PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL.

(1)

PENINGKA PEMBELAJARAN K

4 SEKOL

D

gun

PROGR JUR UNI

GKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELA AN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUN EKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Baiq Hatimatussa’adah NIM 11103244048

OGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

ELALUI

ARUNGU KELAS NTUL


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan"

(Qur’an surat Al-Maidah ayat 2)

“A little consideration, a little thought for others, makes all the difference.” (Eeyore, Winnie the Pooh)

Tak akan ada pencapaian tanpa usaha. (Baiq Hatimatussa’adah)


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orangtuaku tercinta, Lalu Burhan (alm) dan Irahayati yang tanpa kalian aku bukanlah apa-apa, yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta tak pernah lelah mendoakan.

2. Saudara-saudaraku yang kusayangi, Baiq Aini Hidayah, Lalu M. Muttakim, Baiq Eli Ramdani, Lalu Ahmad Alpian, dan Baiq Raudatul Jannah. Terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya.

3. Almamaterku tercinta. 4. Nusa dan Bangsa


(7)

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI

PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL

Oleh

Baiq Hatimatussa’adah NIM 11103244048

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak dengan hambatan tunarungu melalui pembelajaran kolaboratif bagi siswa kelas 4 SD di SLB Negeri 2 Bantul.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian Kemmis dan McTaggart. Subjek penelitian adalah 4 orang siswa tunarungu kelas 4 Sekolah Dasar di SLB Negeri 2 Bantul. Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus dimana siklus I terdiri dari 3 pertemuan dan siklus II terdiri dari 3 pertemuan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes keterampilan sosial berupa pengamatan akan prilaku siswa selama pelaksanaan pembelajaran, observasi prilaku siswa dalam berhubungan dengan orang lain dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan penyajian data dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan sosial anak tunarungu dapat ditingkatkan dengan penerapan pembelajaran kolaboratif. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan hasil tes keterampilan sosial siswa yang terus meningkat di setiap siklus, dari perolehan nilai dibawah KKM yaitu 60% dari nilai maksimal tes keterampilan sosial pada hasil Pre test hingga seluruh siswa memperoleh nilai diatas KKM pada tes pasca tindakan siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial anak tunarungu kelas 4 SD di SLB Negeri 2 Bantul dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kolaboratif.


(8)

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Keterampilan Sosial Melalui Pembelajaran Kolaboratif bagi Anak Tunarungu Kelas 4 Sekolah Dasar di SLB Negeri 2 Bantul” dapat terselesaikan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memfasilitasi selama penulis menempuh studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta, yang telah memberikan kemudahan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suparno, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Heri Purwanto selaku dosen pembimbing akademik yang terus mendukung dan memberikan motivasi dalam proses penyelesaikan skripsi.


(9)

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan berbagi pengetahuan dengan kami.

7. Bapak dan Ibu staf dan karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah membantu penyelesaian administrasi selama kegiatan perkuliahan serta dalam proses penyelesaian penelitian sampai selesai.

8. Kepala SLB Negeri 2 Bantul yang telah memberikan izin penelitian, dukungan, dan kemudahan selama penelitian.

9. Ibu Nurul Wasliyah selaku guru kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul yang telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian.

10.Seluruh keluarga besar SLB Negeri 2 Bantul terutama siswa-siswi kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul yang telah membersamai sebagai Subjek dalam penelitian ini.

11.Kepada seluruh keluargaku inaq, kak Eni, Kak Takim, Kak Eli, Kak Pian dan Rodah yang selalu mendoakan, membersamai di rumah maupun di Jogja, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat, dan motivasi serta tak pernah lelah mentolerirku selama ini, Hatim sayang kalian.

12.Seluruh keluarga besar H. Lalu Burhan yang telah mendukungku selama ini. 13.Teman-teman di jurusan Pendidikan Luar Biasa angkatan 2011 yang telah


(10)

(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ………...………... i

HALAMAN PERSETUJUAN…………...……….... ii

HALAMAN PERNYATAAN……….………... iii

HALAMAN PENGESAHAN…………..………... iv

HALAMAN MOTTO ……….………... v

HALAMAN PERSEMBAHAN……..………... vi

ABSTRAK………..………... vii

KATA PENGANTAR……….………... viii

DAFTAR ISI………..………... xi

DAFTAR TABEL………..………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Identifikasi Masalah ………... 6

C. Batasan Masalah ………...………... 6

D. Rumusan Masalah ………... 6

E. Tujuan Penelitian ………... 7

F. Manfaat Penelitian ………... 7

G. Definisi Operasional ………....……... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak Tunarungu ………...…... 10

1. Pengertian Anak Tunarungu ………... 10

2. Klasifikiasi dan karakteristik Anak Tunarungu ... 11

3. Karakteristik perkembangan Ketunarunguan ...…...…... 15

B. Kajian Tentang Keterampilan sosial …... 18

1. Pengertian Keterampilan sosial …...…... 18


(12)

3. Tujuan sosialisasi ...………... 21

4. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi ...………...…... 22

C. Kajian Tentang Pembelajaran Kolaboratif ….……...…... 24

1. Pengertian Pembelajaran Kolaboratif …….………... 24

2. Macam-Macam Pembelajaran Kolaboratif …..…………... 26

3. Kelebihan Pembelajaran Kolaboratif ……….…...…....…... 30

4. Kelemahan Pembelajaran Kolaboratif ... 30

D. Kerangka Pikir ………... 30

E. Hipotesis Tindakan ………... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ………...……...…………... 33

B. Desain Penelitian ...………….………....……...………... 34

C. Prosedur Penelitian ...……..………....…...………... 36

D. Waktu dan Tempat Penelitian .………....………... 39

E. Sunyek Penelitian ...……….………...………... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ……..………...…... 39

G. Instrumen Pengumpulan Data ...………... 40

H. Validitas ………...……...………... 46

I. Analisis Data ………...…………..………... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... ... 50

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51

3. Deskripsi Kemampuan Awal Keterampilan Sosia... 57

4. Deskripsi pelaksanaan penelitian ... 61

a. Siklus I ... ... 61

b. Siklus II ... ... 77

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 89


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 3.1 Kisi-Kisi instrumen tes keterampilan sosial ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen observasi awal ... 44

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 45

Tebel 3.4 kategori Ketuntasan belajar ... 48

Tabel 4.1 Nilai Pre test keterampilan sosial anak tunarungu ... 61

Tabel 4.2 nilai pasca tindakan siklus I keterampilan sosial anak tunarungu ... 75

Tabel 4.3 perbandingan hasil pre test dan post test I keterampilan sosial ... 76

Tebel 4.4 nilai pasca tindakan siklus II keterampilan sosial anak tunarungu ... 87

Tabel 4.5 perbandingan hasil post test I dan post test II keterampilan sosial ... 87

Tabel 4.6 perolehan nilai keterampilan sosial sebelum hingga akhir pemberian tindakan pembelajaran kolaboratif ... 91


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Instrumen Tes Keterampilan Sosial ... 102

Lampiran 2 Instrumen Observasi Kemampuan Awal Siswa ... 104

Lampiran 3 Instrumen Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 105

Lampiran 4 Instrumen Tes Keterampilan Sosial (Post Test 1) ... 106

Lampiran 5 Instrumen Tes Keterampilan Sosial (Post Test II) ... 107

Lampiran 7 Rencana Program Pembelajaran (RPP) ... 110

Lampiran 8 Lampiran Gambar ... 141


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan dalam keadaan dan kondisi yang sehat dan sempurna, tumbuh dan berkembang dengan baik menjadi anak yang dapat dibanggakan kelak dengan memberikan segala kebutuhan yang dapat membantu anak mencapai impiannya. Tidak semua kelahiran sesuai dengan harapan orang tua tersebut, terkadang anak lahir dengan berbagai kelaianan mulai dari berbagai penyakit bahkan beberapa lahir dengan kelainan yang biasa disebut dengan anak cacat. Kecacatan yang dialami anak dapat berupa cacat fisik (tunadaksa), gangguan penglihatan (tunanetra), retardasi mental (tunagrahita), gangguan emosi dan prilaku (tunalaras), dan gangguan pendengaran (tunarungu).

Tunarungu merupakan suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak mampu menangkap rangsang bunyi melalui indra pendengaran, sebagai akibat dari adanya kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Kondisi ketunarunguan pada seseorang menyebabkan adanya hambatan dalam perkembangan bahasa. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan pendengaran sangat penting artinya dalam perkembangan bahasa seseorang. Perkembangan bahasa anak tunarungu terutama yang tergolong tuli berat tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa yang baik hanya melalui pendengarannya, melainkan perlu adanya optimalisasi fungsi indra-indra yang lain seperti indra


(17)

penglihatan untuk menangkap pesan visual juga sebagai pintu masuknya konsep-konsep bahasa.

