FENOMENA PENGEMIS DI KOTA MALANG

TUGAS
SOSIOLOGI HUKUM
FENOMENA PENGEMIS DI KOTA MALANG

DosenPemimbing :
MIFTAH SOLEHUDDIN, M.HI

Di susunoleh :

HusnainiNasution (14210001)

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016 M/ 1437 H

A. LATAR BELAKANG

Wajarnyakarenasangatmiskinlahseseorangterpaksauntukmengemis,
tapikenyataanyajustruada


orang

yang

menjadikanmengemissebagaimatapencarianmereka.Denganhanyabermodalmukamemelasunt
ukmengundangibasetiap

orang

yang

merekatemui

di

jalanan.Selembarseribuatauduaribuandenganikhlasdirelakanparadermawanuntukmereka.Lant
asbenarkahparapengemis

yang


setiapharilalulalangituhidupmenderita?Ternyatatidaksemua.Menjadipengemismemangsesuatu
yang

halal,

tapitidaksedikitpengemis

yang

berada

jalanansaatinimenjadikanmengemissebagaimatapencarianmereka.Memangbenar
luaransanaada

yang

di
di


mengemiskarenabenar-

benarberadadalamkondisiekonomibawahdansulitmemenuhikebutuhanhidupmereka,
tapitidakdipungkiriadapengemis

yang

mampumenghasilkanpendapatanratusanribuseharidanjutaan rupiah sebulanya. Menjadisuatu
yang

ironismelihatkondisi

yang

teraziadanditemukanuangpuluhanjuta
menyebabkanseseoanguntukmengemis,

demikian,

danadapengemis


rupiah.Walaupunbanyakfaktor
tapimelihatkenyataan

yang
yang
yang

adasekarangmengemissudahmenjadiprofesi,
bahkanketikalebarantibajumlahpengemisdadakanbisamembludakmemenuhijalanankota.

B. METODE PENELITIAN ATAU PENGUMPULAN DATA
Dalam proses pengumpulan data, penulismenggunakanmetode Kualitatif pencarian data
yang seringdigunakandalampenelitianyaknimetodewawancara dan observasi. Wawancara
dilakukan kepada beberapa pengemis untuk mengetahui faktor apa saja yang membuat
seseorang menjadi pengemis dan masalah-masalah yang dihadapi pengemis dan dampak
pengemis terhadap kegiatan sosial.1
Dari pembuatan dan penulisan artikel ini penulis juga menggunakan metode studi
pustaka yaitu salah satu metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah dengan cara
mengumpulkan dari berbagai buku dan mencari inti-inti pembahasan hukum lalu fenomena

1

Meilles, B. Mathew dan A.Mickhel Huberman,1994. AnalisIs Data Kualitatif, UI PRESS, Jakarta

penemis Sehingga artikel ini menjadi satu bahasan yang menarik untuk di baca. Kemudian
data

yang

diperolehdarirangkaianpenelitiandarihasilstudilapangan,

maupundarihasilstudipustaka, kemudian di kumpulkan, diklasifikasi, dandianalisa.Analisa
data

yang

sudahadaakan

di


lakukandenganmenggunakanmetodedeskriptifanalisisyaitumenggambarkan data-data yang
adaataufakta

yang

ditemukan

di

lapangan

di

kaitkandenganteori-

teoridanperaturanperundangandalamhukumpositif

yang

menyangkutpermasalahanhukumtentangfenomena pengemis.


C. PAPARAN TEORI
Teori ketidak adilan sosial
Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengalami pasaran bebas , kemiskinan
adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta cenderung untuk
bertumpu kepada golongan yang terkaya, mana kala orang yang miskin cenderung menjadi
lebih miskin. Ini adalah karena dalam pasaran bebas komudity itu dijualkan kepada mereka
yang mampu menawarkan harga yang lebih timggi. Prinsip ini menyebabkan faktor
pengeluaran seperti tanah, cenderung diiliki oleh golongan terkaya, karena mereka
mempunyai kuasa, pembelian yang lebih tinggi. Pemilikan faktor pengeluaran ini akan
menyebab orang terkaya menjadi lebih kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor
pengeluaran di pasaran bebas. Proses ini akan berterusan ,sehingga golongan terkaya
memonopoli segala faktor pengeluaran, dan menyebabkan orang lain dalam masyarakat
miskin karena tidak memiliki faktor pengeluaran.2

2

http://www.fimela.com/read/2013/07/29/6-masalah-sosial-yang dihadapi-Indonesia

D. KONTEKSTUALISASI KASUS


Foto di ambil di depan malang plaza, jalan. KH Agus Salim
Gelandangan yang suka meminta-minta di pinggir jalan ternyata berpenghasilan tinggi.
Jumlah pendapatan yang begitu besar bisa menjadi alasan kuat mereka merasa nyaman
dengan profesi mereka sebagai pengemis. Lebih parahnya lagi maraknya pengemis dan
gelandangan disinyalir sudah teroganisir, diduga ada sindikat yang mengatur kelompok
pengemis yang kerap mendrop mereka di suatu tempat untuk kemudian beroperasi di wilayah
yang telah ditentukan.Masalah social seperti ini merupakan masalah yang sangat komplek.

