Pengaruh Konsentrasi Bubur Buah Sirsak (Annona Muricata L.) Dengan Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Dan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather

  Fruit Leather

  adalah makan ringan yang terbuat dari daging buah yang

  Fruit leather

  dikeringkan sampai kadar air sekitar 20%, dan berbentuk lembaran tipis yang dapat digulung. Fruit Leather adalah salah satu makanan kudapan (snack food) yang dibuat dari buah-buahan, berbentuk lembaran tipis dengan konsistensi dan rasa yang khas dari jenis buah yang digunakan untuk permbuatan fruit leather.

  Kualitas fruit leather yang baik ditentukan oleh beberapa komponen terutama kandungan serat, pektin dan asam. Ketiga komponen tersebut akan berpengaruh terhadap lembaran fruit leather yang dihasilkan (Safitri, 2012).

  Fruit leather dibuat dengan penambahan gula, asam sitrat, dan gum arab.

  Gula dalam bahan ditujukan untuk mengikat air sehingga semakin tinggi air yang terikat secara kimia dengan bahan, menyebabkan pemanasan yang dilakukan akan semakin sulit untuk menguapkan air yang terikat. Produk fruit leather dengan penambahan konsentrasi gula yang dapat diterima dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20%. Adanya penambahan gula mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk fruit leather yang dihasilkan (Asben, 2007).

  Fruit leather mempunyai keuntungan tertentu yaitu daya tahan simpan

  yang cukup tinggi, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak banyak berubah. Jenis buah-buahan yang biasa digunakan untuk jenis produk ini adalah stroberi, jambu biji, mangga, sirsak, campuran labu kuning dan nenas. Fruit leather belum memiliki aturan Standar Nasional Indonesia. Standar mutu fruit leather dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-buahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Syarat mutu manisan No. Uraian

  Persyaratan

  1. Keadaan (Kenampakan, bau, rasa dan jamur) Normal, tidak berjamur

  2. Kadar air Maks.25% (b/b)

  3. Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) Min. 40%

  4. Pemanis buatan Tidak ada

  5. Zat warna Yang diizinkan untuk makanan

  6. Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Tidak ada

  7. Bahan pengawet (dihitung sebagai SO

  2 ) Maks. 50 mg/kg

  8. Cemaran logam :

  • Tembaga (Cu) Maks. 50 mg/kg
  • Timbal (Pb) Maks. 2,5 mg/kg
  • Seng (Zn) Maks. 40 mg/kg
  • Timah (Sn) Maks. 150 mg/kg (*)

  9. Arsen Maks 1,0 mg/kg

  10. Pemeriksaan mikrobiologi

  • Golongan bentuk coli Tidak ada
  • Bakteri Eschericchiacoli Tidak ada Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan. Sumber: DSN - SNI No.1718, 1996.

  Tinjauan Umum Tanaman Sirsak

  Tanaman sirsak berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini berbatang kecil dan rendah. Tinggi tanaman sirsak antara 3 sampai 8 meter. Buah sirsak berbiji banyak. Warna bijinya hitam, licin, dan mengkilap. Buah sirsak yang masih muda berduri rapat dan runcing. Buah sirsak yang telah tua berwarna hijau keputih-keputihan dengan sekat duri jarang dan tumpul. Buah sirsak dapat dipetik bila telah cukup tua. Buah sirsak akan cepat masak bila diperam pada tempat yang lembab. Buah sirsak yang masak dipohon, rasanya lebih manis dari pada peraman (Naesin, 2002).

  Buah sirsak sebaiknya dipanen setelah tua benar tetapi masih keras. Buah ini dianggap tua setelah duri-durinya berjauhan dan warna kulitnya yang tadinya hijau mengkilap menjadi hijau kusam hijau kekuningan. Di daerah yang iklimnya tidak mengenal musim, buah sirsak dapat dijumpai sepanjang tahun, tetapi biasanya 1-3 kali panen (Samson, 1986).