Hambatan lain yang dialami anak tunarungu akibat terhambatnya perkembangan bahasanya ialah hambatan dalam berkomunikasi dimana anak sulit dalam memahami perkataan orang lain serta kesulitan dalam menyampaikan ide dan pikiran serta perasaannya. Hal tersebut menyebabkan orang lain akan sulit untuk melibatkan anak dalam berbagai kegiatan seperti diskusi dalam keluarga maupun kelompok belajar. Kesullitan yang dialami dikarenakan sulitnya memahamkan anak tentang keseluruhan situasi baik situasi dalam bahasan diskusi maupun situasi diskusi dalam kelompok itu sendiri. Terhambatnya perkembangan bahasa anak juga sering kali menyebabkan anak salah menafsirkan suatu hal.

Kondisi ketunarunguan tersebut mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak yang memberikan karakteristik khusus bagi anak yang mengalami hambatan pendengaran. Bidang perkembangan tersebut meliputi perkembangan akademis anak, perkembangan fisik/ kesehatan serta pada perkembangan sosial-emosional anak. Hambatan pendengaran yang dialami anak pada kemampuan interaksi akan membentuk karakteristik anak dalam bidang sosial emosional seperti anak memiliki pergaulan yang terbatas hanya dengan anak lain yang juga mengalami ketunarunguan, memiliki sifat egosentris yang lebih besar dibandingkan anak pada umumnya, memendam perasaan takut atau hawatir akan lingkungan sekitar, perhatian yang susah


(18)

dialihkan apabila suka terhadap suatu hal, memiliki sifat polos, cepat marah serta mudah tersinggung.

Anak dalam aktivitas sehari-hari, baik untuk berhubungan dengan lingkungan keluarga, sekolah atau dengan lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat sekitar sangat diperlukan keterampilan sosial dengan orang lain agar terjadi interaksi yang baik. Keterampilan sosial tersebut berguna agar anak dapat diterima di lingkungannya dengan melakukan penyesuaian diri sesuai dengan kondisi dan keadaan lingkungannya atau dapat pula dengan menyesuaikan lingkungan sesuai dengan kondisi dan keadaan anak yang memiliki hambatan. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan timbal balik antara individu/ diri anak dengan masyarakat/lingkungannya.

Begitu pula dengan aktivitas di sekolah, anak tidak akan dapat bergaul dengan teman lainnya apabila anak terus memaksakan kehendak sendiri tanpa menerima masukan dan kehendak orang lain, baik dalam aktivitas bermain maupun dalam kegiatan belajar di kelas. Sifat tunarungu yang memiliki tingkat egosentris yang tinggi menyebabkan anak sering kali bersikap paling benar dan tidak mau mendapat koreksi dari teman yang dianggap setara atau bahkan memiliki pengetahuan yang lebih rendah, terkecuali koreksi dari orang yang dianggap benar dan dipercaya anak seperti guru atau orang tua. Sedangkan anak yang tidak mengetahui suatu hal akan mudah percaya pada informasi yang diperoleh dari orang lain tanpa mengoreksi atau mempertanyakan informasi tersebut padahal informasi yang di peroleh anak memiliki kekurangan karena hambatan pendengaran yang dimiliki anak


(19)

sehingga sering kali timbul masalah akibat sikap anak dengan kesalahan informasi tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan di SLB N 2 Bantul, khususnya pada siswa-siswi kelas 4 Sekolah Dasar tampak adanya perbedaan sikap dari siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. di kelas 4 SD tersebut terdapat siswa dengan sikap yang ramah dengan terus menyapa orang lain dan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan memahami penjelasan ataupun perintah guru. Di kelas yang sama juga terdapat siswa yang sangat jarang terlihat berinteraksi dengan teman lainnya, jarang merespon ketika diajak berbicara, menyendiri saat jam istirahat dan tidak menyelesaikan tugas ketika tidak memahami perintah yang disampaikan guru. Hal tersebut menunjukkan perbedaan keterampilan sosial yang mencolok antara siswa yang satu dengan siswa lainnya walaupun mereka berada dalam satu kelas yang sama.

Berdasarkan masalah yang ditemukan di lapangan tersebut, peneliti berpendapat diperlukan adanya suatu penanganan yang dapat di gunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan bantuan dari siswa lain yang memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam bidang sosialnya. Guru selaku orang yang dianggap anak memiliki kebenaran pengetahuan diharapkan mengarahkan siswa dalam berbagai hal termasuk dalam berinteraksi dimana siswa perlu mengolah informasi yang diterima atau menjaga sikap dalam menyampaikan informasi agar berguna bagi orang lain dan dapat dipastikan bahwa informasi tersebut memiliki landasan untuk


(20)

disampaikan kepada orang lain. Guru dapat mengajarkan anak untuk dapat menyampaikan dan menanggapi informasi yang diterima dengan benar di luar proses pembelajaran dengan membiasakan anak saling bertutur sapa dengan anggota masyarakat sekolah lainnya atau dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media, metode dan atau pendekatan yang dapat memahamkan anak cara yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap kerja sama dan kemampuan interaksi siswa ialah pembelajaran kolaboratif. Gunawan (dalam Hosnan, 2014: 310) menjelaskan bahwa collaboratif learning bukan hanya sekedar bekerja sama dalam suatu kelompok, tetapi lebih kepada suatu proses pembelajaran yang melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil di dalam kelas, pendapat tersebut jelas memberikan keterangan bahwa pentingnya terjadi komunikasi antar siswa dalam menyelesaikan suatu persoalan. Pembelajaran kolaboratif bukan metode yang hanya menekankan pada perkembangan akademik siswa, namun juga pada perkembangan sosial siswa karena metode pembelajaran kolaboratif dilaksanakan dengan memberikan suatu tugas untuk diselesaikan oleh siswa bersama dengan siswa lainnya dalam suatu kelompok diskusi. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin menjelaskan peningkatan keterampilan sosial yang dapat dicapai anak tunarungu tingkat sekolah dasar kelas 4 kelas di SLB Negeri 2 Bantul dengan penerapan pembelajaran kolaboratif.


(21)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat di identifikasi antara lain:

1. Keterampilan siswa dalam menyampaikan pendapat kepada orang lain dalam suatu diskusi masih kurang.

2. Keterampilan siswa dalam memahami materi pembelajaran masih kurang. 3. Siswa mudah marah ketika diberi masukan oleh orang lain.

4. Keterampilan siswa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar masih rendah.

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang di hadapi oleh anak tunarungu terutama anak tunarungu kelas 4 tingkat sekolah dasar di SLB N 2 Bantul dalam kehidupan sosial anak terutama dalam hal interaksi dengan orang lain di lingkungan sosialnya, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini pada poin nomor 1 dan 4 yaitu “kurangnya kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat serta kurangnya kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah tersebut maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:


(22)

Bagaimana meningkatkan keterampilan sosial anak tunarungu dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB N 2 Bantul dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunarungu.

2. Secara praktis a. Bagi mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai perkembangan psikologis anak tunarungu khususnya pada keterampilan sosial serta metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan tersebut yang dapat di gunakan dalam kegiatan mengajar kelak.


(23)

b. Bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memberikan penanganan bagi sikap siswa tingkat sekolah dasar kelas 4 yang masih kurang mampu bersosialisasi.

c. Bagi sekolah

Sebagai bahan pertimabangan kepada sekolah dalam pengaturan sistem dan pembelajaran yang sesuai dengan hambatan dan kebutuhan siswa yang mengalami suatu masalah perkembangan.

G. Definisi Operasional

1. Keterampilan sosial adalah kemampuan seorang individu untuk memenuhi tugas perkembangan dalam bidang sosial yang terlihat dari aktivitas individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Indikator keterampilan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa indikator yaitu keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, keterampilan siswa dalam berhubungan dengan diri sendiri, penerimaan siswa terhadap orang lain yang seusia dengannya, keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan akademik, serta keterampilan siswa dalam berkomunikasi.

2. pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar dimana siswa harus bekerja sama menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu terciptanya suasana kelas, kondisi


(24)

kelas, kondisi pembelajaran, serta kesempatan belajar yang baik dan kondusif bagi siswa. Pembelajaran kolaboratif dalam penelitian ini dilaksanakan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk diselesaikan atau didiskusikan bersama dengan teman lainnya, jumlah anggota kelompok diskusi ialah minimal 2 orang.

3. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau ketidakmampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya yang menyebabkan terjadi hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam penelitian ini, siswa tunarugu tersebut ialah siswa-siswi tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB N 2 Bantul.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Anak Tunarungu

1. Pengertian anak tunarungu

Tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, Tuna berarti kurang dan Rungu artinya pendengaran sehingga secara harfiah, tunarungu dapat disimpulkan sebagai anak yang kurang mampu mendengar atau seseorang yang memiliki hambatan atau gangguan dalam pendengaran. Mufti Salim (dalam Soemantri, 2007: 93-94) mengemukakan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan pendengaran kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Dalam ranah pendidikan, gangguna tunarungu di bedakan kedalam dua kelompok yaitu kurang dengar dan tkehilangn pendengaran total atau tuli.

