BAB II PROFIL DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN DPRD KOTAMEDAN - Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam Menjalankan Fungsi Legislasi untuk Memperperjuangkan Kepentingan Perempuan Tahun 2009-2011

BAB II PROFIL DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN DPRD KOTAMEDAN

1. Profil DPRD Kota Medan

1.1 Sejarah tentang Pembentukan Badan Legislatif Daerah

  Negara Indonesia adalah negara kesatuan, gagasan ini diterangkan secara jelas dan konkret dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam setiap ketentuan perundang-undangan yang mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia, Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah. Pembagian tersebut adalah konsekuensi logis dari sistem pemerintah daerah yang desentralis dan demi memudahkan manajemen pemerintahan mengingat luas daerah penduduk yang banyak.

  Dalam Pasal 18 UUD 1945 merumuskan:” Pembagian daearh Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dalam undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah bersifat istimewa”. Pasal 18 UUD 1945 ini menjadi landasan pembentukan pemerintah daerah yang akan diatur dengan undang- undang bahwa daerah-daearah yang dimaksud bersifat otonom dan memiliki badan perwakilan daerah yang dalam perkembangannya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

   (DPRD), serta pemerintahan di daerah yang berdasarkan permusyawaratan.

  Namun sistem seperti ini memberikan konsekuensi logis terjadi salam pengaruh dan tumpang tindih antara kekuasaan satu lembaga dengan lembaga lainnya. Sistem ini kemudian menjadi latar belakang terbentuknya UU No. 22 tahun 1999 dimana kewenangan menetapkan Peraturan Daerah berada di tangan Kepala Daerah, sedangkan DPRD memiliki hak untuk

   mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.

  Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan Eksekutif Daerah (BED) meliputi Kepala Daerah dibantu seorang wakil dan perangkat 29 daerah. Sedangkan yang dumaksud dengan Badan Legislatif daerah adalah Dewan 30 B.N Marbun, DPR-RI, Pertumbuhan dan cara kerjanya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1992. Hal 9-10

Dr. Sadu Wasistiono,M.S, Etika hubungan legislatif-eksekutif dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, bndung.

  Alqaprint.2001. hal: 18

  Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan alat-alat kelengkapannya yang terdiri dari

   pimpinan, komisi, dan panitia-panitia.

  Apabila dilihat dari segi hukum maupun praktek , badan legislatif daerah mengalami tujuh kali perubahan kedudukan hukum sesuai dengan pergeseran politik dan perubahan konstitusi, yang selalu dikaitkan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan di Daerah. Adapun pertumbuhan dan perkembangan dimaksud disini adalah : a.

  Dalam UU No. 1 Tahun 1945, tentang pembentukan Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas dari padanya.

  b.

  UU No. 22 Tahun 1948, tentang Pemerintahan Daerah . dalam Undang-undang ini, susunan Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Keadaan DPRD semakin kuat, DPRD berwenang membuat pedoman untuk DPD guna mengatur menjalankan kekuasaan, kebijaksanaan, dan kewajibannya. Dengan kata lain, ruang gerak DPD ditentukan oleh DPRD, sementara itu Kepala Daerah hanya merupakan organ Pemerintah Pusat yang bertugas mengawasi pekerjaan DPRD dan DPD.

  c.

  UU No. 1 Tahun 1957, tentang Pokok-pokok pemerintahan daerah. Menurut Undang- undang ini,pemerintah daerah terdiri dari DPRD dan DPD, sedangkan Kepala Daerah bukan hanya merupakan organ tersendiri dari Pemerintah Daerah, akan tetapi hanya menjadi Ketua dan anggota DPD karena jabatannya. Hak-hak dan kewajiban DPRD semakin luas, dimana DPRD mengatur dan mengurus segala rumah tangganya, kecuali urusan yang oleh Undang-undang ini diserahkan kepada pengusaha lain.

  d.

  Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, tentang Pemerintah Daerah. Dalam penetapan Presiden ini, Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Sedangkan DPD diganti dengan Badan Pemerintah yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Selanjutnya disusul dengan penetapan presiden Republik Indonesla Nomor 5 Tahun 1960, yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) dan Sekretariat Daerah.

  e.

  Undang-undang No. 18 Tahun 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. 31 Menurut Undang-undang ini, DPRD merupakan unsur Pemerintah Daerah, yang

  Dr. Sadu Wasistiono. Hal: 19 tanggung jawabnya adalah membuat dan menetapkan Peraturan Daerah, mencalonkan wakil kepala daerah serta mengajukan kepala daerah.

  f.

  Undang-undang No. 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokokPemerintahan Daerah.

  Dalam Undang-undang ini, yang menempatkan DPRD sebagai unsur Pemerintah Daerah, guna menjamin kerja sama dan keserasian antara kepala daerah dan DPRD untuk mencapai teritb pemerintahan di daerah.

  g.

  Undang-undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Dalam undang- undang ini, DPRD dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan peningkatan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

  1.2. Gambaran Umum tentang DPRD Kota Medan

1.2.1. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

  Dalam hal penguatan Lembaga Legislatif Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Lembaga legislatif daerah telah mengalami perubahan dan peningkatan fungsi serta peran yang sangat berarti dalam hal: a)

  DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah.

b) Membentuk peraturan daerah kabupaten bersama Kepala Daerah.

  c) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Kepala

  Daerah.

  d) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten.

  e) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala

  Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.

  f) Memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah.

  g) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. h) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten. i)

  Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten. j)

  Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. k)

  Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. l)

  Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

  

1.2.2. Wewenang dan Tugas DPRD

  DPRD adalah unsur pemerintah kota yang susunanya mencerminkan perwakilan seluruh rakyat daerah, bersama-sama kepala daerah menjalankan tugas wewenang pemerintah daerah di bidang legislatif. Dalam menjalankan wewenang dan tugas DPRD secara rinci diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 09/ KEP DPRD/ Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan sebagaimana tertera dalam Bab V, Pasal 30 yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang: 1.

  Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.

2. Menetapkan APBD bersama dengan kepala daerah.

  3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah, peraturan kepala daerah, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah.

  4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.

  5. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.

32 Tatib DPRD Periode 2004-2009

  6. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan tugas desentralisasi.

  7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang.

1.2.3. Hak-hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan kegiatannya 1.

  Hak Interpelasi; ialah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara.

  2. Hak Angket; ialah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

  3. Hak menyatakan pendapat; ialah hak DPRD untuk menyetakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

4. Pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

1.2.4. Hak Anggota DPRD

  o o Mengajukan rancangan Perda. o Mengajukan pertanyaan. o Menyampaikan usul dan pendapat. o Memilih dan dipilih. o Membela diri. o Imunitas.

  Protokoler. o

33 Keuangan dan administratif.

1.2.5. Kewajiban Anggota DPRD dalam mengemban tugas dan wewenangnya a.

  Memegang dan mengabdi serta mengamalkan Pancasila.

  33 UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 4 ayat 1 tentang Pemerintahan Daerah b.

  Menjalankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati peraturan perundang-undangan.

  c.

  Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat.

  d.

  Mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

  e.

  Menjalankan Kode etik yang telah disetujui bersama.

  f.

  Menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat,seperti melalui kunjungan kerja secara berkala.

1.2.6. Alat kelengkapan DPRD Kota Medan

1. Pimpinan DPRD Kedudukan Pimpinan dalam Dewan bisa dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen.

  Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPRD secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, Pimpinan memiliki tugas-tugas yang bisa dibagi ke dalam tiga kategori.

  Tugas di lingkungan internal pimpinan, tugas di lingkungan internal DPRD, dan tugas di lingkungan eksternal DPRD.

  • Tugas di lingkungan internal Pimpinan adalah:

  a. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua, serta mengumumkannya kepada Rapat Paripurna;dan b. Mengadakan Rapat Pimpinan DPRD sekurang-kurangnya sekali sebulan dalam rangka melaksanakan tugasnya;

  • Tugas di lingkungan Internal DPRD:

  a. Menentukan kebijaksanaan Alat Kelengkapan DPRD;

  b. Memimpin rapat DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan Tata Tertib serta menyimpulkan persoalan yang dibicarakan dalam rapat; c. Mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi apabila dipandang perlu, dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh Badan Urusan Rumah Tangga; dan

  d. Menetapkan sanksi atau rehabilitasi kepada Anggota Dewan yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik.

  • Tugas di lingkungan eksternal DPRD:

  a. Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya setiap waktu diperlukan; b. Memberi pertimbangan atas nama DPRD terhadap sesuatu masalah atau pencalonan orang untuk jabatan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertimbangan itu diberikan setelah mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi dan pimpinan Komisi yang bersangkutan; c. Mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan.

  Pimpinan DPRD bersifat kolektif, terdiri dari satu orang ketua dan sebanyak- banyaknya empat orang wakil ketua yang yang mencerminkan fraksi-fraksi terbesar. Pimpinan DPRD dipilih dari dan oleh Anggota. Lima fraksi terbesar secara tertulis mengusulkan calon Ketua dan Wakil Ketua kepada Pimpinan Sementara untuk dipilih dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua, DPRD secepatnya mengadakan pemilihan berdasarkan pertimbangan dari Badan Musyawarah. Pengisian kekosongan untuk jabatan Ketua dilakukan dengan pemilihan ulang terhadap para calon. Sedangkan kekosongan jabatan Wakil Ketua diisi oleh calon dari fraksi yang sama, untuk selanjutnya ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Pimpinan DPRD Kota Medan sekarang ini terdiri dari: Ketua DPRD : Satu Orang Wakil Ketua : Tiga Orang

2. Komisi

  Komisi di DPRD Kota Medan sebanyak empat komisi, yaitu:

  • Komisi A : Meliputi bidang pemerintahan umum, Bawasko, Dinas Infokom, Kantor Arsip Daerah, Satpol PP, Balitbang, Badan Kesbang Linmas, Dinas Kependudukan, Badan pertahanan nasional, Kepolisian, Hankam, Kejaksaan, Kehakiman, Imigrasi, Maritim, dan Organisasi kemasyarakatan.
  • Komisi B : Meliputi Sekretariat daerah unit kerja, Badan pemberdayaan masyarakat,

  Dinas tenaga kerja, Dinas kesehatan, Badan pelayanan kesehatan RSU Pirngadi, Dinas pendidikan, Kantor sosial, Dinas pencegah/pemadam kebakaran, Dinas pengatur lingkungan hidup energi dan SDM, BKKBN, Dinas pemuda dan olahraga, dan bagian pemberdayaan wanita.

