Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut public policy.
Thomas R. Dye dalam Subarsono (2006:2) menyatakan, secara sederhana,
kebijakan publik dapat diartikan sebagai apa saja yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan (public policy is whatever governments
choose to do or not to do).

Richard Rose dalam Agustino (2006:7) menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta
konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai
suatu keputusan tersendiri. Definisi lain mengenai kebijakan publik dikemukakan
oleh Carl Friedrich dalam Agustino (2006:7) yang menyatakan bahwa serangkaian
kegiatan atau tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitankesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana
kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai
tujuan yang dimaksud.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik

merupakan setiap kebijakan pemerintah yang diambil maupun yang tidak diambil
dalam mencapai suatu tujuan atau memecahkan suatu permasalahan. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah tersebut dapat dilihat dari rangkaian kegiatan baik

18

19

melalui aturan, proyek, atau kegiatan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.
Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dapat diukur dengan melakukan evaluasi
terhadap aturan, proyek, atau kegiatan tersebut.
2.1.2. Evaluasi Kebijakan Publik
Setiap kebijakan yang diterapkan harus memperoleh pengawasan supaya
dapat dipertanggungjawabkan. Wujud pengawasan tersebut berupa evaluasi
kebijakan yang dapat dilaksanakan setelah beberapa waktu atau periode berjalannya
suatu kebijakan. Selain menilai efektivitas, evaluasi juga berfungsi untuk menilai
sejauh mana tujuan dari suatu kebijakan berhasil dicapai.
Evaluasi kebijakan merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh
suatu kebijakan dapat membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan hasil yang
diperoleh dengan tujuan dan atau target kebijakan publik yang ditentukan (Widodo.

2007:112). Selanjutnya Jones dalam Widodo (2007:113-114) mengartikan evaluasi
sebagai suatu aktivitas yang dirancang untuk menilai hasil-hasil kebijakan
pemerintah yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang sangat penting dalam
spesifikasi objeknya, teknik-teknik pengukurannya, dan metode analisisnya.
Dunn (2003:608) mengemukakan bahwa evaluasi mempunyai sejumlah
karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis kebijakan lainnya,
yaitu:
1. Fokus Nilai
Evaluasi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan
sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk
mengumpulkan informasi mengenai hasil kebijakan yang terantisipasi dan

20

tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat
selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi
tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.
2. Interdependensi Fakta Nilai
Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk
menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat

kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil
kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh
masyarakat.
3. Orientasi Masa Kini dan masa Lampau
Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif,
diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post).
Rekomendasi yang juga mencakup premis-permis nilai , bersifat prospektif
dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante)..
4. Dualitas Nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas
ganda, karena dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Nilai-nilai sering
ditata di dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan
saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
Menurut Dunn (2003: 429-438), bahwa dalam menghasilkan informasi
mengenai kinerja kebijakan digunakan tipe kriteria yang berbeda-beda untuk
mengevaluasi hasil kebijakan. Di bawah ini adalah beberapa kriteria evaluasi:

21


1. Efektivitas, berkenaan dengan apakah suatu kebijakan mencapai hasil yang
diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas ini
berkaitan dengan rasionalitas teknik, selalu diukur dari unit produk atau
layanan atau moneternya.
2. Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi adalah merupakan
hubungan antara efektivitas dan usaha. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam
kriteria efisiensi adalah jangka waktu pelaksanaan kebijakan, sumber daya
manusia yang diberdayakan untuk melaksanakan kebijakan.
3. Kecukupan (adequacy), berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas

memuaskan

kebutuhan,

nilai

atau


kesempatan

yang

menumbuhkan adanya masalah. Kriteria ini menekankan pada kuatnya
hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.
4. Kesamaan atau perataan (equity), berhubungan erat dengan rasionalitas legal
dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompokkelompok yang berbeda dalam masyarakat.
5. Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat
tertentu.
6. Ketepatan (appropriateness), berhubungan dengan rasionalitas substantif.
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan kebijakan dan kepada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan
memiliki peran yang sangat penting dalam siklus perumusan kebijakan. Evaluasi

