PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PADA

PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PADA
AGROEKOSISTEM PERTANIAN LAHAN KERING TERUTAMA
PADA PERBUKITAN ATAU LAHAN MIRING DI DAERAH
PUNCAK BOGOR
PENDAHULUAN
Menurut Hidayat dkk (2000) lahan kering adalah hamparan lahan yang
tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama
setahun. Lahan kering secara keseluruhan memiliki luas lebih kurang 70 %. Pada
saat ini pemanfaatan lahan kering untuk keperluan pertanian baik tanaman
semusim maupun tanaman tahunan/ perkebunan sudah sangat berkembang.
Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi dengan sangat cepat menyebabkan
pengembangan lahan kering untuk pertanian tanaman pangan dan perkebunan
untuk memenuhi kebutuhan sudah merupakan keharusan. Usaha intensifikasi
dengan pola usaha tani belum bisa memenuhi kebutuhan. Upaya lainnya
dengan pembukaan lahan baru sudah tidak terelakkan lagi.
Lahan kering di Indonesia menempati lahan tanpa pembatas, kesuburan
rendah, lahan dengan tanah retak-retak, lahan dengan tanah dangkal dan lahan
dengan perbukitan.
Relief
tanah ikut menentukan mudah dan tidaknya
pengelolaan lahan kering. Menurut Subagio dkk (2000) relief tanah sangat

ditentukan oleh kelerengan dan perbedaan ketinggian. Ditinjau dari bentuk,
kesuburan dan sifat fisik lainnya, pengelolaan lahan kering relatif lebih berat
dibandingkan dengan lahan basah (sawah). Hingga saat ini perhatian berbagai
pihak terhadap pengelolaan lahan kering secara berkelanjutan relatif rendah
dibandingkan dengan pengelolaan lahan sawah dataran rendah (Irawan dan
Pranadji, 2002).
Pemanfaatan lahan kering di daerah perbukitan dan pegunungan untuk
pertanian semusim untuk menghasilkan bahan pangan banyak dijumpai dan
dilakukan penduduk yang bermukim di pedesaan. Dengan pemanfaatan lahan
kering di pegunungan dan perbukitan secara terus menerus tanpa
memperhatikan kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya erosi dan
penurunan kesuburan yang berat. Di negara sedang berkembang termasuk
Indonesia, kerusakan lahan ini umumnya bertmuara pada merebaknya
kemiskinan dan kelaparan. Sedangkan secara ekologi akan mengganggu
keseimbangan ekosistim terjadi penurunan kekayaan hayati yang berat (Scherr,
2003).
PERMASALAHAN
Dalam beberapa tahun belakangan ini masalah kerusakan lingkungan
sudah menjadi issu Nasional dan Internasional. Pembukaan hutan untuk
dijadikan lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang terjadinya

pemanasan global. Perubahan lahan hutan menjadi Agroekosistem ini telah
mengakibatkan terjadinya degradasi/penurunan kesuburan lahan. Pemanfaatan
lahan kering di perbukitan/lahan miring secara terus menerus untuk keperluan

pertanian baik pertanian semusim maupun tanaman perkebunan dapat
menyebabkan lahan tersebut mengalami erosi dan penurunan kesuburan yang
berat.
SUMBER DAN KEGIATAN PENCEMARAN, KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN DAMPAK
PADA LINGKUNGAN
Perubahan pola pertanian yang konvensional ke pertanian intensif telah
membawa berbagai konsekuensi baik terhadap lingkungan pertanian maupun
lingkungan sekitarnya. Konsekuensi nyata perkembangan sistem pertanian
intensif antara lain, percepatan erosi, efek residu pupuk dan pestisida. Terjadinya
gangguan dalam lingkungan disebabkan adanya manusia yang serakah,
kurangnya kepedulian pada ekologi dan akibat penggunaan teknologi pertanian
yang tidak mengacu pada pembangunan berwawasan lingkungan. Selain itu,
tidak terakomodirnya penggunaan/pemberian pupuk sehingga tidak mampu
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan (Nuhfil, dkk., 2003).
Pada lahan miring dengan kemiringan diatas 15% apabila tanah tidak
dikelola dengan baik saat ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya

erosi di waktu hujan. Hal ini terjadi karena tanah tidak mampu meresapkan air
hujan kedalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (run off) yang
menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur lagi.
Menurut Sutono dkk (2007), akibat erosi yang terjadi selama musim hujan tidak
hanya menghanyutkan butiran-butiran tanah akan tetapi juga menghanyutkan
pupuk dan kompos yang diberikan ketanah juga ikut hanyut sehingga tanah
menjadi kurus, oleh sebab itu erosi harus dicegah sedini mungkin. Dampak dari
terjadinya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya pendangkalan
pada daerah aliran sungai (DAS) yang berakibat terjadinya gangguan
keseimbangan ekosistim air setempat.
CARA PENGENDALIAN
Mengingat lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak dapat
diperbarui, maka untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada pilihan lain
selain mengembalikan kesuburan lahan yang sudah tererosi. Dalam
pemanfaatan sumberdaya lahan kering untuk pertanian berkelanjutan
memerlukan pendekatan lingkungan dan mengikuti kaidah pelestarian
lingkungan. Ada beberapa metode dalam pengendalian dampak negatif dari
eksploitasi penggunaan lahan kering.
1. Konservasi
Salah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah

dengan menerapkan sistem budidaya lorong dalam pengembangan sistem
usahatani lahan kering, karena sistem ini memberikan banyak keuntungan
diantaranya dapat menekan terjadinya erosi, meningkatkan produktivitas
tanah karena adanya penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan
tanaman pagar, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
serta dapat menciptakan kondisi iklim mikro (suhu) di antara lorong tanaman
(Sudharto et al., 1996).

