Hubungan faktor enabling dengan pemakaian alat pelindung diri (apd) pada tenaga kerja di pt. suwastama pabelan Titin

(1)

commit to user

HUBUNGAN FAKTOR ENABLING DENGAN PEMAKAIAN

ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA TENAGA KERJA

DI PT. SUWASTAMA PABELAN

SKRIPSI

Digunakan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Titin Eka Setyaningsih R.0208049

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2012


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ………..

Nama : Titin Eka Setyaningsih NIM. R0208049


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan.

Titin Eka Setyaningsih1), Khotijah2), Sigit Fajar Suryanto3), Putu Suriyasa4)

Latar Belakang : PT. Suwastama Pabelan merupakan sebuah perusahaan yang

bergerak di bidang industri kerajinan dengan orientasi eksport. Dari hasil survei di tempat pembuatan barang berbahan dasar rotan, didapatkan hampir 50% pekerja tidak memakai APD sesuai prosedur. Pada bulan maret diketahui penyakit ISPA sebanyak 43,30%, pusing 10,46%, gastritis 6,27%, penyakit kulit 6,06%, dan penyakit pencernaan, herpes dan lain-lain. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Faktor Enabling (Kondisi dan Kelengkapan APD) dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan.

Metode : Penelitian ini menggunakan penelitian analitik observasi dengan

pendekatan cross sectional. Sampel penelitiannya adalah tenaga kerja bagian rotan yang berjumlah 54 orang diambil dengan menggunakan simple random sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik analisis data menggunakan uji analisis koefisien kontingensi. Dengan menggunakan alat ukur berupa checklist.

Hasil : Dari hasil penelitian menunjukkan APD yang digunakan oleh pekerja pada

saat bekerja 51,85% dalam kondisi layak pakai dan sebesar 48,15% tidak layak. Sedangkan untuk kelengkapannya terdapat 79,63% APD yang lengkap komponennya dan sebesar 20,37% tidak lengkap komponennya. Hasil uji statistik dengan uji analisis koefisien kontingensi menunjukkan kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD tidak terdapat hubungan dengan nilai p = 0,081. Sedangkan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD terdapat hubungan dengan nilai p = 0,000 dan untuk kekuatan korelasinya adalah sedang yaitu dengan nilai r = 0,537.

Simpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian APD dan ada hubungan yang antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD.

Kata kunci : Faktor Enabling, Alat Pelindung Diri, PT. Suwastama Pabelan

1)

= Mahasiswa Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta.

2)

= Staf pengajar Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta.

3)

= Staf pengajar Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta.

4)

=Staf pengajar pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UNS dan Program Diploma IV K3, FK, UNS Surakarta.


(5)

commit to user

v

ABSTRACT

The Relationship of Enabling Factors by Using Personal Protection Equipment (PPE)

on Labor in PT. Suwastama Pabelan.

Titin Eka Setyaningsih1), Khotijah2), Sigit Fajar Suryanto3), Putu Suriyasa4)

Background : PT. Suwastama Pabelan is a company engaged in the craft

industries with export orientation. This survey found that nearly 50% of workers do not wear PPE in accordance with procedures. In March there are 43,30% Acute Respiratory Tract Infection, 10,46% headache, 6,27% gastritis, 6,06% dermatity, and digestive diseases, herpes ect. So the purpose of this study to determine the relationship of Enabling Factors (Conditions and Fittings APD) by using Personal Protective Equipment (PPE) at Manpower in PT. Suwastama Pabelan.

Methods : This study uses observational analytic study with cross sectional. The

sample in this research is the cane workers which contain 54 people by using simple random sampling method which includes inclution and and eksclution

criteria. This research using the contingency coefficient analysis test for the analysis methods, using a measuring instrument of a checklist.

Result : The result of the research showing that PPE is used by workers at work

51.85% in conditions unfit for use and of 48.15% is not feasible. While there are 79.63% for the accessories that complete APD component and 20.37% for incomplete components. The results of statistical test showed that irelationship between APD Conditions to the implementation of the use of PPE is not significant (p = 0,081). Meanwhile, the relationship between the completeness of the APD with the implementation of the use of PPE is significant with a p-value = 0.000, and for the strength of the correlation is moderate with a value of r = 0.537.

Conclution : From this research, we can be concluded that there was no

significant relationship between the conditions APD with the implementation of the use of PPE and there is a significant relationship with the correlation between the completeness of the APD with the implementation of the use of PPE.

Keywords : Enabling Factor, Personal Protection Equipment, PT. Suwastama

Pabelan

1)

= University Student at D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

2)

= Lecturer Staf of D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

3)

= Lecturer Staf of D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

4)

= Lecturer Staf of Public Health Science, Medical Faculty UNS and D.IV K3, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.


(6)

commit to user

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja di PT. Suwastama Pabelan.”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan di Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof, Dr, Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Khotijah, S.K.M., M.Kes selaku Dosen Pembimbing I Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Sigit Fajar Suryanto, S.S.T selaku Dosen Pembimbing II Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp. Ok selaku Dosen Penguji Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

6. Bapak dan Ibu Staff pengajar dan karyawan/karyawati Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Bapak, Ibu, adik-adik, dan Ibhe Eka AS yang selalu memberi kasih sayang,

doa, nasehat dan semangat yang tak terhingga.

8. Kepada rekan penelitian penulis, Nia, Galuh, Widya, dan Erwin terima kasih atas semangat, doa, bantuan dan kerjasamanya.

9. Sahabat, rekan-rekan angkatan 2008 dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Surakarta, Juni 2012


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kerangka Teori ... 41

C. Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian APD ... 41

D. Perundang-Undangan ... 42

E. Kerangka Konsep ... 44

F. Hipotesis ... 44

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45

B. Populasi Penelitian ... 45

C. Teknik Sampling ... 46

D. Sampel Penelitian ... 46

E. Desain Penelitian ... 47

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 48

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 48

H. Alat dan Bahan Penelitian ... 51

I. Cara Kerja Penelitian ... 52

J. Pengolahan Data ... 53

K. Metode Analisa Data ... 55

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

B. Analisa Univariat ... 58


(8)

commit to user

viii BAB V. PEMBAHASAN

A. Implementasi Pemakaian APD ... 62 B. Analisa Bivariat ... 63 C. Analisa Univariat ... 65

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat Pelindung Diri menurut faktor bahaya ... 22

Tabel 2. Jenis Alat Pelindung Tangan ... 38

Tabel 3. Distribusi frekuensi implementasi pemakaian APD ... 58

Tabel 4. Distribusi frekuensi kelayakan APD ... 59

Tabel 5. Distribusi frekuensi kelengkapan komponen APD ... 59

Tabel 6. Hubungan antarakondisi APD dengan implementasi pemakaian APD ... 60

Tabel 7. Hubungan antara Kelengkapan APD dengan Implementasi Pemakaian APD... 61


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori ... 42 Gambar 2 Kerangka Konsep ... 45 Gambar 3 Desain Penelitian ... 48


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian LAMPIRAN 2 : Checklist

LAMPIRAN 3 : Analisis Hubungan Kondisi APD dengan Pemakaian APD LAMPIRAN 4 : Analisis Pemakaian APD dengan Kelengkapan APD LAMPIRAN 5 : Foto Penelitian

LAMPIRAN 6 : Surat ijin penelitian dari Prodi


(12)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

pengendalian yang tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri (Tarwaka,

dkk, 2008). Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja mengupayakan agar

resiko bahaya dapat diminimalisasi melalui teknologi pengendalian terhadap

lingkungan/tempat kerja serta upaya mencegah dan melindungi tenaga kerja

agar terhindar dari dampak negatif dalam melaksanakan pekerjaan (Budiono,

2003).