22

kebijakan dapat diartikan sebagai suatu proses menilai, mengklarifikasi, dan

mengkritik terhadap nilai-nilai yang mendasari sebuah kebijakan dan hasil-hasil
dari sebuah kinerja kebijakan. Selain untuk mengetahui tentang seberapa jauh
tujuan-tujuan yang direncanakan telah dicapai, evaluasi kebijakan juga dapat
memberikan suatu informasi yang berharga terhadap rangkaian siklus pembuatan
kebijakan. Informasi-informasi yang diperoleh dari evaluasi kebijakan akan
menjadi landasan untuk merumuskan kebijakan yang lebih baik di masa mendatang.
Evaluasi harus dilandasi oleh keingintahuan akan sesuatu secara objektif dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dengan melibatkan data-data primer
maupun data-data sekunder.
2.2.Pengembangan Masyarakat (Community Development)
2.2.1

Pengertian Pengembangan Masyarakat
Secara umum pengembangan masyarakat (community development) adalah

kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana,
dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial,
ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta dalam Rudito, et al. 2003: 40).
Zubaedi (2013:4) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat adalah

upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif
berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Pengembangan
masyarakat adalah komitmen dalam memberdayakan masyarakat lapis bawah
sehingga mereka memiliki berbagai pilihan nyata menyangkut masa depannya.
Masyarakat lapis bawah umumnya terdiri atas orang-orang lemah, tidak berdaya,

23

dan miskin karena tidak memiliki sumber daya atau tidak memiliki kemampuan
untuk mengontrol sarana-sarana produksi.
Salah satu tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun sebuah
struktur masyarakat yang di dalamnya memfasilitasi tumbuhnya partisipasi secara
demokratis ketika terjadi pengambilan keputusan. Membangun kembali masyarakat
sebagai tempat pengalaman penting manusia, untuk memenuhi kebutuhan manusia,
dan membangun kembali struktur-struktur negara dalam hal kesejahteraan,
ekonomi global, birokrasi, elite profesional, dan sebagainya yang selama ini kurang
berperikemanusiaan dan sulit diakses. Tujuan dari sebuah usaha pengembangan
masyarakat dikatakan berhasil apabila proses yang dilaksanakan menuju ke arah
pencapaian tujuan. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana suatu lembaga yang
bergerak di bidang konservasi hutan yang berupaya tetap menjaga kelestarian hutan

namun tidak mengurangi akses masyarakat terhadap hutan. Lembaga tersebut
dalam proses mencapai tujuan kelestarian hutan melakukan kegiatan yang bersifat
memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam setiap keputusan yang berkaitan
dengan pengelolaan hutan. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan
merupakan suatu keputusan yang mengakui keberadaan mereka, dengan
mengembangkan potensi-potensi masyarakat tersebutlah proses pencapaian tujuan
lembaga untuk menjaga kelestariannya dapat dilaksanakan dengan baik.
Memberikan pilihan-pilihan pada masyarakat menyangkut masa depan
yang akan mereka jalani memerlukan nilai-nilai dan kemampuan-kemampuan
masyarakat itu sendiri agar proses-proses pembangunan dapat terwujud secara baik
dan berkelanjutan. Hal ini dapat dibentuk dengan upaya-upaya penggalian dan
penguatan nilai-nilai yang sudah berkembang di masyarakat, maupun dengan

24

intervensi pihak luar yakni melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat umumnya dilakukan melalui pendampingan masyarakat oleh pihak luar
agar masyarakat memiliki daya untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan
kualitas kehidupan yang lebih baik.
2.2.2


Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Jim Ife dalam Zubaedi (2013:74-75), Pemberdayaan adalah

memberikan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada
warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya
sendiri dan berpartisipasi dalam dan memengaruhi kehidupan dari masyarakatnya.
World Bank (2001) dalam Mardikanto dan Soebianto (2012:27)
mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan
kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani
bersuara (voice) atau menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta
kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metodis,
produk, tindakan, dan lain-lain) yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan
masyarakatnya.
Pemberdayaan merupakan upaya menumbuhkan kapasitas dan kapabilitas
masyarakat untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining power ), sehingga
memiliki akses dan kemampuan untuk mengambil keuntungan timbal balik dalam
bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Keempat bidang ini saling berkaitan.
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat adalah memberikan wewenang dan
pelayanan sehingga kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam empat bidang

tersebut dapat berkembang. Dengan kata lain, arah pemberdayaan masyarakat
adalah expanding the capacity of society (Kartasasmita.2003:3).