Perilaku mengemis juga erat kaitannya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat kaitannya
dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan. Selama masih
adanya kesenjangan ini, maka urbanisasi akan sulit dibendung.3
Masalah kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi
dari daerah pedesaan kekota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerahdaerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban tersebut, sulit dan terbatasnya pekerjaan
yang tersedia serta terbatasnya pengetahuan, keterampilan dan pendidikan menyebabkan
mereka banyak mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi
gelandangan dan pengemis. Kementerian Sosial terus berupaya untuk mengurangi tingkat
populasi pengemis, tahun 2011 pemerintah berusaha untuk lebih mengedepankan upaya
penanggulangan kedua pokok permasalahan tersebut, di Indonesia terdapat sekitar 30 juta
orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), yang terbagi dalam 22 kelompok,

salah satunya adalah gelandangan, dan pengemis (gepeng) yang jumlahnya sekitar 3 juta
jiwa.
Maraknya jumlah gelandangan dan anak-anak jalanan di tengah- tengah kota besar tentu
mengindikasikan meningkatnya tingkat kemiskinan kota yang pada akhirnya mengemis dan
jadi gelandangan bukan nasib tapi pilihan mereka. Namun hakekatnya persoalan mereka
bukanlah kemiskinan belaka, melainkan juga eksploitasi, manipulasi, ketidakkonsistenan
terhadap cara-cara pertolongan baik oleh mereka sendiri maupun pihak lain yang menaruh
perhatian terhadap Anak Jalanan dan Gepeng.4
Menjadi pengemis bukanlah sebuah prestasi atau pilihan hidup namun lebih mengarah
kepada tuntutan hidup yang dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan serta
tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan
hidupnya secara memadai dan wajar. Hal inilah yang terkadang mendorong seseorang untuk
menjadi gelandangan ataupun menjadi pengemis.

Humaidi, M.Ali Al.”Pergeseran budaya mengemis di masyarakat desa peragaan daya,Sumenep madura,

3

Pemekasan,STAIN sIs Data Kualitatif, UI PRESS, Jakarta


4

Ali, Marpuji, dkk.

Muhamadiyah.

99 . Gelandangan di Kertasura . Surakarta: Monografi 3 Lembaga Penelitian Universitas

Pasal

Dalam

34

ayat

1

UUD


1945

mengamanatkanbahwa

“fakir

miskindananakterlantardipeliharaolehnegara”. Sementaraitupasal 34 ayat 2 menegaskan
“negaramengembangkansistemjaminansosialbagiseluruhrakyatdanmemberdayakanmasyaraka
t yang lemahdantidakmampusesuaidenganmartabatkemanusiaan”.Berdasarkanpasal 34 ayat 1
dan

2

UUD

1945

dan

UU

Nomor

6

Tahun

1974

tentangKetentuan-

KetentuanPokokKesejahteraanSosial, PeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomor 31
Tahun1980.5
tentangPenanggulanganGelandangandanPengemispadabagianpertimbanganmenyatakan:
a)

Bahwagelandangandanpengemistidaksesuaidengannormakehidupanbangsa

berdasarkanPancasiladanUndang-UndangDasar

1945

Indonesia

karenaituperludiadakanusaha-

usahapenanggulangan.
b)

bahwausahapenanggulangantersebut,

usahapencegahantimbulnyagelandangandanpengemis,
untukmemberikanrehabilitasikepadagelandangandanpengemis

di

sampingusahabertujuan

pula
agar

mampumencapaitarafhidupkehidupan, danpenghidupan yang layaksebagaiWarga Negara
Republik Indonesia.

5

Alkotsar, Artidjo (1994). Advokasi Pengemis.Rajawali,Jakarta

(foto diambil gerbang kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Fakta membuktikan bahwa pengemis, yang masuk dalam kategori kemiskinan inti (core of
poverty) di perkotaan. Menangani kelompok ini sama halnya mencoba menangani masalah
kemiskinan yang tersulit. Kelompok pengemis merupakan kelompok khusus yang memiliki
karekteristik dan pola menganan yang khusus. Terutama berkaitan dengan mentalitas dan tata
cara hidup mereka yang sedikit banyak sudah terkontaminasi budaya jalanan. Inilah
sebabnya, sebagai misal, kenapa mengistilahan jakarta di kalangan ilmuan sosial bukan
disebut kota tapi sering disebut kampung besar, menginggat perilaku orang didalamnya yang
lebih mencerminkan orang kampung.6

Adapun hasil wawancara ialah :
6

http://www.fimela.com/read/2013/07/29/6-masalah-sosial-yang dihadapi-Indonesia-page-0-3

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasilpengamatan

1.

Data pengemis

Berdasarkanpengamatan

yang

kami

lakukanselamakuranglebih

3

minggu,denganbeberaparespondenterdapathasilsebagaiberikut.

