Makalah FILSAFAT PENDIDIKAN DAN INDONESIA

FILSAFAT PENDIDIKAN

Aliran - Aliran Filsafat Pendidikan
(Aliran Esensialisme dan Rekonstruksionisme)
Dosen Pengampu : Rapiko, M.Pd.I

Di Susun Oleh :
Kelompok 2
Indah Ayu Apriliyani (TM140712)
Miftahul Jannah (TM140730)
Lokal 3D

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
Tahun Akademik 2015/2016

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
filsafat

adalah

suatu proses kritik

atau pemikiran

terhadap

kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. Filsafat berusaha untuk
memahami realitas secara menyeluruh, dengan menjelaskannya secara umum
dan sistematis. Begitu pula dengan filsafat pendidikan berusaha memahami
pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep
umum, yang akan membimbing kita dalam memilih tujuan dan kebijakan
pendidikan. Dengan cara yang sama filsafat mengkoordinasi hasil-hasil
penemuan sains yang berlainan dan berbeda-beda, maka filsafat pendidikan
menafsirkan penemuan-penemuan tersebut berkaitan dengan pendidikan.
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran-aliran, seperti materialisme,

idealisme,

realisme,

pragmatisme,

dan lain-lainnya.

Karena

filsafat

pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka
ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan
berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran dalam filsafat itu
sendiri.
Dua

diantara


aliran-aliran

filsafat

pendidikan

adalah

aliran

Esensialisme dan Konsruksionisme. Didalam makalah ini akan di jelaskan
mengenai kedua aliran tersebut agar menambah pengetahuaan pembaca lebih
dalam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian aliran esensialisme?
2. Bagaimana karakteristik dan teori pendidikan aliran essensialisme?
3. Apa pengertian aliran konstruksionisme?


2

4. Bagaimana dasar filosofis dan teori pendidikan aliran konstruksionisme?
5. Bagaimana perkembangan rekonstruksionisme sosial?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian aliran esensialisme
2. Menjelaskan karakteristik dan teori pendidikan aliran essensialisme
3. Menjelaskan pengertian aliran konstruksionisme
4. Menjelaskan dasar filosofis dan teori pendidikan aliran konstruksionisme
5. Menjelaskan bagaimana perkembangan rekonstruksionisme sosial
D. Manfaat penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah agar dapat
memahami lebih dalam aliran filsafat esensialisme dan konstruksionisme.

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aliran Esensialisme
1. Pengertian Aliran Esensialisme
Essensial (essence, artinya esensi atau inti) dirintis oleh WC Bagley
(1874-1946) yang merupakan tokoh guru atau dosen dan Presiden Dewan
Nasional dari NEA’s National Council of Education.1
Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang
memandang bahwa nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilainilai yang jelas dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan dan arah
yang jelas pula.2
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan
yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan
progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau
sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya atau sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
beangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus tahun, dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita
yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Gerakan esensialisme itu sendiri
muncul dan berkembang pada abad ke-20.3
Oleh karena itu esensialisme berpandangan bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai jelas yang terbentuk secara beangsurangsur, yaitu kebudayaan lama yang telah banyak memperbuat kebaikankebaikan untuk umat manusia.


1

Mohammad Ali, dkk, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: PT. IMTIMA,
2009), hlm. 26
2
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafndo
Persada, 2011), hlm. 191
3
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafndo Persada,
2012), hlm. 160

4

2. Karakterisitik Filsafat Pendidikan Esensialisme
Karakteristik filsafat pendidikan esensialisme menurut Wiliam C.
Bagley adalah sebagai berikut:
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upayaupaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena
dorongan dari dalam diri siswa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa
adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan

ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan
pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang
diprlukan untuk

mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu

maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu marupakan
sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan
pemberian.
4) Esesialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh kuat tentang
pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme)
memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah
pertanyaan dimasa lampau tentang jenis teori pendidikan yang
diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka
pertanyaan terebut tidak ada lagi pada hari ini.4
3. Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Dalam


hubungannya

dengan

pendidikan,

esensialisme

menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural historis kepada
peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat
bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang.
Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap, dan
4

Ibid., hlm. 161

5

nilai-nilai yang tepat, yang merupakan esensial (inti) dari unsur-unsur
pendidikan. Pendidikan bertujuan mencapai standar akademik yang

tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.5
b. Metode Pendidikan
1) Pendidikan yang berpusat pada guru (teacher centered).
2) Umumnya diyakini bahwa siswa tidak benar-benar tahu apa yang
diinginkan, dan mereka harus dipaksa belajar. Oleh karena itu
pedagogi yang bersifat lemah lembut harus dijauhi, dan memusatkan
diri pada penggunaan metode latihan tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi,
pemberian tugas dan penguasaan pengetahuan (penyampaian
informasi).6
c. Kurikulum
Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran
(subject-centered), dan karenanya fokus pendidikan selama masa
sekolah dasar adalah keterampilan membacan menulis, dan berhitung.
Sementara pada sekolah menengah hal tersebut diperluas dengan
memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora, bahasa dan
sastra. Penguasaan terhadap materi kurikulum ini dianggap sebagai
fondasi yang esensial bagi keutuhan pendidikan secara umum untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Asumsinya adalah bahwa dengan
pendidikan yang ketat terhadap disiplin ilmu ini akan dapat membantu

mengembangkan intelek siswa dan pada saat yang sama akan
menjadikannya sadar terhadap lingkungan dunia fisiknya. Menguasai
dasar konsep dan fakta dari disiplin ilmu yang esensial merupakan
suatu keharusan.
d. Peserta Didik

5
6

Abd. Rachman Assegaf, op. cit., hlm. 192
Redja Mudyahardjo, op. cit., hlm. 163

6

Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan
keterampilan-keterampilan pokok yang siap siaga melakukan latihanlatihan intelektif atau berpikir.
e. Pendidik
Ruang kelas ada dalam pengaruh dan kendali guru sepenuhnya.
Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan
penguasaan pengetahuan atau gagasan – gagasan.