25

Pemahaman mengenai pengembangan masyarakat sebagai sebuah proses
juga harus diikuti dengan usaha peningkatan kapasitas yang terus menerus.
Keluaran dari proses pengembangan masyarakat bukanlah suatu kondisi yang
berhenti pada sebuah titik tertentu saat tujuan pengembangan itu dinyatakan
tercapai, namun keluarannya harus berupa siklus yang terus menerus dan
berkelanjutan, karena kondisi dan dinamika masyarakat terus berkembang dan
ketika usaha peningkatan kapasitas telah mencapai suatu tingkatan tertentu, maka
akan muncul tantangan-tantangan baru yang lebih kompleks dan lebih berat.
Mardikanto dan Soebianto (2012:69) menjelaskan bahwa penguatan kapasitas
adalah proses peningkatan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan
kelembagaan yang lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam
arti luas secara berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut, terkandung pemahaman
bahwa:
1. Yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu, kelompok,
organisasi, dan kelembagaan yang lain) untuk menunjukkan/memerankan

fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan;
2. Kapasitas bukanlah suatu yang pasif, melainkan proses yang berkelanjutan;
3. Pengembangan kapasitas sumber daya manusia merupakan pusat
pengembangan kapasitas;
4. Yang dimaksud dengan kelembagaan, tidak terbatas dalam arti sempit
(kelompok, perkumpulan atau organisasi), tetapi juga dalam arti luas,
menyangkut perilaku, nilai-nilai, dan lain-lain.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya

26

setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung
(Kartasasmita.2003:12).
Pemberdayaan masyarakat merupakan jalan untuk menumbuhkembangkan
partisipasi masyarakat. Masyarakat berdaya dapat dilihat dari kemampuan mereka
dalam mengadakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan.
Kemampuan tersebut akan menentukan kualitas dan kuantitas partisipasi
masyarakat terhadap program pembangunan. Masyarakat yang telah memiliki
sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan tentu akan memberikan
mereka kesempatan untuk berpartisipasi yang lebih besar dengan memberikan
bantuan sumber daya, pengetahuan, serta keterampilan mereka miliki dibandingkan
yang tidak memiliki kemampuan tersebut.
2.2.3

Partisipasi Masyarakat
Strategi partisipasi pertama kali didefinisikan Sherry Arnstein (1969) yang

didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan
pemerintah (agency). Partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat
(citizen partisipatif is citizen power ), bahwa dari sudut kemampuan masyarakat
untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan, terdapat tingkatannya sendirisendiri. Partisipasi juga dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan
emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut

27

bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro.
1988:13).
Menurut Conyers (1994:154-155), ada tiga alasan utama mengapa
partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting dalam pembangunan, yaitu:
a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal,
b. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan
jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena
akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut,
c. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan
ada beberapa bentuk, menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Supriatna
(2000:212) terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi,
pemanfaatan dan evaluasi program pembangunan. Sedangkan Conyers (1991),
Moeljarto (1987), Korten (1993,1994) dalam Supriatna (2000:212) menambahkan
disamping empat bentuk partisipasi tersebut di atas, masyarakat penerima program
perlu dilibatkan dalam identifikasi masalah pembangunan dan dalam proses
perencanaan program pembangunan. Menurut Ericson dalam Slamet (1993:89)
bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:
a. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada
tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan

28

rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran pada suatu
kegiatan atau proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan,
saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.
b. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada
tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan
pekerjaan suatu proyek. Masyarakat dapat memberikan tenaga, uang ataupun
material atau barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada
pekerjaan tersebut;
c. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini
maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek
setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap
ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek
yang telah dibangun.
Mardikanto dan Soebiato (2012:88-90) membedakan tipologi partisipasi
menjadi tujuh beserta ciri-cirinya, yakni:
a. Partisipasi Pasif/ Manipulatif
-

