaching and learning process to improve
mathematics communication ability students.
Keywords: Mathematics communication, Learning Start With A Question

Mia Syafrina

1

PENDAHULUAN
One who lives
in a society cannot
avoid
communication
(Chang,2003).
Komunikasi
menjadi
sarana
dalam
mengekspresikan
diri dan memahami
orang lain. Menilik
dari pendapat di atas
komunikasi menjadi
bagian
penting
untuk dapat hidup

dalam masyarakat.
Untuk
itu,
pendidikan
harus
mengambil bagian
dalam
mengembangkan
kemampuan
komunikasi.
Matematika
sebagai
mata
pelajaran
yang
wajib
diberikan
disetiap
jenjang
pendidikan

diharapkan memberi
perhatian
pada
peningkatan
kemampuan
komunikasi siswa.
Matematika
dan
komunikasi
tidak
bisa
dipisahkan
karena
ketika
berbicara mengenai
matematika menulis
tentang matematika
semuanya
memerlukan
kemampuan untuk

mengkomunikasika
nnya. Kemampuan
inilah yang dikenal

dengan kemampuan
komunikasi
matematis.
Kemampuan
mengonsolidasi
pemikiran dan ideide matematikanya.
National
Council of Teacher
of
Mathematics
menjelaskan, “many
educators
of
mathematics believe
communication is a
crucial part of

mathematics. It is a
way of sharing
ideas and clarifying
understanding.
Through
communication,
ideas
become
objects of reflection,
refinement,
discussion,
and
amendment.
The
communication
process also helps
build meaning and
permanence
for
ideas and makes

them
public”.
Ketika siswa dilatih
untuk
berfikir,
memberikan alasan,
dan
mengomunikasikan
hasil pemikirannya
secara lisan maupun
tulisan mereka akan
memahami materi
tersebut
dengan
lebih jelas. Selain
itu, ketika siswa
mendengarkan
penjelasan
dan
alasan dari siswa

lain
akan
membangun

pemahamannya
sendiri.
Pemahaman
siswa
terhadap
materi akan lebih
mendalam
ketika
proses pembelajaran
memungkinkan
terjadinya diskusi
baik dengan sesama
siswa
maupun
antara siswa dengan
guru. Hal ini sejalan

dengan
pendapat
NCTM
(2000),
“when
children
think,
respond,
discuss, elaborate,
write, read, listen,
and inquire about
mathematical
concepts, they reap
dual benefits: they
communicate
to
learn mathematics,
and they learn to
communicate
mathematically”.

Ketika
siswa
berpikir, merespon,
berdiskusi,
mengelaborasi,
menulis, membaca,
mendengarkan, dan
menemukan
konsep-konsep
matematika, mereka
mempunyai
berbagai
keuntungan, yaitu
berkomunikasi
untuk
belajar
matematika
dan
belajar
untuk

berkomunikasi
secara matematik.
Hal demikian dapat
diartikan
bahwa
proses komunikasi

yang
baik
memungkinkan
siswa
untuk
membangun
pengetahuan
matematikanya.
Hal ini sejalan
dengan salah satu
tujuan pembelajaran
matematika
dan

menjadi salah satu
standar kompetensi
lulusan
dalam
bidang matematika.
Melalui
pembelajaran
matematika, siswa
diharapkan
dapat
mengkomunikasika
n gagasan dengan
simbol,
tabel,
diagram, atau media
lain
untuk
memperjelas
keadaan
atau
masalah
(Permen
Nomor 23 Tahun
2006).
Dengan
demikian
pembelajaran
matematika
kini
telah berpindah dari
pandangan
mekanistik kepada
kemampuan
berkomunikasi
secara matematika
dengan orang lain.
Kemampuan
komunikasi
matematis
hendaklah menjadi
kemampuan yang
dikuasai
siswa
dengan baik.
Berbagai upaya
untuk merefomasi
pembelajaran
matematika
telah

