KEMAJUAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN DALAM

KEMAJUAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN DALAM KONTEKS SEJARAH
DR. ZAINAL, M.Ag
Dosen Fak. Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang

Allah dengan tegas menyatakan bahwa harkat martabat suatu bangsa akan terangkat
apabila bangsa tersebut memprioritaskan pendidikan sebagai dasar pembangunan. Hal ini
dapat ditemukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 11. Di sana dikatakan bahwa martabat
seseorang, masyarakat atau bangsa akan terangkat apabila usaha memenuhi pendidikan
dilakukan secara maksimal. Artinya kemajuan suatu bangsa terlihat dari sejauhmana
bangsa tersebut peduli meningkatkan aspek pendidikan. Faktanya terpotret dalam sejarah
perkembangan dinasti Abbasiyah. Pada saat itu terlukis bahwa puncak kejayaannya
tercapai ketika perhatian terhadap pendidikan betul-betul mendapat dukungan yang
memadai. Sehingga dinasti Abbasiyah menjadi referensi oleh dunia dan oleh siapapun
termasuk Barat. Pada saat itu pendidikan betul-betul dikemas secara komprehensif, tidak
dibatasi dalam bentuk pendidikan agama saja, tetapi semua disiplin ilmu telah
diintegrasikan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Jauh sebelum itu, yaitu pada masa Nabi Sulaiman juga telah dibuktikan bahwa pilihan
mengedepankan pendidikan cukup efektif dalam mengembangkan potensi sumber daya
yang ada. Sehingga dengan kebijakan tersebut masyarakat dan bangsa Nabi Sulaiman
terangkat dan menjadi bangsa maju dan disegani oleh bangsa lain. Nampaknya ketika
perhatian terhadap pendidikan menjadi fokus utama kebijakan penguasa telah terbukti

memberikan dampak positif. Hasilnya pun cukup signifikan dan berhasil mengantarkan
suatu bangsa menjadi sebuah bangsa yang berdaulat penuh serta disegani oleh kawan dan
lawan. Artinya pada tataran ini, bahwa pendidikan menjadi gerbang kemajuan serta sudah
terbukti memberikan peran yang berarti.
Jepang pun juga telah mengalami hal yang sama, semula ia pernah terpuruk pasca
dijatuhkannya bom di Hirosima dan Nagasaki oleh tentara sekutu bersama Amerika,
namun Jepang dapat kembali bangkit setelah memberi ruang yang luas terhadap
pendidikan. Pasca peristiwa tersebut, Jepang memberikan perhatian penuh terhadap dunia
pendidikan. Sehingga dengan kebijakan tersebut, Jepang mampu mengatasi segala bentuk
keterbatasannya. Pada awalnya Jepang berusaha meningkatkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan keselamatan guru yang tersisa. Dengan memfokuskan pada aspek
pendidikan, Jepang berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan sebagai ujung tombak
gerbang perubahan, sampai akhirnya Jepang berhasil keluar dari segala bentuk
keterpurukan berubah kembali menjadi salah satu negara maju dan dihormati di dunia ini.
Mencermati gambaran di atas menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa banyak
ditentukan arah pendidikan. Terkait dengan itu, Indonesia juga telah melakukan beberapa
langkah yang sifatnya meningkatkan kemajuan bangsa melalui perhatian pada aspek
pendidikan. Hal ini ditandai dengan tegasnya dasar Negara Indonesia dalam UUD 1945