Masyarakat diberitahu apa yang sedang atau terjadi

-

Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa memperhatikan
tanggapan masyarakat

-

Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar
kelompok sasaran

b. Partisipasi Informatif
-

Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian

29

-

Masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi
proses penelitian

-

Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat

c. Partisipasi Konsultatif
-

Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi

-

Orang luar mendengarkan, menganalisis masalah dan pemecahannya

-

Tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama

-

Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan

-

Masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti

d. Partisipasi Insentif
-

Masyarakat memberikan korbanan/Jasanya untuk memperoleh imbalan
berupa insentif/Upah

-

Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimeneksperimen yang dilakukan

-

Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan
setelah insentif dihentikan

e. Partisipasi Fungsional
-

Masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek

-

Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan
utama yang disepakati

-

Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara
bertahap menunjukkan kemandirian

30

f. Partisipasi Interaktif
-

Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan
pembentukan atau penguatan kelembagaan

-

Cenderung melibatkan metodis interdisipliner yang mencari keragaman
perseptif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis

-

Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan)
keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan
proses kegiatan

g. Self Mobilization (Mandiri)
-

Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi
pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki

-

Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk
mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan

-

Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada
dan atau digunakan
Slamet (1993:97,137-143) menyatakan bahwa faktor-faktor internal yang

mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor internal berasal dari
individu itu sendiri. Sementara faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat menurut Sunarti (2003) dalam Erawati (2013:34) dapat
dikatakan sebagai petaruh (stakeholder ), yaitu semua pihak yang berkepentingan
dan mempunyai pengaruh terhadap program ini sebagai upaya internalisasi dan
implementasi lebih lanjut.

31

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan menjadi penting
karena dengan partisipasi masyarakat dalam setiap rangkaian kegiatan akan
menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Kegiatan yang memberikan
kesempatan berpartisipasi pada masyarakat penerima manfaat akan memudahkan
proses pelaksanaan kegiatan karena masyarakat dapat memberikan informasi,
sumber daya, keterampilan serta memunculkan rasa memiliki kegiatan tersebut
sehingga proses pembangunan menjadi lebih baik. Peran masyarakat dalam suatu
kegiatan ditentukan oleh bagaimana mereka dapat menentukan proses
pembangunan mulai dari tahap perencanaan hingga pada tahap pemeliharaan.
Semakin tinggi peran tersebut maka kesempatan partisipasi masyarakat semakin
tinggi, begitu juga sebaliknya apabila peran tersebut rendah maka kesempatan
partisipasi masyarakat semakin rendah. Salah satu program pemberdayaan
masyarakat yang memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi
dapat kita temui pada program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri
perdesaan yang dilaksanakan pemerintah dari tahun 2007 hingga 2014.
2.3.Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat - Mandiri Perdesaan
2.3.1. Sejarah PNPM-MPd
Sebelum diluncurkannya PNPM Mandiri pada tahun 2007, telah banyak
program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan
konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan
operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan
Orde Baru, adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun
1993/1994, awal Repelita VI.

32

Program ini merupakan manifestasi dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program Inpres Desa
Tertinggal dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa dana
bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar Rp. 20 juta setiap
tahun. Bantuan dana bergulir ini diberikan selama 3 tahun anggaran. Sejalan dengan
bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis
pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam
rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut.
Belajar dari keberhasilan dan kegagalan IDT, kemudian lahir generasi
kedua program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat
lainnya adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan
Departemen Dalam Negeri - 1998, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum - 1999, PEMP
(Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen
Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan
Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendirisendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi,
parsial dan sektoral.
Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan,
PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa
tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) adalah program untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.
Pendekatan PNPM-MPd merupakan pengembangan dari Program Pengembangan