Mia Syafrina
2

dilakukan.
Salah
satu organisasi yaitu
National Council of
Teachers
of
Mathematics
(NCTM)
yang
menghasilkan
3
standar profesional
pembelajaran
matematika yakni
Curriculum
and
Evaluation
Standards
for
School Mathematics
(1989),
Professional
Standards
for
Teaching Schools
Mathematics
(1991),
and
Assessment
Standards of School
Mathematics (1995)
yang
memuat
berbagai pinsip dan
standar.
Berbagai
dokumen tersebut
dikembangkan
untuk mendorong
dan
mendukung
guru dalam rangka
membantu
siswa
mencapai
pemahaman
dan
kecakapan melalui
pembelajaran
matematika.
Salah satu isu
penting
yang
menjadi
fokus
perhatian
adalah
pengembangan
aspek komunikasi
dalam pembelajaran
matematika. Terkait
dengan komunikasi
matematik, dalam
Principles
and
Standards
for

School Mathematics
(NCTM,
2000)
disebutkan bahwa
standar kemampuan
yang
seharusnya
dikuasai oleh siswa
adalah
sebagai
berikut
:
(1)
mengorganisasi dan
mengkonsolidasi
pemikiran
matematika
dan
mengkomunikasika
n kepada siswa lain,
(2)
mengekspresikan
ide-ide matematika
secara koheren dan
jelas kepada siswa
lain,
guru, dan
lainnya,
(3)
meningkatkan atau
memperluas
pengetahuan
matematika siswa
dengan
cara
memikirkan
pemikiran
dan
strategi siswa lain,
(4)
menggunakan
bahasa matematika
secara tepat dalam
berbagai
ekspresi
matematika.
Menurut Utari
(2010) kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
dapat dilihat dari
kemampuan
berikut
:
(1)
menghubungkan
benda
nyata,
gambar,
dan
diagram ke dalam
idea matematika, (2)
menjelaskan
ide/strategi, situasi,
dan
relasi

matematik, secara
lisan dan tulisan
dengan benda nyata,
gambar, grafik dan
aljabar,
(3)
menyatakan
peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau
simbol matematika,
(4) mendengarkan,
berdiskusi,
dan
menulis
tentang
matematika,
(5)
membaca
dengan
pemahaman suatu
presentasi
matematika tertulis,
(6)
membuat
konjektur,
menyusun argumen,
merumuskan
definisi
dan
generalisasi,
(7)
menjelaskan
dan
membuat
pertanyaan
matematika
yang
telah dipelajari.
Berdasarkan
beberapa pendapat
di
atas
dapat
disimpulkan
kemampuan
komunikasi
matematis
adalah
kemampuan untuk
mengomunikasikan
ide
matematik
kepada orang lain,
dalam bentuk lisan,
tulisan
atau
diagaram sehingga
orang lain dapat
memahaminya.
Adapun
indikator
kemampuan
komunikasi
matematika
yang
digunakan
pada

penelitian
ini
adalah:
(1)
menyatakan suatu
peristiwa sehari-hari
ke
dalam
bahasa/simbol/mode
l matematika, (2)
menjelaskan suatu
ide, situasi, dan
relasi matematika
melalui
gambar,
aljabar, dan simbol
matematika,
(3)
menyusun bukti dan
memberikan
penjelasan terhadap
suatu
pernyataan,
(4)
menjelaskan
suatu
strategi
penyelesaian suatu
masalah.
Menyatakan
suatu
peristiwa
sehari-hari ke dalam
bahasa/simbol/mode
l
matematika
merupakan abstraksi
suatu masalah nyata
berdasarkan asumsi
tertentu ke dalam
simbol-simbol
matematika. Hal ini
terlihat ketika siswa
mampu
untuk
menyatakan suatu
soal uraian ke dalam
gambar-gambar,
menggunakan
rumus matematika
dengat tepat dalam
menyelesaikan
masalah,
memberikan
permisalan
atau
asumsi dari masalah
ke dalam simbolsimbol matematika.
Menjelaskan
suatu ide, situasi,