  • Komisi C : Meliputi Dinas pendapatan daerah, Dinas perindustrian dan perdagangan,

  Dinas koperasi dan HAM, Kantor penanaman modal, Dinas kebudayaan dan pariwisata, Badan pengelola perparkiran, Perusahaan daerah, Perbankan, Perusahaan patungan, PMA, PMD, Dunia usaha, PLN, Pertamina dan Tirtanadi.

  • Komisi D : Meliputi Badan perencanaan daerah, Dinas pertanian, Dinas perikanan dan kelautan, Dinas tata kota dan tata ruang, Dinas pemukiman dan perumahan, Dinas pekerjaan umum, Dinas kebersihan dan Dinas pertamanan.

3. Badan Musyawarah

  Badan Musyawarah merupakan Alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD. Panitia Musyawarah ini terdiri dari wakil setiap fraksi berdasarkan perimbangan jumlah Anggota. Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. Sekretaris DPRD karena jabatannya Badan Musyawarah menurut ketentuan Pasal 47 PP 25/2004, mempunyai tugas:

  • Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau tidak.
  • Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD.
  • Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat.
  • Memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan.
  • Merekomendasikan pembentukan Badan Khusus.
  • Wajib mengadakan konsultasi dengan Fraksi-Fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah.
  • Wajib menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi.
  • Merencanakan, menjadwalkan seluruh kegiatan DPRD.

  Berkaitan dengan tugas menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD, Badan Musyawarah menetapkan acara DPRD untuk satu masa sidang atau sebagian dari suatu masa sidang dan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian suatu Rancangan dan penentuan besarnya quota rancangan yang dibahas oleh masing-masing alat kelengkapan Dewan dengan tidak mengurangi hak rapat paripurna untuk mengubahnya.

  Ada tugas-tugas lain yang masih relevan dan terkait dengan kewenangan Badan Musyawarah, yaitu: a.

  Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menetukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD.

  b.

  Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan tersebut.

  c.

  Mengatur lebih lanjut penanganan dalam hal peraturan perundang-undangan , menetapkan bahwa Pemerintah Daerah atau pihsk lainnya diharuskan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPRD mengenai masalah yang terjadi.

  d.

  Menentukan penanganan suatu rancangan atau pelaksanaan tugas DPRD lainnya oleh alat kelengkapan DPRD. Namun Badan Musyawarah tidak boleh mengubah keputusan atas suatu rancangan atau pelaksanaan tugas DPRD lainnya oleh alat kelengkapan DPRD.

  e.

  Melaksanakan hal-hal yang oleh rapat paripurna diserahkan kepada Badan Musyawarah.

4. Badan Anggaran Memeriksa APBD maupun RAPBD pemerintah daerah.

  Menurut pasal 55 PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD adalah:

  • Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
  • Melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan KUA serta PPAS.
  • Memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
  • Melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan gubernur bagi DPRD kabupaten/kota bersama tim anggaran pemerintah daerah.
  • Melakukan pembahasan bersama TAPD terhadap rancangan KUA serta rancangan PPAS yang disampaikan oleh kepala daerah.

  • Memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD.

5. Badan Legislasi

  Badan legislasi terlibat dalam membahas kebijakan yang dibentuk yang akan menjadi sebuah UU. Badan legislasi bersama eksekutif bersama membahas tentang apa saja yang akan menjadi kebijakan daerah yang berguna untuk kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. Tugas-tugas yang dapat dilaksanakan oleh Badan Legislasi adalah :

  a. Menyusun program legislasi daerah yang memuat daftar urutan rancangan peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan Ketua DPRD;

  b. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; c. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, dan gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan dewan;

  d. Memberikan pertimbangan terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi, dan gabungan komisi diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah atau prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan;

  e. Melakukan pembahasan dan perubahan/penyempurnaan rancangan peraturan daerah yang secara khusus ditugaskan Panitia Musyawarah; f. Melakukan penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan peraturan daerah yang sedang dan/atau yang akan dibahas dan sosialisasi rancangan peraturan daerah yang telah disahkan;

  g. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi; h. Menerima masukan dari masyarakat baik tertulis maupun lisan mengenai rancangan peraturan daerah; i. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas oleh Bupati/Walikota dan DPRD; dan j. Menginventarisasi masalah hukum dan peraturan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk dipergunakan sebagai bahan oleh Panitia Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

  6. Badan Kehormatan DPRD Menerima laporan baik internal dan eksternal tentang kedisiplinan Dewan.

  Badan Kehormatan mempunyai tugas:

  • Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD;
  • Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji;
  • Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih;
  • Menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD;
  • Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD atas pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih;
  • Menyampaikan laporan atas keputusan badan kehormatan kepada paripurna DPRD; dan
  • Dapat menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik DPRD.

  Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang:

  • Memanggil Anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan
  • Meminta keterangan pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain.

  2. Susunan Keanggotaan DPRD Kota Medan

2.1.Partai di DPRD Kota Medan

  Pada pemilu Legislatif 2009 lalu, DPRD Kota Medan memiliki anggota sebanyak 50 orang yang mana berasal dari sejumlah partai yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

  Tabel.1 Partai yang mendapat kursi di DPRD Kota Medan No Partai Politik Jumlah

  1 Partai Demokrat 16 orang

  2 Partai keadilan Sejahtera 7 orang

  3 Partai Golkar 5 orang

  4 Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan-perjuangan 5 orang

  5 Partai Damai Sejahtera 4 orang

  6 Partai Persatuan Pembangunan 2 orang

  7 Partai Patriot 2 orang

  8 Partai Indonesia Bersatu 2 orang

  9 Partai Buruh 1 orang

  10 Partai Keadilan Demokrasi Indonesia 1 orang

  11 Partai Persatuan Republik Nasional 1 orang Sumber: Sekretariat Dewan DPRD Kota Medan

2.2. Fraksi-fraksi

  Berdasarkan jumlah partai yang ada maka disusunlah fraksi-fraksi yang mana mempunyai kuota suara minimal 4 kursi. Namun karena ada beberapa partai yang tidak memenuhi kuota suara yang dimaksud maka dilakukanlah fusi partai dimana partai yang minim bergabung dengan partai lain seperti PPP dengan Partai Patriot. Kemudian karena masih ada 5 kuota suara lain seperti PPIB, PKDI, PPRN, dan Partai Buruh maka partai-partai tersebut membentuk fraksi baru yang dinamakan fraksi medan bersatu. Fraksi-fraksi tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

  Tabel.2 Fraksi DPRD Kota Medan

  No Fraksi Jumlah

  1 Fraksi Partai Demokrat

  16

  2 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

  7

  3 Fraksi Partai Golkar

  5

  4 Fraksi Partai Demokrasi Pembangunan

  5

  5 Fraksi Partai Damai Sejahtera

  4

  6 Fraksi PPP dan Patriot

  4

  7 Fraksi Medan Bersatu ( PPIB, PKDI, PPRN dan Partai

  5 Buruh) Sumber: Sekretariat Dewan DPRD Kota Medan

3. Keterwakilan Perempuan di Bidang Politik

  Pada masa reformasi sekarang sudah banyak perempuan yang masuk dalam dunia politik meskipun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah laki-laki yang terjun dalam perpolitikan Indonesia. Namun, sebelum zaman reformasi perempuan sedikit bahkan tidak ada masuk ke dalam ranah politik. Kebanyakan dari mereka hanya bergelut ke dalam organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi atau keagamaan. Mereka diperbolehkan masuk ke perkumpulan Dharma Wanita, PKK, Pengajian dan Arisan. Namun, mereka sangat sulit untuk memasuki dunia politik. Tuntutan bagi peningkatan keterwakilan perempuan di Indonesia sudah dibicarakan sejak tahun 1998 setelah jatuhnya Soeharto dari kepemimpinannya. Wacana itu berkembang pada tahun 1999 saat semua sedang mempersiapkan pemilu 1999. Dalam pemilu 1999, untuk pertama kalinya isu mengenai hak- hak perempuan juga dikedepankan dalam kampanye yang berlangsung. Dari sisi keragaman isu dalam kampanye pemilu yang sedang berlangsung dinilai mengalami kemajuan karena keikutsertaan perempuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses politik untuk membangun demokrasi di Indonesia.

  Keterwakilan perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat (DPR/DPRD), bukan tanpa alasan yang mendasar. Ada beberapa hal yang membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam politik dianggap sebagai sesuatu yang penting. Beberapa di antaranya adalah tanggung jawab dan kepekaan akan isu-isu kebijakan publik, terutama yang terkait dengan perempuan dan anak, lingkungan sosial, moral yang baik, kemampuan perempuan melakukan pekerjaan multitasking, dan pengelolaan waktu. Selain itu, perlu diakui kenyataan bahwa perempuan sudah terbiasa menjalankan tugas sebagai pemimpin dalam kelompok-kelompok sosial dan dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti di posyandu, kelompok pemberdayaan perempuan, komite sekolah, dan kelompok- kelompok pengajian. Alasan tersebut tidak hanya ideal sebagai wujud modal dasar kepemimpinan dan pengalaman organisasi perempuan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

  Dalam perjalanan sejarah perpolitikan di Indonesia, jumlah perempuan dalam parlemen memang belum menunjukkan angka yang signifikan. Perempuan masih dalam posisi yang lemah baik secara kualitas maupun kuantitas. Sebagai gambaran lemahnya partisipasi perempuan dalam politik (keterlibatannya dalam parlemen), berikut disajikan tabel jumlah perempuan dalam parlemen Indonesia sejak tahun 1950.

  12.5 87.5 500 1997-1999

  1 Aceh 4 5.80% 65 94.20% 69

  Total 100%

  Jumlah Anggota Laki-laki

  No Provinsi Jumlah Anggota Perempuan

  Tabel.4 Keterwakilan perempuan di DPRD tingkat Provinsi

  Namun jumlah keterwakilan perempuan pada masing-masing provinsi di Indonesia juga masih sedikit jumlahnya seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

  11.82 88.18 550 Sumber: diolah dari dokumen di setjen DPR RI

  9.0 91.0 500 2004-2009

  10.8 89.2 500 1999-2004

  8.5 91.5 500 1992-1997

  Tabel.3 Persentase Keterwakilan Laki-laki dan Perempuan di DPR RI

  6.3 93.7 460 1987-1992

  7.8 92.2 460 1982-1987

  5.1 94.9 488 1971-1977

  (DPR Konstituante)

  6.3 93.7 272 1956-1969

  3.8 96.2 236 1955-1960

  (DPR Sementara)