33

Kecamatan, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan Program
Pengembangan Kecamatan adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan
pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta
berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
2.3.2. Visi dan Misi PNPM-MPd
Visi PNPM-MPd adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian
masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi
sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar
lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah
kemiskinan. Misi PNPM-MPd adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan
kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3)
pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan
kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan
jaringan kemitraan dalam pembangunan.
2.3.3. Tujuan PNPM-MPd
Tujuan

Umum

PNPM

Mandiri

Perdesaan

adalah

meningkatnya

kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan
mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan. Tujuan Khusus dari PNPM-MPd meliputi:
1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan

34

2. Melembagakan

pengelolaan

pembangunan

partisipatif

dengan

mendayagunakan sumber daya lokal
3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif
4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang
diprioritaskan oleh masyarakat
5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir
6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerja Sama Antar
Desa (BKAD)
7. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan.
2.3.4. Sasaran PNPM-MPd
Pada tahun 2009, lokasi sasaran PNPM Mandiri Perdesaan meliputi seluruh
kecamatan perdesaan di Indonesia yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap. Untuk tahun 2008, ketentuan pemilihan lokasi sasaran berdasarkan
ketentuan :
a. Kecamatan-kecamatan

yang

tidak

termasuk

kategori

“kecamatan

bermasalah dalam Program Pengembangan Kecamatan,”
b. Kecamatan-kecamatan yang diusulkan oleh pemerintahan daerah dalam
skema kontribusi pendanaan.
Kelompok Sasarannya meliputi :
a. Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan,
b. Kelembagaan masyarakat di perdesaan,
c. Kelembagaan pemerintahan lokal.

35

2.3.5. Mekanisme Pelaksanaan PNPM-MPd

Gambar 2.1 Alur tahapan PNPM-MPd (Depdagri. 2008)
Masyarakat adalah pelaku utama PNPM-MPd pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pelestarian. Sedangkan pelaku-pelaku lainnya di desa, kecamatan,
kabupaten dan seterusnya berfungsi sebagai pelaksana, fasilitator, pembimbing dan

36

pembina agar tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PNPM-MPd
tercapai dan dilaksanakan secara benar dan konsisten.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional PNPM-MPd (Depdagri. 2008)
Alur kegiatan PNPM-MPd yang tercantum dalam gambar 2.1 secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok tahap kegiatan, yaitu:
a. Perencanaan Kegiatan
Orientasi dan Pengamatan Lapang
Sebelum memulai tahap perencanaan, hal penting yang harus dilakukan
adalah melakukan orientasi atau pengenalan kondisi yang ada di desa dan
kecamatan. Kegiatan yang dilakukan oleh seluruh pelaku PNPM-MPd yang
dipandu oleh fasilitator kecamatan ini bertujuan dalam rangka pengenalan
desa meliputi identifikasi potensi dan sumber daya yang dapat mendukung
pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di tingkat desa, termasuk pelakupelaku PNPM Mandiri Perdesaan pada tahap sebelumnya, kondisi kegiatan
atau bangunan yang telah dibiayai melalui PNPM Mandiri Perdesaan tahap
sebelumnya, inventarisasi dokumen rencana pembangunan desa (tahunan
atau jangka menengah, inventarisasi data kependudukan, program selain
PNPM Mandiri Perdesaan yang akan masuk ke desa.
Musyawarah Antar Desa Sosialisasi
Musyawarah antar desa sosialisasi merupakan pertemuan antar desa untuk
sosialisasi awal tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun hal-hal
lain yang berkaitan dengan PNPM Mandiri Perdesaan serta untuk
menentukan kesepakatan-kesepakatan antar desa dalam melaksanakan
PNPM Mandiri Perdesaan. Peserta berjumlah enam orang wakil per desa