Halalhan dan kauffman (2009: 340) mengemukakan bahwa “A deaf person is one whose hearing disability precludes successful processing of linguistic information through audition, with or without hearing aid” yang dapat diartikan sebagai orang tuli adalah orang yang mengalami gangguan pendnegaran yang menyebabkan hambatan dalam memperoleh informasi melalui pendengaran baik menggunakan alat bantu dengar maupun tidak. Sedangkan “A hard of hearing is one who generally


(26)

with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable succesfull prossesing of linguistic information trought audition (Hallahan dan kauffman, 2009: 340)yaitu orang yang mengalami kurang dengar adalah orang yang dengan menggunakan alat bantu dengar memungkinkan orang tersebut untuk memperoleh informasi melalui pendengaran dengan memanfaatkan sisa pendengarannya.

Donald (dalam Somad dan Hernawati,1996: 27) mengemukakan bahwa orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraaan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan menggunakan alat bantu dengar. Berdasarkan berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian anak tunarungu tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami gangguan pada sistem pendengarannya baik secara keseluruhan ataupun sebagian yang mengakibatkan terjadinya hambatan pada kemampuan memperoleh informasi melalui pendengarannya.

2. Klasifikasi dan karakteristik anak tunarungu

Terdapat berbagai kriteria yang digunakan untuk mengelompokkan atau sebagai dasar klasifikasi anak tunarungu yang juga mempengaruhi karakteristik anak. Berikut ini adalah beberapa klasifikasi anak tunarungu yaitu:


(27)

1) Tunarungu pra-bahasa (prelingual deafness), yaitu ketunarunguan yang terjadi sebelum berkembangnya kemampuan bahasa dan bicara anak.

2) Tunarungu pasca-bahasa (post lingual deafness) yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak berkembangnya kemampuan bahasa dan bicara anak.

b. Klasifikasi secara etiologis yaitu klasifikasi berdasarkan sebab-sebab atau asal usul terjadinya ketunarunguan antar lain:

1) Sebelum lahir

a) Faktor genetik, yaitu apabila salah satu atau kedua orang tua mengalami ketunarunguan atau membawa gen pembawa sifat abnormal.

b) Orang tua menderita sakit yang di sebabkan oleh rubela, moribili atau sakit lainnya terutama pada waktu trimester pertama kandungan.

c) Ibu mengkonsumsi obat terlalu banyak, pecandu alkohol atau obat-obat berbahaya lain yang di konsumsi selama ibu mengandung.

2) Pada saat kelahiran

a) Penggunaan alat bantu kelahiran seperti vacum, tang dan alat bantu kelahiran lainnya.

b) Anak lahir prematur atau lahir pada usia kandungan yang belum matang.


(28)

3) Setelah kelahiran

a) Ketunarunguan dapat di sebabkan karena terjadinya infeksi pada anak misalnya infeksi pada otak (meningitis).

b) Pemberian obat-obat ototoksi pada anak.

c) Terjadinya kecelakaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ pendengaran.

c. Klasifikasi berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, yaitu:

1) Tunarungu konduktif

Kehilangan fungsi pendengaran yang di sebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada telinga bagian luar dan telinga tengah yang berfungsi sebagai penghantar gelombang suara ke telinga dalam. 2) Tunarungu sensorineural

Yaitu kehilangan fungsi pendnegaran yang di sebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian dalam atau pada sistem saraf pendengaran.

3) Tunarungu campuran

Kehilangan fungsi pendengaran akibat kerusakan yang terjadi pada telingan bagian luar atau telinga tengah serta pada bagian telingan dalam atau sarat pendengaran.

d. Klasifikasi berdasarkan taraf kehilangan pendengaran yang dialami setelah anak menjalani tes kemampuan pendengaran/tes audiometer.


(29)

Berikut ini adalah klasifikasi anak tunarungu yang di sampaikan oleh Samuel A. Kirk yaitu:

1) Kehilangan pendengaran antara 27-40 dB tergolong tunarungu ringan (mild hearing loss). Anak yang mengalami tunarungu ringan akan mengalami kesulitan dalam mendengar bunyi dari jarak jauh.

2) Kehilangan pendengaran antara 41-55 dB tergolong tunarungu sedang (mild hearing loss). Anak yang mengalami tunarungu sedang mampu memahami percakapan secara langsung atau dengan berhadapan namun mengalami kesulitan dalam mengikuti diskusi yang di ikuti oleh banyak orang. Anak membutuhkan alat bantu dengar dan terapi wicara untuk memaksimalkan pemahaman bahasa anak.

3) Kehilangan pendengaran antara 56-70 dB tergolong tunarungu agak berat (moderately severe hearing loss). Anak hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat dengan menggunakan alat bantu dengar. Anak masih memiliki sisa pendengaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak. 4) Kehilangan pendengaran antara 71-90 dB tergolong tunarungu

berat (severe hearing loss). Anak hanya dapat mendengar suara yang berjarak sangat dekat sehingga sering kali dianggap tuli. Membutuhkan alat bantu dengar untuk melatih kemampuan


(30)

bahasa anak, anak juga memerlukan layanan pendidikan khusus secara intensif.

5) Kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB tergolong tunarungu berat sekali (profound hearing loss). Anak menyadari adanya suara melalui getaran yang diterima, lebih memanfaatkan indra penglihatan dalam memperoleh informasi dan tergolong sebgai tuli.

3. Karakteristik perkembangan anak tunarungu a. Perkembangan kognitif

Anak tunarungu pada umumnya memiliki intelegensi yang setara dengan anak normal, namun perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, keterbatasan informasi, dan daya abstarksi anak yang menyebabkan anak tunarungu mengalami hambatan dalam pencapaian pengetahuan yang setara dengan anak normal. Terhambatnya perkembangan intelegensi anak tersebut mempengaruhi prestasi belajar anak, namun tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu mengalami hambatan.

Aspek-aspek intelegensi yang mengalami hambatan ialah aspek perkembangan yang bersifat verbal seperti pada kemampuan pengertian, menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian (Somantri, 2012: 97), mata pelajaran di sekolah yang berhubungan dengan kemampuan verba tersebut seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Kewarganegaraan, dan


(31)

Matematika yang berhubungan dengan soal cerita. Aspek intelegensi yang berhubungan dengan dengan kemampuan penglihatan dan motorik anak tidak begitu terhambat atau bahkan berkembang lebih cepat seperti pada pelajaran Olahraga dan Keterampilan.

b. Perkembangan sosial-emosional

Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk bersama dengan orang lain, namun karena hambatan yang dialami anak tunarungu mengakibatkan anak mengalami hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hambatan dalam penyesuaian diri tersebut menyebabkan anak memiliki perasaan terasing dari lingkungannya. Keadaan tersebut dapat memunculkan beberapa sifat anak tunarungu (Wardani, 2008: 5.19-5.21) seperti:

1) Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu

Karena hambatan yang dialami anak tunarungu dalam hal komunikasi, anak lebih menarik diri dari lingkungan orang mendengar. Sebagai dampak lainnya, anak menjadi lebih sering bergaul dengan sesama tunarungu.

2) Sifat egoisentris yang melebihi anak normal

Anak tunarungu memperoleh sebagian besar informasi melalui penglihatannya, namun daya serap informasi melalui penglihatan tidak mampu mengganti semua informasi yang dapat diperoleh anak melalui pendengaran. Hal tersebut menyebabkan anak tunarungu kurang dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang


(32)

menyebabkan anak hanya mampu memahami sebagian kecil dari lingkungan untuk diadaptasikan pada dirinya. hambatan dalam perkembangan sosial tersebut mengakibatkan timbulnya kecenderungan menyendiri dan memusatkan perhatian pada dirinya sendiri yang disebut dengan sifat egosentris.

3) Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar

Anak tunarungu hidup dalam lingkungan yang beraneka ragam dimana akan mudah memunculkan perasaan kekhawatiran karena anak harus menghadapi lingkungan tersebut dengan komunikasi yang beraneka ragam pula.

4) Perhatian yang sukar dialihkan

Anak tunarungu memiliki daya abstraksi yang rendah serta hambatan dalam meramalkan suatu kejadian sehingga anak menghindari terjadinya perubahan yang belum pasti dan belum nyata. Hal tersebut menyebabkan anak lebih terpaku pada hal-hal konkret yang diketahui anak.

5) Memiliki sifat polos

Anak akan mengungkapkan apa yang sedang dirasakan apa adanya tanpa berpura-pura dan terkadang anak tunarungu sulit untuk diajak bercanda karena anak menanggapi segala hal secara serius.


(33)

Keterbatasan anak tunarungu dalam kemampuan berbahasanya, baik pada kemampuan untuk menyampaikan informasi/ berbicara maupun memahami pembicaraan orang lain sering kali menimbulkan perasaan kecewa pada anak yang menyebabkan anak mudah tersinggung dan cepat marah.

c. Perkembangan prilaku

Prilaku/kepribadian banyak dipengaruhi oleh kemampuan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Prilaku anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda tersebut terutama pada hubungan anak di awal masa kehidupannya dengan lingkungan (hubungan dengan lingkungan dalam arti sempit diawal masa kehidupan yaitu dengan orang tua).

B. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial menurut Shapiro (1997: 173) adalah kemampuan seseorang untuk bergaul dengan orang lain agar dapat ikut serta secara efektif dalam dunia sosial serta anak belajar mengenali, menafsirkan dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Pengertian lain mengenai keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang lain melalui cara yang dapat diterima secara sosial, pendapat tersebut disampaikan


(34)

oleh Izzaty yang juga menjelaskan keterampilan sosial terdiri dari empati, afiliasi dan rekonstruksi publik serta mengembangkan kebiasaan positif.

Dalam memahami keterampilan sosial, perlu juga di pahami mengenai kesamaan pengertian keterampilan sosial diantaranya kesamaan dengan penyesuaian sosial yang menurut Hurlock (1978: 287) merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Setiap anggota masyarakat diharapkan seiring berjalannya waktu akan semakin dapat menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan dapat memenuhi harapan sosial sesuai dengan perkembangan usia mereka. Keterampilan yang dimaksudkan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di mana dikatakan, bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan dalam hubungan tersebut suatu individu mempengaruhi individu yang lain atau dipengaruhi individu lain yang menyebabkan terjadinya hubungan timbal balik (Walgito, 2003: 65). Interaksi sosial tidak hanya terjadi antara individu satu dengan individu lainnya, tapi juga antara individu dengan dirinya sendiri. Menurut teori yang dikemukakan oleh Bandura yang menyatakan bahwa seseorang akan mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga mempengaruhi individu yang bersangkutan (dalam Walgito, 2003: 66).

Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut dijabarkan oleh Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan Merrell, 1998) dengan mengidentifikasikan keterampilan sosial dalam beberapa ciri, antara lain:


(35)

1. Perilaku Interpersonal

Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial dengan orang lain. 2. Perilaku Intrapersonal (Prilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri)

Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya. 3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis

Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.

4. Penerimaan Teman Sebaya

Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya.

5. Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif.


(36)

Sehingga dapat pahami bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seorang individu untuk memenuhi tugas perkembangan dalam bidang sosial yang terlihat dari aktivitas individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut antara lain keterampilan berhubungan dengan orang lain (interpersonal), keterampilan berhubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademik, keterampilan dalam berhubungan dengan teman sebaya, serta keterampilan berkomunikasi.

Berns (2013: 36-41) menjabarkan tujuan dari sosialisasi yang dilaksanakan oleh seseorang mulai dari masa kecil hingga pada tujuan hidup di masa depan yaitu:

1. Membangun konsep diri

Konsep diri adalah pemahaman diri seseorang tentang identitas diri sebagai pembeda antara dirinya dengan orang lain.

2. Membangun aturan untuk diri sendiri

Aturan diri menyangkut kemampuan untuk mengontrol kehendak hati, prilaku, dan atau emosi hingga dapat di ungkapkan atau di kelurkan pada waktu, tempat dan objek yang tepat.

3. Membangun prestasi

Sosialisasi membantu melengkapi cita-cita seseorang ketika dewasa nanti. Adanya cita-cita memberi alasan bagi seseorang untuk sekolah, bergaul dengan orang lain, mentaati peraturan yang ada dan lain-lain.


(37)

Menjadi bagian dari suatu kelompok, seseorang harus memiliki fungsi yang melengkapi kelompok tersebut.

5. Sebagai alat untuk membentuk kecakapan

Sosialisasi bertujuan sebagai pelengkap kecakapan sosial, emosional dan kognitif seorang anak sehingga ia dapat bergaul dengan baik atau berfungsi secara maksimal dalam masyarakat.

Prilaku dalam interaksi sosial merupakan proses yang rumit yang tidak hanya kegiatan interaksi antara satu individu dengan individu lain, namun interaksi sosial merupakan suatu proses kompleks yang di dasari oleh berbagai faktor, termasuk faktor psikologis dan faktor lingkungan yaitu orang lain. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya interkasi: 1. Faktor Imitasi

Imitasi merupakan dorongan seseorang untuk meniru orang lain. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa imitasi merupakan suatu landasan atau suatu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial namun imitasi bukanlah satu-satunya faktor yang mendasari interaksi. Faktor imitasi tidak terjadi secara otomatis, melainkan juga terjadi dengan pengaruh dari faktor lain seperti sikap menerima sikap/prilaku yang di imitasi tersebut. Imitasi banyak terjadi pada tahap-tahap awal perkembangan individu, seperti perkembangan bahasa anak yang terjadi setelah anak mendengarkan ucapan dari orang lain dan kemudian belajar untuk menyampaikan kembali kata/ucapan tersebut.


(38)

Sugesti adalah pengaruh psikis yang diterima tanpa banyak kritik dari individu yang bersangkutan, pengaruh psikis tersebut dapat datang dari diri sendiri (auto-sugesti) maupun orang lain (hetero-sugesti). Dalam interaksi sosial di masyarakat, banyak individu menerima suatu cara, pedoman, pandangan maupun norma dari orang lain atau lingkungannya tanpa banyak kritik terhadap norma, pandangan, pedoman maupun cara tersebut.

3. Faktor Identifikasi

Identifikasi adalah dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain. Dalam proses terjadinya identifikasi, seluruh norma, cita-cita bahkan sikap dari orang tua dapat dijadikan norma, cita-cita dan sikap anak yang tampak dari prilaku anak sehari-hari. Pada masa remaja, seorang individu tidak lagi melakukan identifikasi terhadap orang tua melainkan mulai mencari norma-norma sosial sendiri. Pencarian tersebut menyebabkan anak mencari sosok atau tokoh dalam masyarakat yang di anggap memiliki pandangan yang sesuai dengan individu.

4. Faktor Simpati

Simpati merupakan rasa tertarik kepada orang lain yang timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi. Timbulnya simpati dapat mengakibatkan seseorang dapat memahami individu lain dengan lebih mendalam sehingga terjalin interaksi sosial saling pengertian.


(39)

C. Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning)

1. Pengertian pembelajaran kolaboratif

Collaborative diartikan sebagai “act of working together” atau kegiatan bekerja secara bersama yang dimaksudkan ialah seseorang bekerja bersama orang lain untuk menyelesaikan tugasnya, baik itu tugas individu maupun tugas bersama. Gerlach (dalam Suryani, 2010: 10) mengartikan pembelajaran kolaboratif sebagai sebuah pendekatan dalam hal pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan sekelompok siswa untuk bekerja bersama menyelesaikan masalah, tugas, atau dalam menghasilkan suatu produk.

Pendapat lain mengenai pembelajaran kolaboratif disampaikan oleh Ted Panitz sebagai filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa guna mempermudah usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Gunawan (dalam Hosnan,2014: 310) menjelaskan bahwa collaboratif learning bukan hanya sekedar bekerja sama dalam suatu kelompok, tetapi lebih kepada suatu proses pembelajaran yang melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil di dalam kelas. Bakley, Cross, dan Major (2012, 6) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah perpaduan dua atau lebih pelajar yang bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja secara setara sembari secara perlahan mewujudkan hasil pembelajaran yang diinginkan.


(40)

Bruner (dalam Brady, 2006: 3) megatakan bahwa siswa harus bertanggung jawab atas pembelajarannya melalui partisipasi aktif yang dapat mendekatkan siswa pada apa yang dipelajarinya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa akan lebih memahami apa yang di pelajarinya apabila siswa melaksanakan pembelajaran tersebut tanpa tekanan dan menyenangkan bersama teman-teman yang lainnya. Pada teori lain, Vigotsky (dalam Brady, 2006: 9 ) menyampaikan bahwa pendidikan umumnya digelar dengan dasar sosial-budaya. Pandangan ini memandang pembelajaran sebagai hasil dari pengalaman sosial dan budaya dari pelajar, keadaan sosial lingkungan belajar dan interaksi yang telah dilaksanakan pelajar.

Laurie Brady memberikan gambaran tentang kegiatan belajar mengajar yang dinamakan model konstruktivis sosial dari pembelajaran dan pengajaran, yaitu:

a. Suasana kelas

Menciptakan suasana kelas yang yang kolaboratif, saling perduli atau saling menjaga, dan dengan cara berdialog dalam menemukan makna.

b. Kondisi belajar

Kondisi belajar tersebut ialah dengan mengatur sebuah kasus untuk mendorong rasa ingin tahu siswa, menanyakan pertanyaan-pertanyaan, dan bekerja sama dengan siswa lain untuk membangun pengetahuan baru bagi siswa.


(41)

c. Kegiatan Pembelajaran

Yaitu kegiatan dalam mediskusikan tujuan-tujuan belajar yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya.

d. Kesempatan Belajar Siswa

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya kepada siswa lain untuk mendapatkan masukan atau timbal balik.

