PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR

APBD;

g. menyimpan uang daerah;

h. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan

Bagian Kelima

investasi daerah;

Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang

i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

Pasal 11

j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

k. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas

melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian

I. melakukan penagihan piutang daerah. kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna (3) Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD.

anggaran/kuasa pengguna barang. (2) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1)

Pasal 9

berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah

uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, rentang kendali dan/atau

PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk

pertimbangan objektif lainnya.

melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

a. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; (3) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

b. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.

c. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama

pemerintah daerah;

(3a) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

meliputi:

f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan

a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban

g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang

anggaran belanja;

milik daerah.

b. melaksanakan anggaran unit kerja yang dipimpinnya;

c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

d. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam

Bagian Keempat

batas anggaran yang telah ditetapkan;

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

e. menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;

f. mengawasi pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya; dan

Pasal 10

g. melaksanakan tugas-tugas kuasa pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran.

Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana (4) Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c mempunyai tugas:

a. menyusun RKA-SKPD;

ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna

b. menyusun DPA-SKPD;

anggaran/ pengguna barang.

c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran

belanja;

d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

Bagian Keenam

Bagian Kedelapan

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Pasal 12

Pasal 14

(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna

(1) Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan

bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK.

rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.

(2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan (2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi,

pada ayat (1) adalah pejabat fungsional.

dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. (3) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran balk secara langsung (3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang

maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan

pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan Iainnya atas nama

(4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang

pribadi.

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

(4) Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau

(5) PPTK mempunyai tugas mencakup:

a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

bendahara pengeluaran pembantu.

b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan

c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan

(4) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, kepala

daerah menetapkan bendahara penerimaan pembantu dan bendahara

kegiatan.

pengeluaran pembantu pada unit kerja terkait.

(6) Dokumen anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c mencakup (5) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait

bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD. dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.

BAB III

Bagian Ketujuh

AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Bagian Pertama

Pasal 13

Azas Umum APBD

(1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD

Pasal 15

sebagai PPK-SKPD. (1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan (2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

kemampuan pendapatan daerah.

a. meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh

(2) Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada PPTK;

RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk

b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan

tercapainya tujuan bernegara.

tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan (3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, ketentuan

distribusi, dan stabilisasi.

pengeluaran;

c. melakukan verifikasi SPP; (4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap

d. menyiapkan SPM;

tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;

f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan

Pasal 16

g. menyiapkan laporan keuangan SKPD. (1) Fungsi otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung

(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

(2) Fungsi perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)

Pasal 20

mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

(1) Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai

(2) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

dianggarkan secara bruto dalam APBD.

ketentuan yang telah ditetapkan.

(4) Fungsi alokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/

Pasal 21

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan

anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. efisiensi dan efektivitas perekonomian.

(5) Fungsi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung

arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan

Bagian Kedua

kepatutan.

Struktur APBD

(6) Fungsi stabilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung

Pasal 22

arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari:

a. pendapatan daerah;

b. belanja daerah; dan

Pasal 17

c. pembiayaan daerah.

(1) Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan (2) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut pembiayaan daerah.

urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab (2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan

melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber

perundangundangan.

pendapatan. (3) Klasifikasi APBD menurut urusan pemerintahan dan organisasi sebagaimana (3) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua

dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan penerimaan yang perlu dibayar kembali balk pada tahun anggaran yang

ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pasal 23

(1) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a (1) Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan

Pasal 18

meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang daerah.

menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar

(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b meliputi relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi,

semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas khususnya dalam pemberian pelayanan umum.

dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

(3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengeluaran yang akan diterima kembali balk pada tahun anggaran yang

(3) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf c meliputi bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.

Pasal 19

Pasal 24

Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan

(1) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dalam jumlah yang cukup.

dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan.

(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dirinci

h. pendapatan denda pajak;

menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,

i. pendapatan denda retribusi;

kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja.

j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian;

(3) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c

I. fasilitas sosial dan fasilitas umum;

dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan obyek dan rincian obyek pembiayaan.

n. pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

o.

pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Bagian Ketiga

Pasal 27

Pendapatan Daerah

(1) Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang

Pasal 25

terdiri atas:

a. dana bagi hasil;

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a

b. dana alokasi umum; dan

c.

dikelompokan atas:

dana alokasi khusus.

a.

pendapatan asli daerah;

b. dana perimbangan; dan (2) Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

a. bagi hasil pajak; dan

b. bagi hasil bukan pajak.