37

terdiri dari kepala desa, 2 orang wakil dari badan permusyawaratan desa,
dan 3 orang tokoh masyarakat (sekurang-kurangnya 3 dari keenam wakil
tersebut adalah perempuan) dari semua desa di kecamatan. Salah satu hasil
yang muncul adalah tersosialisasikannya rencana pembentukan Unit
Pengelola Kegiatan dan Badan Pengawas Unit Pengelola Kegiatan beserta
tugas dan kewenangannya.
Musyawarah Desa Sosialisasi
Musyawarah desa sosialisasi merupakan pertemuan masyarakat desa
sebagai ajang sosialisasi atau penyebarluasan informasi PNPM Mandiri
Perdesaan di desa. Peserta musyawarah desa terdiri dari kepala desa dan
aparat desa, badan permusyawaratan desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, wakil rumah tangga miskin desa, wakil perempuan, organisasi
masyarakat, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat lain yang berminat
untuk hadir. Salah satu hasil dari kegiatan ini adalah terbentuknya tim
pengelola kegiatan dan kader pemberdayaan masyarakat desa serta
disepakati pembuatan media penyebaran informasi seperti papan informasi
PNPM Mandiri Perdesaan.
Penggalian Gagasan
Penggalian gagasan adalah proses untuk menemu kenali gagasan-gagasan
kegiatan atau kebutuhan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan
kemiskinan yang dihadapi dan mengembangkan potensi yang ada di
masyarakat.

Pelaksanaannya

melalui

pertemuan

kelompok-

kelompok/dusun dengan memanfaatkan pertemuan rutin kelompok yang

38

sudah ada. Hasil yang diharapkan adalah munculnya gagasan-gagasan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama rumah tangga miskin.
Musyawarah Desa Khusus Perempuan
Musyawarah Desa Khusus Perempuan dihadiri oleh kaum perempuan dan
dilakukan dalam rangka membahas gagasan-gagasan dari kelompokkelompok perempuan dan menetapkan usulan kegiatan yang merupakan
kebutuhan desa. Hasil yang muncul pada pertemuan ini adalah
ditetapkannya usulan kegiatan simpan pinjam perempuan kelompok
maupun usulan lainnya dan terpilihnya calon-calon wakil perempuan yang
akan hadir pada musyawarah antar desa prioritas usulan.
Musyawarah Desa Perencanaan
Musyawarah desa perencanaan merupakan pertemuan masyarakat di desa
yang bertujuan untuk membahas seluruh gagasan kegiatan, hasil dari proses
penggalian gagasan di kelompok-kelompok/dusun. Peserta musyawarah
desa terdiri dari kepala desa dan aparat desa, badan permusyawaratan desa,
lembaga pemberdayaan masyarakat, wakil rumah tangga miskin desa, wakil
perempuan, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, dan anggota
masyarakat lain yang berminat untuk hadir. Salah satu hasil dari kegiatan
ini adalah ditetapkannya satu kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan
peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) dan
peningkatan kapasitas kelompok-kelompok usaha ekonomi.
Musyawarah Antar Desa Prioritas Usulan
MAD prioritas usulan adalah pertemuan di kecamatan yang bertujuan
membahas dan menyusun peringkat usulan kegiatan. Penyusunan peringkat

39

didasarkan atas kriteria kelayakan sebagaimana yang digunakan oleh tim
verifikasi dalam menilai usulan kegiatan. Peserta berjumlah enam orang
wakil per desa terdiri dari kepala desa, 2 orang wakil dari badan
permusyawaratan desa, dan 3 orang tokoh masyarakat (sekurang-kurangnya
3 dari keenam wakil tersebut adalah perempuan) dari semua desa di
kecamatan. Salah satu hasil dari kegiatan ini adalah dipilih dan
ditetapkannya pengurus unit pengelola kegiatan, terbentuknya badan kerja
sama

antar

desa,

dan

ditetapkannya

daftar

prioritas

kegiatan

(prasarana/sarana maupun pendanaan simpan pinjam perempuan) yang akan
di danai oleh PNPM-MPd maupun sumber lainnya.
Musyawarah Antar Desa Penetapan Usulan
Musyawarah antar desa penetapan usulan merupakan musyawarah untuk
mengambil keputusan terhadap usulan yang akan didanai melalui PNPM
Mandiri Perdesaan. Keputusan pendanaan harus mengacu pada peringkat
usulan yang telah dibuat pada saat musyawarah antar desa prioritas usulan.
Peserta berjumlah enam orang wakil per desa terdiri dari kepala desa, 2
orang wakil dari badan permusyawaratan desa, dan 3 orang tokoh
masyarakat (sekurang-kurangnya 3 dari keenam wakil tersebut adalah
perempuan) dari semua desa di kecamatan. Salah satu hasil dari kegiatan ini
adalah ditetapkannya pendanaan usulan serta aturan-aturan yang disepakati
bersama dalam menggunakan dana tersebut.
Musyawarah Desa Informasi Hasil Musyawarah Antar Desa
Musyawarah