menyatakan bahwa urusan pendidikan menjadi tanggung jawab utama Negara, di

samping tanggung jawab lainnya. Sebagai turunan dari UUD 1945 di atas, lahir beberapa
regulasi dan system serta bagian penting lainnya yang pada dasarnya adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Setelah kecerdasan anak bangsa dapat direalisasikan,
dengan sendirinya dapat melahirkan generasi yang dapat memajukan bangsa. Artinya
ketika perhatian terhadap pendidikan cukup signifikan harapan mewujudkan kemajuan
bangsa semakin terbuka.
Tetapi dengan beberapa kasus yang melanda dunia pendidikan Indonesia belakangan ini,
harapan terhadap kiprah dan peran dunia pendidikan memajukan martabat bangsa mulai
terganggu. Beberapa perilaku yang bertentangan dengan dunia pendidikan secara
perlahan mulai terkuak, mengemuka dan bermunculan. Belum lagi persoalan yang tidak
terungkap karena masih mengendap dalam problem pendidikan. Ditinjau dari istilah yang
sering digunakan tentang pendidikan, seperti dalam Islam, terambil dari tarbiyah, ta’lim,
dan ta’dib (Hery Noer Aly:1999, 3 dan Azyumardi Azra: 1999, 4). Pada konteks ini kata
tersebut memiliki arti tumbuh, berkembang, memperbaiki, menguasai, memimpin,
menjaga, dan memelihara. Ditegaskan lagi oleh Syed Muhammad al-Naquib al-Attas,
kata tarbiyah dikonotasikan pada usaha menghasilkan, mengembangkan dari
keperibadian yang tersembunyi atau potensial, yang di dalamnya terdapat proses
menghasilkan dan mengembangkan. Dalam bentuk lain konsep pendidikan juga dirujuk
dari kata ta'lim, yaitu proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir
melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Beranjak dari

tinjauan beberapa istilah yang disebutkan, nampaknya proses pendidikan tidak hanya
sebatas wilayah kognitif saja, tetapi juga mencakup aspek psikomotorik dan afektif.
Seiring dengan itu komentar beberapa ahli, seperti Azra dan Husni Rahim juga
menyinggung masalah pendidikan. Perhatian terhadap pendidikan selama ini masih
dalam tataran kognitif dan cenderung mengabaikan aspek psikomotorik dan afektif.
Dalam bentuk lainnya, juga bersandar pada istilah ta'dib. Tokoh setingkat Naquib alAttas juga menyebutkan bahwa kata ini mengandung usaha pengenalan dan pengakuan
tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai
dengan tingkatan dan derajatnya, serta tentang tempat seseorang yang tepat dalam
hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual,
maupun rohani seseorang. Secara spesifik Al-Attas lebih tertarik dengan istilah ini untuk
merujuk makna pendidikan Islam, sekaligus ia menolak penggunaan istilah tarbiyah dan
ta'lim. Alasan Al-Attas dengan argumen di atas melihat pada arti dasar istilah tersebut.
Istilah tarbiyah contohnya. Dalam pandangan Al-Attas hanya berkaitan dengan
pengembangan fisikal dan emosional, sementara istilah ta'lim hanya terbatas pada
pengajaran dan pendidikan kognitif. Pada konteks ini menurut Al-Attas, konsep ta'dib
telah mencakup tarbiyah dan ta'lim.
Sementara itu, dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas Bab 1 pasal 1 ayat 1
menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang. Di samping itu Ahmad D. Marimba juga tidak ketinggalan mengulas.

Menurut dia bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Terkait dengan pendidikan agama, UU SPN tahun 2003 pasal 13

ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama. Hal ini mengisyaratkan, bahwa setiap penyelenggara pendidikan
berkewajiban memberikan dan menyiapkan materi pendidikan agama yang sesuai
dengan agama yang dianut peserta didik, dan diajarkan oleh pengajar yang seagama pula.
Berangkat dari penjelasan di atas, juga beralasan dunia pendidikan dapat mewujudkan
cita-cita memajukan bangsa. Hal tersebut dapat tercapai apabila perhatian terhadap dunia
pendidikan secara serius dan komprehensif. Sekaligus pada konteks ini ditegaskan bahwa
tidak ada ruang toleransi sedikitpun terjadinya kekerasan di lingkungan dunia pendidikan.
Baik dalam skala kecil apalagi dalam skala besar. Harapan besar yang ditumpangkan
pada dunia pendidikan melahirkan generasi yang berkualitas yang dapat mengangkat
martabat bangsa, mulai tercoreng dengan munculnya berbagai tindak kejahatan seksual di
lingkungan dunia pendidikan dan terjadinya tindak kekerasan fisik. Menyimak dari
beberapa kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan terdapat berbagai model.
Pelakunya juga datang dari berbagai lapisan, sehingga semua bentuk tindak kejahatan dan
kekerasan pada umumnya mencederai dunia pendidikan. Kasus pelecehan seksual