Sejalan dengan pertumbuhan industri sekarang ini jelas

memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola

bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan

ditempat kerja, guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi

masyarakat. Oleh karena itu, tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat

penting sebagai penggerak roda pembangunan nasional khususnya yang

berkaitan dengan sektor industri. Disamping itu tenaga kerja adalah unsur

yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kegiatan industri,

sehingga sudah seharusnya kepada mereka diberikan perlindungan dan


(13)

commit to user

Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1992, pasal 23

tentang Kesehatan Kerja, bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan

disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko

bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan

paling sedikit 10 orang. Sebab utama kejadian kecelakaan kerja adalah

adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar

(substandart). Faktor penyebab kecelakaan kerja meliputi faktor manusia atau

dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe action), faktor lingkungan

atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe conditions) dan interaksi

sarana dan pendukung kerja (Tarwaka, 2008).

Penyebab dari kecelakaan tersebut ada dua yaitu penyebab

langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu

yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan. Penyebab tidak langsung

merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap kejadian

tersebut (Ramli, 2009). Untuk mencegah terjadinya Penyakit Akibat Kerja

(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dilakukan pencegahan dengan 5

cara, yaitu eliminasi, subtitusi, engineering (rekayasa), administrasi dan Alat

Pelindung Diri (APD). Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health

Administration, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD)

didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka

atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard)

di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik,


(14)

commit to user

pilihan terakhir apabila 4 pengendalian resiko (eliminasi, subtitusi,

engineering rekayasa dan administrasi) tidak dapat dilakukan atau dapat

dilakukan namun demikian masih terdapat/potensi bahaya yang dapat

mengganggu kesehatan tenaga kerja (Anizar, 2009).

Menurut Lawrence Green tahun 1980 (dalam Notoatmodjo, 2010)

masalah kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni behafioral factors

(faktor perilaku) dan non behafioral factors (faktor non perilaku). Sedangkan

faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu faktor-faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling

factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi

(predisposing factors) meliputi pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya,

kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu

tersebut dan beberapa karakteristik individu misalnya umur, jenis kelamin,

masa kerja dan tingkat pendidikan. Faktor-faktor pemungkin (enabling

factors) ialah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu

tersebut, meliputi ketersediaan sarana yang meliputi kondisi dan kelengkapan

APD, adanya peraturan-peraturan, komitmen dan keterampilan. Faktor-faktor

penguat (reinforcing factors) adalah adanya kebijakan dan penilaian

(Notoatmodjo, 2010).

PT. Suwastama Pabelan merupakan sebuah perusahaan yang

bergerak di bidang industri kerajinan dengan orientasi export. Bahan baku


(15)

commit to user

dan tapas kelapa. Dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin yang

menimbulkan kebisingan dan lingkungan kerja yang berdebu.

Dari hasil survei di tempat pembuatan barang berbahan dasar rotan,

didapatkan hampir 50% pekerja tidak memakai APD sesuai prosedur. Dari

hasil pengukuran kebisingan diketahui bahwa kebisingan mencapai 89 dB.

Pekerjanya tidak memakai earplug yang seharusnya, tetapi mereka

menggunakan headset untuk mengurangi bising. Headset disini tentunya

tidak dapat mengurangi kebisingan tetapi menambah bising yang diterima

oleh telinga pekerja. Selain earplug, APD yang tidak digunakan secara benar

adalah masker. Pekerja memakai masker dengan hanya dikaitkan di telinga

tanpa menutupi hidung dan mulut. Padahal dengan debu yang dihasilkan dari

proses produksi rotan tersebut beresiko menimbulkan Panyakit Akibat Kerja

(PAK). Data penyakit akibat kerja selama setahun didapatkan hasil bahwa

hampir setiap bulan terdapat PAK. Penyakit Akibat Kerja yang paling tinggi

diderita para pekerja adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Misalnya saja pada bulan maret diketahui penyakit ISPA sebanyak 43,30%,

pusing 10,46%, gastritis 6,27%, penyakit kulit 6,06% dan sisanya penyakit

pernafasan, penyakit pencernaan, herpes dan lain-lain. Dibandingkan dengan

penyakit yang lain ISPA memiliki resiko tertinggi PAK mengingat

lingkungan kerja yang menghasilkan banyak debu. Penggunaan masker

memang tidak melindungi sepenuhnya, tetapi paling tidak dapat mengurangi


(16)

commit to user

Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh

penulis, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai

”Hubungan Faktor Enabling dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT. Suwastama Pabelan”.

B. Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Di tempat kerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi dan faktor

psikologi (Manuaba,1992). Faktor fisik di tempat kerja meliputi

kebisingan, penerangan, tekanan panas, radiasi dan getaran mekanis

(Suma’mur, 1992). Pada proses produksi di PT. Suwastama Pabelan menggunakan mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan dan lingkungan

kerja yang berdebu. Hal ini dapat menimbulkan PAK dan KAK pada

pekerja. Penggunaan APD sangat diperlukan untuk mengurangi bahaya

yang mungkin ditimbulkan oleh pekerjaan. Sedangkan di PT. Suwastama

Pabelan sendiri masih banyak tenaga kerja yang tidak memakai Alat

Pelindung Diri yang seharusnya digunakan untuk mencegah gangguan

kesehatan.

2. Pertanyaan Penelitian

Apakah ada hubungan faktor enabling dengan pemakaian alat


(17)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Faktor Enabling dengan

Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT.

Suwastama Pabelan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kondisi Alat Pelindung Diri (APD) Di PT.

Suwastama Pabelan.

b. Untuk mengetahui kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) Di PT.

Suwastama Pabelan.

c. Untuk menguji dan menganalisis Hubungan Faktor Enabling dengan

Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada Tenaga Kerja Di PT.

Suwastama Pabelan.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis :

a. Memberikan informasi tentang pentingnya penggunaan APD di PT

Suwastama Pabelan.

b. Diharapkan dapat sebagai pembuktian teori bahwa terdapat hubungan

antara faktor enabling terhadap pemakaian APD di PT Suwastama

Pabelan.


(18)

commit to user

2. Aplikatif :

a. Diharapkan tenaga kerja menyadari pentingnya penggunaan APD

untuk mengurangi resiko PAK dan KAK.

b. Diharapkan pengusaha lebih memperhatikan kesehatan dan

keselamatan tenaga kerjanya agar tidak terganggu produktivitasnya.

c. Diharapkan peneliti dapat memberikan solusi tentang cara mengurangi

PAK dan KAK.

d. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah kepustakaan


(19)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Perilaku Kesehatan

a. Pengertian perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,

baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo, 2010).

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping

itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan

terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku.

b. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3


(20)

commit to user

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara

atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit.

2) Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health

seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau

tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3) Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya (Notoatmodjo,

2010).

c. Macam-Macam Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku

dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2010) :

1) Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh


(21)

commit to user

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan

nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas

dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

d. Domain Perilaku

Menurut Bloom tahun 1992 seperti dikutip Notoatmodjo (2010),

membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun

kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan

tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan

pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain

perilaku yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif

(affectife domain) dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam

perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk

kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah


(22)

commit to user

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

a) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya

intelegensia, minat dan kondisi fisik.

b) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,

masyarakat dan sarana.

c) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi

dan metode dalam pembelajaran.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat

penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan (Notoatmojo, 2010).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan :

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap

suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam

pengetahuan mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan pelajaran atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan


(23)

commit to user

b) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi,

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam

suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.

Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan dan

mengelompokkan.

e) Sintesa (Synthesis)

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk


(24)

commit to user

menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat

menyusun, dapat menerangkan, dapat meringkas, dapat

menyelesaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumus-rumus yang telah ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi/objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2) Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) dalam

Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga

komponen pokok :

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan untuk

bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh

individu tersebut. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa

lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan


(25)

commit to user

bertindak (Notoatmodjo, 2010). Seperti halnya dengan pengetahuan,

sikap ini juga terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap

orang terhadap APD dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian

orang itu terhadap penyuluhan tentang pentingnya penggunaan

APD.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan

atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar

atau salah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah, merupakan suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling


(26)

commit to user

3) Praktek atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan

yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan

(support) praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :

a) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat

pertama.

b) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik

tingkat kedua.

c) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,

maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi


(27)

commit to user

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.

e. Asumsi Determinan Perilaku

Kepribadian manusia dibagi menjadi 6 macam nilai kebudayaan.

Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang

dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia

sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan

sebagainya.

Namun demikian, realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi,

gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya:

1) Pengalaman

2) Keyakinan

3) Fasilitas

4) Sosio-budaya

5) Pengetahuan

6) Persepsi

7) Sikap

8) Keinginan


(28)

commit to user

10) Motivasi

11) Niat

f. Proses terjadinya perilaku

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo

(2010), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :

1) Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3) Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

g. Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari

tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi


(29)

commit to user

luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1) Faktor predisposisi (predisposing factors) ialah faktor yang

mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang

masuk dalam faktor predisposing ini adalah :

a) Pengetahuan

b) Sikap

c) Nilai-nilai budaya

d) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku

tertentu tersebut

e) Beberapa karakteristik individu misalnya umur, jenis kelamin,

masa kerja dan tingkat pendidikan.

2) Faktor pendukung (Enabling factors) ialah faktor yang

memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Yang

masuk dalam kelompok faktor pendukung ini ialah :

Ketersediaan sarana yang meliputi kondisi dan kelengkapan

APD. Dalam suatu perusahaan APD sangat diperlukan untuk

mengurangi PAK dan KAK yang mungkin ditimbulkan karena

pekerjaan. Untuk itu perusahaan harus menyediakan APD sesuai

dengan jenis bahaya yang ada. APD yang diberikan juga harus sesuai

dengan standar agar dapat melindungi pekerja.

3) Faktor pendorong (renforcing factors) ialah faktor yang memperkuat


(30)

commit to user

perilaku tertentu tersebut. Yang masuk dalam kelompok faktor

penguat ini kebijakan dan motivasi (Harbandinah DKK, 2006).

Model dari teori perilaku Lawrence Green dapat digambarkan

sebagai berikut:

B=f (PF, EF, RF )

Keterangan :

B = Behavior

PF = Predisposing Factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

F = Fungsi

Faktor pendukung (Enabling) meliputi keahlian pribadi yang

baru dan sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan untuk melaksanakan

sebuah perilaku. Faktor-faktor yang mempermudah adalah faktor-faktor

yang berhubungan dengan individu, kelompok dan sistem pemberian

pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya sebuah tindakan.

Pertimbangan utama dalam memahami faktor pemungkin ini dalam

hubungannya dengan perilaku sehat adalah kondisi dimana tidak adanya


(31)

commit to user

2. AlatPelindung Diri (APD)

a. Pengertian APD

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib

digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan

pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Penggunaan APD terhadap

tenaga kerja merupakan pilihan terakhir apabila 4 pengendalian resiko

tidak dapat dilakukan atau dapat dilakukan namun demikian masih

terdapat/potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja

(Anizar, 2009).

Sebagaimana diketahui, hirarki pengendalian resiko dalam

upaya pencegahan kecelakaan terhadap 5 tahap, yaitu :

1) Eliminasi

2) Subtitusi

3) Engineering (rekayasa)

4) Administrasi

5) Alat Pelindung Diri (APD)

(Anizar, 2009)

Hirarki pengendalian resiko tersebut adalah :

1) Menghilangkan sumber bahaya (Eliminasi)

Hal ini merupakan langkah yang ideal dan merupakan langkah

yang harus diambil sebagai pilihan pertama dalam mengendalikan

resiko bahaya di tempat kerja. Yaitu dengan memindahkan alat yang


(32)

commit to user

2) Mengganti (Subtitusi)

Dilakukan dengan mengganti sumber resiko bahaya dengan

sarana atau peralatan lain yang mempunyai potensi bahaya lebih kecil

atau sama sekali tidak ada.

3) Melakukan Rekayasa

Dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan,

atau proses kerja, seperti memperbaiki ventilasi dan melakukan isolasi

terhadap area berbahaya yang dilakukan dengan memasang pagar

pengaman di sekitar lokasi bahaya.

4) Melakukan Pengendalian Secara Administratif

Melakukan pengendalian secara administratif dapat dilakukan

dengan membatasi waktu kerja, melakukan pemeliharaan,

pencegahan-pencegahan, membuat prosedur house keeping dan

membuat tanda bahaya.

5) Menggunakan Alat Pelindung Diri

Penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas

pengendalian resiko paling akhir setelah pengendalian dengan

eliminasi, subtitusi, rekayasa dan pengendalian secara administratif

tidak berhasil dilakukan.

APD yang digunakan harus memenuhi syarat pembuatan,

pengujian, dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk


(33)

commit to user

ketiga pemenuhan persyaratan tersebut harus diperhatikan faktor-faktor

pertimbangan dimana APD harus :

1) Enak dan nyaman dipakai.

2) Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan dan tidak membatasi ruang

gerak.

3) Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang

dihadapi.

4) Memenuhi syarat estetika.

5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD.

6) Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan dan harga

terjangkau (Anizar, 2009).

Tabel 1. Alat Pelindung Diri menurut faktor bahaya dan bagian

tubuh yang perlu dilindungi.

Faktor Bahaya Bagian tubuh yang perlu dilindungi

Alat Pelindung Diri

Benda berat atau kekerasan

Kepala, betis, tungkai Topi logam atau plastik

Benda sedang tidak terlalu berat

Kepala Topi alumunium atau plastic

Benda besar beterbangan

Kepala Mata

Muka

Jari, tangan, lengan

Topi logam atau plastik

Goggle (kacamata yang menutupi seluruh samping mata, kaca mata yang sampingnya tertutup).