  Ada empat jenis sirsak yang umum dikenal di Indonesia, yaitu sirsak ratu, sirsak biasa, sirsak bali, dan sirsak mandalika. Sirsak ratu merupakan sirsak yang tersebar di pelabuhan ratu, Jawa Barat. Sirsak jenis ini memiliki bentuk kulit yang licin dan memiliki duri, dengan daging buah yang manis. Sirsak biasa hampir terdapat di seluruh pelosok Indonesia. Sirsak ini memiliki kadar air yang cukup banyak, dan rasanya yang asam manis. Sirsak bali mempunyai ukuran yang kecil, umumnya memiliki ukuran sekitar 200-300 gram saja. Sirsak bali mempunyai buah yang licin, tidak berduri dan daging buahnya manis. Jenis sirsak mandalika fisiknya hampir mirip dengan buah nona. Sirsak mandalika mempunyai daging buah berwarna kuning, berbiji banyak, rasanya sangat manis, dan mempunyai duri yang jarang-jarang pada kulitnya (Warasfarm, 2013).

  Mutu buah sirsak terutama ditentukan oleh derajat ketuaan dan kematangan serta kemulusannya. Buah sirsak dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat perkembangan maksimum, yang menjamin dapat tercapainya proses pematangan yang sempurna. Ketuaan dapat ditandai dari bentuk buah, warna kulit, ukuran buah (panjang, lebar, berat), serta kerapatan duri (Sjaifullah, 1996).

  Komposisi Kimia Sirsak

  Bagian tanaman sirsak, termasuk daun dan buah, mengandung senyawa yang cukup bernilai, seperti fruktosa, lemak, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya adalah senyawa golongan tanin, fitosterol dan alkaloida. Tiap 100 gram sirsak mengandung 65 kalori; protein 1,0 gram; lemak 0,3 gram; serat 2 gram; karbohidrat 16,3 gram; kalsium 14 miligram; fosfor 27 miligram; besi 0,6 miligram; vitamin A 10 miligram; vitamin B1 0,07 miligram; vitamin C 20 miligram; dan air 81,79 gram (Wikipedia, 2011).

  Buah sirsak terdiri dari 67,5% daging buah, 20% kulit buah, 8,5% biji buah, dan 4% inti buah. Setelah air, kandungan zat gizi yang terbanyak dalam sirsak adalah karbohidrat. Salah satu jenis karbohidrat pada buah sirsak adalah gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengan kadar 81,9

  • – 93,6% dari kandungan gula total. Buah sirsak mengandung sangat sedikit lemak 0,3 gram / 100 gram), sehingga sangat baik untuk kesehatan. Rasa asam pada sirsak berasal dari asam organik non volatil, terutama asam malat dan asam sitral (Novita, 2011).

  Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) dapat dijelaskan bahwa komposisi kimia buah sirsak setiap 100 gram bahan adalah sebagai berikut Tabel 2. Komposisi Kimia Buah Sirsak setiap 100 gram bahan Komposisi Kimia Jumlah Air (g)

  81,70 Protein (g)

  1,00 Lemak (g)

  0,30 Karbohidrat (g)

  16,30 Energi (kal)

  65,00 Kalsium (mg)

  14,00 Pospor (mg)

  27,00 Besi (mg)

  0,60 Vitamin A (SI)

  10,00 Vitamin C (mg)

  20,00 Vitamin B1 (mg)

  0,07 Sumber : Departemen Kesehatan RI, (1996)

  Manfaat Sirsak

  Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada sirsak merupakan antioksidan yang sangat baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperlambat proses penuaan (tetap awet muda). Mineral yang cukup dominan adalah fosfor dan kalsium, masing-masing sebesar 27 dan 14 mg/100 g. Kedua mineral tersebut penting untuk pembentukan massa tulang, sehingga berguna untuk membentuk tulang yang kuat serta menghambat osteoporosis (Novita, 2011).

  Khasiat dari buah sirsak ini memberikan anti tumor/kanker yang sangat kuat, dan terbukti secara medis menyembuhkan segala jenis kanker. Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur (fungi), efektif melawan berbagai jenis parasit/cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan menormalkan kembali sistem syaraf yang kurang baik (Verheij dan Coronel, 1997).