Gambaran tentang pembelajaran tersebut memberikan kesempatan yang banyak bagi siswa untuk mengembangkan sikap sosial yang baik dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan sistem kelas yang demokratis. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan dalam kegiatan belajar mengajar dimana siswa harus bekerja sama menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu terciptanya suasana kelas, kondisi kelas, kondisi pembelajaran, serta kesempatan belajar yang baik dan kondusif bagi siswa. Selama proses penyelesaian tugas tersebut terjadi partisipasi aktif dan komunikasi antar siswa yang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Macam-Macam Pembelajaran Kolaboratif

a. Learning Together. Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan


(42)

oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

b. Teams-Games-Tournament (TGT). Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.

c. Group Investigation (GI). Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

d. Academic-Constructive Controversy (AC). Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.


(43)

e. Jigsaw Proscedure (JP). Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.

f. Student Team Achievement Divisions (STAD). Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.

g. Complex Instruction (CI). Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

h. Team Accelerated Instruction (TAI). Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif


(44)

dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.

i. Cooperative Learning Stuctures (CLS). Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran. j. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model

pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.


(45)

3. Kelebihan Pembelajaran Kolaboratif a. Siswa belajar bermusyawarah

b. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain

c. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional d. Dapat memupuk rasa kerja sama.

e. Adanya persaingan yang sehat 4. Kelemahan Pembelajaran Kolaboratif

a. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.

b. Membutuhkan waktu yang cukup lama.

c. Terdapat siswa yang ingin tampil menonjol dan siswa yang lemah d. Merasa rendah diri dan selalu berketergantungan pada orang lain. e. Kesimpulan atau penyelesaian masalah yang sering kali menyimpang

dari tujuan.

D. Kerangka Berpikir

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan pendengaran yang menyebabkan anak mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Bagi anak tunarungu yang memperoleh pendidikan dan pelatihan pengembangan bahasa baik di sekolah maupun di lembaga rehabilitasi lainnya memiliki kesempatan untuk mengembangkan bahasanya serta belajar menggunakan indera lain sebagai kompensasi hambatan pendengaran yang dialami, walaupun perkembangan bahasa anak tunarungu tidak akan sebaik


(46)

perkembangan bahasa anak normal. Walaupun perkembangan bahasa anak telah berkembang dengan baik, namun ketunarunguan terkadang membentuk prilaku anak yang lebih mementingkan diri sendiri dan kurang perhatian dengan orang di sekitar anak termasuk dalam hal komunikasi dengan orang lain. Anak tunarungu terbiasa dengan sikap lingkungan yang kurang menghiraukan anak karena di anggap sulit untuk di ajak berkomunikasi, menyebabkan anak lebih memfokuskan pada diri sendiri (egosentris), sehingga anak kurang dapat menerima informasi dan pendapat orang lain. Besarnya sifat egosentris anak tersebut sering kali menyebabkan kesalahpahaman antara individu dengan orang lain, termasuk pada anak tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 dimana anak hanya menerima informasi tanpa menyaringnya, menyampaikan informasi tanpa mengetahui kebenarannya, serta tetap berpegang teguh pada pengetahuan yang ia percayai walaupun salah.

Dengan sifat anak yang demikian, guru sebagai pendidik utama siswa di sekolah hendaknya mengajarkan siswa cara untuk saling menghargai pendapat, menyampaikan informasi dengan alasan yang benar. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan ialah pembelajaran kolaboratif dimana siswa berada dalam suatu kelompok untuk membahas suatu masalah dengan bekerja sama mencapai tujuan yang telah di tetapkan kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif, setiap siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan siswa lain berkewajiban mendengarkan pendapat siswa tersebut serta memberi respon terhadap pendapat tersebut.


(47)

Peneliti meyakini bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kolaboratif dalam kegiatan belajar siswa, dapat membantu siswa untuk bersosialisasi dengan lebih baik terhadap lingkungannya, begitu pula pada siswa tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul.

E. Hipotesis Tindakan

Dari kajian teori dan kerangka berpikir yang telah di uraikan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu ”Keterampilan sosial dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif pada anak tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul.”


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekataan penelitian dibedakan menjadi 2 jenis pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Menurut Purwanto (2008: 16) Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang mengukur kualitas suatu produk dalam bentuk angka dalam pengumpulan dan analisis datanya, sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang mempertahankan keaslian data tanpa penapsiran menggunakan angka(purwanto, 2008: 20).

Pendekatan penelitian yang di gunakan pada penelitian ini ialah pendekat Penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan ialah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan (Mulyasa, 2009: 11). Dalam penelitian ini, tindakan yang dimaksudkan ialah tindakan yang dilaksanakan oleh peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kolaboratif dibawah bimbingan dan arahan dari guru, sedangkan peneliti bertugas sebagai pengamat perubahan prilaku siswa dan faktor-faktor yang menyebabkan tindakan yang dilaksanakan tersebut gagal atau berhasil (Mulyatiningsih, tt: 1).

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 1), Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk menyelesaikan suatu masalah melalui suatu tindakan nyata.


(49)

Tindakan yang di berikan peneliti dalam menyelesaikan masalah keterampilan sosial siswa ialah dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini ialah model Kemmis dan McTaggart


(50)

Pengamatan

Peneliti melaksanakan observasi tentang keaktifan siswa, cara menyampaikan pendapat serta kontribusi siswa dalam kelompok Perencanaan

1. Melakukan observasi pre tindakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa 2. Melaksanakan koordinasi dengan guru

kelas mengenai rencana pelaksanaan tindakan.

3. Mendiskusikan materi pembelajaran yang akan diberikan.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

5. Menyusun kisi-kisi kriteria pencapaian keberhasilan dan lembar observasi penilaian.

Pelaksanaan

1.Menjelaskan tujuan pembelajaran. 2. Menentukan masalah-masalah yang

akan didiskusikan.

3. membagi siswa ke dalam kelompok kerja.

4. Memberikan satu masalah kepada setiap kelompok.

5.penyampaian hasil diskusi. 6. Masukan dari guru mengenai

kegiatan siswa.

Refleksi

1. Peneliti mengevaluasi hasil observasi dan wawancara mengenai kegiatan siswa dan menentukan faktor yang menghambat peningkatan kemampuan dan faktor yang membantu.

2.Perbaikan dalam hal pelaksanaan aktivitas di kelas.

Siklus I

Perencanaan

1. Melakukan observasi pre tindakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa 2. Melaksanakan koordinasi dengan guru

kelas mengenai rencana pelaksanaan tindakan.

3. Mendiskusikan materi pembelajaran yang akan diberikan.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

5. Menyusun kisi-kisi kriteria pencapaian keberhasilan dan lembar observasi penilaian.

Pelaksanaan

1.Menjelaskan tujuan pembelajaran. 2.Menentukan masalah-masalah yang

akan didiskusikan.

3.membagi siswa ke dalam kelompok kerja.

4.Memberikan satu masalah kepada setiap kelompok.

5.penyampaian hasil diskusi. 6.Masukan dari guru mengenai

kegiatan siswa.

Pengamatan

Peneliti melaksanakan observasi tentang keaktivan siswa, cara menyampaikan pendapat serta kontribusi siswa dalam kelompok Refleksi

1.Peneliti mengevaluasi hasil observasi dan wawancara mengenai kegiatan siswa dan menentukan faktor yang menghambat peningkatan kemampuan dan faktor yang membantu.

2.Perbaikan dalam hal pelaksanaan aktivitas di kelas.


(51)

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahapan yaitu:

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan yang dilaksanakan dalam penelitian ini ialah dengan melakukan diskusi dengan guru kelas mengenai kemampuan awal siswa, rencana pelaksanaan tindakan mulai dari waktu pelaksanaan, pre test dan pelaksanaan tindakan serta materi dan bahan pembelajaran yang akan diberikan. Selama kegiatan perencanaan peneliti juga menyusun lembar evaluasi, observasi pelaksanaan, dan indicator keberhasilan serta menyusun RPP yang akan digunakan selama pelaksanaan tindakan.

2. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan rencana pelaksanaan yang telah di rancang pada kegiatan perencanaan sebelumnya. Pada kegiatan ini akan membahas tentang rencana pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif yang akan dilaksanakan di kelas IV Sekolah Dasar selama satu siklus yang terdiri dari 3 kali pertemuan. Langkah-langkah pembelajaran yang dimaksud ialah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal pembelajaran


(52)

2) Siswa bersama dengan guru berdoa sebelum dilaksanakannya kegiatan pembelajaran.

3) Guru menjelaskan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran.

b. Kegiatan inti

1) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang alat dan bahan yang akan di gunakan dalam praktik pembelajaran tersebut. 2) Guru/peneliti menjelaskan pembagian tugas siswa selama

pelaksanakan kegiatan.

3) Mengkondisikan ruang kelas atau mengkondisikan siswa untuk melaksanakan kegiatan di luar kelas untuk kegiatan pembelajaran.

4) Siswa melaksanakan kegiatan seperti yang telah di jelaskan oleh guru serta guru bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan. 5) Siswa bersama dengan guru membersihkan tempat pelaksanaan

kegiatan

6) Guru memberikan pertanyaan tentang pelaksanaan kegiatan kemudian meminta siswa untuk menuliskannya di papan tulis. 7) Siswa mengekspresikan perasaannya tentang pelaksanaan

kegiatan bersama dengan teman secara lisan. c. Kegiatan penutup

1) Siswa bersama guru melaksanakan refleksi dengan tanya jawab tentang kegiatan yang telah dilaksanakan, guru memberikan


(53)

komentar tentang pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanaan siswa secara bersama-sama, serta pelaksanaan tugas oleh masing-masing siswa.

2) Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa.

d. Melaksanakan post test pada akhir pelaksanaan tindakan untuk mengetaui kemampuan siswa setelah diberikannya tindakan.

3. Observasi

Kegiatan observasi dilaksanakan oleh peneliti untuk mengamati jalannya pembelajaran selama diberikannya tindakan berupa pelaksanaan pembelajaran kolaboratif. Kegiatan observasi menekankan pada keterampilan sosial siswa dengan memperhatikan kemampuan bekerja sama siswa dengan siswa lain serta kemampuan komunikasi siswa dengan siswa lain maupun dengan guru.

4. Refleksi

Kegiatan refleksi dilaksanakan oleh peneliti bekerja sama dengan guru kelas untuk mengkaji data yang di peroleh selama pelaksanaan tindakan siklus I mengenai hasil post test siklus I, hambatan yang dialami peneliti selama pelaksanaan, serta masukan dari guru sebagai perbaikan yang dapat di gunakan peneliti untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Setelah refleksi dilaksakan dan apabila hasil pelaksanaan siklus I belum mencapai indicator keberhasilan tindakan, maka peneliti menyusun rencana tindakan selanjutnya yang akan dilaksanakan pada siklus II.


(54)

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu atau 1 bulan yang dimulai dari bulan Mei hingga bulan Juni yang dilaksanakan di SLB Negeri 2 Bantul yang berlokasi di Wojo, Bangunharjo, Sewon, Bantul merupakan SLB Negeri dengan siswa yang sebagian besar memiliki hambatan ketunarunguan.

E. Subjek Penelitian

Subjek yang di gunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul yang berjumlah 4 orang siswa. Siswa kelas IV terdiri dari 2 orang siswa perempuan dan 2 orang siswa laki-laki dengan rentang usia 10-16 tahun. Pemilihan kelas IV sebagai subjek dalam penelitian ini ialah karena siswa kelas IV SD di SLB N 2 Bantul memiliki perbedaan kemampuan dalam hal keterampilan sosial dimana siswa masih kurang dapat memperhatikan orang lain dalam komunikasi serta siswa yang sulit memberi respon terhadap pertanyaan maupun aktivitas orang lain.

F. Teknik Pengumpulan Data a. Tes

Ialah tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan sosial siswa dalam hal keterampilan intrapersonal, interpersonal, penerimaan teman sebaya, ketrampilan dalam hal yang berhubungan dengan akademik dan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain yaitu


(55)

teman kelas siswa di sekolah. Tes tersebut berupa serangkaian pernyataan yang diberi skor antara 0-2 yang dinilai oleh guru/peneliti. b. Observasi

Observasi dilaksanakan untuk mengetahui prilaku siswa dalam kegiatan belajar di kelas, untuk mengamati interaksi siswa satu dengan siswa lainnya, keaktifan siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain, keaktifan siswa dalam menyampaikan pendapatnya kepada orang lain. Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data sebelum tindakan, selama tindakan dan setelah pelaksanaan tindakan berupa penggunaan metode pembelajaran kolaboratif.

c. Wawancara

Wawancara dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai aktivitas dan kemampuan sosial siswa dari sudut pandang orang lain seperti dari pengamatan guru dengan menyampaikan serangkaian pertanyaan.

G. Instrumen Pengumpulan Data 1. Instrumen Tes Keterampilan Sosial

Tes keterampilan sosial ini di gunakan untuk mengetahui keterampilan sosial siswa sebelum pemberian tindakan yaitu dengan dilaksanakannya pre test, selain itu juga untuk mengetahui keterampilan sosial siswa setelah pelaksanaan tindakan yang di ketahui melalui pelaksanaan post test.


(56)

Tabel 3.1. Kisi-kisi instrumen tes keterampilan sosial

Variabel Sub Variabel Deskrisi Indikator Butir

Soal Keterampilan sosial Keterampilan interpersonal Keterampilan siswa dalam berhubungan dengan orang lain.

Melaksanakan

kegiatan secara bersama-sama

2

Keterampilan intrapersonal

Prilaku siswa dalam

menghadapi lingkungannya.

Sikap siswa ketika menerima masukan dari teman

1

Penerimaan teman sebaya

Sikap siswa untuk aktif di lingkungannya.

Siswa berani untuk bertanya dan menjawab pertanyaan siswa lain. 2 Keterampilan dalam akademik Kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas yang di berikan

Mau berbagi tugas dengan teman

1

Menghargai/menerim a pembagian tugas yang di berikan


(57)

Menyelesaikan tugas yang di berikan kepadanya

1

Membantu teman yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas.

1

Keterampilan berkomunikasi

Kemampuan siswa dalam menyampaikan pikiran atau pendapat kepada orang lain serta kemampuan untuk menerima informasi atau

Memberi pendapat tentang suatu masalah

1

Mendengarkan ketika teman sedang berbicara

1

Memberi masukan terhadap pendapat teman

1

berbicara dengan suara keras dan jelas.


(58)

pendapat dari orang lain

Menjelaskan kembali dengan cara lain apabila siswa lain tidak memahami ucapan siswa.

1

Cara penentuan nilai:

Tiap-tiap butir soal dapat dinilai dengan memberikan skor antara 0 hingga 2 yang kemudian diberikan nilai keseluruhan dengan perhitungan:

nilai keterampilan sosial siswa = × 100

Sedangkat nilai ketuntasan yang menjadi acuan keberhasilan tindakan ialah apabila siswa memperoleh nilai minimal 60 dari nilai keterampilan sosial siswa tersebut di atas.

2. Observasi

Observasi di gunakan untuk mengetahui prilaku siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kolaboratif. Observasi juga dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam hal keterampilan sosialnya di luar kegiatan pembelajaran yang terjadi secara bebas dan atas kehendak siswa sendiri tanpa campur tangan guru ataupun peneliti.


(59)

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Awal Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Ket

Keterampilan Sosial

Keterampilan interpersonal

Sikap siswa dalam berinteraksi dengan siswa lainnya.

a.Interaksi siswa

dengan siswa

lainnya. Deskripsi Keterampilan yang berhubungan dengan bidang akademik

Sikap siswa selama kegiatan

pembelajaran serta

kegiatan-kegiatan lain yang mendukung kegiatan

pembelajaran

a.Sikap siswa

selama pelaksanaan kegiatan

pembelajaran di kelas.

Deskripsi

Keterampilan berkomunika si

Sikap siswa ketika

sedang kegiatan

komunikasi dengan orang lain.

a.Sikap siswa

ketika teman

berbicara. b.Komunikasi

siswa dengan

siswa lainnya.

Deskripsi

Panduan observasi selanjutnya ialah panduan observasi untuk variabel pembelajaran kolaboratif yang di gunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dalam kelas. Instrumen ini di gunakan untuk mengamati suasana belajar, kondisi kelas selama pelaksanaan pembelajaran serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan guna meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan menggunakana metode pembelajaran kolaboratif.


(60)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen observasi kegiatan pembelajaran Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Ket

Pembelajaran Kolaboratif

Suasana kelas

Suasana kelas yang mendukung kegiatan pembelajaran siswa. a.Suasana kebersamaan b.Saling memperhatikan satu sama lain c.Penyelesaian

masalah oleh

siswa. Kondisi

belajar

Pelaksanaan pembelajaran memotivasi siswa untuk belajar.

a.Kegiatan

pembelajaran yang

mendorong rasa

ingin tahu siswa, b.

Pertanyaan-pertanyaan oleh

guru, c.Kegiatan

pembelajaran yang mengembangkan keterampilan

bekerja sama

siswa. Kegiatan

belajar

Kegiatan yang

dilaksanakan dalam mendukung

pencapaian tujuan pembelajaran.

a.Cara yang di

laksanakan siswa

dalam perumusan tujuan yang ingin

di capai dalam

kegiatan pembelajaran.


(61)

membantu siswa mengembangkan keterampilan

sosialnya dalam

melaksanakan pembelajaran.

belajar siswa

dihadapan siswa

lain.

H. Validitas dan Reliabilitas

Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat dapat mengukur apa yang menurut orang seharusnya di ukur oleh alat tersebut (Furchan, 2005: 293). Validitas instrumen dalam penelitin ini dilaksanakan dengan menggunakan validitas isi dimana validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang di kehendaki (Furchan, 2005:295). Validitas isi digunakan untuk mengetahui isi dari suatu alat ukur baik dalam hal bahannya, topiknya, maupun substansinya. Validitas isi todak dapat dinayatakan dalam bentuk angka, namun pada dasarnya merupakan suatu pertimbangan atau pendapat, baik pendapat sendiri maupun pendapat orang lain. Uji validitas dalam penelitian ini dilaksanakan oleh dosen pembimbing dan juga guru kelas IV SLB Negeri 2 Bantul yaitu Nurul Wasliyah dengan membaca dan memberikan pendapatnya mengenai instrumen yang di gunakan oleh peneliti.