Pelindung muka dari plastik

Sarung tangan kulit berlengan panjang


(34)

commit to user

Tubuh

Betis, tungkai, mata kaki

Jaket atau jas kulit. Pelindung dari kulit berlapis logam dan tahan api

Benda kecil beterbangan

Kepala Mata Tubuh

Lengan, tangan, jari

Tungkai, kaki

Topi, kap khusus Kaca mata

Jaket kulit atau

zeildoek

Sarung tangan, pakaian berlengan panjang Pelindung betis, tungkai dan mata kaki Debu Mata

Muka

Alat pernafasan

Goggle

Pelindung muka dari plastik

Respirator/masker khusus

Percikan api atau logam

Kepala

Mata Muka

Jari, tangan, lengan

Betis, tungkai Mata kaki, kaki Tubuh

Topi plastik berlapis asbes

Goggle, kaca mata Pelindung muka dari plastik

Sarung tangan asbes berlengan panjang Pelindung dari asbes Sepatu kulit

Jaket asbes/kulit Gas, asap,

fume Mata Muka Alat pernafasan Tubuh Goggle

Pelindung muka khusus

Membahayakan jiwa secara langsung : masker gas khusus dengan filter

Tidak membahayakan jiwa secara langsung : gas masker bermacam-macam

Pakaian karet, plastik, atau bahan lain yang


(35)

commit to user

Jari, tangan, lengan

Betis, tungkai

Mata kaki, kaki

tahan zat kimia

Sarung plastik, karet berlengan panjang dan anggota badan diolesi dengan barrier cream

Pelindung dari plastik/karet

Sepatu yang konduktif (yang menyalurkan aliran listrik) karena mungkin sekali gas tersebut ekplosif

Cairan dan zat atau bahan kimia

Kepala Mata Muka

Alat pernafasan

Jari, tangan, lengan Tubuh

Betis, tungkai

Mata kaki, kaki

Topi plastik/karet

Goggle

Pelindung muka dari plastik

Respirator khusus tahan zat kimia Sarung plastik/karet Pakaian plastik/karet. Pelindung khusus dari

plastik/karet

Sepatu karet, plastik atau kayu

Panas Kepala

Bagian tubuh lainnya

Kaki

Mata

Topi asbes

Sarung, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain yang tahan panas atau api Sepatu dengan sol kayu atau bahan lain yang tahan panas/api

Goggle dengan lensa

tahan sinar infra merah Basah dan air Kepala

Tangan, lengan, jari

Tubuh

Kaki, tungkai

Topi plastik

Sarung tangan plastik/karet berlengan panjang

Pakaian khusus Sepatu bot karet


(36)

commit to user Terpeleset, terjatuh, terpotong, tergesek Kaki Kepala

Tangan, lengan, jari

Tubuh

Betis, tungkai

Kaki, tungkai

Sepatu anti selip, kayu (gabus)

Topi plastik, logam Sarung tangan kulit dilapisi logam berlengan panjang Jaket kulit

Celana kulit dengan tutup kulit, tutup tumit

Sepatu lapis baja, sol kayu

Dermatosis atau radang kulit

Kepala

Muka

Tangan, lengan, jari Tubuh

Betis, tungkai Mata kaki, kaki

Topi plastik, karet, topi (kap) kapas atau wol

Barier cream,

pelindung plastik

Barier cream, sarung tanga karet, plastik Penutup karet, plastik Sepatu karet, sol kayu Sandal kayu (bakiak) Bahan peledak

mesin

Kaki

Kepala

Tangan, lengan, jari

Tubuh

Betis, Kaki

Sepatu kayu, hindari percikan api

Topi, terutama wanita berambut panjang pakai jala atau ikat rambut

Sarung tangan tahan api

Jaket dari karet, plastik, zeildoek

Celana tahan api atau tutup tahan api

Listrik Kepala

Tangan, lengan, jari

Tubuh, betis, tungkai, Kaki, mata kaki

Topi plastik, karet Sarung tangan karet tahan sampai 10.000 volt selama 3 menit Pelindung yang bahannya dari karet


(37)

commit to user

Sinar silau Mata Goggle, kaca mata dengan lensa khusus atau lensa Polaroid Percikan api

dan sinar silau pada pengelasan Mata Muka Tubuh Kaki Kepala

Goggle, penutup muka, kaca mata dengan filter khusus

Pelindung muka, kaca mata dengan filter khusus

Jaket tahan api (asbes) atau kulit

Sepatu lapis baja Topi khusus Penyinaran sedang Mata Muka Kepala

Goggle, kaca mata

dengan filter lensa Pelindung muka khusus

Topi khusus Penyinaran

kuat

Mata, muka

Jari, tangan, lengan

Goggle dengan filter

khusus

Sarung tangan karet lapis timah hitam Penyinaran

radioaktif

Tubuh

Alat pernafasan

Jaket karet atau kulit, lapis timah hitam Respirator khusus Gas atau

aerosol radioaktif

Seluruh badan Pakaian khusus

Kebisingan Telinga Sumbat telinga atau tutup telinga

(Anizar, 2009)

Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ

tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.

1)Mata

Alat pelindung mata diperlukan untuk melindungi mata dari


(38)

commit to user

gas, uap, cairan korosif, partikel melayang atau terkena radiasi

gelombang elektromagnetis. Terdapat tiga bentuk alat pelindung diri

mata yaitu kaca mata dengan atau tanpa pelindung samping (side

shield), goggles (cup type dan box type), dan tameng muka.

Jenis kacamata pelindung yang diperlukan berbeda-beda

sesuai dengan jenis bahayanya. Pekerjaan dengan kemungkinan

adanya resiko dari bagian-bagian yang melayang memerlukan

kacamata dengan lensa yang kokoh, sedangkan bagi pengelasan

diperlukan lensa penyaring sinar las yang tepat (Anizar, 2009).

Perawatan Kacamata Safety (Safety Glasses)

a) Kacamata safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang

menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh

pihak manajemen.

b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan kacamata safety

yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik

serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.

c) Penyimpanan masker harus terjamin sehingga terhindar dari debu,

kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin),

kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia

berbahaya.

2)Telinga

Dalam banyak industri terdapat mesin-mesin yang bersuara


(39)

commit to user

harus dilindungi. Ada 2 jenis pelindung telinga yaitu sumbat telinga

dan tutup telinga. Sumber bahaya adalah suara dengan tingkat

kebisingan lebih dari 85 dB sesuai dengan Permenakertrans No. Per.

13/MEN/X/2001 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisiska di

Tempat Kerja.

Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat

Pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan

kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau

personal protective devices. Alat Pelindung Telinga dapat

menurunkan kerasnya bising yang melalui hantaran udara sampai 40

dBA, tetapi pada umumnya tidak lebih dari 30 dBA. Pemakaian Alat

Pelindung Telinga ini dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk

ke telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga

bagian dalam. Semua tenaga kerja yang bekerja dalam area 85 dBA

harus memakai alat pelindung telinga, memperoleh pemeriksaan

audiometri secara barkala dan memperoleh pelatihan/penyuluhan

secara berkala (Soemitra, 1997). Penggunaan alat pelindung telinga

tersebut harus memenuhi kriteria :

a) Dapat mencegah gangguan pendengaran

b) Dapat menurunkan tingkat kepaparan

c) Dapat memenuhi derajat kenyamanan

Untuk memperoleh pelindung telinga yang memadai terhadap


(40)

commit to user

harga pelindung telinga, daya tahan, kenyamanan, kemudahan dalam

penggunaan, pembersihan dan penyimpanan, penampilan, dan

kemudahan dalam penggantian spare part (Sasongko, 2000).