B. Aliran Rekonstruksionisme
1. Pengertian Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dirintis oleh GS Counts dan siswa John
Dewey, dari Teacher College, Columbia University (1927-1950). Aliran
ini dibentuk oleh sebagian penganut aktivist progresivisme yang tidak
sabar melihat macetnya reformasi pendidikan pasca resesi ekonomi 1929
si USA sebelum PD II.7 John Dewey memandang bahwa pendidikan
sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus
dalam hidup. Sekolah menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan
haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat.
Rekonstruksionisme (rekonstruksi, artinya membangun ulang) yang
sering kali disebut sebagai rekonstruksi sosial merupakan perkembangan
dari

gerakan

filsafat

pendidikan

progresivisme.

Umumnya

rekonstruksionisme menganggap bahwa progsivisme belum cukup jauh
berusaha memperbaiki masyarakat. Mereka percaya progsivisme hanya
memerhatikan problema masyarakat pada saat itu saja, padahal yang
diperlukan pada abad kemajuan teknologi yang pesat ini adalah
rekonstruksi masyarakat dan penciptaan tatanan dunia baru secara
menyeluruh.8
Maka dari itu, rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap
pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat. Artinya, bahwa tujuan
7
8

Mohammad Ali, dkk, op. cit., hlm. 27
Abd. Rachman Assegaf, op. cit., hlm. 206

7

pendidikan, kurikulum, metode, peranan guru dan sekolah sebagai
lembaga pendidikan itu hendaknya searah dengan situasi dan kebutuhan
masyarakat.
2. Dasar filosofis
a. Pragmatisme
Rekonstruksionisme bersumber pada Pragmatisme. Seperti yang
telah kita ketahui, Pragmatisme menganggap kenyataan sebagai dunia
pengalaman, yang diperoleh melalui pengindraan, yang kebenarannya
terkandung pada kegunaannya dalam masyarakat.
b. Neopositivisme
Sikap umum yang menjadi dasar pemikiran kaum Neopositivisme
adalah humanisme ilmiah, yang menghargai harkat dan martabat
manusia, dan mempunyai keyakinan teguh bahwa ilmu dapat
dipergunakan untuk membangun masyarakat masa depan.
3. Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Konstruksionisme

menghendaki

tujuan

pendidikan

untuk

meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik,
dan ekonomi yang dihadapi manusia secara global, dan untuk membina,
membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa
menyelesaikan masalah-masalah tersebut.9
b. Metode Pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan
kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian
menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan
penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum

9

Ibid,. hlm. 208

8

Kurikulum berisi mata pelajaran yang berorientasi pada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi
masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat
manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi pada
siswa sendiri dan program-program perbaikan yang ditentukan secara
ilmiah. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang ilmu sosial
dan proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
d. Peserta Didik
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi
manusia pembangun, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur
sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pendidik
1) Direktur proyek
Guru harus membuat siswa menyadari masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia, sehingga mereka bisa memecahkannya, dan
menjamin bahwa mereka memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah tersebut, maka tugas guru sebagai direktur proyek. Apabila
mereka tidak memilikinya, tugas guru adalah mengajarkannya.
2) Pemimpin Penelitian
Guru harus tampil dalam membantu siswa menghadapi
kontroversi dan memberi semangat terhadap munculnya pemikiran
yang berbeda sebagai bentuk alternatif penyelesaian masalah.10
4. Perkembangan Rekonstruksionisme Sosial
Gagasan Rekonstruksionisme Sosial disambut oleh beberapa tokoh
lain, antara lain oleh oleh Thorndike, Brameld dan Edwin O. Reischaer.
Edwin O reischaur menyatakan bahwa perlu pembangunan kembali yang
luar biasa dari pendidikan, apabila manusia ingin terus hidup dalam wajah
dunia yang berkembang cepat. Rekonstruksionisme sosial mendorong
berkembangnya sekolah-sekolah masyarakat, dengan lebih menekankan
10

Redja Mudyahardjo, op. cit., hlm. 157

9

pada masyarakat daripada individu. Sekolah masyarakat ini merupakan
sekolah yang berpusat pada masyarakat atau “social-centered school”,
yang menggunakan sekolah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.11

11

Ibid., hlm. 158

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Esensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya atau sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
beangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus
tahun, dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah
teruji dalam perjalanan waktu.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan
pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural historis kepada peserta didik
melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta
bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan
dengan memberikan skill, sikap, dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan
esensial (inti) dari unsur-unsur pendidikan. Pendidikan bertujuan mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
Aliran Rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan
dalam kaitannya dengan masyarakat. Artinya, bahwa tujuan pendidikan,
kurikulum, metode, peranan guru dan sekolah sebagai lembaga pendidikan itu
hendaknya searah dengan situasi dan kebutuhan masyarakat.
Konstruksionisme

menghendaki

tujuan

pendidikan

untuk

meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik, dan
ekonomi yang dihadapi manusia secara global. Rekonstruksionisme sosial
mendorong berkembangnya sekolah-sekolah masyarakat, dengan lebih
menekankan pada masyarakat daripada individu. Sekolah masyarakat ini
merupakan sekolah yang berpusat pada masyarakat atau “social-centered
school”, yang menggunakan sekolah untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat.

11

DAFTAR PUSTAKA

Ali,Muhammad,dkk.2009.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Bandung:PT. IMTIMA
Assegaf,Abd.Rachman.2011.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:RajaGrafindo
Persada
Mudyahardjo,Redja.2012.Pengantar Pendidikan.Jakarta: RajaGrafindo Persada