Mia Syafrina
3

dan
relasi
matematika melalui
gambar, aljabar, dan
simbol matematika
merupakan
kemampuan
menyampaikan ideide atau gagasan
dan fikiran untuk
menyampaikan
masalah dalam katakata,
menterjemahkan
maksud dari suatu
soal
matematika,
dan
mampu
menjelaskan gambar
secara
tertulis.
Menyusun bukti dan
memberikan
penjelasan terhadap
suatu
pernyataan
juga
merupakan
kemampuan yang
harus
dikuasai
siswa. Kemampuan
ini dapat melatih
siswa menggunakan
logika
untuk
menganalisis,
menarik kesimpulan
dari
suatu
pernyataan.
Kemampuan
menjelaskan suatu
strategi
penyelesaian suatu
masalah
juga
menunjukkan siswa
memiliki
kemampuan
komunikasi
matematis.
Siswa
mampu memberikan
penjelasan strategi
yang
mereka
gunakan
dalam
memecahkan
masalah
dengan

menggunakan
bahasa matematika
secara tepat. Selain
itu, kemampuan ini
juga terlihat ketika
siswa
bisa
membuktikan
kebenaran
alasan
mereka
dalam
menyelesaikan
suatu permasalahan
matematika.
Beberapa aspek
yang
perlu
diperhatikan untuk
mengomunikasikan
matematika
yaitu
aspek mendengar,
membaca, menulis,
mempresentasi dan
diskusi.
Didalam
pembelajaran
matematika siswa
perlu mendengarkan
dengan
cermat,
aktif,
dan
menuliskan kembali
pernyataan
atau
komentar
penting
yang diungkapkan
oleh teman atau
guru. Oleh sebab
itu,
didalam
pembelajaran
matematika
guru
dituntut untuk bisa
memilih
dan
menggunakan
strategi,
metode,
dan teknik yang
banyak melibatkan
siswa dalam belajar.
Salah satu strategi
pembelajaran yang
dapat
mewadahi
aspek-aspek dalam
mengomunikasikan
matematika adalah
strategi
Learning

Starts
with
a
Question
yang
selanjutnya
disingkat LSQ. LSQ
merupakan
suatu
strategi
pembelajaran aktif,
dimana
siswa
dilibatkan langsung
dalam
proses
pembelajaran.
Pada
strategi
LSQ
ini
siswa
dituntut untuk aktif
dalam
bertanya
karena
pada
prinsipnya metode
pembelajaran
ini
dimulai
dengan
aktivitas bertanya
siswa
mengenai
materi yang akan
disampaikan guru.
Oleh karena itu
siswa
terlebih
dahulu
diminta
membaca sekaligus
memahami materi
yang
akan
disampaikan
oleh
guru.
Kemudian,
materi tersebut akan
dibahas
untuk
mencapai
pemahaman konsep
yang sama.
Belajar sesuatu
yang baru akan
lebih efektif jika
peserta didik aktif
mencari pola dari
pada
hanya
menerima
saja.
Dalam
model
pembelajaran
ini
siswa juga diberikan
kesempatan untuk
berbagi
ide/pendapat

melalui
kegiatan
diskusi
setelah
setiap
siswa
diberikan
waktu
untuk
memahami
permasalahan yang
diberikan. Hal ini
dipandang
dapat
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematika siswa
secara lisan. Setelah
berdiskusi,
siswa
menuliskan solusi
dari permasalahan
yang
diberikan.
Tahap ini dipandang
dapat meningkatkan
kemampuan
komunikasi siswa
secara
tulisan
karena
setelah
berdiskusi,
pemikiran
siswa
akan berkembang
sehingga
lebih
mudah menjelaskan
solusi
dari
permasalahan yang
diberikan.
Berdasarkan
rasional
yang
dikemukan di atas
maka permasalahan
yang akan dibahas
dalam artikel ini
adalah:
“Apakah
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
kelas
X
SMA
Negeri 1 Padang
yang belajar dengan
menggunakan
strategi LSQ lebih
baik
daripada
kemampuan
komunikasi