Alat Pelindung Telinga pada umumnya digolongkan menurut

cara pemakaiannya (Budiono, 1992), yaitu :

a) Tipe yang dimasukkan (insert type)

Banyak variasi dalam konstruksi dan modelnya. Yang

paling kurang efektif proteksinya adalah kapas yang dipadatkan.

Sedangkan bentuk yang dianjurkan adalah Ear plug (sumbat

telinga). Ear plug dapat mengurangi intensitas suara 10 sampai 15

dBA. Ear plug dibedakan atas 2 jenis, yaitu Ear plug sekali pakai

(disposable plugs) dan Ear plug yang dapat dipakai kembali

(reusable plugs). Ear plug sekali pakai dapat terbuat dari bahan

kapas, kapas berlapis plastik, kapas wol bercampur malam dan

busa poliuretan. Sedangkan ear plug yang dapat dipakai kembali

dapat terbuat dari bahan plastik cetak permanen, karet berisi pasta

dan plastik berisi pasta. Semua sumbat telinga yang dipakai ulang

perlu dicuci sesudah dipakai dan diletakkan di tempat yang steril

(Harrington, J. M. dan Gill, F. S., 2003).

Keuntungan pemakaian ear plug adalah ukuran kecil

sehingga mudah dibawa, pada tempat kerja yang panas lebih

nyaman, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear


(41)

commit to user

Kerugian pemakaian ear plug adalah cara memasangnya sulit, tidak

mudah dikontrol dan saluran telinga mudah terkena infeksi.

b) Tipe tutup (the muff type)

Alat ini dapat mengurangi intensitas suara hingga 20

sampai 30 dBA dan dapat melindungi bagian luar telinga (daun

telinga). Keuntungan ear muff adalah mempunyai daya pelemahan

yang sangat bagus, lebih mudah dipakai, lebih mudah dimonitor,

biasanya berumur panjang karena dapat dilakukan penggantian

spare part, dapat digunakan untuk telinga yang cacat atau terinfeksi

dan sangat baik untuk dipakai secara insidentil. Sedangkan

kerugian ear muff adalah harganya lebih mahal, tekanan yang ketat

ke kepala dapat mengurangi kenyamanan, agak berat, panas, tidak

efektif dipakai dengan kacamata atau topi keras, dapat

menyebabkan radang atau infeksi kulit jika tidak dibersihkan secara

memadai, sulit disimpan, kemampuan pelemahan suara menjadi

berkurang jika bantalan menjadi keras atau retak, kehilangan fluida

dan ketegangan pita mengendor (Sasongko, 2000).

c) Tipe helm (the helmet type)

Dirancang untuk menutup bagian kepala yang terdiri dari

tulang, untuk mencegah hantaran tulang, ini hanya penting untuk

bising sangat keras. Tipe ini jarang dijumpai pada industri.

Pemakaian Alat Pelindung Telinga untuk melindungi


(42)

commit to user

pelaksanaannya. Akan tetapi kesukarannya terletak pada tenaga

kerja itu sendiri dan hal ini berhubungan erat dengan faktor

manusia (DepKes RI, 2003). Pengetahuan tentang manfaat

penggunaan alat pelindung telinga perlu ditanamkan pada setiap

tenaga kerja.

3)Kepala

Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang

mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau

benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan

kokoh tetapi ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat

cocok untuk keperluan ini (Anizar, 2009).

Pemakaian alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari

bahaya terbentur dan terpukul yang dapat menyebabkan luka juga

melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia

berbahaya. Serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin

yang berputar. Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang

mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh, melayang atau

benda-benda lain yang bergerak. Topi harus cukup keras dan kokoh tetapi

tetap ringan. Bahan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok

untuk keperluan ini (Suma’mur, 1996)

Macam-macam alat pelindung kepala diantaranya adalah topi

pelindung (helm), tutup kepala, berbahan khusus, hats atau cap yang


(43)

commit to user

a) Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet): Melindungi kepala dari

benda keras, pukulan, benturan, terjatuh dan terkena arus listrik

b) Tutup Kepala: Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap,

panas/dingin

c) Hats/cap: Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan

mesin-mesin berputar

d) Topi pengaman untuk penggunaan yang bersifat umum dan

pengaman dari tegangan listrik yang terbatas, tahan terhadap

tegangan listrik. Biasanya digunakan oleh pemadam kebakaran.

Cara perawatan Helm Safety/Helm Kerja (Hard hat)

a) Helm kerja dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang

menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh

manajemen.

b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja

yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik

serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan (retak-retak, bolong atau

tanpa sistem suspensinya)

c) Setiap manajemen harus memiliki catatan jumlah karyawan yang

memiliki helm kerja dan telah mengikuti training.

4) Pernapasan

Alat pelindung pernapasan merupakan alat yang berfungsi

untuk melindungi pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang


(44)

commit to user

maupun rangsangan. Alat pelindung pernapasan dapat berupa masker

yang berguna untuk mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih

besar yang masuk ke dalam pernapasan, yang biasanya terbuat dari

kain, selain itu juga dapat menggunakan respirator yang berguna

untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan

gas.

Alat pelindung pernafasan sangat penting, mengingat 90%

kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun

atau korosif lewat saluran pernafasan. Alat pelindung pernafasan

memberikan perlindungan terhadap sumber bahaya di udara tempat

kerja, seperti :

a) Debu-debu kasar dari penginderaan atau operasi-operasi sejenis.

b) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.

c) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.

d) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan

konsentrasi oksigen di udara.

(Anizar, 2009).

Sesuai dengan kebutuhan di atas, alat pelindung pernafasan

dibagi menjadi :

a) Respirator yang memurnikan udara

(1)Dipakai dengan canister yang sesuai, canister dapat

berbeda-beda sesuai dengan jenis kontaminan dalam di udara. Dalam


(45)

commit to user

yang tergantung pada isi canister, konsentrasi pencemaran dan

frekuensi pamakaian.

(2)Respirator dengan filter mekanik adalah respirator dengan

penyaring udara untuk mengambil debu kontaminan.

(3)Respirator dengan filter mekanik dan kimia adalah respirator

dengan penyaring udara berupa filter mekanik dan filter kimia

untuk menyerap debu dan racun kimia dalam udara.

b) Respirator yang dihubungkan dengan suplai udara

Alat pelindung ini digunakan untuk mengatasi

kemungkinan adanya kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen

dapat terjadi karena adanya gas aspiksian (metan dan CO2) atau

aspiksian kimia (CO dan HCN). Respirator biasa tidak akan

mampu melindungi pekerja, bila kadar O2 kurang dari 16%, oleh

karena itu diperlukan suplai oksigen yang dapat berasal dari udara

bersih dari kompresor atau dari udara yang dimampatkan.

c) Respirator dengan suplai oksigen

Mirip dengan respirator udara, demikian pula dengan

kegunaannya. Hanya oksigen untuk pernafasan disediakan dari

tabung yang berisi oksigen yang dimampatkan atau oksigen cair.

Respirator dapat dibedakan atas Chemical Respirator.

Mechanical Respirator dan Cartidge atau Canister Respirator

dengan Salt Contained Breathing Apparatus (SCBA) yang


(46)

commit to user

kekurangan oksigen serta Air Suplay Respirator yang mensuplai

udara dari tabung oksigen.