Pasal 26

(3) Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi (1) Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri

umum.

atas: (4) Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan

a. pajak daerah; menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

b. retribusi daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. (2) Jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 28

Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan huruf a dan huruf b dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-

yang mencakup:

a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan (3) Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud

undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

lembaga luar negeri yang tidak mengikat;

pada ayat (1) huruf c dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:

b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan

a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;

akibat bencana slam;

b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; pemerintah/BUMN; dan

d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah;

c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

dan

kelompok usaha masyarakat.

e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

(4) Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat

Pasal 29

(1) huruf d, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan

Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a adalah penerimaan daerah kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang

yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga mencakup antara lain:

a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau

internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, balk

dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli

angsuran/cicilan;

b. jasa giro;

dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

c. pendapatan bunga;

d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

Pasal 30

(1) Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain

f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang pendapatan asli daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana asing;

g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada

SKPKD.

(2) Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah,

r. kepemudaan dan olah raga;

pendapatan dari penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan

s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dan hasil pemanfaatan atau

t. pemerintahan umum;

pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dibawah

t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang dianggarkan pada SKPD.

perangkat daerah, kepegawaian dan persandian; u. kepegawaian; u. ketahanan pangan;

Bagian Keempat

v. pemberdayaan masyarakat dan desa;

Belanja Daerah

w. statistik; x. arsip; dan

Pasal 31

x. Kearsipan

y. komunikasi dan informatika; dan

(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b

z. Perpustakaan

dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan

(3) Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau

mencakup:

bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan

a. pertanian;

pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan

b. kehutanan;

ketentuan perundang-undangan.

c. energi dan sumber daya mineral;

d. pariwisata;

(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

e. kelautan dan perikanan;

diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan

f. perdagangan;

masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam

g. industri; dan

bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial

h. transmigrasi.

dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

h. ketransmigrasian

(3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan

bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang dikiasifikasikan menurut

Pasal 32

urusan wajib dan urusan pilihan.

(1) Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33

Pasal 31 ayat (1) terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan (2) Klasifikasi belanja menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:

mencakup:

a. pelayanan umum;

a. pendidikan;

b. ketertiban dan ketentraman;

b. kesehatan;

c. ekonomi;

c. pekerjaan umum;

d. lingkungan hidup;

d. perumahan rakyat;

e. perumahan dan fasilitas umum;

e. penataan ruang;

f. kesehatan;

f. perencanaan pembangunan;

g. pariwisata dan budaya;

g. perhubungan;

h. pendidikan; dan

h. lingkungan hidup;

i. perlindungan sosial.

i. pertanahan; j. kependudukan dan catatan sipil;

Pasal 34

k. pemberdayaan perempuan; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat

I. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; (2) disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah. m.

sosial;

n. ketenagakerjaan; o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

Pasal 35

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam p. penanaman modal;

Pasal 24 ayat (2) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi q. kebudayaan;

kewenangan daerah.

Pasal 36

kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1) Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) terdiri dari:

(1a) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada

a. belanja tidak langsung; dan

pembahasan KUA.

b. belanja langsung. (2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam (2) Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan

tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi pelaksanaan program dan kegiatan.

kerja.

(3) Kelompok belanja langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

(2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam

merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan

rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja,

pelaksanaan program dan kegiatan.

tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.

(3) Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dibebani pekerjaan untuk

Paragraf 1

menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal.

Belanja Tidak Langsung

(4) Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan

Pasal 37

tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil.

Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

(5) Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan

a. belanja pegawai; tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi.

b. bunga; (6) Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud

c. subsidi; pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka.

d. hibah;

e. bantuan sosial; (7) Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan

f. belanja bagi basil;

tugasnya dinilai mempunyai prestasi kerja. Memiliki prestasi kerja yang tinggi

g. bantuan keuangan; dan

dan/atau inovasi (7a) Tambahan

h. belanja tidak terduga.

penghasilan berdasarkan

pertimbangan objektif lainnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti pemberian uang makan.