Mia Syafrina
4

matematis
siswa
yang belajar dengan
pembelajaran
konvensional?”.
Sejalan
dengan
rumusan
masalah
tersebut
maka
tujuan artikel ini
adalah
untuk
mengkaji
atau
menganalisis secara
komprehensif
implementasi
strategi LSQ dalam
mengembangkan
kemampuan
komunikasi
matematis siswa.
Artikel
ini
diharapkan
bermanfaat
bagi
guru, sebagai bahan
pertimbangan dalam
melakukan upayaupaya peningkatan
kualitas
siswa,
khususnya
dalam
mengembangkan
strategi
pembelajaran yang
dimaksudkan untuk
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematis siswa.
METODE
PENELITIAN
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian ini ada
metode
kuasi
ekperimen, karena
ingin
melihat
sejauhmana suatu
treatment
(dalam
hal ini treatment
yang
dimaksud
adalah pembelajaran

matematika
menggunakan
strategi LSQ) pada
siswa
berdampak
pada
peningkatan
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa.
Penelitian
ini
dilakukan di SMAN
1 Padang pada kelas
X semester II tahun
pelajaran
2011/2012.
Berdasarkan
kisi-kisi
tes
kemampuan
komunikasi
matematis,
telah
dibuat 5 butir soal
tes uraian. Sebelum
soal
tes
uraian
diujicobakan, soal
telah
divalidasi
terlebih
dahulu.
Setelah instrumen
direvisi berdasarkan
masukan validator
selanjutnya
instrumen
diujicobakan.
Uji
coba
instrumen
untuk
mengukur
kemampuan
komunikasi
matematis
telah
dilaksanakan pada
tanggal 25 Mei
2012,
dikenakan
pada 32 siswa kelas
X SMAN 3 Padang.
Dari hasil uji coba
dapat disimpulkan
bahwa soal layak
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
komunikasi
matematis siswa.

Teknik analisis
data yang digunkan
adalah ANAVA 1
arah.
Pengujian
hipotesis dilakukan
di
bawah
taraf
signifikansi α =
0,05.
Sebelum
dilakukan pengujian
hipotesis
terlebih
dahulu
diuji
persyaratan
menggunakan
Anava
meliputi
kenormalan sebaran
data
dan
homogenitas
varians. Normalitas
sebaran data diuji
menggunakan
uji
Anderson-Darling,
sedangkan
uji
homogenitas diuji
dengan
Uji-F.
Perhitungan
dilakukan dengan
bantuan
software
MINITAB.

HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
tes
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
kelas
eksperimen
dan kelas kontrol
menunjukkan
adanya perbedaan
yang
signifikan.
Nilai rata-rata pada
kelas
eksperimen
lebih
tinggi
daripada
kelas
kontrol. Pada Tabel
1
berikut
ini
disajikan beberapa

statistik
Kemampuan
Komunikasi
Matematis
siswa
yang
menjadi
subyek
penelitian
ini.
Tabel 1
Statistik
Kemampuan
Komunikasi
Matematis
Statistik
Skor Terkecil
Skor Terbesar
Rata-Rata Skor
Simp. Baku

Kelas
Eksperimen
K
40
30
100
87,
70,40
57,
15,30
13,

Memperhatikan
statistik
yang
terdapat pada Tabel
1, tampak rata-rata
skor
kelas
ekperimen
lebih
tinggi dari rata-rata
skor kelas kontrol.
Demikian
juga
untuk skor terkecil
dan skor terbesar,
perolehan skor kelas
eksperimen ternyata
lebih besar daripada
kelas kontrol.
Untuk melihat
ketercapaian
indikator
kemampuan
komunikasi siswa,
maka analisis tes
perlu
dilakukan
untuk setiap items
soal.
Berikut
disajikan Tabel 2
dan Tabel 3 hasil
perhitungan
uji
statistik untuk kelas

Mia Syafrina
5

eksperimen
kelas kontrol.