terhadap salah seorang murid TK di JIS oleh petugas kebersihan contohnya, telah
memupuskan harapan dan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. Begitu juga
dengan kasus tewasnya Dimas Dikita Handoko salah seorang taruna STIP baru-baru ini
serta terdapatnya luka-luka rekan-rekan satu kelas Dimas oleh tangan seniornya. Baru
saja kita jeda dari berita duka atas tewasnya salah seorang mahasiswa IPDN Clif Muntu
oleh kakak tingkat kuliah dalam dasawarsa ini. Sekarang mulai muncul kembali berita
yang sama. Semua itu nampaknya tidak berhenti sampai di sana, melainkan ia bergulir
hingga sekarang.
Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah apakah aspek pendidikan setelah terjadinya
beberapa peristiwa kejahatan dan kekerasan yang melanda dunia pendidikan dapat
berjalan mulus memajukan bangsa Indonesia? Kemudian apakah pelaku tindak kejahatan
dan kekerasan tidak tercerahkan oleh tujuan pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad 'Athiyah al-Abrasi bahwa tujuan tertinggi pendidikan adalah tercapainya
akhlak yang sempurna. Begitu Ahmad D. Marimba menyebutkan bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah terbentuknya kepribadian yang setia (muslim). Atau system
pengawasan pendidikan yang belum maksimal. Atau motivasi pengelola dan tenaga
pendidik sudah bergeser dari tujuan hakiki pendidikan. Dengan terjadinya beberapa kasus
yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan pembaruan yang komprehensif. Dalam hal
ini Karel Steenbrink mencatat beberapa faktor yang menjadi pendorong bagi munculnya
gerakan pembaruan pendidikan, termasuk pendidikan Islam di Indonesia ada empat hal.

Di antaranya pertama, sejak tahun 1900-an telah banyak muncul pemikiran untuk
kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasar penilaian kebiasaan agama dan
kebudayaan yang ada. Artinya bagaimana sebuah pendidikan dikemas menjadi
pandangan hidup yang mendasar. Dalam hal ini Al-Qur’an dan As-Sunnah cukup jelas
menawarkan konsep pendidikan yang berkarakter dan terintegrasi. Kedua, kasus
Indonesia sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda telah melahirkan
sikap kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia dapat mengurus wilayahnya sendiri serta
sejajar dengan negara yang ada. Ketiga, adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk
memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi. Artinya gerakan masyarakat selama

ini tidak terhimpun dan tersalurkan melalui kekuatan berkelompok mulai menyadari
ternyata sebuah kekuatan hanya terbangun melalui kebersamaan. Pada tataran inilah
muncul beberapa organisasi yang berusaha melepaskan Indonesia dari segala bentuk
tekanan dan jajahan bangsa asing. Dan terakhir munculnya pihak yang tidak puas dengan
metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur'an dan studi agama. Secara internal,
muncul pemikiran-pemikiran yang ingin memberikan pendekatan baru dalam
mengembangkan sumber daya manusia. Adakalanya meninggalkan cara yang lama secara
total, ada juga dengan cara tetap mempertahankan cara yang lama dengan
mengintegrasikannya dengan yang baru.
Keempat gagasan di atas pada ujungnya bertujuan memodernkan bidang pendidikan,