Reliabilias berasal dari kata reliability yang secara harfiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat di percaya atau sesuatu yang tahan uji, dari pengertian tersebut dapar diartikan bahwa reliabilitas suatu instrumen


(62)

ketika diuji. Azwar (dalam Matondang, 2009: 93) menyatakan bahwa reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Terdapat beberapa metode pengukuran reliabilitas instrumen yang dapat digunakan salah satunya ialah kesepakan dengan observer dimana suatu instrumen tes yang sama digunakan oleh beberapa observer untuk menilai suatu kelompok subjek yang sama. Penilaian reliabilitas instrumen tersebut dilaksanakan dengan membandingkan skor yang diperoleh dari dua observer atau lebih. Inilah metode uji reliabilitas yang di gunakan peneliti dalam penelitian ini dimana observer yang melakukan uji instrumen tes tersebut ialah peneliti sendiri dengan seorang rekan satu jurusan peneliti.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2005: 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilah menjadi data yang dapat dikelola, mencari dan menemukan hal penting dan hal yang dapat dipelajari serta hal yang dapat disampaikan kepada orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Teknik analisis data kuantitatif yang dimaksud dalam penelitian ini ialah dengan mengumpulkan data dari lapangan dengan teknik observasi dan tes, memilih data yang dapat di gunakan dan menyusun dalam deskripsi hasil pelaksanaan, kemudian data dari hasil tes keterampilan sosial yang berupa


(63)

angka skor di hitung untuk mengetahui nilai keterampilan sosial yang berupa data angka persen. Untuk mengetahui prosentase nilai keterampilan sosial siswa digunakan rumus sebagai berikut (Ngalim, 2013: 102):

=

!× 100

Keterangan:

NP : Nilai yang diharapkan R : Skor yang di peroleh siswa

SM : Skor Maksimal yang dapat di peroleh 100 : bilangan tetap (persen)

Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang menjadi acuan ketercapaian keterampilan sosial siswa ialah perolehan nilai minimal 60 dari nilai maksimal 100 dari tes keterampilan sosial yang dilaksanakan dengan predikat “Cukup” dari kategori ketuntasan belajar berikut (Ngalim, 2013: 103):

Tabel 3.4 Kategori Ketuntasan Belajar

Tingkat penguasaan Predikat

86 – 100 % Sangat Baik

76 – 85 % Baik

60 – 75 % Cukup

55 – 59 % Kurang


(64)

Analisis dilaksanakan dengan membandingkan perolehan nilai siswa sebelum dilaksanakannya tindakan dengan perolehan nilai setelah dilaksanakannya tindakan siklus I maupun siklus II yang di ketahui dengan dilaksanaknannya tes pasca tindakan I dan tes pasca tindakan II. Siswa dikatakan mengalami peningkatan keterampilan sosialnya apabila memperoleh nilai diatas KKM yaitu 60 setelah dilaksankannya tindakan pembelajaran kolaboratif di kelas IV Sekolah dasar.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi yang di gunakan untuk melakanakan penelitian tentang peningkatan keteramilan sosial dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif ini ialah SLB Negeri 2 Bantul yang berlokasi di Jl. Imogiri Barat Km 4,5 Wojo, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Sekolah tersebut merupakan Sekolah Luar Biasa yang terdiri dari jenjang pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. SLB Negeri 2 Bantul merupakan sekolah negeri yang berkewajiban menerima seluruh siswa berkebutuhan khusus dengan berbagai ketunaan, namun sebagian besar siswa di sekolah ini memiliki hambatan pendengaran dengan usia bervariasi dari tingkat TK hingga SMA, namun demikian terdapat siswa dengan ketunaan lain seperti siswa dengan hambatan intelegensi, autis, serta siswa dengan ketunaan ganda yaitu siswa yang memiliki hambatan pendengaran disertai hambatan lain seperti hambatan penglihatan, intelegensi, dan hambatan fisik.

Siswa yang terdapat di SLB Negeri 2 Bantul berjumlah sekitar 101 siswa, dengan jumlah staf pengajar sejumlah 32 guru dan staf lain berjumlah 13 staf. Fasilitas yang di sediakan sekolah ialah ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang BKPBI dan 1 ruang bina wicara, ruang keterampilan berupa dengan keterampilan yang di miliki yaitu


(66)

keterampilan tata boga, tata busana, tata kecantikan, batik, digital printing, briket serta keterampilan kayu/kriya. Selain itu juga terdapat ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang guru, ruang tamu/pengunjung. Selain ruang tertutup, sekolah juga memiliki lahan yang di gunakan sebagai tempat parkir, satu bidang tanah yang di gunakan untuk bertani, kebun sayur, ruang bercocok tanam, selain itu sekolah juga memiliki kolam ikan dan bebek yang ditempatkan di dalam kandang.

Kegiatan pembelajaran di sekolah di mulai pukul 07.15 WIB bagi semua jenjang namun waktu berakhirnya pembelajaran yang berbeda-beda pada setiap jenjang dan hari pembelajaran. Untuk jenjang SD, pembelajaran di mulai pada pukul 07.15 hingga pukul 11.35 WIB pada hari senin hingga kamis dan pukul 07.15 hingga pukul 10.10 WIB pada hari jumat dan sabtu. Kurikulum yang di terapkan pada jenjang sekolah dasar, khsususnya kelas IV SD yaitu kurikulum tahun 2013 dimana pembelajaran mengacu pada buku guru dan buku siswa yang telah disediakan pemerintah.

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Siswa yang menjadi subjek pada penelitian ini ialah siswa-siswi Sekolah Dasar kelas IV yang terdiri dari 4 orang siswa yang terdiri dari 2 orang siswa laki-laki dan 2 orang siswa perempuan. Berikut ini ialah uraian dari karakteristik siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini:


(67)

a. Subjek 1

1) Identitas subjek

Nama subjek : ACR Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 11 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Jogoragan, Bantul 2) Karakteristik subjek

Siswa memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup baik dimana siswa mampu memahami ucapan orang lain baik secara oral maupun dengan menggunakan bahasa isyarat. Pengucapan siswa jelas sehingga lebih mudah dimengerti walaupun terkadang masih banyak kata yang perlu siswa jelaskan dengan menggunakan bahasa isyarat karena siswa tidak mengetahui nama/sebutan dari hal tersebut.

Dalam bidang akademik, ACR termasuk siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa meberi respon atas pertanyaan dan perintah guru, rajin mengerjakan tugas termasuk pekerjaan rumah dan tugas harian yang di berikan, siswa paling bersemangat ketika pembelajaran yang menyangkut hitungan atau matematika. Namun terkadang siswa kurang memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan di hadapan kelas, siswa akan asik


(68)

berbicara dengan teman lain hingga akhirnya diingatkan oleh teman lain atau oleh guru untuk memperhatikan pembelajaran. b. Subjek 2

1) Identitas subjek

Nama subjek : VAP Jenis kelamin : Laki-Laki

Usia : -

Agama : Islam

Alamat : Semoyon, Bantul 2) Karakteristik subjek

VAP merupakan siswa yang antusias dalam kegiatan komunikasi, siswa akan menceritakan suatu hal yang dianggap berhubungan dengan pembicaraan yang sedang dilaksanakan. VAP memiliki pengucapan yang jelas dan suara yang keras namun sulit dipahami karena siswa seringkali melakukan omisi dalam mengucapkan suatu kata, siswa akan memberi gambaran tentang hal yang di maksud secara tertulis apabila lawan bicaranya sulit memahami ucapan siswa. VAP juga termasuk siswa yang dapat dengan cepat memahami ucapan orang lain.

Dalam bidang akademik, siswa termasuk yang paling tertinggal di kelas. VAP membutuhkan waktu yang lama untuk menyalin tulisan, kesulitan ketika dilaksanakan dikte dimana siswa selalu meminta siswa lain atau guru untuk mengeja kata


(69)

tersebut dengan menggunakan bahasa isyarat kemudian menulisnya. Siswa kurang menyukai pembelajaran hitungan walaupun siswa akan mampu menyelesaikan suatu masalah hitungan apabila dijelaskan berulang kali, walaupun siswa akan lupa kembali setelah beberapa waktu. Perhatian siswa yang mudah teralihkan sering mengganggu kegiatan pembelajaran di kelas karena siswa akan mempengaruhi siswa lain untuk memperhatikan hal lain yang sedang di perhatikannya. AVP termasuk siswa yang lebih menunjukkan minat pada kegiatan fisik seperti pada kegiatan menggambar, olah raga dan kegiatan pengembangan diri lain diluar pembelajaran teks di kelas, hal tersebut terbukti dengan perolehan juara pada lomba melukis.

c. Subjek 3

1) Identitas subjek

Nama subjek : YNM Jenis kelamin : Perempuan Usia : 12 tahun

Agama : Islam

Alamat : Kota Gede

2) Karakteristik subjek

YNM diketahui memiliki sisa pendengaran yang terlihat dari siswa akan menoleh apabila dipanggil dengan suara keras, namun YNM merupakan siswa yang paling jarang berkomunikasi


(70)

dengan siswa lain maupun dengan guru, terutama dengan orang lain yang baru siswa temui. Siswa jarang merespon apabila ditanya ataupun diminta mengucapkan sesuatu, siswa lebih memilih diam dan memalingkan wajah. Ketika berbicara, pengucapan siswa termasuk jelas namun suara siswa terlalu kecil dan gerakan bibir yang kurang jelas sehingga siswa lain sulit memahami ucapan YNM.