Ukuran
Ratarata
Simp.
Baku
Nilai
Maks

dan

peristiwa sehari-hari
dalam
bahasa
/simbol/model
Tabel 2
matematika
dan
Statistik Hasil Tes menjelaskan strategi
Kemampuan
penyelesaian suatu
Komunikasi
permasalahan
Matematis Kelas
matematika.
Eksperimen
Berdasarkan analisis
terhadap soal no 1
Ukuran
1
2
terlihat perbedaan
Rata69,76 66,53 dengan selisih yang
rata
besar antara rataSimp.
20,35 23,36 rata
nilai kelas
Baku
eksperimen
dan
Nilai
100
100
Maks
kelas
kontrol
sebesar 13,71. Hal
ini disebabkan pada
kelas
eksperimen
dengan
Tabel 3
Statistik Hasil Tes menggunakan LSQ
siswa terlatih untuk
Kemampuan
menyampaikan ideKomunikasi
ide saat mereka
Matematis Kelas
berdiskusi,
saling
Kontrol
bertanya jawab, dan
mengonsolidasikan
Soal
1
2
3
4 pemikiran
matematikanya.
56,05 57,26 50,81 58,47
Pada soal no 2,
diminta
17,64 18,76 16,12 18,08siswa
menjelaskan suatu
100
87,50 87,50 87,50situasi
melalui
gambar, aljabar dan
Pada Tabel 2 simbol matematika.
untuk item soal Siswa juga mampu
pertama, nilai rata- menyusun bukti dan
rata
siswa memberikan
eksperimen adalah penjelasan terhadap
69,76
sedangkan suatu pernyataan.
Nilai rata-rata
pada Tabel 3, nilai
kedua
kelas tidak
rata-rata siswa pada
berbeda
item soal pertama jauh
selisihnya
karena
adalah
56,05.
Indikator
yang indikator menyusun
bukti
dan
dikembangkan
untuk soal pertama memberikan
ini
yaitu penjelasan terhadap
pernyataan
menyatakan suatu suatu

pada kedua kelas
sampel
diberikan
penekanan
yang
lebih. Besar selisih
antara rata-rata nilai
kelas
eksperimen
dan kelas kontrol
adalah 9,27. Hal ini
dikarenakan materi
yang menyangkut
pembuktian
bagi
siswa tidak mudah
dan dirasa sulit.
Guru
telah
menjelaskan caracara
pembuktian
matematika
mengenai
topik
yang
terkait.
Namun,
siswa
belum
bisa
membuktikan soalsoal lain dengan
cara
pembuktian
matematis
yang
telah diajarkan.
Pada Tabel 2
untuk soal nomor 3
pada
kelas
eksperimen rata-rata
nilai
64,11,
sedangkan
pada
Tabel 3 untuk kelas
kontrol
rata-rata
nilai soal nomor 3
adalah 50,81. Siswa
telah
mampu
memodelkan suatu
permasalahan
matematika dengan
tepat. Memodelkan
masalah
dengan
tepat
akan
memudahkan siswa
untuk
menyelesaikan
persoalan tersebut
dan
menjelaskan

strategi
penyelesainnya.
Berdasarkan
analisis soal nomor
3 pada indikator
menyatakan
ide,
suatu relasi dengan
gambar dan model
matematika
serta
menjelaskan strategi
penyelesaian suatu
masalah matematika
terjadi
perbedaan
yang cukup besar
antara
rata-rata
kelas
eksperimen
dengan
kelas
kontrol. Hal ini
disebabkan
pada
kelas
eksperimen
siswa telah terlatih
dan
terbiasa
mengerjakan soalsoal
dengan
memodelkannya
terlebih dahulu.
Berdasarkan
analisis
terhadap
soal nomor 4 dan
nomor
5
pada
indikator
menyatakan suatu
persoalan
seharihari dalam bahasa/
simbol/
model
matematika
dan
menjelaskan strategi
penyelesaian suatu
permasalahan
matematika, terjadi
perbedaan dengan
selisih yang cukup
besar antara ratarata nilai kelas
eksperimen
dan
kelas
kontrol
sebesar 15,72 untuk
soal nomor empat
dan 11,69 untuk