No Nama

Umur

Alamat

Penghasilanperhari

1

Sartini

60

-

±105

2

Suparjo

53

-

±85

3

Satiem

59

-

±150

Dari respondendengannamaSartini yang berumur 60 tahundanberpenghasilan ± Rp
105.000,00.
RespondeninimengakubahwadirinyabernamaSartini,danmengatakanbahwaiasudahmengemiss
elama

±

15

tahun.

Iamengatakanbahwaiabekerjasebagaipengemisuntukmemenuhikebutukanhidupnyadankeduaa
naknya.

Selainuntukmemenuhikebutuhanhidupnya,

diajugadiajugamemembutuhkanobatpribadisepertiobat mag, karenadiasudahmengidapsakit
mag

ketikaberusia

±

50

Diajugaseringmuntahdarahketikadirinyamerasakecapaian.Diajugaseringmengemis

tahun.
di

berbagaitempat.
RespondendengannamaSuparjo

yang

tahunmengakubahwadirinyasudahmengemissekitar

berumur

53

±

4

tahunkarenakecelakaansampaikakinyapatah.
Diajugamerasatidakdapatmempunyaipekerjaankarenakondisinya

yang

sekarangini,selainuntukmemenuhikebutuhanhidupnyaiamembutuhkanobatpribadiuntukkakiny
a

yang

patah.Iamengatakanbahwapenghasilanyatidakmenentuatautergantungsituasidankondisi,misaln

yasaatbulansuciRamadhaniabisamempuyaiuanghingga ± Rp.100.000,00 perharitetapisaathariharibiasaiamendapatkanuangdarihasilmengemissampai

±

Rp.

85000,00.Dengan

kondisisepertiinidiamengatakanbahwadirinyamengemismelaluiemperantoko,ataumasukkedal
ampasarsepertiparapedagangataupembeli

yang

ada

di

pasar.Sebelumnyadiabekerjasebagaiburuhtanidanburuhserabutan.

RespondendengannamaSatiem yang berumur 59 tahundanberpenghasilan ± Rp
150.000,00. Respondeninitidakmau di wawancaraisecaralebihlanjutkarenadiasedangterburuburu.Diahanyamenyebutkannama,

penghasilansehari-haridanumurnyasaja.

Alasandiatidakmau di wawancaraisecaralebihlanjutkarenadiasedangterburu-buru.

KESIMPULAN
Memberiuangkepadapengemistidaklahsalah, yang harusdiperhatikanadalahcaramemberinya.
Cara memberipengemis di jalananbisajadiadalahcara yang kurangtepat. Ada cara lain yang
lebihbijaksana,

apabila

Kita

inginmemberisedekahkepadapengemisadabaiknyamelaluiDinasSosialataulembagasosial.
Lembagasosialataudinassosialtersebut yang nantinyaakanmendistribusikanuangkepada orangorang yang benar membutuhkan. Ketika Kita memberikepadapengemis, secaratidaklangsung
Kita

mendidikpengemistersebutuntukhidupdengancaramalas.

Alih-

alihmencarikerjaataumembukalapanganpekerjaan,

orang

tersebutmalahmemilihprofesipengemisjalanan.Tidaksalahjikapemerintahkotasetempatmenera
pkanperdauntukmelarangmemberiuangkepadapengemisdangelandagan.

SARAN
1.

Membuat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan
sosial secara umum yang di dalamnya termasuk juga permasalahan pengemis seperti
UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Permensos No.08 Tahun 2012
tentang

Pedoman

Pendataan

dan

Pengelolaan

Data

Penyandang

Masalah

Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, dsb.
2. Mendirikan kementerian-kementerian, badan-badan, ataupun lembaga-lembaga yang
memiliki program untuk kesejahteraan masyarakat baik berupa bantuan tunai maupun
bantuan pemberdayaan. Mengadakan razia di daerah rawan gelandangan dan
pengemis melalui Satpol PP,
3. Mengadakan penampungan sementara,
4. Melakukan pembinaan mental dan ketrampilan sesuai bakat lewat lembaga-lembaga
pelayanan yang ada,
5.

Mengembalikan ke daerah asal atau ke panti rehabilitasi dan resosialisasi,
Menyadarkan dan membina pihak-pihak yang terkait dalam jaringan gelandanganpengemis dan menindak secara yuridis jaringan gelandangan-pengemis tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Meilles, B. Mathew dan A.Mickhel Huberman,1994. AnalisIs Data Kualitatif, UI PRESS,
Jakarta
Humaidi, M.Ali Al.”Pergeseran budaya

mengemis di masyarakat desa peragaan

daya,Sumenep madura, Pemekasan,STAIN sIs Data Kualitatif, UI PRESS, Jakarta
Alkotsar, Artidjo (1994). Advokasi Pengemis.Rajawali,Jakarta
Ali, Marpuji, dkk. (1990). “Gelandangan di Kertasura”. Surakarta: Monografi 3 Lembaga
Penelitian Universitas Muhamadiyah.
http://www.fimela.com/read/2013/07/29/6-masalah-sosial-yang dihadapi-Indonesia-page-0-3
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/27/1554556/Pengemis.Ini.Peroleh.Rp.25.Juta.d
alam.15.Hari.di.Pancoran