desa

ini

merupakan

musyawarah

sosialisasi

atau

penyebarluasan hasil penetapan alokasi dana PNPM Mandiri Perdesaan

40

yang diputuskan dalam musyawarah antar desa penetapan usulan yang
dilaksanakan baik di desa yang mendapatkan dana maupun yang tidak.
Khusus desa-desa yang terdanai PNPM-MPd kegiatan ini akan ditentukan
besarnya insentif bagi yang pekerja (per hari orang kerja) serta
tersosialisinya aturan-aturan yang telah disepakati dalam pengelolaan dana
tersebut.
b. Pelaksanaan Kegiatan
Persiapan Pelaksanaan
Untuk menjamin kualitas pelaksanaan kegiatan yang tetap mengacu pada
prinsip dan mekanisme PNPM-MPd, maka perlu adanya persiapan
pelaksanaan yang matang dan terencana. Persiapan pelaksanaan ini lebih
ditujukan kepada penyiapan aspek sumber daya manusia, termasuk
masyarakat, Tim Pengelola Kegiatan, Unit Pengelola Kegiatan, dan seluruh
pelaku PNPM-MPd lainnya. Karena itu, Tim Pengelola Kegiatan dan Unit
Pengelola Kegiatan perlu mendapatkan pelatihan terlebih dahulu sebelum
melaksanakan kegiatan yang didanai PNPM-MPd. Pelatihan Unit Pengelola
Kegiatan, Badan Pemeriksa Unit Pengelola Kegiatan, Tim Pengelola
Kegiatan, dan pelaku desa lainnya dilakukan dalam masa setelah
penandatanganan surat perjanjian pemberian bantuan oleh Camat, sampai
dengan masa persiapan pelaksanaan.
Pencairan Dana dan Pelaksanaan Kegiatan
Untuk penyaluran dana bantuan PNPM Mandiri Perdesaan, mengikuti
proses dan prosedur yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Perbendaharaan, Depkeu. Tim pengelola kegiatan mengumumkan adanya

41

rencana pelaksanaan kegiatan kepada masyarakat dan kebutuhan tenaga
kerjanya, serta upah dan hari kerja yang dibutuhkan sesuai rencana anggaran
biaya dan desain teknisnya. Pengumuman kebutuhan tenaga kerja ini
terbuka bagi warga desa termasuk bagi kaum perempuan dan diutamakan
bagi rumah tangga miskin. Pengumuman disampaikan melalui papan
informasi di tempat strategis dimana masyarakat biasa berkumpul, sehingga
setiap warga masyarakat tahu bahwa ada pembangunan di desanya. Calon
tenaga kerja mengisi Format Pendaftaran satu kali sebelum mulai bekerja,
akan tetapi boleh mendaftarkan diri sampai pelaksanaan selesai.
Proses pengadaan bahan dan alat dalam PNPM Mandiri Perdesaan
dilaksanakan oleh masyarakat secara transparan. Atas persetujuan
masyarakat, tim pengelola kegiatan menyelenggarakan proses pengadaan
tersebut dan melaporkan setiap tindakannya kepada masyarakat melalui
forum pertemuan masyarakat dan papan informasi.
Musyawarah Desa Pertanggung Jawaban
Musyawarah desa ini dimaksudkan untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan oleh tim pengelola kegiatan
kepada masyarakat. Musyawarah pertanggungjawaban ini dilakukan secara
bertahap minimal dua kali yaitu setelah memanfaatkan dana PNPM Mandiri
Perdesaan tahap pertama dan tahap kedua.
Musyawarah Desa Serah Terima
Musyawarah desa serah terima merupakan bentuk pertanggungjawaban
seluruh pengelolaan dana dan kegiatan oleh tim pengelola kegiatan kepada
masyarakat setelah pekerjaan/kegiatan selesai dilaksanakan. Tujuan