Mia Syafrina
6

soal nomor lima.
Berdasarkan
data
tersebut
terlihat
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
kelas
eksperimen
lebih baik daripada
kelas kontrol untuk
indikator
menjelaskan strategi
penyelesaian suatu
permasalahan
matematika. Hal ini
terlihat siswa pada
kelas
eksperimen
mampu
memnberikan solusi
dari
suatu
permasalahan secara
rinci dan benar.
Siswa
pada
kelas
eksperimen
sudah
dibiasakan
untuk
menyelesaikan
permasalahan
dengan
rinci.
Melalui LSQ siswa
telah terbiasa untuk
mengeluarkan ideide
dalam
menyelesaikan
masalah dan saling
tanya
jawab
terhadap
materi
yang
dipelajari.
Siswa pada kelas
eksperimen
telah
terbiasa dilibatkan
secara aktif untuk
berbagi ide dengan
siswa lain dalam
mengerjakan soalsoal
matematika.
Sehingga
selama
proses pembelajaran
siswa telah terlatih
untuk
dapat

mengomunikasikan
gagasannya
dan
memodelkan suatu
persoalan.
Kemampuan dalam
memodelkan
ini
membuat
siswa
mampu
menyelesaikan
persoalan
yang
diberikan.
Pada
kelas
kontrol siswa tidak
terbiasa berbagi dan
membandingkan
ide-ide
mereka
dengan siswa lain.
Selama
proses
pembelajaran siswa
cenderung
mengerjakan
sendiri-sendiri dan
lebih banyak hanya
menerima
saja
penjelasan
yang
diberikan
guru.
Siswa
terbiasa
mengerjakan
soal
dengan
meniru
langkah-langkah
penyelesaian soal.
Sehingga
kemampuan dalam
memodelkan belum
berkembang yang
berdampak
pada
sulitnya
siswa
menginterprestasika
n suatu persoalan.
Kelompok data
dapat
dianggap
menyebar
normal
dan
homogen
tampak
pada
pengujian hipotesis.
Untuk
kelas
ekperimen p-value
= 0,494. Karena α =
0,05, maka p-value

> α. Hal ini
menunjukkan
bahwa nilai tes
kemampuan
komunikasi
matematis
untuk
kelas
ekperimen
berdistribusi
normal. Sedangkan
untuk kelas kontrol
diperoleh p-value =
0,266. Oleh karena
p-value > α, maka
nilai tes kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
untuk kelas kontrol
juga
berdistribusi
normal dengan taraf
signifikansi
0,01.
Data
hasil
uji
normalitas tes akhir
kemampuan
komunikasi
matematis
kelas
sampel adalah pvalue
kelas
ekperimen
0,494
dan 0,266 untuk
kelas kontrol.
Dari data di
atas terlihat kelas
sampel berdistribusi
normal, maka dapat
dilakukan
uji
homogenitas
data
tes
kemampuan
komunikasi
matematis sehingga
didapat
p-value
sebesar
0,487.
Sedangkan
taraf
signifikansi
yang
diuji adalah 0,05.
Sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa
data
bersifat
homogen pada α=
0,05.

Setelah
ditunjukkan bahwa
data
berdistribusi
normal
dan
homogen,
maka
untuk
menguji
hipotesis digunakan
uji-t dengan taraf
signifikansi α = 0,05
dengan
kriteria
pengujiannya,
terima H0 untuk
keadaan nilai thitung <
ttabel dan keadaan
lain
tolak
H0.
Berdasarkan analisis
di atas diperoleh
thitung = 3,48 dan ttabel
= 1,67 maka thitung >
ttabel sehingga H0
ditolak
dan
H1
diterima. Sehingga
diperoleh
kesimpulan
menolak H0 pada
taraf signifikan 0,05
dan menerima H1.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
pada pembelajaran
yang menggunakan
LSQ lebih baik
daripada
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
pada pembelajaran
yang menggunakan
metode
konvensional pada
taraf
signifikansi
0,05.
Kesimpulan
dari hasil pengujian
hipotesis di atas
menjadi
bukti

Mia Syafrina
7

empiris diterimanya
hipotesis
dalam
penelitian ini yaitu
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
dalam pembelajaran
menggunakan LSQ
lebih
baik
dibandingkan
dengan kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
menggunakan
pembelajaran
konvensional.
Temuan
ini
tidakalah
mengherankan, jika
diingat strategi LSQ
merupakan model
pembelajaran aktif.
Dimana
siswa
diminta aktif dalam
proses
pembelajaran.
Interaksi
yang
terjadi dalam proses
pembelajaran
mampu
mengembangkan
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa.
Selain itu, strategi
LSQ
memungkinkan
siswa belajar dalam
kelompok. Sehingga
dapat
membantu
siswa mendapatkan
pengetahuan,
keterampilan, dan
sikap secara aktif
seperti
diungkapakan oleh
Silberman
(2006:13).