  % % 1950-1955

  Periode Masa Bakti Perempuan Laki-laki Jumlah Anggota DPR RI

  2 Sumatera Utara 20 20.00% 80 80.00% 100

  3 Sumatera Barat 7 12.73% 48 87.27% 55

  51 92.73% 55

  32 Papua 4 7.14% 52 92.86% 56

  31 Kalimantan Barat 4 7.27% 51 92.73% 55

  30 Kalimantan Selatan 7 12.73% 48 87.27% 55

  29 Kalimantan Tengah 7 15.56% 38 84.44% 45

  28 Kalimantan Timur 9 16.36% 46 83.64% 55

  27 Gorontalo 7 15.56% 38 84.44% 45

  26 Sulawesi Selatan 9 12.00% 66 88.00% 75

  25 Sulawesi Tenggara 2 4.44% 43 95.56% 45

  24 Sulawesi Tengah 9 20.00% 36 80.00% 45

  23 Sulawesi Barat 5 11.11% 40 88.89% 45

  22 Sulawesi Utara 9 20.00% 36 80.00% 45

  21 Maluku Utara 3 6.67% 42 93.33% 45

  20 Maluku 8 17.78% 37 82.22% 45

  19 Nusa Tenggara Timur 4 7.27%

  4 Riau 7 12.73% 48 87.27% 55

  18 Nusa Tenggara Barat 3 5.45% 52 94.55% 55

  17 Bali 4 7.27% 51 92.73% 55

  16 Banten 16 18.82% 69 81.18% 85

  15 Jawa Timur 19 19.00% 81 81.00% 100

  14 DI Yogyakarta 11 20.00% 44 80.00% 55

  13 Jawa Tengah 18 18.00% 82 82.00% 100

  12 Jawa Barat 26 26.00% 74 74.00% 100

  11 DKI Jakarta 20 21.28% 74 78.72% 94

  10 Kepulauan Riau 7 15.56% 38 84.44% 45

  9 Bangka Belitung 3 6.67% 42 93.33% 45

  8 Lampung 12 16.00% 63 84.00% 75

  7 Bengkulu 7 15.56% 38 84.44% 45

  6 Sumatera Selatan 8 10.67% 67 89.33% 75

  5 Jambi 4 8.89% 41 91.11% 45

  33 Papua Barat 5 11.36% 39 88.64% 44

  Total 288 1720 2008 Sumber: “ Rekapitulasi Anggota DPRD Provinsi Seluruh Indonesia berdasarkan jenis kelamin pada pemilu tahun 2009” Divisi Teknis& Humas KPU

  Tabel. 5 Keterwakilan perempuan di DPRD Kota Medan

  No Tahun Jumlah perempuan Jumlah laki-laki Total 100% 1 1992-1997

  3 6.8% 41 93.1%

  44 2 1997-1999 4 9.09% 40 90.01%

  44 3 2004-2009 5 11.11% 40 88.89%

  45 4 2009-2014 5 10.% 45 90%

  50 Sumber: Sekwan DPRD Kota Medan Menyimak UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,

  Dewan Perwakilan Daerah dan DPRD pada Pasal 65 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap

  

Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan

perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Sesuai amanat reformasi, Penyelenggaraan Pemilu

  harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

  Dalam Undang-Undang yang baru, yakni Undang-Undang Partai Politik Nomor 10 Tahun 2008 menyebutkan bahwa untuk pencalonan Peserta Pemilu paling tidak dari 3 (tiga) bakal calon adalah sekurang-kurangnya 1 (satu) dari perempuan. Adanya UU No 10 Tahun 2008 ini memang menyejukkan nuansa bagi perempuan untuk masuk di dunia politik. Hanya saja dalam UU tersebut tidak disebutkan sanksi administrasi bagi partai politik yang melanggar adanya sistem pencalonan yang mengikutsertakan perempuan dalam bursa pencalonan anggota legislatif dengan kuota 2 laki-laki banding satu perempuan. Yang ada hanyalah suatu sangsi yang berupa pemberitahuan di media massa yang bersifat sanksi moril.

  Lahirnya kuota perempuan melalui undang-undang tersebut sebenarnya menjadi berita baik bagi kaum perempuan. Secara tekstual, undang-undang tersebut memang baru mengakui adanya kebutuhan untuk melibatkan perempuan dalam partai politik sebagai upaya agar perempuan dapat memperoleh akses yang lebih luas dalam pengambilan keputusan. Pesan semacam itu tidak terdapat dalam regulasi sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Apabila dicermati secara lebih mendalam, terutama dalam undang-undang partai politik, kebijakan kuota perempuan ini sebenarnya sangat lemah. Hal itu tercermin dari tidak adanya penekanan secara eksplisit tentang keterlibatan perempuan dalam mengambil keputusan partai. Maka dari itu tidak ada jaminan bahwa penyertaan 30% perempuan di dalam keanggotaan partai politik akan secara otomatis mengubah paradigma partai untuk berpihak kepada perempuan. Ketidaktegasan aturan dalam undang-undang tersebut juga membuat menyebabkan angka 30% menjadi angka yang meragukan untuk dapat terwujud.

  Dalam sejarah perpolitikan di Indonesia seperti yang telah dikemukakan di atas, jumlah perempuan dalam lembaga parlemen dari periode ke periode hanya berkisar 10%. Bahkan setelah diterapkannya kebijakan kuota untuk pertama kali pada pemilihan umum 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003, jumlah perempuan dalam parlemen nasional belum signifikan. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 nyata-nayata tidak banyak berkontribusi pada peningkatan jumlah keterwakilan perempuan dalam parlemen. Melibatkan perempuan dalam ranah politik masih dianggap belum penting sehingga aturan tentang kuota dalam undang-undang tersebut belum ditetapkan sebagai sebuah kewajiban.