Dalam hal akademik, siswa termasuk cepat dalam menyalin tulisan dari papan tulis, tulisan siswa juga rapi dan mudah dibaca namun siswa akan mengalami kesulitan untuk menulisan kata yang di dektekan. Hal ini bukan disebabkan karena siswa tidak memahami ucapan siswa lain, namun karena siswa kurang memperhatikan orang lain ketika berbicara sehingga siswa kurang mampu menangkap ucapan orang lain. Kemampuan siswa pada pembelajaran yang berhubungan dengan hitungan, siswa sulit memahami cara kerja suatu masalah karena siswa kurang memperhatikan. Siswa juga kurang konsisten dalam mengerjakan tugas di sekolah, namun selalu menyelesaikan tugas yang di berikan sebagai Pekerjaan Rumah.

d. Subjek 4

1) Identitas subjek

Nama subjek : WH Jenis kelamin : Laki-Laki


(71)

Usia : 17 tahun

Agama : Islam

Alamat : Mantrijeron 2) Karakteristik subjek

WH merupakan siswa tertua dengan tubuh paling besar yang ada dikelas IV sehingga siswa bersikap paling dewasa dengan mengingatkan teman-temannya untuk memperhatikan guru, membantu guru atau orang lain dengan menjelaskan ucapan guru kepada temannya yang kurang paham. Siswa memiliki pengucapan yang kadang mudah dipahami namun terkadang sulit karena suara siswa yang kurang keras dan oral yang masih kurang jelas. WH memiliki penguasaan kosakata yang paling banyak dibandingkan teman yang lainnya, hal itu terlihat dari kemampuan siswa untuk memahami ucapan orang lain dengan cepat. Siswa juga aktif memberikan respon pada ucapan, pertanyaan dan perintah orang lain terutama guru.

WH dikatakan tidak pernah menempuh sekolah umum sebelumnya namun memiliki kemampuan akademik yang baik. Siswa selalu menjadi siswa yang paling cepat menyelesaikan tugas menyalin tulisan, menyusun kalimat maupun mendeskripsikan suatu hal.


(72)

3. Deskripsi Kemampuan Awal Keterampilan Sosial

Sebelum dilaksanakannya perlakuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa-siswi kelas IV, terlebih dulu dilaksanakan pengukuruan keterampilan sosial siswa dengan melakukan tes. Data dari tes tersebut berupa angka yang di peroleh melalui penilaian guru atau peneliti. Instrument tes tersebut disusun berdasarkan indikator yang ingin di teliti berupa keterampilan berkomunikasi dan keterampilan bekerjasama siswa yang terdiri dari 15 item keterampilan yang di nilai. Berikut ini ialah hasil pengamatan kemampuan awal keterampilan sosial dari siswa-siswi kelas IV SD di SLB Negeri 2 Bantul:

a. Subjek 1 (ACR)

Siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berbicara dan berbahasa yang termasuk salah satu bagian dari komunikasi, namun pada kemampuan bekerjasama dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran, siswa memiliki keterampilan yang masih kurang. Di luar kegiatan pembelajaran, terlihat saat jam istirahat siswa bermain dengan siswi-siswi dari kelas lain yang sebagian besar lebih tua dari ACR, namun siswa juga lebih sering bermain dengan Handphone miliknya begitu pula dengan teman-teman lainnya. ACR juga sangat jarang terlihat bermain dengan YNM yang merupakan satu-satunya rekan perempuan siswa di kelas.

Hasil tes keterampilan sosial siswa juga menunjukkan nilai yang masih dibawah standar. ACR banyak mendapat nilai rendah pada


(73)

indikator keterampilan berkomunikasi seperti pada keterampilan memberikan pendapat tentang suatu masalah, mendengarkan ketika siswa lain sedang berbicara serta member masukan terhadap pendapat teman, sedangkan pada keterampilan bekerja sama siswa mendapat nilai yang rendah pada item membantu teman yang mengalami kesulitan menyelesaikan tugasnya. Dari hasil tersebut menunjukkan sikap ACR yang kurang perhatian pada lingkungan sekitarnya.

Total skor yang di peroleh siswa ialah 16 dari total skor 30 yang dapat diperoleh dengan nilai pre test yaitu 53,3%. Nilai tersebut masih lebih rendah dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditentukan yaitu nilai 60%.

b. Subjek 2 (VAP)

AVP merupakan siswa yang juga masih kurang dalam keterampilan sosial dengan siswa lain di kelas. Siswa selalu kurang percaya diri pada kemampuan yang dimilikinya, ia selalu berkata sulit dan tidak bisa setiap kali guru memberika tugas kepadanya walaupun sesungguhnya siswa mampu. Ketika VAP diminta guru atau peneliti membantu teman yang lain, ia akan langsung mengambil tugas temannya dan menyelesaikan tugas tersebut sendiri tanpa berkata apapun untuk membantu atau ketika siswa mengambil tugas tersebut. Siswa termasuk siswa yang aktif berbicara dan merespon di kelas, namun respon siswa biasanya tidak sesuai dengan bahasan dan mulai mengalihkan bahasan.


(74)

Hasil pre test menunjukkan pada keterampilan bekerja sama, siswa selalu membutuhkan bantuan/perintah/diingatkan oleh guru untuk melaksanakan setiap item keterampilan bekerja sama. Pada keterampilan berkomunikasi, siswa memperoleh nilai yang kurang baik pada item mendengarkan ketika siswa lain sedang berbicara dan memberi masukan terhadap pendapat teman, hal tersebut dikarenakan perhatian siswa yang mudah teralihkan oleh hal lain yang menyebabkan siswa sulit fokus pada penjelasan guru dan pembahasan yang sedang di bahas dalam kelas.

c. Subjek 3 (YNM)

YNM merupakan siswa paling pendiam dan paling jarang berinteraksi dengan siswa lain, ia sebagian besar menghabiskan waktunya dengan berdiam diri. Siswa jarang pertanyaan yang memang di tujukan kepadanya, dan siswa sama sekali tidak akan bereaksi pada penjelasan guru yang di tujukan pada semua siswa. Siswa sering kali hanya melaksanakan tugas yang berhubungan dengan kegiatan harian pembelajaran di kelas seperti kegiatan menulis dan menyelesaikan tugas seperti contoh, setelah itu siswa akan diam kembali dan hanya melihat sekitar tanpa ikut bermain dengan teman lainnya.

Hasil pre test keterampilan sosial siswa menunjukkan nilai yang masih kurang pada hampir semua item tes. Pada keterampilan bekerja sama, siswa memperoleh nilai baik pada penerimaan


(75)

pembagian tugas oleh guru, namun siswa selalu memperoleh bantuan dari guru dalam hal pembagian tugas dan penyelesaian tugas, kemudian mendapat nilai buruk pada item membantu teman yang mengalami kesulitan menyelesaikan tugasnya. Pada keterampilan berkomunikasi, siswa tidak pernah member pendapat tentang suatu masalah, member masukan dan menerima masukan siswa lain karena siswa hanya diam, untuk mendengarkan pendapat siswa lain juga siswa harus diingatkan guru.

d. Subjek 4 (WH)

Siswa memiliki keterampilan yang baik dalam berbagai indikator dalam item keterampilan sosial yang ada, WH akan dengan kesadaran sendiri menjelaskan pembagian tugas pada teman yang lain, menyelesaikan tugasnya dan membantu teman menyelesaikan tugasnya. Siswa juga merupakan pendengar yang baik dimana siswa selalu mendengarkan ketika siswa lain maupun guru yang sedang berbicara serta memberi masukan terhadap pendapat teman. Siswa hanya mendapat bantuan guru pada item member pendapat tentang suatu masalah dan menerima masukan siswa lain karena siswa hanya diam ketika di komentari oleh guru ataupun siswa lain. Hal tersebut tampak dari nilai pre test siswa yang telah melebihi nilai KKM yaitu memperoleh nilai 70%.


(1)

142

Seluruh siswa memperhatikan penyampaian kembali hasil diskusi salah satu kelompok yang di sampaikan oleh salah satu anggota kelompok

Seorang siswa menjelaskan hasil pengamatannya kepada salah satu siswa yang bertugas menulis hasil diskusi


(2)

143

LAMPIRAN SURAT IZIN PENELITIAN

1. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas.

2. Surat Izin Penelitian Dari Sekertariat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Surat Izin Penelitian Dari BAPPEDA.


(3)

(4)

(5)

(6)