Siswa diminta
untuk berbagi ide
dalam
kelompok
dan menyelesaikan
persoalan
secara
bersama sehingga
siswa saling berbagi
pengetahuan dalam
kelompok.
Kemampuan
komunikasi
matematika siswa
telah dilatih ketika
mereka berbagi ide
matematika
dan
mengomunikasikan
pikiran matematika
mereka secara logis
dan jelas.
LSQ
memotivasi siswa
untuk
belajar
memahami
permasalahan yang
diberikan
dan
terlibat
aktif
mengungkapkan
pendapat, bertanya
serta menjelaskan
strategi
penyelesaian
permasalahan
matematika kepada
teman. Sebagaimana
yang diungkapkan
oleh
Suyatno
(2009:66)
”Pembelajaran ini
dimulai
dengan
berfikir
melalui
bahan
bacaan
(menyimak,
mengkritisi
dan
alternatif
solusi),
hasil
bacaannya
dikomunikasikan
dengan presentasi,
diskusi,
dan
kemudian membuat

laporan
hasil
presentasi”.
Pembelajaran
dengan strategi LSQ
juga
memberi
kesempatan siswa
untuk mendengar,
berdiskusi,
dan
menulis
tentang
matematika. Hal ini
merupakan
kemampuan yang
tergolong
dalam
kemampuan
matematika seperti
diungkapkan Utari
(2010).
Sehingga
kemampuan
komunikasi
terus
dilatih untuk setiap
kali pertemuan.
Jadi
semua
langkah-langkah
dalam LSQ telah
ditunjukkan dalam
penelitian ini dapat
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa.
Untuk
itu
diharapkan dalam
pembelajaran
matematika
guru
dapat menggunakan
LSQ
untuk
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa,
tapi tidak tertutup
kemungkinan
kemampuan
matematis lainnya
juga dapat ikut
berkembang.
KESIMPULAN

Berdasarkan
hasil
pengujian
hipotesis
menggunakan taraf
signifikansi α = 0,05
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
dalam pembelajaran
menggunakan LSQ
lebih
baik
dibandingkan
dengan kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
menggunakan
pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan
simpulan di atas,
maka
disarankan
kepada
guru
menerapkan strategi
Learning Start With
A Question sebagai
variasi
teknik
mengajar
untuk
meningkatkan
kemampuan
komunikasi
matematis siswa.

DAFTAR
PUSTAKA
Chang, Shou Lin.
Reflection
on
Mathematica
l
Communicat
ion
from
Taiwan Math
Currriculum

Mia Syafrina
8

Guideline
and
PISA
2003
Mia Syafrina. 2012.
Penerapan
Strategi
Learning
Start with a
Question
pada
Pembelajara
n
Matematika
di Kelas X
SMA Negeri
1
Padang.
Skripsi.
Padang.
UNP
NCTM.
(2000).
Principles
and
Standards
for School
Mathematics
.
Reston:
NCTM
Peraturan Menteri
Nomor
23
Tahun 2006
Tentang
Standar
Kompetensi
Lulusan
Silberman,
Mel.
2006. Active
Learning
101
Cara
Belajar
Siswa Aktif.
Bandung:
Nusamedia
Suyatno.
2009.
Menjelajah
Pembelajara
n Inovatif.
Sidoarjo:
Masmedia

Buana
Pustaka
Utari
Sumarmo.
2010.
Berpikir
Dan
Disposisi
Matematik:
Apa,
Mengapa,
dan
bagaimana
dikembangk
an
pada
peserta didik
.
UPI
Bandung.

Mia Syafrina
9