  Akibat dari situasi tersebut adalah ruang bagi kaum perempuan untuk mempengaruhi kebijakan partai masih tetap sangat sempit. Pesan yang dituangkan dalam pasal 27 undang- undang partai politik, yakni “pengambilan keputusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis”, berpotensi berakhir hanya sebagai harapan. Perempuan akhirnya tidak cukup memiliki kemampuan untuk menekan parpol (partai politik) agar melibatkan sebanyak mungkin kaum perempuan dalam kompetisi pencalonan anggota parlemen. Dengan demikian, karena asumsi mengenai perempuan dalam undang-undang parpol dan pemilu ternyata tidak terlalu berbeda dengan pendahulunya yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003, maka kaum perempuan akan tetap menghadapi kesulitan yang

   berulang untuk dapat terlibat dalam badan perwakilan.

  Masuknya perempuan dalam arena politik, khususnya dalam Pemilihan Umum 34 Legisaltif 2009, menghadapi tantangan yang harus siap dihadapi. Menurut Ulfa Ilyas,

  

Alfirdaus, Laila Kholid, 2008. ”Kebijakan setengah hati kuota perempuan dalam partai politik dan parlemen”. Jurnal

Konstitusi: membangun konstitusionalitas Indonesia, membangun budaya sadar berkonstitusi. Vol. 5 Nomor 2, November,

  ISSN 1829-7706. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Hal: 152 setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi perempuan yang akan berlaga dalam Pemilihan Umum Legisaltif 2009. Pertama, mayoritas partai yang mengikuti kompetisi pemilihan umum merupakan partai-partai lama. Kalaupun ada partai baru, tindakan politiknya mengikuti pola lama ataupun komposisi dewan pengurusnya berisikan orang-orang lama. Hal ini merupakan jebakan politik jika perempuan tidak merumuskan bentuk politik berbeda dan program-program yang berisikan kepentingan konstituen.

  Kedua, tingkat kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga politik; parlemen,

  partai-partai, maupun sistem pemilu semakin menciut. Persentase golongan putih atau golput terus saja meningkat di berbagai pengalaman pemilihan kepala daerah. Ketiga, kemampuan dan keahlian kandidat perempuan untuk menempati posisinya. Posisi-posisi pencalonan anggota legislatif dan pengusulan calon pada umumnya direbut oleh perempuan dari kelas menengah ke atas. Pada umumnya, meskipun lapisan sosial ini memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan tinggi, akan tetapi biasanya kurang peka dan kurang terikat secara oraganik

   dengan massa perempuan di akar rumput.

  Dengan mengabaikan asumsi tentang perempuan dan meninggalkan analisis tentang relasi gender yang membentuk kondisi-kondisi khas perempuan di dalam membuat regulasi kuota, maka hambatan bagi kaum perempuan untuk meniti karir di dunia politik akan tetap berlanjut. Terlebih lagi sanksi yang diterapkan bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota sangat lemah, yakni hanya berupa revisi dokumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 58 Undang-undang Pemilu. Tanpa sanksi yang jelas, semisal membatalkan kesempatan partai untuk ikut dalam pemilu, ketidakpatuhan partai dalam memenuhi kuota tetap saja akan terjadi. Konsekuensi lebih jauh dari masalah ini adalah masih tetap rendahnya representasi perempuan di ranah lokal karena akses pendidikan bagi mereka kenyataannya masih lebih terbatas.

  Di samping masih terbatasnya akses pendidikan, perempuan di daerah perdesaan dan pedalaman juga kekurangan informasi dan fasilitas (infrastruktur). Hal ini mencakup kurangnya informasi tentang pentingnya “duduk” di lembaga perwakilan, dari mana meraka dapat mengakses lembaga perwakilan tersebut, dan bagaimana mengaksesnya. Apalagi, biasanya kepercayaan agama dan tradisi budaya di daerah pedesaan biasanya lebih ketat dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal itu menyebabkan hambatan bagi kaum 35 perempuan untuk berpartisipasi dalam kompetisi politik menjadi lebih besar.

  Ilyas,Ulfa.“Perempuan dalam Pemilihan Umum 2009, Tersedia yang diakses pada tanggal 5 Juli 2012.2009.

  Proporsi perempuan dalam menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan juga masih bagitu rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa birokrasi pemerintahan belum sensitif gender karena masih menempatkan perempuan pada posisi marjinal. Seperti halnya tabel di bawah ini yang memperlihatkan ketimpangan dalam perolehan posisi penting dalam pemerintahan Kota Medan:

  Tabel.6 Posisi dan Kondisi perempuan Pemerintah Kota Medan

  No Lembaga Jumlah Jumlah Laki- % Jumlah Perempuan laki Perempuan

  1 DPRD Kota Medan

  5

  45

  11

  2 Bupati/Walikota 28 0%

  3 Wabup/Wakil 28 0% Walikota

  4 Pejabat Walikota

  3

  22

  13.6

  5 Pegawai Walikota

  20

  34

  59

  6 Pegawai Dinas 54 241

  22.4 Kebersihan

  7 Pegawai Dinas 116 411 Pertamanan

  Sumber: Biro Pemberdayaan Setda Kota Medan Melihat posisi dan kondisi perempuan di Kota Medan terlihat bahwa keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga pemerintahan sebagai pengambil keputusan tidak terlihat. Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan penyebab rendahnya sensitifitas gender dalam birokrasi publik. Pertama; rendahnya alokasi dana yang dianggarkan birokrasi publik untuk pemberdayaan perempuan. Rendahnya prioritas anggaran untuk pemberdayaan perempuan tersebut pada gilirannya telah membatasi kapasitas pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan pengerusutamaan gender ke dalam program-program pembangunan yang relevan.