Perawatan masker/Perlindungan Pernafasan (Mask/Respiratory

Protection) :

(1) Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan

rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta

kondisinya.

(2) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung

pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat

tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.

(3) Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi

tanggung jawab karyawan yang bersangkutan,

(4) Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu

dilakukan oleh manajemen.

5)Tubuh

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan

terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang bekerja

melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar)

pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan ataupun

kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya

memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan

tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik


(47)

commit to user

kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis

(Anizar, 2009).

APD yang digunakan boiler suits, chemical suits, vest, apron,

full body suit, jacket. Safety Belt berguna untuk melindungi tubuh dari

kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi

dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler APD untuk tugas

khusus. Contoh lain dari pakaian pelindung yaitu :

a) Apron untuk bekerja dengan bahan kimia ataupun pekerjaan

pengelasan.

b) Full body harnes untuk bekerja di ketinggian melebihi 1,24 meter.

c) Tutup telinga (ear plugs) untuk bekerja di tempat dengan

kebisingan melebihi 85 dB.

d) Sepatu boot karet (rubber boot) untuk semua pekerjaan di kebun

yang dimulai dari survey lahan, pembibitan, penanaman hingga

panen.

6)Tangan dan Lengan

Alat pelindung tangan dipakai sebagai pelindung kulit tangan

dalam menangani zat-zat korosif terhadap kulit (asam sulfida, asam

klorida), zat-zat beracun yang dapat terabsorbsi lewat kulit (sianida)

dan bahan atau pekerjaan pada suhu tinggi.

Sarung tangan merupakan salah satu keperluan di dalam

bidang kerja. Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari


(48)

commit to user

tangan perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain bahaya

terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas, dingin, tajam atau

kasar. Alat pelindung tangan dapat terbuat dari karet, kulit dan kain

katun.

Jenis pekerjaan yang membutuhkan sarung tangan :

a) Pengelasan/ pemotongan (bahan kulit)

b) Bekerja dengan bahan kimia (bahan karet)

c) Beberapa pekerjaan mekanikal di workshop dimana ada potensi

cedera bila tidak menggunakan sarung tangan (seperti benda yang

masih panas, benda yang sisinya tajam dan sebagainya.

Tabel 2. Jenis Alat Pelindung Tangan :

Jenis Bahaya Macam Sarung Tangan Bahaya listrik Sarung tangan karet Bahaya radiasi

mengion

Sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi Pb

Benda-benda tajam/kasar

Sarung tangan kulit atau sarung tangan yang dilapisi dengan krom atau sarung tangan dari PVC

Asam dan basa korosif

Sarung tangan karet (alami)

Benda panas Sarung tangan kulit, asbes, PVC, atau

“Gaunlet Gloves”


(49)

commit to user

Dalam pemilihan sarung tangan yang tepat perlu

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a) Potensi bahaya yang ada di tempat kerja, apakah berupa bahan

kimia korosif, benda panas, dingin, tajam, atau benda keras.

b) Daya tahan bahan terhadap bahan kimia, seperti sarung tangan

karet alami tidak tepat pada pemaparan pelarut organik, karena

karet alami larut dalam pelarut organik.

c) Kepekaan objek yang dikerjakan seperti pekerjaan yang halus

dengan membedakan benda-benda halus lebih tepat menggunakan

sarung tangan yang tipis.

d) Bagian tangan yang dilindungi, apakah hanya bagian jari saja,

tangan, atau sampai bagian lengan, dan lain-lain.

Perawatan alat pelindung tangan

a) Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang

menyangkut cara penyimpanan, kebersihan, serta kondisinya oleh

manajemen.

b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang

kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta

tidak dibenarkan untuk dipergunakan.

c) Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari

debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin),

kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia


(50)

commit to user

7)Kaki

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja

terhadap kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat

yang menimpa kaki, paku-paku atau benda-benda tajam yang

mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya (Anizar,

2009).

Sesuai dengan kemungkinan resiko di atas, jenis sepatu yang

dipakai dapat berbeda-beda, yaitu :

a) Sepatu biasa yang baik

Sepatu yang tidak licin dan bertumit rendah. Jenis ini

dipakai untuk tempat kerja biasa.

b) Sepatu Pelindung

a) Sepatu yang digunakan pada pengecoran baja, dibuat dari bahan

kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tinggi sepatu kurang

lebih 35 cm.

b) Sepatu khusus keselamatan kerja di tempat-tempat kerja yang

mengandung bahaya peledakan. Sepatu ini tidak boleh memakai

bahan-bahan logam yang dapat menimbulkan percikan bunga

api.

c) Sepatu karet anti elektrostatik digunakan pekerja untuk

melindungi pekerja-pekerja dari bahaya listrik hubungan

pendek. Sepatu ini harus tahan terhadap arus listrik 10.000 volt


(51)

commit to user

d) Sepatu bagi pekerja bangunan dengan resiko terinjak

benda tajam, kejatuhan benda berat atau terbentur

benda-benda keras, dibuat dari kulit yang dilengkapi dengan baja pada

ujungnya untuk melindungi jari-jari kaki.

e) Sepatu atau sandal beralaskan kayu

Dipakai untuk bekerja di tempat lembab dan panas.

Dapat terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes atau Chrom, sepatu

keselamatan yang dilengkapi dengan baja di ujungnya dan

sepatu karet anti listrik. Tidak memakai safety shoes pada saat

melakukan handling dapat menyebabkan jari kaki luka karena


(52)

commit to user

B.Kerangka Teori

= diteliti

= tidak diteliti

C.HubunganFaktor Enabling dengan Penggunaan APD

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2010) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta

lingkungan.

Penggunaan APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan juga

merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan Penggunaan

APD

Keselamatan dan Kesehatan Faktor Enabling

- Kondisi APD - Kelengkapan APD

Faktor Reinforcing

-Kebijakan -Motivasi

Faktor Predisposing

a. Pengetahuan b. Sikap

c. Nilai-nilai budaya d. Kepercayaan e. Masa kerja f. Tingkat


(53)

commit to user

penyakit akibat kerja oleh bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak

dapat dihilangkan atau dikendalikan (Suma’mur, 1992).

Perilaku kesehatan disini berhubungan dengan sikap pekerja dalam

menggunakan APD dan pihak perusahaan dalam penyediaan APD untuk dapat

mengurangi PAK dan KAK yang mungkin dapat ditimbulkan oleh pekerjaan.

Untuk itu pihak perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai dengan jenis

pekerjaannya untuk mengurangi resiko bahaya di tempat kerja. Pemakaian

APD yang lengkap dan memiliki kondisi baik dapat melindungi tenaga kerja

dengan maksimal pula.

D.Perundang-undangan

Segala ketentuan kewajiban pengurus dan tenaga kerja mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan alat pelindung diri telah diatur dalam peraturan

perundang-undang yaitu pada Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang

Syarat-Syarat Keselamatan Kerja pasal 9 dan pasal 12 dan pada Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 01/MEN/1981 tentang

Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja, pasal 4 dan pasal 5.

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970

Pasal 9 Ayat 1 menyatakan bahwa :

“Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan kepada tenaga kerja baru tentang Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan”.


(54)

commit to user

“Pengurus hanya dapat memperkerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat

tersebut di atas” .