  Khasiat buah sirsak karena mengandung vitamin C cukup tinggi, sirsak dimanfaatkan sebagai zat anti-sorbutik yang dapat mengatasi kekurangan vitamin C dalam tubuh. Buah sirsak juga berkhasiat sebagai anti sembelit, pengobatan batu empedu, dan meningkatkan nafsu makan (Novita, 2011).

  Jahe

  Adapun komposisi kimia jahe dalam 100 gram bahan adalah seperti yang tertera pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Komposisi Kimia Jahe dalam 100 gram Jahe Komponen Satuan Jumlah Kalori kal

  51 Protein g 1,5 Lemak g 1,0 Karbohidrat g 10,1 Kalsium mg

  21 Fosfor mg

  39 Besi mg 1,6 Vitamin A SI

  30 Vitamin B mg 0,02

  4 Air g 86,2 Sumber : Departemen Kesehatan RI, (2000).

  Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya. Ketiga jenis ini adalah jahe putih/kuning besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih kecil biasa disebut jahe sunti, jahe besar sering disebut jahe gajah atau jahe badak (Paimin dan Murhananto, 1999).

  Jahe gajah atau badak memiliki rimpang besar dan gemuk. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar atau jahe olahan. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah selalu dipanen tua. Kandungan minyak atsiri dari kedua jenis jahe ini lebih tinggi dibandingkan jahe putih besar, maka dari itu rasanya lebih pedas. Selain itu jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Paimin dan Murhananto, 1999).

  Jahe putih atau lebih dikenal dengan jahe emprit (Z. officinale var.

  rubrum) memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun.

  Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6

  • – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm. Akar yang keluar dari rimpangnya berbentuk bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan diameternya berkisar antara 3,91
  • – 5,90 cm. Akar yang dikumpulkan dari satu rumpun dapat mencapai 70 g lebih banyak dari akar jahe besar (Syukur, 2001).

  Jahe putih memiliki tinggi tanaman sedikit lebih pendek dari jahe besar sekitar 40

  • – 60 cm. Bentuk batang bulat dan warna batang hijau muda hampir sama dengan jahe besar. Hanya penampilan lebih ramping dan jumlah batangnya pun lebih banyak. Kedudukan daunnya juga tampak berselang-seling dengan teratur. Daun berwarna hijau muda dan berbentuk lanset. Dalam satu batang, jumlah daunnya antara 20
  • – 30 helai. Panjang daunnya dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun rata-rata 25 mm (Syukur, 2001).

  Kandungan dalam rimpang jahe emprit antara lain minyak atsiri 1,5-3,5% kadar pati 54,70%, kadar serat 6,59%, dan kadar abu 7,39

  • – 8,90%. Kandungan minyak atsiri lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, di samping seratnya tinggi (Hapsoh, et al., 2010).

  Komposisi kimia jahe terdiri dari minyak atsiri 2

  • – 3%, pati, resin, asam- asam organik, asam malat, asam oksalat dan gingerin (Direktorat Gizi, 1996). Di samping itu rimpang jahe juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A,

  B, C, serta mineral senyawa-senyawa flavanoid dan polifenol. Rimpang jahe juga mengandung enzim proteolitik yang disebut zingibain. Bahan aktif pada rimpang jahe terdiri dari minyak atsiri 2

  • – 3%, zingirberin, kavikol, zingiberen, kamfena, zingiberol, limonene, gingerol, borneol, shogaol, sineol, zingiberal, linalool,
gingerin, minyak damar, pati, asam malat, dan asam oksalat (Hapsoh, et al., 2010).

  Komponen non volatil jahe yaitu oleoresin merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon.