  Kedua, belum adanya kesadaran dari pembuat kebijakan ataupun pimpinan birokrasi publik akan pentingnya pengarusutamaan gender dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat.

  Lebih parah lagi, ada reduksi pemaknaan gender sebagai urusan ekskutif perempuan dan label “perempuan” kemudian dianalogkan sebagai “pinggir” atau “tidak sentral”. Pernyataan seorang birokrat dilingkungan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam upaya mengembangkan networking dengan instansi-instansi lain dalam penanganan masalahpengarusutamaan gender.Ketiga, masalah koordinasi antar instansi terhadap program pemberdayaan perempuan seringkali tumpang tindih. Sampai saat ini, birokrasi publik belum bersifat koordinatif terhadap instansi-instansi pemerintah lainnya, baik dalam bentuk perencanaan, implementasi, sampai pada evaluasi kebijakan dan program pemerintah, terutama yang ada kaitannya dengan pemberdayaan perempuan.

  Keempat, terbatasnya kemampuan sumber daya manusia di bidang pemberdayaan

  perempuan. Akibatnya, seringkali peletihan-pelatihan tentang pemberdayaan perempuan hanya diikuti olehorang-orang yang sama dan program-program yang dapat dilaksanakan di daerah juga amat terbatas.Kelima, aparat birokrasi yang bekerja di bagian pemberdayaan perempuan seringkali merasa inferior karena mempunyai konotasi domestic. Laki-laki yang bekerja dibagian tersebut sering dilecehkan oleh koleganya walaupun hany sekedar gurauan. Perasaan inferior tersebut secara individual tidak jarang ikut memicu ketidakberdayaan bagian Pemberdayaan Perempuan secara institusional ketika harus menjalin hubungan kerja dengan pihak luar.

4. Nama-nama anggota DPRD Perempuan Kota Medan

  Dari ke 50 orang anggota DPRD Kota Medan, 5 diantaranya adalah anggota perempuan, yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

  Tabel.7 Nama anggota Dewan perempuan di DPRD Kota Medan periode 2009-2014

  No Nama Partai

  1 Damai Yona Nainggolan Demokrat

  2 Dra. Lily, MBA. MH Perjuangan Indonesia Baru

  3 Hj. Srijati Pohan Demokrat

  4 Ainal Mardiah Golkar

  5 JanLie, SE Ak Perjuangan Indonesia Baru Sumber: Sekretariat Dewan DPRD Kota Medan

5. Profil Calon Legislatif Perempuan Terpilih pada DPRD Kota Medan

  Dalam pelaksanaan pemilu legislatif kota Medan bnayak hal yang telah dilakukan Partai Politik (parpol) dalam menunjukkan komitmennya untuk menunjukkan keterwakilan perempuan, diantaranya pada proses penetapan calon anggota perempuan pada pemilu legislatif, keterwakilan perempuan disesuaikan dengan ketetepan UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik yang menegaskan bahwa kuota keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30%.

  Hal ini juga sejalan dengan penetapan caleg untuk pemilihan anggota DPRD Kota Medan, masih ada beberapa partai saja yang tidak memenuhi kuota 30%. Pemilu legislatif kota Medan pada tahun 2009 lalu telah menghasilkan 50 anggota DPRD terpilih dengan enam anggota Dewan Perempuan terpilih. Namun karena Ibu Halimaktuksahdiah meninggal dunia akibat penyakit kanker, jumlah anggota DPRD perempuan Kota Medan terpilih adalah hanya tinggal lima orang saja. Jumlah caleg masih jauh yang diharapkan yaitu hanya sekitar 12% saja Berikut ini adalah keenam caleg perempuan terpilih untuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, diantaranya adalah: 1.

  Dra Ainal Mardiah (Partai Golkar) Merupakan caleg perempuan dari partai golkar mewakili Dapil V, dalam pemilu legislatif kota medan beliau berhasil mengumpulkan 2.291 suara. Beliau merupakan putri dari

  Bapak Hj. Muhammad Kasim Surbakti, fungsionaris senior partai golkar binjai, dan putri dari Ibu Hj. Kamaliyah. Beliau dibesarkan dengan kebudayaan partai golkar yang sangat dominan, dimana sang ayah merupakan salah satu pengurus partai Golkar Kota Binjai yang cukup disegani sehingga darah dan ideologi politiknya juga banyak dipengaruhi oleh ideologi Golkar. Menikah dengan Bapak Drs. Hj. Ibrahim Tarigan yang merupakan kader Golkar.

  Beliau dengan suami telah dikarunai empat orang anak masing-masing : Ismail Saleh Tarigan, Ishaq Abror Tarigan, Achmad Chaidir Tarigan dan Nabila Tarigan.

  Riwayat pendidikan Ibu Dra. Ainal Mardiah adalah dimulai dari SDN Binjai Timur, lalu melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMPN Diski, lalu melanjutkan ke SMAN Tanjung Pura dan menamatkan Sarjana Strata 1 (S1) di Universitas Muhammadiyah Nusantara.