Pasal 12 sub c menyebutkan bahwa :

“Dengan peraturan perundang-undangan tersebut diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”. Pasal 12 sub e menyebutkan bahwa :

“Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana

syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat pelindung diri

yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan

lain oleh pegawai pengawas yang masih dapat dipertanggungjawabkan”.

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/MEN/1981.

Pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa :

“Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja”.

Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa :

“Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan


(55)

commit to user

E.Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Ada hubungan faktor enabling dengan pemakaian APD pada tenaga

kerja bagian produksi di PT. Suwastama Pabelan. Faktor Enabling

- Kondisi APD - Kelengkapan

APD

Penggunaan APD

Keselamatan dan Kesehatan


(56)

commit to user

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik

yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang

kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan

pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.

Pendekatan cross sectional adalah suatu pendekatan untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan etik dengan

cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoatmodjo, 2002).

B.Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja

di bagian pembuatan rotan. Alasan pengambilan populasi di bagian rotan

karena bagian ini merupakan area yang memiliki resiko bahaya seperti

kebisingan dan debu yang tinggi. Populasi target penelitian ini adalah semua

tenaga kerja yang ada di PT. Suwastama Pabelan sejumlah 1040 orang.

Sedangkan populasi sasaran adalah tenaga kerja bagian produksi sejumlah 117


(57)

commit to user

C.Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling yaitu

simple random sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)

populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2010).

Simple random sampling adalah pengambilan sampel secara acak

dimana masing-masing subjek atau unit dari populasi memiliki peluang sama

dan independen untuk terpilih ke dalam sampel (Bhisma, 2010).

D.Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Subjek

dalam penelitiannya adalah karyawan bagian produksi dengan populasi 117

orang. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 54 karyawan sebagai sampel

dengan cara simple random sampling.

Dengan rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi

yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut :

S = 12. 117. 0,5. 0,5

0,052. (117-1)+ 12. 0,5. 0,5

=

=


(58)

commit to user

= 54,16

S = 54

Sampel penelitian yang masuk sebagai anggota sampel berjumlah 54

orang, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Bekerja sebagai pekerja tetap di PT. Suwastama.

2. Bersedia sebagai responden.

Kriteria eksklusi :

1. Responden tidak bersedia diteliti.

2. Responden sedang libur/tidak datang saat dilaksanakan penelitian.

E.Desain Penelitian

Sampel

Simple Random sampling

Kondisi APD Kelengkapan APD

Koefisien Kontingensi

Populasi Sasaran

Layak Tidak

laya

Lengkap Tidak

leng Populasi


(59)

commit to user

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah faktor enabling.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

penggunaan APD.

3. Variabel pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu

ada 2 yaitu :

a. Terkendali yang meliputi : Pengetahuan, Sikap, Nilai-nilai budaya,

Kepercayaan, Masa kerja, dan Tingkat pendidikan.

b. Tidak terkendali yang meliputi : Kebijakan dan motivasi.

G.Definisi Operasional variabel

1. Penggunaan APD

a. Definisi : Penggunaan Alat pelindung diri (APD) adalah perilaku pekerja

dalam memakai APD untuk melindungi diri dari luka atau penyakit yang


(60)

commit to user

bekerja di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik,

elektrik, mekanik dan lainnya.

b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan

dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa

checklist.

c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan

penilaian sebagai berikut :

1) Jika pekerja memakai APD pada saat bekerja diberi kode 1.

2) Jika pekerja tidak memakai APD pada saat bekerja diberi kode 2.

d. Skala analisis : dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan adalah

nominal (1 = ya, 2 = tidak).

2. Kondisi APD

a. Definisi : Kondisi APD adalah layak atau tidak layaknya APD di tempat

kerja yang digunakan pada saat bekerja. Kondisi APD berkaitan dengan

keadaan fisiknya, dalam keadaan baik atau dalam keadaan rusak.

b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan

dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa

checklist. Pembuatan checklist mengacu kepada 12 elemen SMK3

khususnya elemen 6 yang berbunyi keamanan bekerja berdasarkan

SMK3 dan Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung

Diri.

c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan 6 poin


(61)

commit to user

1) Helm

Kode 1 jika helm tidak retak dan terbuat dari plastik.

Kode 2 jika helm retak dan tidak terbuat dari plastik.

2) Masker

Kode 1 jika masker tidak sobek dan terbuat dari kain yang nyaman.

Kode 2 jika masker sobek dan tidak terbuat dari kain yang nyaman.

3) Kacamata

Kode 1 jika kaca tidak retak dan pengait tidak rusak.

Kode 2 jika kaca retak dan pengait rusak.

4) Ear plug

Kode 1 jika dapat meredam bising dan tidak rusak.

Kode 2 jika tidak dapat meredam bising dan rusak.

5) Sarung tangan

Kode 1 jika sarung tangan tidak sobek dan tidak rusak.

Kode 2 jika sarung tangan sobek dan rusak.

6) Sepatu

Kode 1 jika sepatu tidak sobek dan terbuat dari kulit.

Kode 2 jika sepatu sobek dan tidak terbuat dari kulit.

d. Skala analisis : dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan

adalah nominal. Dikatakan layak jika minimal terdapat 3 jawaban


(62)

commit to user

3. Kelengkapan APD

a. Definisi : Kelengkapan APD adalah jumlah komponen APD yang

digunakan ditempat kerja tersebut, apakah ada semua atau tidak.

b. Cara mengukur dan Alat ukur : untuk mengukur variabel ini dilakukan

dengan cara observasi langsung. Menggunakan alat ukur berupa

checklist.

c. Skala ukur : skala ukur dalam variabel ini adalah nominal, dengan

ketentuan :

Kode 1 jika semua komponen APD lengkap.

Kode 2 jika komponen APD tidak lengkap

d. Skala analisis : dalam penelitian ini skala analisis yang digunakan adalah

nominal. Dikatakan lengkap jika minimal terdapat 3 jawaban berkode 1.

H.Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data

sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan

untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Lembar isian data (kuesioner), yaitu daftar pertanyaan yang digunakan

untuk menentukan subjek penelitian.

2. Bolpoin, buku, penghapus.


(63)

commit to user

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung

dari objek penelitian. Data sekunder dalam pelaksanaan penelitian ini

meliputi :

a. Referensi buku yang berisi teori yang relevan terhadap objek yang

diteliti.

b. Profil perusahaan dan data karyawan.

I. Cara Kerja Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melakukan survey awal tempat atau perusahaan yang akan dijadikan tempat

penelitian.

2. Menemukan dan memilih masalah.

3. Menentukan judul penelitian, membuat proposal penelitian.

4. Identifikasi, merumuskan, mengadakan pembatasan masalah dan kemudian

berdasarkan masalah tersebut diadakan studi pendahuluan untuk

menghimpun informasi dan teori sebagai dasar penyusun kerangka konsep

penelitian.

5. Merumuskan hipotesis penelitian.

6. Menentukan populasi dan sampel. Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tenaga kerja di bagian produksi yang berjumlah 117

pekerja, sedangkan sampel yang diambil secara acak berjumlah 54 pekerja.


(64)

commit to user

8. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara dan data sekunder dari perusahaan.

9. Menentukan alat pengumpulan data yang akan digunakan. Dalam penelitian

digunakan kuesioner yang diisi oleh pekerja.