  Komponen ini merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shogaol, paradols dan zingerone yang memberikan rasa pedas di mulut. Kandungan oleoresin pada tiap jenis jahe juga berbeda-beda. Oleoresin bisa mencapai 3% tergantung jenis jahe. Jahe merah rasa pedasnya tinggi karena kandungan oleoresinnya tinggi sedangkan jahe gajah dan jahe emprit rasa pedasnya kurang karena kadar oleoresinnya rendah. Persepsi sensori dari jahe di dalam mulut dan hidung disebabkan komponen volatil (minyak atsiri) dan non volatil (oleoresin). Minyak atsiri menimbulkan aroma harum pada jahe, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas (Hapsoh et al., 2010).

  Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dari fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin (Paimin dan Murhananto, 1999).

  Rasa pedas dari jahe segar berasal dari kelompok senyawa gingerol, yaitu senyawa turunan fenol. Komponen tertinggi dari gingerol adalah [6]- gingerol. Rasa pedas dari jahe kering berasal dari senyawa shogaol ([6]-shogaol), yang merupakan hasil dehidrasi dari gingerol. Di dalam jahe merah Indonesia senyawa gingerol dan shogaol yang ditemukan adalah [6]-gingerol dan [6]- shogaol. Karakteristik bau dan aroma jahe berasal dari campuran senyawa zingeron, shogaol serta minyak atsiri dengan kisaran 1-3% dalam jahe segar.

  Kepedasan dari jahe berasal dari turunan senyawa non-volatil fenilpropanoid seperti gingerol dan shogaol. Zingeron mempunyai kepedasan lebih rendah dan memberikan rasa manis (Hernani dan Winarti, 2012).

  Gingerol Shogaol

  Zingeron

  Manfaat Jahe

  Sudah sejak lama jahe digunakan sebagai bumbu dapur. Misalnya jahe digunakan dalam masakan ikan untuk menghilangkan bau amis. Aroma dan rasanya yang khas menyebabkan penggunaan jahe untuk bumbu dapur lebih memasyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan jahe sebagai bumbu dapur yang mencapai 30.000 ton per tahun (hanya untuk pasar domestik). Kebutuhan tersebut mencapai peringkat pertama dibandingkan kunyit, kencur, dan lengkuas yang juga sering digunakan sebagai bumbu dapur (Syukur, 2001).

  Penggunaan jahe kedua terbanyak yaitu sebagai obat tradisional. Jahe yang mengandung gingerol dapat dimanfaatkan sebagai obat anti inflamasi, obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonikum, serta obat batuk. Umumnya, dalam penggunaannya untuk obat tradisional, jahe dikeringkan dahulu hingga menjadi simplisia (bahan obat yang dikeringkan). Tingginya permintaan jahe sebagai obat tradisional karena banyaknya industri obat rumah tangga yang bermunculan, selain industri besar yang telah ada (Syukur, 2001).

  Oleoresin pada tanaman jahe mempunyai daya anti oksidatif lebih tinggi dari a-tokoferol. Disebutkan pula, mekanisme oleoresin dapat mengatasi inflamasi pada ginjal tikus akibat stres, sebagai anti inflamasi, dapat dijelaskan sebagai berikut: senyawa fenolik yang terdapat dalam oleoresin seperti gingerol, zingeron dan shogaol, yang bersifat antioksidatif menangkap radikal bebas yang jumlahnya meningkat dalam kondisi stres tersebut dengan cara memberikan atom hidrogennya. Dengan demikian pemberian oleoresin setelah stres dapat mengurangi radikal bebas yang muncul dalam jumlah sangat tinggi tersebut, yang selanjutnya berdampak pada pengurangan kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk inflamasi yang sedang terjadi pada ginjal (Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Kemampuan senyawa bioaktif jahe dalam memperbaiki sistem imun atau kekebalan tubuh, terutama pada kondisi normal tanpa stres oksidatif, meskipun demikian potensi melindungi sistem imun dalam keadaan stres oksidatif yang cukup nyata (Tejasari et al., 2002).

  Hasil penelitian Septiana et al. (2002) menunjukkan bahwa antioksidan fenolik pada jahe dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat autooksidasi lemak dan minyak. Antioksidan ini dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan selama tahap propagasi dari lemak atau minyak dengan cara mendonasikan radikal hydrogen sehingga radikal lemak tidak aktif melaksanakan tahap propagasi yang akan merusak lemak. Selain total fenol, komponen yang kemungkinan mempengaruhi aktivitas antioksidannya adalah kadar besi dan fosfor.

  Volka dan wheeler (1998) mengemukakan bahwa perbedaan daya hambat ekstrak jahe terhadap tumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan

  

Bacillus subtilis diduga disebabkan perbedaan komponen dinding selnya. Bakteri

  

E. coli merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai struktur dinding sel yang

  lebih kompleks dan mengandung komponen lipid yang lebih banyak (11

  • – 22%) dibandingkan dengan struktur dinding sel pada bakteri B. Subtilis (gram positif).

  Hasil penelitian Nursal et al. (2006) melaporkan bahwa dinding sel bakteri B. Subtilis lebih mudah dirusak oleh senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak jahe. Ekstrak jahe dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri E. coli mulai dari konsentrasi 6,0% dengan luas daerah hambat 9,5 mm², sedangkan terhadap B. subtilis mulai dapat dihambat pada konsentrasi 2,0% dengan luas daerah hambat 3,87 mm². Semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang diujikan, luas daerah hambat yang terbentuk semakin luas.

  Bahan-bahan Tambahan pada Pembuatan Fruit Leather Gula

  Sukrosa atau sakarosa yang juga disebut gula tebu atau gula bit. Secara umum gula pasir yang 99% nya terdiri atas sukrosa dibuat dari kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Bila dihidrolisis, sukrosa akan pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2004).

  Glukosa berguna sebagai bahan pembentuk energi tubuh. Berdasarkan bentuknya, molekul glukosa dapat dibagi menjadi 2 jenis molekul, yaitu molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi penentu dari bentuk glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (-OH) dalam struktur molekulnya.

  Glukosa yang berada dalam bentuk molekul D dan L-Glukosa dapat dimanfaatkan oleh sistem tumbuhan, sedangkan sistem tubuh manusia hanya dapat memanfaatkan D-Glukosa (Irawan, 2012).

  Gula disamping berfungsi untuk mengawetkan juga memiliki fungsi sebagai pemberi tekstur, penampakan, dan flavor yang baik. Pengawetan dengan menggunakan gula biasanya dikombinasikan dengan menggunakan teknik pengawetan lain, misalnya dengan pemanasan, asam, penyimpanan suhu rendah, dan lain-lain (Muchtadi, 1989). Penambahan gula juga akan berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula yang akan meningkatkan kekentalan akan memberikan tekstur yang baik pada produk makanan. Kadar gula yang tinggi (min 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air akan terikat, sehingga air yang seharusnya digunakan oleh mikroba untuk berkembang (a w ) akan sangat rendah (Shin, et al. 2002). Komposisi kimia gula putih dalam 100g bahan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia gula putih dalam 100 gram bahan Komponen Jumlah Kalori

  364 Karbohidrat (g)

  94 Kalsium (mg)

  5 Posfor (mg)

  1 Besi (mg) 0,1 Sumber : Gayo, 1987.

  Gum Arab Gum arab merupakan bahan yang termasuk dalam golongan hidrokoloid.

  Hidrokoloid adalah koloid larut dalam air, yang mampu mengentalkan larutan atau mampu membentuk gel dari larutan tersebut (Dwijana, 2011). Hidrokoloid adalah singkatan dari koloid hidrofilik, yang mana sangat penting sebagai pembentuk sistem tekstur di dalam bahan makanan. Sifat-sifat larutan yang diperoleh sangat tergantung molekulnya. Ini disebabkan karena masing-masing hidrokoloid mempunyai bentuk molekul yang beragam maka sifat-sifat larutannya juga sangat berbeda-beda.

  Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D- galaktosa, L-arabinosa, asam D-Galakturonat. Adapun struktur kimia dari gum arab (Aspinal, 1970) dapat dilihat pada gambar 1.

