Hubungan Riwayat Merokok dengan Kejadian Karsinoma Nasofaring di Departement SMF Ilmu THT RSUP H Adam Malik Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk. World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada
tahun 2020, penyakit yang disebabkan oleh rokok akan mengakibatkan kematian
sekitar 8,4 juta jiwa di dunia dan setengah dari kematian tersebut berasal dari
wilayah Asia. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030, lebih dari 80% penyakit yang
diakibatkan oleh rokok akan banyak terjadi pada negara dengan pendapatan
rendah dan sedang (WHO, 2008).
Tingkat konsumsi rokok di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun
ketahun. Selama kurun waktu antara tahun 1970 hingga 2000, konsumsi rokok
Indonesia naik tujuh kali lipat dari 33 milyar batang menjadi 217 milyar batang.
Pada tahun 2008 menjadi 240 milyar batang. Dengan jumlah perokok di Indonesia
yang mencapai lebih dari 60 juta dan konsumsi rokok yang mencapai 240 milyar
batang per tahun, maka dapat dikalkulasi jumlah konsumsi rokok rata-rata per hari
yaitu 10,95 batang perhari. Dapat dikatakan bahwa pada tahun 2008 setiap
perokok di Indonesia menghisap rata-rata 10 hingga 11 batang rokok perhari

(WHO, 2010).
Prevalensi perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Menurut data
survei Sosial Ekonomi Nasional (SASENAS) tahun 1995 menunjukkan 26,9%
populasi, tahun 2001 sebanyak 31,5% populasi, tahun 2003 sebanyak 31,6%
populasi dan tahun 2005 menjadi 35,4% populasi (Wiyono , 2009). Berdasarkan
data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah perokok di Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Banyak ahli yang telah mengumukakan definisi daripada merokok. Istilah
perokok mengacu kepada individu yang secara langsung merokok yang sampai
saat ini mengkonsumsi setidaknya satu rokok sehari (Viegi et al, 2000).
Sebagian besar komponen yang dihasilkan oleh proses pembakaran rokok,
telah diidentifikasikan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)

Universitas Sumatera Utara

2

sebagai zat yang telah terbukti karsinogen (IARC, 2004). Komponen asap yang
paling luas dikenal adalah tar, nikotin, dan karbondioksida (CO). Tar merupakan
bagian partikel dalam asap rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air

dikeluarkan. Tar mengandung kumpulan senyawa PHA yang bersifat karsinogenik
(Hoffman, 2001).
Beberapa dampak negatif dari merokok yang telah terbukti dapat
mempengaruhi kesehatan adalah kanker, serebrovaskular, metabolisme endokrin,
gastrointestinal, sistem reproduksi dan kehamilan serta kulit (Paul et al, 2004).
Pada tahun 1986, International Agency for Research on Cancer (IARC)
menemukan cukup bukti bahwa merokok dapat menyebabkan kanker pada
manusia, dapat disimpulkan bahwa rokok juga dapat menyebabkan kanker pada
saluran nafas bagian atas termasuk rongga mulut, faring, laring, dan esofagus.
Letak nasofaring pada saluran nafas bagian atas dimana merupakan tempat
lewatnya aliran udara respirasi yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu, lokasi
nasofaring sangat rentan dengan pajanan polusi udara dan asap rokok. Mukosa
nasofaring dapat secara langsung terpapar oleh asap rokok yang dihisap dan
senyawa karsinogen dapat menginduksi mutasi pada level DNA sehingga dapat
menyebabkan kanker (Zhoulin et al, 2005 ).
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah salah satu kanker kepala leher yang
bersifat sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibandingkan
dengan kanker kepala leher yang lain (Ma et al, 2007). KNF tidak umum terjadi di
Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini adalah kurang dari 1
dalam 100.000. Namun, KNF cukup unik di beberapa daerah geografis, yaitu Cina

Selatan, Suku Eskimo, dan orang- orang di negara Asia Tenggara lainnya. KNF
merupakan penyakit yang relatif umum dalam populasi di Cina Selatan (Nasional
Cancer Institute, 2009).
Di Indonesia, KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas dan
menempati urutan ke -1 di bidang THT. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
leher merupakan KNF. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980
menunjukkan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000 – 8.000 kasus

Universitas Sumatera Utara

3

per tahun. Di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2002 – 2007 ditemukan
684 penderita KNF (Nasir, 2009).
Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dikatakan bahwa ada
hubungan antara merokok dengan KNF, dimana rokok dapat merupakan sebagai
faktor resiko terjadinya KNF jika sudah mulai dihisap kurang dari 20 tahun.
Faktor selain rokok, yaitu faktor konsumsi ikan asin dan faktor kayu bakar juga
mempunyai hubungan dengan KNF sebagai faktor resiko. Sehingga faktor rokok
sebagai faktor resiko terjadinya KNF tidak dapat berperan sebagai faktor yang

berdiri sendiri (Nasution, 2008).
Berdasarkan data-data diatas, telah banyak penelitian tentang Hubungan
Merokok dan KNF yang dilakukan di negara dengan prevalensi tinggi dan sedang.
Namun di Indonesia masih relatif sedikit. Atas dasar inilah peneliti tertarik
meneliti hubungan riwayat merokok dengan kejadian KNF di RSUP H. Adam
Malik Medan.

1.2.Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut: “Apakah ada hubungan antara riwayat merokok dengan terjadinya
karsinoma nasofaring?”

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian karsinoma
nasofaring.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian karsinoma

nasofaring
2. Mengetahui

distribusi

frekuensi

penderita

karsinoma

nasofaring

berdasarkan usia dan jenis kelamin

Universitas Sumatera Utara

4

3. Mengetahui


distribusi

frekuensi

penderita

karsinoma

nasofaring

penderita

karsinoma

nasofaring

penderita

karsinoma


nasofaring

berdasarkan suku bangsa dan pekerjaan
4. Mengetahui

distribusi

frekuensi

berdasarkan lama merokok
5. Mengetahui

distribusi

frekuensi

berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari
6. Mengetahui


distribusi

frekuensi

penderita

karsinoma

nasofaring

berdasarkan jenis rokok.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Praktis (Aplikatif)
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha pencegahan risiko terjadinya
karsinoma nasofaring.
2. Memberi informasi kepada masyarakat tentang bahaya merokok terhadap
terjadinya karsinoma nasifaring.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk lebih aktif dalam
mengedukasi masyrakat tentang bahaya merokok terhadap terjadinya

karsinoma nasofaring.

1.4.2. Manfaat Teoritis (Akademis)
1. Hasil penelitian ini sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
kesehatan dan memberikan data untuk mendukung penelitian-penelitian
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara