LEADERSHIP DALAM TATA KELOLA DIKTIKES PE

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DALAM TATA KELOLA INSTUSI PENDIDIKAN
TINGGI KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBANGUN
KEMANDIRIAN DAN OTONOMI PERGURUAN TINGGI MENUJU
GOOD UNIVERSITY GOVERNANCE
Kusnadi Jaya, S.Kep., Ns. (NIM. 22020114410044)
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan
FK Universitas Diponegoro, Tahun 2014
A. Sejarah
Pendidikan Tinggi Milik Pemerintah Daerah (selanjutya disebut Diktikes
Pemda) umumnya adalah konversi Sekolah Perawat Kesehatan mengingat
terbitnya undang-undang kesehatan yang mewajibkan tenaga kesehatan minimal
berpendidikan Diploma III. Dasar hukum saat itu SKB Menteri Kesehatan dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1987 tentang Pendidikan Diploma III
Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya banyak
muncul persoalan sebab dalam perspektif Undang-Undang (UU) Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pemda hanya
berwenang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah.
Akibat dinamika yang tidak pasti dan perbedaan pemahaman Pemda yang
berbeda-beda, Diktikes Pemda yang semula berjumlah 97 institusi sekarang
hanya tersisa 71 institusi sebab sebagian telah berubah menjadi swasta.
Eksistensi Diktikes Pemda yang sudah beroperasi sebelum lahirnya UU 20/2003

seolah tidak pernah teradvokasi dalam regulasi hingga menyisakan berbagai
masalah yang antre untuk diselesaikan. Kedudukan lembaga perguruan tinggi
terhadap Pemerintah Daerah, kewenangan dan tanggung jawab Pemda dalam
pengelolaan dan pembinaan, penataan jabatan fungsional, kapasitas dosen
mengelola pembelajaran, tata kelola keuangan, remunerasi dan issue politik
kedaerahan adalah sederet persoalan yang masih harus dihadapi Diktikes
Pemda. Karena itu kepemimpinan yang efektif menjadi urgent dalam
pengelolaannya.
Dinamika yang berkembang pada tiap institusi Diktikes Pemda cenderung
bervariasi di masing-masing daerah. Meskipun Asosiasi Pendidikan Tinggi
Kesehatan Milik Pemerintah Daerah (APTIKESDA) terus melakukan advokasi
untuk mengintegrasikan sistem tata kelola ke dalam regulasi yang berlaku bagi
PNS, tetapi tetap saja untuk mengelola masalah di institusi masing-masing yang
berbeda dibutuhkan seorang leader yang handal dan efektif. Kasus mutasi
direktur Diktikes Pemda ke luar PT, mutasi pegawai Diktikes Pemda untuk
pengembangan karir dan berubahnya kelembagaan menjadi PTS dibawah
yayasan adalah akibat kepemimpinan dan manajemen yang belum efektif
mengelola dinamika tadi. Dampak yang ditimbulkan adalah semakin
berkurangnya SDM Diktikes Pemda akibat mutasi pegawai dan pengembangan
karir dan hambatan bagi PNS untuk menjadi dosen tetap ketika lembaganya

berubah menjadi PTS.
B. Kelembagaan
Regulasi yang ada saat ini mengharuskan seluruh penyelenggaraan
perguruan tinggi untuk mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional termasuk pengelolaan institusi pendidikan
tinggi
Diploma
bidang
Kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
Pemkab/Pemkot/Pemprov. Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kot mengamanatkan bahwa pemerintah
daerah tidak berwenang mengelola pendidikan tinggi. Advokasi terhadap
eksistensi Diktikes Pemda mulai dilakukan ketika Kepala Badan PPSDM Depkes
RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.03.05/I/II/4/2916/2009 tanggal 12 Juni
2009 dan disusul dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas No.1252/D/T/2009

tanggal 31 Juli 2009, tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kesehatan
oleh Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa kebutuhan pemerintah
daerah akan tenaga kesehatan utamanya keperawatan serta besarnya minat
masyarakat/orang tua agar anak-anaknya dapat mengembangkan karier di
bidang keperawatan maka keberadaan pendidikan tinggi keperawatan di daerah
perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Selanjutnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan surat Nomor
061/2234/SJ tanggal 22 Juni 2009, meminta Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) untuk menyelesaikan masalah yang terjadi akibat di berlakukannya
UU Sisdiknas dan UU BHP. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengusulkan
agar Diktikes Pemda ditetapkan menjadi Badan Hukum Pendidikan Pemerintah
dan Mendagri bersedia untuk memfasilitasi proses tersebut. Tetapi ketika UU
BHP dianulir di Mahkamah Konstitusi maka upaya advokasi kelembagaan
stagnan untuk sementara waktu.
Terbitnya Keputusan Bersama Mendiknas, Menkes dan Mendagri Nomor:
07/XII/SKB/2010, Nomor: 1962/Menkes/PB/XII/2010, Nomor: 420-1072 tahun
2010 tanggal 23 Desember 2010 tentang pengelolaan institusi pendidikan
Diploma Bidang kesehatan memberikan harapan baru terhadap eksistensi
Diktikes Pemda. Point kritis dari SKB Tiga Menteri tersebut adalah : 1)
Mendiknas memberikan ijin penyelenggaraan dan melakukan pembinaan

akademik pendidikan diploma bidang kesehatan milik Pemda berdasarkan
rekomendasi tertulis dari Menkes; 2) Menkes bertanggung jawab atas pembinaan
teknis terhadap penyelenggaraan pendidikan diploma bidang kesehatan milik
Pemda; dan 3) Mendagri bertanggung jawab atas fasilitasi daerah dalam hal
pembiayaan, sarana dan prasarana, pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM)
pendidik dan kependidikan serta fasilitas lainnya sambil berkoordinasi dengan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).
Selanjutnya Menpan-RB mengeluarkan surat Nomor: 061/400/SJ tanggal 10
Februari 2011 mengenai Rancangan Peraturan Mendagri tentang Organisasi dan
Tata Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemda sebagai
acuan dalam penataan kelembagaan kedepan.
Sebagai tindak lanjut pasca alih bina, Mendagri menyampaikan surat nomor
061.1/3079/SJ tanggal 14 Januari 2013 kepada Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan (Mendikbud) tentang Permohonan Pertimbangan Rancangan
Peraturan Mendagri Tentang Organisasi dan Tata Kerja Institusi Pendidikan
Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemda sebagai acuan penataan kelembagaan.
Sampai saat ini penyempurnaan peraturan perundangan terkait masalah ini
masih terus berproses. Agar menghindari kegelisahan terkait kelembagaan,
Mendagri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 421.4/3168/SJ tanggal 18 Juni
2013 kepada Gubernur/Bupati/Walikota se Indonesia bahwa bentuk

kelembagaan diktikes pemda tersebut untuk sementara “status quo“ sambil

menunggu pengaturan lebih lanjut. Namun apabila dipandang perlu untuk
menata dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah
dapat dilaksanakan sesuai ketentuan
perundang-undangan. Hingga
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi
eksistensi Diktikes Pemda masih juga belum teradvokasi dalam regulasi.
Beberapa institusi Diktikes Pemda yang telah menjadi swasta pada
perjalananya banyak menghadapi kendala baik mengenai kelembagaan,
ketenagaan, keuangan maupun asset yang tetap menggunakan milik pemda dan
tidak sesuai dengan peraturan yang ada bahkan terjadi rebutan antara yayasan
dan pemda, sehingga beberapa institusi ingin kembali menjadi Diktikes milik
Pemda.
Secara kelembagaan institusi Diktikes Pemda saat ini banyak diposisikan
sebagai UPTD Dinas Kesehatan (Dinkes), padahal sebenarnya tidak demikian
sebab visi dan misi Dinkes pasti berorientasi terhadap pelayanan kesehatan
sedangkan visi dan misi Diktikes Pemda berorientasi pada pengembangan
institusi dan program studi. Akan sangat sulit melakukan pengembangan institusi

ketika lembaga yang menaungi institusi memiliki arah dan tujuan yang berbeda.
Belum lagi arah kebijakan daerah dan komposisi pejabat daerah yang cenderung
berubah setiap kali pergantian kepala daerah akan mengganggu tata kelola
institusi yang sejatinya memang masih mencari bentuknya. Karena itulah
dibutuhkan pimpinan institusi dengan karakter kepemimpinan yang kuat dan
tegas, memiliki visi dan misi yang jelas dan realistis tetapi tidak kaku terhadap
dinamika yang berkembang serta mampu mentransformasikan “agenda
perjuangan” sampai pada lini terbawah organisasi.
Young et al (2011) mengemukakan bahwa faktor kunci untuk mengelola
semua itu adalah “academic leaders as expert teachers who build the science of
nursing education, mentor and inspire new educators, and guide others in
transforming and re-visioning nursing education”. Seorang pemimpin dunia
akademik yang ahli dan memiliki kepakaran di bidangnya harus mampu
membangun keilmuan keperawatan, menjadi mentor yang menginspirasi dosendosen baru dan mampu memandu timnya dalam mentransformasikan dan
memperbaharui cara pandang terhadap perkembangan pendidikan keperawatan
terkini. Dalam hal ini, upaya advokasi yang dilakukan oleh pimpinan Diktikes
Pemda seharusnya meginspirasi dosen-dosen untuk terus mengembangkan diri,
meningkatkan kualitas dan tata kelola demi eksistensi keilmuan dan eksistensi
kelembagaan.
C. Ketenagaan

Status ketenagaan institusi Diktikes milik Pemda baik tenaga dosen
maupun non dosen merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Pemda, dengan
demikian digaji oleh Pemerintah daerah masing-masing. Sampai saat ini belum
ada regulasi dari Pemerintah Pusat (Kemendagri dan Kemendikbud) yang
mengatur tentang jabatan fungsional dosen pada institusi Diktikes milik Pemda,
sehingga dosen institusi Diktikes milik Pemda tidak memiliki jabatan fungsional.
Namun demikian beberapa institusi Diktikes Pemda memberanikan diri memiliki
regulasi tersendiri melalui Perda atau Peraturan Gubernur,Peraturan
Bupati/Walikota yang mengatur jabatan fungsional dosen dan penilaian angka
kredit dosen.

Sesuai dengan Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, semestinya seluruh tenaga dosen dapat mengikuti sertifikasi, namun
sampai saat ini belum ada tenaga dosen pada institusi Diktikes milik Pemda yang
sudah mendapatkan sertifikasi. Hal ini karena dosen Diktikes Pemda baru dalam
proses pengajuan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) kepada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan cq. Dirjen Dikti, serta belum adanya kuota biaya
sertifikasi dari Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah.
Jenis ketenagan terdiri dari tenaga akademis (dosen), tenaga administratif
(Kasubag Adum, Kasi Akademik, Kasi Kemahasiswaan sebagai tenaga struktural

dan staf adum). Sedangkan untuk pimpinan / direktur ada yang berstatus sebagai
tenaga struktural eselon III/a atau IV/a dan tenaga dosen yang diberi tugas
tambahan sebagai direktur/pembantu direktur. Tenaga dosen Diktikes Pemda
seringkali juga dibebani tugas-tugas administrasi, sehingga kegiatan perkuliahan
seringkali terganggu. Padahal semestinya disadari bahwa sebagai seorang
ilmuan di bidang keperawatan tidak boleh kehilangan jati diri dan fokus
menjalankan tri dharma (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat).
Kebijakan sektor kesehatan dan kebijakan daerah seharusnya mampu
dikelola sebagai bahan masukan dalam membangun tata kelola yang baik serta
mengembangkan jejaring kerjasama dengan support system yang ada di daerah,
bukan sebagai faktor perancu yang membuat pendidikan keperawatan
kehilangan arah dan ciri khasnya akibat dinamika lingkungan yang selalu
berubah-ubah.
D. Aspek pembiayaan
Pengelolaan keuangan Diktikes Pemda sangat beragam, ada yang
dikelola dalam konteks APBD ada pula yang dikelola mandiri/swakelola dan ada
yang sebagian di kelola APBD. Kondisi ini berujung pada kesalahan administrasi
keuangan. Hal ini terjadi karena pemahaman dan kebijakan tiap Pemda yang
berbeda-beda. Administrasi aspek pendapatan juga tidak jelas, ada yang
dimasukan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai lain-lain pendapatan yang

syah atau pendapatan yang lain.
Aspek belanja; terutama belanja langsung. Berdasarkan Permendagri 59
tahun 2007 tentang perubahan Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, kode rekening yang ada belum dapat mengalokasikan
kegiatan pendidikan tinggi seperti kegiatan seleksi penerimaan mahasiswa,
honorarium dosen bimbingan praktikum bimbingan praktek, biaya ujian, biaya
wisuda, kegiatan ko-ekstra kurikuler, porseni, dll. Selain itu juga adanya
perbedaan antara tahun anggaran dan tahun ajaran menyulitkan dalam
implementasi pengelolaan keuangan. Karena itulah pengelolaan Diktikes Pemda
membutuhkan seorang leader yang handal dan berwawasan luas. Disamping
memiliki kepakaran dalam keilmuan keperawatan, juga menguasai tata kelola
keuangan agar dapat diadministrasikan sesuai aturan yang berlaku dan tidak
berimplikasi pada pelanggaran hukum.
. Marquis & Huston (2010) dan Marwansyah (2012) menjelaskan
manajemen yang efektif merupakan integrasi kepemimpinan dengan
kemampuan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Suwatno dan Priansa
(2011) menterjemahkan gagasan kepemimpinan yang efektif sebagai
kemampuan menganalisis situasi yang berkembang dan mengantisipasi segala
tantangan dan hambatan agar dapat dijadikan peluang dan potensi


menggunakan pendekatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan yang baik. Agar tata kelola institusi Diktikes Pemda ini efektif di
tengah ketidakpastian regulasi maka seorang pemimpin wajib mengambil
langkah-langkah sistematis sehingga tidak salah mengambil kebijakan dan
keputusan dalam menghadapi dinamika sosial politik daerah yang terus berubah.
E. Penyelenggaraan
Izin penyelenggaraan sejak Bulan Oktober 2012 telah dialihkan dari
Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Nomor 354/E/O/2012 tahun 2012 tanggal 10 Oktober 2012 tentang Alih Bina
Penyelenggaraan Program Studi pada Akademi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan. Pasca alihbina Institusi Diktikes milik pemda harus
mengacu pada ketentuan Dikti, dengan demikian 2 (dua) tahun setelah SK
alihbina institusi wajib memperpanjang izin penyelenggaraan pendidikan kepada
Direktorat Kelembagaan dan kerjasama Ditjen Dikti Kemendikbud. Untuk
memperoleh perpanjangan izin, institusi/wajib mengirim laporan penyelengaraan
pendidikan melalui Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) setiap semester
(1 bulan setelah semester berakhir). Pada minggu kedua dan ketiga bulan Mei
2013 pelatihan PDPT bagi Diktikes Pemda telah dapat dilaksanakan dan sedang

dalam proses validasi data.
Pelaksanaan akreditasi pasca alih bina bagi institusi Diktikes milik Pemda
yang belum diakreditasi atau sudah habis masa berlaku strata akreditasi , maka
akan dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Peguruan Tinggi (BANPT) atau Lembaga Akreditasi Mandiri bidang Kesehatan (LAM-PT Kes) (Pasal 60
UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS ). Setiap Institusi pendidikan sesuai
dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidkan wajib
menjalankan penjaminan mutu. Dengan demikian institusi Diktikes wajib
membentuk Unit Penjaminan Mutu dan menjalankannya secara menyeluruh,
dengan menyusun Kebijakan Mutu, Manual Mutu, standar pendidikan,
borang/formulir dan pelaksanaan audit internal.
F. Solusi dan rencana pengembangan
Salah satu tonggak penting UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
adalah aspek otonomi Perguruan Tinggi (PT) yang diatur dalam pasal 24 ayat (2)
dan pasal 50 ayat (6) (Dirjen Dikti, 2010). Otonomi PT yang dimaksud adalah
kemandirian dalam pengelolaan lembaga sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Otonomi PT diharapkan mampu mewujudkan Good University Governance
dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri/PTN, Perguruan Tinggi Swasta/PTS
maupun Perguruan Tinggi dibawah Kementerian Lain/PTKL (termasuk
didalamnya adalah perguruan tinggi kesehatan milik pemerintah daerah yang
bernang di bawah Kementerian Dalam Negeri) sebagaimana diamanatkan UU
Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Gagasan otonomi perguruan tinggi terkait pengelolaan Diktikes Pemda
yang saat ini berjumlah 71 institusi tersebar di seluruh Indonesia merupakan
pokok bahasan yang penting, sebab tata kelola yang tidak jelas berpotensi