  Gambar 1. Struktur kimia gum arab yang terdiri dari galaktopiranosa dan asam glukoronat Kandungan gizi gum arab dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan gizi gum arab dalam 100 g Komponen

  Jumlah kadar air (g) 10,8 kadar abu (g) 3,4 kadar protein (g) 1,7 sodium (mg) 14,0 potassium (mg) 310,0 total karbohidrat (mg) 86,6 serat makanan larut (mg) 86,6 kalsium (mg) 1.117,0 magnesium (mg) 292,0 besi (mg)

  2,0 (Rabah dan Abdalla, 2012). Kriteria yang diharapkan dari fruit leather adalah memiliki warna yang menarik, tekstur yang sedikit liat dan kompak, dan memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung dan tidak mudah patah. Untuk menghasilkan fruit leather dengan kriteria tersebut maka ditambahkan gum arab yang diharapkan dapat memperbaiki plastisitas dari fruit leather (Historiasih, 2010).

  Hasil penelitian Historiarsih (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi gum arab 0,6% dan gula 4% menghasilkan fruit leather sirsak-rosella dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik yaitu kadar air 14,517%, total asam 0,8179 mg/g, a w 0,64, tekstur 0,158 mm/g.dt, pH 3,48. Dari penelitian Safitri (2012), pembuatan

  

fruit leather mangga-rosella terbaik dengan perbandingan buah (35% : 25%) dan

  gum arab 1% dengan penambahan gula 40%. Kemudian pada penelitian Putri (2013), menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah nenas dan bubur buah papaya sebesar 50%:50%, serta konsentrasi gum arab sebesar 1,2% adalah hasil terbaik fruit leather nenas-pepaya.

  Proses Pengolahan fruit leather Dalam pembuatan fruit leather, dilakukan beberapa tahapan proses.

  Adapun proses pengolahannya yaitu pengupasan, pencucian, penghancuran, pemasakan, pengeringan, pemotongan, dan pengemasan.

  Buah-buahan yang akan diolah menjadi fruit leather harus melewati tahap pencucian terlebih dahulu. Pencucian berguna untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit buah, insektisida, residu pestisida, sehingga saat diolah, kotoran tersebut tidak tercampur ke dalam bahan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir, dan menggunakan sikat (Baliwati, dkk., 2004).

  Setelah proses mengupas dan memisahkan daging buah dari kulitnya, maka proses selanjutnya adalah proses penghancuran. Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan daging buah yang sudah dikupas ke dalam blender dan ditambahkan air sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Proses penghancuran ini menggunakan air yang bertujuan untuk mempermudah proses penghancuran. Proses ini dilakukan sampai daging buah halus merata sehingga dapat dilakukan proses selanjutnya (Srikumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

  Daging buah yang telah siap kemudian dicampurkan dengan bahan aditif yang telah homogen, dan semua hasil pencampuran tersebut dipanaskan sampai suhu 70°C selama 2 menit. Tujuan dari pemasakan ini adalah untuk menonaktifkan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan biasa (Buckle, dkk., 2009).

  Daging buah yang telah dimasak kemudian dituangkan ke dalam loyang dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 50°C selama 48 jam. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan di dalam oven akan mengalami proses browning, sehingga akan berubah warna menjadi coklat. Perubahan ini disebabkan karena terjadinya browning non enzimatis antara asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi asam amino dengan gula pereduksi ini dapat menurunkan nilai gizi yang terkandung di dalam bahan (Almatsier, 2004).

  Pembentukan adonan fruit leather yang telah dikeringkan dan dipotong dengan ukuran dan ketebalan tertentu, kemudian dikemas. Pembentukan ini dilakukan agar produk yang diinginkan mempunyai bentuk yang sama, sehingga analisa yang dilakukan akan menghasilkan nilai yang baik (Safitri, 2012).

  Pengemasan akan membatasi antara pangan dengan keadaan normal yang ada disekitarnya, sehingga secara tidak langsung dapat terjadi kerusakan pada bahan. Pengatur standar mutu dari pengemasan sangat penting seperti halnya pengaturan standar mutu bahan pangan itu sendiri. Pengemasan yang baik dapat mencegah penularan bahan pangan oleh mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan (Buckle, dkk., 2009).