Pemberian bahan hijauan sebagai mulsa yang berasal dari pangkasan
tanaman legume yang dipangkas pada umur 1,5 – 2 bulan sekali dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah dan ketersediaan air, memperbaiki
sifat fisik tanah, dan meningkatkan produksi. Sistem bertanam lorong dapat
mencegah erosi secara ganda yaitu dengan mulsa hasil pangkasan dan
pengurangan laju aliran permukaan (Adiningsih dan Sudjadi, 1989).
2. Pengaturan pola tanah
Lahan kering pada umumnya rawan terhadap erosi baik oleh air maupun
oleh angin. Salah satu alternatif teknologi untuk mengatasi erosi yaitu
menggunakan sistim pertanaman lorong. Fungsi lainnya dari pertanaman
lorong adalah untuk menciptakan iklim mikro di lahan kering iklim kering dan
tanaman yang digunakan disesuaikan dengan tanaman yang biasa ditanam

petani dan tentunya memiliki pangsa pasar. Kombinasikan beberapa tanaman
pangan ubi kayu, jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau yang
disusun dalam suatu pertanaman tumpang sari dapat memberikan
keuntungan dan dapat memberikan kestabilan cukup baik dalam menghadapi
keterbatasan curah hujan.
3. Embung
Embung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro di lahan pertanian
(small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan
diwaktu musim hujan dan menggunakannya jika diperlukan tanaman pada
waktu musim kemarau. Pembuatan embung dan penerapannya di lahan kering
bagi petani sudah banyak dilakukan khususnya di Indonesia bagiagian timur
yang memiliki iklim kering dengan keterbatasan air. Di Lombok Timur sebagai
daerah yang beriklim kering penggunaan embung sudah menjadi kebiasaan
bagi sebagian besar petani. Jumlah embung milik rakyat saat ini adalah 1.458
buah dengan luas keseluruhan 755,58 ha berupa genangan dan 3.083 ha
berupa irigasi, rata-rata luas pemilikan embung setiap petani di Lombok Timur
adalah 0,51 ha. Hasil penelitian Wisnu dkk. ( 2005) Teknik penggunaannya
demikian sesuai bagi ekosistem lahan tadah hujan yang memiliki intensitas
dan distribusi curah hujan yang tidak pasti (Syamsiah dan Fagi, 1997).
4. Pemakaian pupuk organik

Pengolahan lahan untuk pertanian secara terus menerus akan
menyebabkan lahan menjadi kurus sehingga untuk usahatani selanjutnya
perlu input yang banyak untuk mengembalikan hara tanah yang sudah
banyak diserap tanaman. Pemakaian pupuk an organik yang tidak seimbang
secara terus menerus untuk proses produksi dapat merusak lahan dan dalam
jangka panjang lahan menjadi tidak efektif lagi untuk usaha pertanian. Salah
satu alternatif untuk menyelamatkan keberlanjutan penggunaan lahan adalah
dengan mengurangi input yang berasal dari bahan kimia dan beralih kepada
pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik sisa tanaman atau
limbah.
Kesimpulan
Dampak dari kegiatan pada egroekosistem pertanian di lahan kering dapat
diminimalisir. Salah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi
adalah dengan mengkonversi paket teknologi yang untuk pengembangan sistem
usahatani lahan kering. Pengaturan pola tanam adalah usaha yang dapat

menekan terjadinya erosi, meningkatkan produktivitas tanah dengan
penambahan bahan organik melalui hasil pangkasan tanaman, dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan membangun
embung atau tandon air atau waduk berukuran mikro di lahan pertanian dapat

menampung kelebihan air hujan di waktu musim hujan dan menggunakannya
jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau dapat meminimalisir
dampak negatif dari lahan kering yang berada di lahan miring.
Daftar Pustaka
Irawan, B dan T. Pranaji. 2002. Kebijakan Pemberdayaan Lahan Kering Untuk
mendukung Pengembangan Agribisnis dan Peetanian Berkelanjutan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Nuhfil H. A.R.. 2003. Strategi Pembangunan Pertanian (Sebuah Pemikiran Baru).
LAPPERA Pustaka Utama, Yogyakarta.
Scherr, S.J. 2003. Hunger, Proverty and Biodiversity in Developing Countries. A.
Paper for the Mexico Summit, 2-3 June 2003, Mexico.
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di
Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sudharto, T., N. Efram, E. Sunarto, Suriatinah, A. Hartono, dan R.L. Watung, 1996.
Sistem Usahatani Budidaya Lorong untuk Mendukung Tanaman Pangan dan
Buah-buahan di Lahan Kering di Wilayah Gunung Mas, Kalimantan Tengah dalam
Prosiding Lokakarya Evaluasi Hasil Penelitian Usahatani Lahan Kering,
Palangkaraya, 16 Desember 1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Syamsiah, I. dan A.M Fagi. 1997. Teknologi Embung. Sumberdaya Air dan Iklim
dalam mewujutkan Pertanian Efisien. Kerjasama Departemen Pertanian dengan
Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25