  Dalam riwayat keorganisasian eksistensi beliau tidak perlu diragukan, tumbuh dan berkembang dalam arus politik partai Golkar membuat beliau memiliki jiwa organisasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari cukup banyaknya organisasi yang beliau ikuti sejak masih menjadi mahasiswa sampai saat ini. Berikut ini adalah daftar organisasi yang pernah beliau geluti, diantaranya : himpunan mahasiswa Islam (HMI) Kota Binjai, Generasi Muda Islam Karo (KMIS), Keluarga Muslim Islam Karo (KIMK), Himpunan Remaja Majid Kota Binjai, Kader Partai Golkar Kota Binjai Kecamatan Binjai Timur dan yang terakhir adalah Kader Partai Golkar Kota Medan.

  2. Dra. Lily MBA, MH (Partai Perjuangan Indonesia Baru) Lahir di Medan pada tanggal 28 Agustus 1968, beliau merupakan calon legislatif perempuan nomor satu Partai Perjuangan Indonesia Baru perwakilan dari daerah pemilihan

  (Dapem) 1 (satu). Dalam pemilihan legilsatif kota medan kemarin beliau berhasil mengumpulkan 2.876 suara. Pendidikannya terbilang sangat bagus yaitu lulusan S-1 IKIP (Unimed) dan lulusan S-2 Maatstricht School of Management, Netherland dan Magister Hukum Universitas Jayabaya Jakarta.

  Sebagai seorang calon legislatif dari partai yang mendukung, beliau adalah termasuk fungsionaris dalam kepengurusan partai Perjuangan Indonesia Baru, hal ini terlihat dari kantor partai yaang bersamaan dengan kantor beliau. Profesi beliau sebagai konsultan perpajakan yang cukup diandalkan di kota Medan.Alasan beliau menjadi anggota DPRD Kota Medan adalah sebagai prestasi untuk bisa membantu rakyat dalam banyak hal.

  “Kalau kita berada di dalam dewan, berarti kita berada di dalam sistem. Sebagai wakil rakyat, kita jadi terlibat dengan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah, fungsi pengawasan, pengalokasian anggaran dan bisa menyampaikan aspirasi

   masyarakat secara langsung di dalam sidang paripurna”.

  3. Janlie, SE. Ak ( Partai Perjuangan Indonesia Baru) Caleg perempuan terpilih dalam DPRD Kota Medan dari partai perjuangan Indonesia

  Baru adalah Janlie SE, ak, beliau berhasil merembut kursi DPRD Kota Medan setelah berhasil mengumpulkan suara sebesar 2.661 suara. Lahir di Medan pada tanggal 19 Oktober 1971, merupakan penganut agama Budha dan telah menikah. Beliau merupakan caleg No. 1 36 daerah pemilihan (Dapem) 4 (empat) kota Medan.

  Wawancara dilakukan pada tanggal 29 juni 2012

  Saat ini berprofesi sebagai wiraswasta, sehingga tidak heran beliau dikenal sebagai Bisnis Women dari pada seorang politisi partai. Dalam proses pencalonanya sebagai caleg No. 1 (satu) dari Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB), Ibu Janlie menegaskan bahwa ketertarikan sebagai caleg hanya karena rasa ingin tahu dan menerima tawaran dari partai PIB karena pada dasarnya Ibu Janlie bukan merupakan kader dari partai PIB.

  4. Dra. Hj. Srijati Pohan Merupakan caleg perempuan dari partai Demokrat, dalam pemilu legislatif kota

  Medan beliau berhasil mengumpulkan 4.339 suara sehingga berhasil merebut satu kursi DPRD Kota Medan. Beliau aktif dalam kegiatan sosial dan kepartaian.Riwayat pendidikan Ibu Srijati Pohan sebagian besar di Sibolga. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditahun 1975 di SD RK Sibolga. Menamatkan sekolah menengah pertama di SMP Fatima Sibolga pada Tahun 1979. Tahun 1982 menamatkan pendidikan SMA di SMA RK Sibolga lalu menamatkan pendidikan perguruan tinggi di Institut Agama Islam Nusantara (IAIN) Sumatera Utara pada tahun 1990.

Dokumen yang terkait

Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Legislator Perempuan Terpilih Di Kota Binjai 2009-2014)

3 84 80

Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam Menjalankan Fungsi Legislasi untuk Memperperjuangkan Kepentingan Perempuan Tahun 2009-2011

2 69 90

Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)

15 83 85

Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Pada : Caleg Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan).

1 40 121

Fungsi Legislasi DPRD (Suatu Kajian Fungsi Legislasi DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009 – 2014)

0 53 133

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Studi Masa Reses III Anggota DPRD Kota Malang Tahun 2015)

1 16 40

Kinerja Anggota Legislatif Perempuan dalam Menjalankan Proses Legislasi (Studi di DPRD Kota Malang Periode 2009-2014)

1 12 39

BAB II PROFIL SUMATERA BARAT II.1 Sejarah Provinsi Sumatera Barat - Pola Budaya Matrilineal Dalam Politik (Studi Kasus Keterwakilan Perempuan di DPRD Sumatera Barat Tahun 2014)

0 0 40

BAB II PENGATURAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Landasan Yuridis Partisipasi Perempuan dalam Lembaga Perwakilan Rakyat - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Leg

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Legislator Perempuan Terpilih Di Kota Binjai 2009-2014)

0 0 24