termasuk pendidikan Islam. Hal demikian ditandai dengan direalisasikannya lembaga
pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial. Para pencetus berawal
dari individu dan sekelompok masyarakat (ormas). Di antara adalah organisasi-organisasi
reformis seperti Jami'at Kheir, Al-Irsyad, Muhammadiyah, dan sebagainya. Mereka
memasukkan unsur-unsur pendidikan umum ke dalam sekolah-sekolah yang mereka
dirikan. Selain itu, munculnya istilah madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan
Islam juga menandai dimulainya modernisme pendidikan Islam di Indonesia, meskipun
sejatinya istilah ini sudah dikenal di dunia Islam sejak abad ke-5 H, seperti Madrasah
Nizamiyah yang didirikan Nizam al-Mulk pada tahun 457 H. Sejak itu, muncullah
banyak madrasah yang tidak hanya memberikan pengajaran agama, tetapi juga materimateri umum, seperti ilmu hitung, ilmu alam, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan
sebagainya. Sebagai contoh adalah Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Zainuddin
Labay el-Sanusi pada tahun 1915, Madrasah Diniyah Putri oleh Rangkayo Rahmah elYunusiah tahun 1923, keduanya di Padang Panjang. Di Jawa, tahun 1914 KH A. Wahab
Hasbullah dan KH Mas Mansyur mendirikan Madrasah Taswirul Afkar. Tahun 1917,
melalui organisasi Perhimpunan Umat Islam (PUI), KH A. Halim mendirikan Madrasah
Diniyah (6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (4 tahun), dan Madrasah Pertanian (4 tahun).
Sedangkan KH Hasyim Asy'ari mendirikan Madrasah Salafiyah pada tahun 1919. Dan
masih banyak lagi madrasah-madrasah yang lain.
Beberapa lembaga pendidikan Islam modernis inipun berevolusi dan meninggalkan
sistem pendidikan tradisionalnya yang lama. Sistem nonklasikal berubah menjadi sistem
klasikal. Metode pengajarannya pun tidak hanya berpatokan pada sorogan, hafalan dan

muzakarah, tetapi lebih bervariasi. Dan terpenting, memasukkan mata pelajaran umum
disamping pelajaran agama, serta memperbaiki sistem administrasi dan manajemen
pendidikan. Pada giliriannya, modernisasi pendidikan Islam akan terus berlangsung, dan
inilah salah satu prasyarat pendidikan Islam bisa tetap survive, demi tercapainya tujuan
mulia pendidikan Islam, yaitu menciptakan muslim paripurna atau insan kamil.
Beberapa kasus yang menerpa dunia pendidikan Indonesia belakangan ini seolah-olah
telah melupakan usaha para pencetus modernisasi pendidikan di Indonesia serta tidak
memahami dan menyadari peran vital dunia pendidikan yang memajukan suatu bangsa.
Sekarang sedang marak beberapa lembaga lembaga pendidikan menggunakan simbol
bertaraf internasional, tetapi pada realisasinya tetap saja menggunakan pola lokal malah
lebih mengedepankan komersialisasi. Di samping itu, dampaknya juga dapat
merenggangkan hubungan lembaga pendidikan itu dengan kultur peserta didiknya.

Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan seperti itu pada akhirnya melahirkan sikap tidak
acuh terhadap kemajuan bangsanya sendiri. Pandangan demikian perlu diperhatikan
kembali karena telah mengalami pergeseran yang mendalam. Harapan memajukan
bangsa melalui dunia pendidikan, perlu dirumuskan kembali sesuai dengan identitas dan
karakter bangsa. Pada tataran ini perhatian terhadap konsep pendidikan perlu disatukan
dengan visi dan misi bangsa di samping memperhatikan efektifitas pengelolaan dan
pelaksanaan pendidikan. Belajar dari pengalaman Jepang, Bani Abbasiyah dan Nabi

Sulaiman perlu ditekankan kembali pentingnya aspek pendidikan dalam mengangkat
harkat martabat bangsa. Indonesia telah membuktikan, keberhasilan pendidikan sebagai
memajukan bangsa. Berawal dari perkumpulan SI, Budi Utomo dan kiprah Kihajar
Dewantara menunjukkan dunia pendidikan cukup signifikan meningkatkan semangat
bertanah air dan berbangsa. Artinya tujuan hakikat pendidikan tercapai melalui semangat
bermasyarakat dan bernegara.