10. Melaksanakan penelitian dengan melakukan pengukuran.

11. Diperoleh data yang kemudian data tersebut diolah dengan uji Koefisien

Kontingensi.

J. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan tahapan-tahapan sebagai

berikur :

1. Editing

Hasil wawancara, angket atau pengamatan di lapangan harus

dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing

adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

atau quosioner tersebut.

a. Apabila lengkap, dalam arti semua sudah terisi.

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau

terbaca.

c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.

d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban


(65)

commit to user

Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau

memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi

jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan maka

pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau

dimasukkan dalam pengolahan data missing.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode

ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam

bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

software komputer. Software komputer ini bermacam-macam,

masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program

yang paling sering digunakan untuk entry data penelitian adalah paket

program SPSS for window.

Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang

melakukan entry data ini. Apabila tidak, maka akan terjadi bias, meskipun

hanya memasukkan data saja.

4. Pembersihan Data (cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai


(66)

commit to user

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut

pembersihan data (data cleaning).

a. Mengetahui missing data (data yang hilang)

b. Mengetahui variasi data

c. Mengetahui konsistensi data

(Notoatmodjo, 2010).

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji

Koefisien Kontingensi dengan menggunakan program komputer SPSS versi

16.

K.Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis univariat, yaitu

menganalisis data dengan distribusi frekuensi variabel independen dan

dependen dan di sajikan dalam tabel frekuensi. Analisis univariat bertujuan

untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian.

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi, kemudian dilakukan uji statistik dengan

menggunakan uji Koefisien Kontingensi, dengan pertimbangan skala data

merupakan skala nominal dan nominal. Dengan ketentuan :

1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 atau ≤ 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.


(67)

commit to user

3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan.


(1)

commit to user

komponennya dan 11 (20,37%) responden menyatakan bahwa APD tidak lengkap komponennya.

Ketidaklengkapan komponen APD dapat dipengaruhi karena sudah usangnya APD atau kelalaian pekerjanya dalam perawatan APD. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan (Laurenta, 2001).

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan Antara Kondisi APD dengan Implementasi Pemakaian

APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012.

Hasil analisis pada uji statistik menunjukkan bahwa kondisi APD tidak berhubungan dengan implementasi pemakaian APD (p = 0,081). Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2012) menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan pendidikan berhubungan dengan implementasi pemakaian APD.

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan akan mempengaruhi tindakan pekerja dalam memakai APD. Bukan karena kondisi APDnya tetapi pengetahuan pekerja tentang


(2)

commit to user

pentingnya pemakaian APD untuk melindungi dari faktor bahaya maupun potensi bahaya.

Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan untuk bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh individu tersebut. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu, dalam menanggapi suatu obyek yang menggerakkan untuk bertindak

(Notoatmodjo, 2010). Pekerja yang telah memiliki pengetahuan tentang pentingnya APD, akan menunjukkan pengetahuannya melalui pemakaian APD dengan benar sesuai dengan pengalamannya. Sikap positif dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan motivasi untuk pemakaian APD pada saat bekerja.

Orang yang mempunyai pendidikan tinggi dan memiliki tingkat pemahaman yang semakin tinggi pula, sebab dengan pendidikan yang tinggi akan memudahkan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi diharapkan lebih peka terhadap

kondisi keselamatannya, sehingga lebih baik dalam memanfaatkan fasilitas keselamatan (Green, 1980). Pekerja yang telah memiliki pendidikan tinggi dan pemahaman yang tinggi tentang APD akan memakainya pada saat bekerja.

Sehingga dalam hal ini kondisi APD tidak mempengaruhi pemakaian APD. Pemakaian APD dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan pendidikan pekerja.


(3)

commit to user

2. Hubungan Antara Kelengkapan APD dengan Implementasi

Pemakaian APD di P.T. Suwastama Pabelan Tahun 2012.

Hasil uji statistik koefisien kontingensi menunjukkan terdapat hubungan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian APD dengan nilai p = 0,000, yang berarti sangat signifikan (p hitung ≤ 0,05). Sedangkan untuk arah korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin lengkap komponen APD maka besar kemungkinan untuk memakai APD saat bekerja.

Kelengkapan APD berpengaruh pada penggunaan APD. Jika APD tersebut tidak lengkap komponennya maka pekerja tidak dapat memakainya. Sehingga jika komponen APD tersebut lengkap, pekerja akan memakainya tanpa memperhatikan kondisinya.

Hal ini juga dipengaruhi oleh pekerja maupun pihak perusahaan dalam penanganan APD. Perusahaan yang menyediakan APD dengan komponen lengkap dapat melindungi pekerja dengan maksimal. Pekerja yang mempunyai kesadaran tentang pentingnya APD akan memakai APD pada saat bekerja.

Ketersediaan sarana yaitu mengenai kelengkapan APD didalam suatu perusahaan sangat diperlukan untuk mengurangi PAK dan KAK yang mungkin ditimbulkan karena pekerjaan. Untuk itu perusahaan harus menyediakan APD sesuai dengan jenis bahaya yang ada. APD yang memiliki komponen lengkap dapat melindungi lebih baik dari pada APD


(4)

commit to user

yang tidak lengkap. APD yang diberikan juga harus sesuai dengan standar agar dapat melindungi pekerja.


(5)

commit to user

69 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor enabling dengan implementasi pemakaian APD pada tenaga kerja pembuat kerajinan rotan di P.T. Suwastama Pabelan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan antara kelengkapan APD dengan implementasi pemakaian

APD (p = 0,000).

2. Tidak ada hubungan antara kondisi APD dengan implementasi pemakaian

APD (p = 0,081).

3. Responden yang memakai APD pada saat bekerja sebesar 75,93% dan yang tidak memakai APD sebesar 24,07%.

4. Alat Pelindung Diri yang kondisinya layak digunakan sebesar 51,85% dan yang tidak layak sebesar 48,15%.

5. Alat Pelindung Diri yang lengkap komponennya sebesar 79,63% dan yang

tidak lengkap komponennya sebesar 20,37%

B. Saran

1. Sebaiknya perusahaan melakukan penyuluhan tentang APD agar pekerja lebih sadar pentingnya pemakaian APD untuk mengurangi PAK dan KAK.


(6)

commit to user

2. Sebaiknya perusahaan mengganti APD yang tidak layak pakai (48,15%). dengan yang layak pakai mengingat resiko terkena penyakit ISPA sangat tinggi.

3. Sebaiknya perusahaan melengkapi APD yang tidak lengkap komponennya

(20,37) % dengan yang lengkap komponennya.

4. Sebaiknya perusahaan mengganti APD yang tidak layak dan APD yang tidak lengkap komponennya dengan cara memperbaikinya atau membeli yang baru.


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri Dalam Penanganan Sampah Medis Pada Petugas Cleaning Service di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

40 525 116

Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Infeksi Cacing Pada Pekerja Kebersihan Di Kota Rantau Prapat Tahun 2002

0 43 68

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

2 29 157

Identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja Laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013

11 86 142

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

0 4 15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT. LEMBAH KARET PADANGTAHUN 2014.

1 11 10

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WELDING DI PT. BARATA INDONESIA (PERSERO) CABANG TEGAL -

4 16 76

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

2 8 62

Alat pelindung diri

0 0 1