Pasal 38

(8) Kriteria pemberian tambahan penghasilan ditetapkan dengan peraturan kepala

daerah.

(1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan

(8) Kriteria pemberian tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat

lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai

(2) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan

Pasal 40

tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-

Belanja bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b digunakan untuk undangan dianggarkan dalam belanja pegawai.

menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka

Pasal 39

menengah, dan jangka panjang.

(1) Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan

Pasal 41

diberikan kepada pemerintah daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

(1) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu

Pasal 43

agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

(1) Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan (2) Perusahaan/lembaga tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah.

perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum

masyarakat. Hibah kepada perusahan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan

pelayanan kepada masyarakat.

(3) Perusahaan/lembaga penerima belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan

(3) Hibah kepada pemerintah daerah Iainnya bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar umum.

pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (4) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, penerima subsidi

(4) Hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan

masyarakat/ perorangan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.

penyelenggaraan pembangunan daerah.

(5) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan sesuai dengan

(4) Hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan bertujuan untuk

keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah

meningkatkan partisipasi penyelenggaraan pembangunan daerah atau

tentang APBD yang peraturan pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam

secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan

peraturan kepala daerah.

daerah. (5) Belanja hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 42

dilaporkan pemerintah daerah kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap akhir tahun anggaran.

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa

Pasal 44

kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan

persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya,

(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang

tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

(2) Pemberian hibah dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna

(2) Belanja hibah kepada pemerintah dikelola sesuai dengan mekanisme APBN, memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan

serta hibah kepada pemerintah daerah Iainnya dan kepada perusahaan daerah, perundangundangan.

badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/perorangan dikelola dengan mekanisme APBD sesuai dengan peraturan perundang-

(3) Pemberian hibah dalam bentuk barang dapat dilakukan apabila barang

undangan.

tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis bagi pemerintah daerah yang bersangkutan tetapi bermanfaat bagi pemerintah atau pemerintah daerah

(3) Hibah yang diberikan secara tidak mengikat/tidak secara terus menerus

lainnya dan/atau kelompok masyarakat/perorangan.

diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung

(4) Pemberian hibah dalam bentuk jasa dapat dianggarkan apabila pemerintah

pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut

daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna

dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(4) Naskah perjanjian hibah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat identitas penerima hibah, tujuan pemberian (4a) Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan

memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

hibah, jumlah uang yang dihibahkan.

kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

(5) Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dapat

(3) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah (1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e digunakan untuk

Pasal 45

pemberi bantuan.

menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan

(4) Pemberi bantuan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat masyarakat.

mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.

(1) Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e

digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial

Pasal 48

(1) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak (2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tidak secara

kemasyarakatan dalam

bentuk

uang

dan/atau

barang

kepada

kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik.

diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki

sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kejelasan peruntukan penggunaannya.

kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup.

(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara

(2) Kegiatan yang bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu

selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan

untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap

peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan

stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan,

keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

(2a) Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat

Pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya

diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus

diberikan setiap tahun anggaran.

yang telah ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan buktibukti yang sah.

(3) Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan

Pasal 49

dalam upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan

dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah (1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dianggarkan memenuhi seiuruh kebutuhan belanja urusan wajib guna terpenuhinya standar

pada belanja organisasi berkenaan sesuai dengan peraturan perundang- pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

undangan.

(4) Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.

(2) Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga

(4) Khusus kepada partai politik, bantuan diberikan sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,

peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.

huruf f, huruf g, dan huruf h hanya dapat dianggarkan pada belanja SKPKD.

Pasal 46

Paragraf 2

Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf f digunakan untuk

Belanja Langsung

menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau

Pasal 50

pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Pasal 47

36 ayat (1) huruf b dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

a. belanja pegawai;

(1) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam- Pasal 37 huruf g digunakan

b. belanja barang dan jasa; dan

untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah

c. belanja modal.

daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa

dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau

Pasal 51

peningkatan kemampuan keuangan. Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a untuk pengeluaran (2) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah

daerah/pemerintah desa penerima bantuan.

Pasal 52

pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggarkan pada

(1) Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b

belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.

digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam

(4) Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization

melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.

(1) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b

Pasal 54

digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dalam melaksanakan program

Belanja langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta

dan kegiatan pemerintahan daerah.

belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan.