menimbulkan masalah bukan hanya bagi institusi sendiri tetapi juga bisa
berdampak terhadap Pemda dalam hal administrasi keuangan dan aset,
ketenagaan dan tata kelola organisasi.
Berbagai issue strategis terkini hanya dapat dikelola sebagai sebuah
peluang apabila Diktikes Pemda memiliki otonomi dalam pengelolaannya.
Peluang dan tantangan yang harus direspon tersebut antara lain : 1) Kewajiban
perawat lulusan SPK untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke level yang lebih
tinggi hingga tahun 2020 yang diamanatkan UU 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan harus dijawab dalam bentuk bentuk kerjasama dengan Pemda
sebab khittah sejatinya Diktikes Pemda adalah membantu memenuhi kebutuhan
akan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di daerah; 2) Fakta bahwa banyak
perawat yang mutasi dari daerah terpencil, sangat terpencil dan daerah kurang
diminati ke daerah perkotaan serta distribusi perawat yang belum merata dapat
dijadikan peluang kerjasama untuk mengalokasikan sedikitnya 20% lulusan SMU
yang dibiayai oleh Pemda dari daerah-daerah tersebut untuk mengikuti
pendidikan keperawatan; 3) Kewajiban Puskesmas mengembangkan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) yang diamanatkan Permenkes 75 tahun 2014
Tentang Puskesmas merupakan peluang untuk kerjasama pengembangan UKM
dalam konteks wahana praktek mahasiswa dan pengamalan dharma pengabdian
masyarakat. Dan menurut Robert & Glod (2013), hanya pemimpin yang peka
lingkungan dan visioner saja yang mampu membaca peluang dan mengelolanya
demi kepentingan institusi.
Semua ilustrasi yang Penulis paparkan diatas hanya dapat terwujud jika
pimpinan institusi Diktikes Pemda mampu menyeimbangkan antara tuntutan
otonomi perguruan tinggi dan dinamika yang berkembang di daerah, dengan tata
kelola yang baik dan terpercaya sehingga dengan segala sumber daya dan
support system yang tersedia mampu mensinergikan Sistem Penjaminan Mutu
Internal dan Akreditasi untuk memenuhi atau bahkan melampaui Standar
Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014.
Kepustakaan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5336)
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5612)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 89; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4741)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun
2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 769)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas.
Keputusan Bersama Mendiknas. Menkes dan Mendagri Nomor: 07/XII/SKB/2010,
Nomor: 1962/Menkes/PB/XII/2010, Nomor: 420-1072 tahun 2010 tanggal 23
Desember 2010 Tentang Pengelolaan Institusi Pendidikan Diploma Bidang
Kesehatan.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor
354/E/O/2012 tahun 2012 tanggal 10 Oktober 2012 tentang Alih Bina
Penyelenggaraan Program Studi pada Akademi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan
Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/400/SJ Tanggal 10 Februari 2011 Kepada
Menpan-RB Tentang Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan
Milik Pemerintah Daerah
Surat Menteri Dalam Negeri Kepada Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor
061.1/3079/SJ tanggal 14 Januari 2013 Perihal Permohonan Pertimbangan
Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemeritah
Daerah
Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas No.1252/D/T/2009 tanggal 31 Juli 2009, tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kesehatan oleh Pemerintah Daerah
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Kepada Gubernur/Bupati/Walikota se Indonesia
Nomor 421.4/3168/SJ tanggal 18 Juni 2013 Tentang Pengelolaan Institusi
Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemerintah Daerah
Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 194/E.E3/AK/2014 tanggal
25 Februari 2014 Tentang Izin Penyelenggaraan dan Akreditasi Institusi
Perguruan Tinggi.
Dirjen-Dikti (2010) Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT), K.P.
Nasional. Jakarta : Kemendikbud RI
Marquis, B.L., Huston, C.J. (2010) Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan;
teori dan aplikasi. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Marwansyah (2012) manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bandung : Alfa
Beta.
Roberts, S. J., & Glod, C. (2013). Faculty Roles: Dilemmas for the Future of Nursing
Education. Nursing Forum, 48(2), 99-105. doi:10.1111/nuf.12018
Suwatno, Priansa, D.J. (2011) Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan
Bisnis. Bandung : AlfaBeta
Young, P. K., Pearsall, C., Stiles, K. A., & Horton-Deutsch, S. (2011). Becoming a
Nursing Faculty Leader. Nursing Education Perspectives, 32(4), 222-228.
doi:10.5480/1536-5026-32.4.222