(2) Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan,

Bagian Kelima

sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat,

Surplus/(Defisit) APBD

sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,

Pasal 55

perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah

(2) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa belanja

mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD.

barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan

bermotor,

cetak/penggandaan,

sewa

rumah/gedung/

Pasal 56

gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan

(1) Surplus APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 terjadi apabila anggaran

atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,

pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah.

perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, dan lain-lain pengadaan barang/jasa, dan

(2) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok

belanja lainnya yang sejenis.

utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.

Pasal 53

(3) Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar

(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c digunakan untuk masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau

tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut. pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12

Pasal 57

(duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan

(1) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 terjadi apabila jaringan, dan aset tetap lainnya.

anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah.

(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap

(2) Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran berpedoman pada

berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan

penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri Keuangan.

(3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup (2) Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud

untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal

anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil hanya sebesar harga beli/bangun aset.

penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.

(2) Nilai aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah

seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai

Pasal 58

(1) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri (3) Belanja

aset tersebut siap digunakan.

Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

Paragraf 2

dilakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan.

Dana Cadangan

Pasal 63

(1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan

Bagian Keenam

yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam

Pembiayaan Daerah

satu tahun anggaran. (2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

Pasal 59

dengan peraturan daerah.

Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c terdiri (3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus

Pasal 60

dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

(1) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 mencakup:

a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); (4) Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan

b. pencairan dana cadangan; sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas bersamaan dengan pembahasan

c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

rancangan peraturan daerah tentang APBD.

d. penerimaan pinjaman daerah; (5) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan

e. penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala daerah bersamaan

f. penerimaan piutang daerah. dengan penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD. (2) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 mencakup:

(6) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari

a. pembentukan dana cadangan; penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman

b. peneemaan modal (investasi) pemerintah daerah; daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran

c. pembayaran pokok utang; dan tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. pemberian pinjaman daerah. (7) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada

Pasal 61

rekening tersendiri.

(1) Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan (8) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan pengeluaran pembiayaan.

dalam portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan dalam daftar dana cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah

(2) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

tentang APBD. (9) Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam

tahun anggaran yang berkenaan.

Paragraf 1

Pasal 64

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)

(1) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf

b digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening

Pasal 62

dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a mencakup pelampauan penerimaan PAD,

(2) Jumlah yang dianggarkan tersebut pada ayat (1) yaitu sesuai dengan jumlah pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain

yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan

cadangan berkenaan.

belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum

Pasal 65

terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekekning dana cadangan ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dianggarkan dalam belanja langsung SKPD pengguna dana cadangan berkenaan, kecuali diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.

Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Paragraf 3

huruf b digunakan untuk mengelola kekayaan pemerintah daerah yang

diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pasal 66

Pasal 71

Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil

(1) Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah

diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan

beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. modal pemerintah daerah.

(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan

Paragraf 4

yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN),

Penerimaan Pinjaman Daerah

sertifikat bank Indonesia (SBI) dan surat perbendaharaan negara (SPN).

(3) Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permanen dan non Penerimaan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf

Pasal 67

permanen.

d digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun

(3) Investasi jangka panjang digunakan untuk menampung penganggaran

anggaran berkenaan.

investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan

yang terdiri dari investasi permanen dan non-permanen.

Paragraf 5

(4) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain surat

Pemberian Pinjaman daerah dan

berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah

badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah

Pasal 68

daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan

(1) Pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf d

kas jangka pendek.

digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.

(5) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak

(2) Penerimaan kembali pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal ditarik kembali, seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk

60 ayat (1) huruf e digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah

BUMD dan/atau badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang daerah lainnya.

menghasilkan pendapatan atau

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Paragraf 6 Penerimaan Piutang Daerah

(6) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau

Pasal 69

ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana

Penerimaan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf f yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/pemberdayaan digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan

masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir piutang fihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan

kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga

mikro dan menengah.

keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya. (7) Investasi pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan

Paragraf 7

disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan

Investasi Pemerintah Daerah

daerah tentang penyertaan modal dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 70

(7) Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah

Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b

ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal dengan

digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan

berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pasal 72

Pasal 76

(1) Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b, dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.