42

musyawarah ini untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari
sehingga hasil kegiatan yang telah dilaksanakan dapat diterima oleh
masyarakat.
c. Pelestarian Kegiatan
Pengelolaan kegiatan PNPM-MPd harus dijamin dapat memberi
manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan (sustainable). Di samping
manfaat dari hasil kegiatan, aspek pemberdayaan, sistem dan proses
perencanaan, aspek good governance, serta prinsip-prinsip PNPM-MPd harus
memberi dampak perubahan positif secara berkelanjutan bagi masyarakat.
Untuk dapat mencapai hal itu maka semua pelaku PNPM-MPd harus
mengetahui dan mampu memahami latar belakang, dasar pemikiran, prinsip,
kebijakan, prosedur, dan mekanisme PNPM-MPd secara benar.
Pelestarian kegiatan merupakan tahapan pasca pelaksanaan yang
dikelola dan merupakan tanggung jawab masyarakat. Namun demikian dalam
melakukan tahapan pelestarian, masyarakat tetap berdasarkan atas prinsip
PNPM-MPd dengan salah satu tujuannya keberlanjutan proses dan penerapan
prinsip, sistem, mekanisme PNPM-MPd dalam pelaksanaan pembangunan
secara partisipatif di masyarakat dan pengintegrasian dengan sistem
pembangunan reguler, menjamin berfungsinya secara berkelanjutan
prasarana/sarana yang telah dibangun, kegiatan yang menunjang kualitas
hidup masyarakat serta menumbuhkan dan meningkatkan rasa memiliki
masyarakat terhadap hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.

43

2.4. Alur Berpikir
Pembangunan adalah proses yang meningkatkan kualitas kehidupan dan
kemampuan umat manusia dengan cara menaikkan standar kehidupan, harga diri,
dan kebebasan

individu. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan akan

mendorong masyarakat ke dalam situasi dimana masyarakat terdorong untuk
memberikan sumbangan pada proses pembangunan baik secara fisik maupun nonfisik dalam usaha mencapai tujuan bersama. Pembangunan yang melibatkan
masyarakat mendorong terciptanya rasa memiliki sehingga timbul rasa tanggung
jawab untuk menyukseskan setiap proses pembangunan serta melestarikan hasilhasil dari pembangunan tersebut.
PNPM-MPd merupakan

kebijakan pembangunan partisipatif yang

dicanangkan pemerintah pada tahun 2007 dalam upaya peningkatan keberdayaan
masyarakat. Secara garis besar tujuan dari PNPM-MPd adalah meningkatkan
partisipasi masyarakat, meningkatkan pelembagaan pembangunan partisipatif,
pengembangan kapasitas pemerintahan desa, penyediaan prasarana sarana sosial
dasar, pelembagaan pengelolaan dana bergulir, pelembagaan badan kerja sama
antar desa, dan peningkatan kerja sama antar pemangku kepentingan.
Tujuan tersebut akan di evaluasi hasil dan capaiannya berdasarkan teori
William N. Dunn dengan melihat setiap komponen tujuan berdasarkan efektivitas,
efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatannya. Hasil dari evaluasi
tersebut dianalisis dari sisi pengembangan masyarakat khususnya dari sisi
penyiapan kapasitas masyarakat, pemberdayaan masyarakat, serta partisipasi
masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

44

memberikan gambaran tingkat pencapaian tujuan PNPM-MPd di Kecamatan
Kebayakan dari tahun 2007-2014.

PNPM-MPd merupakan
kebijakan pembangunan
partisipatif dalam upaya
meningkatkan keberdayaan
masyarakat

1.
2.
3.
4.
5.

Implementasi PNPM-MPd

Evaluasi PNPM-MPd

6.
7.

Tujuan PNPM untuk
meningkatkan:
Tingkat Partisipasi
Masyarakat
Pelembagaan
Pembangunan Partisipatif
Pengembangan Kapasitas
Pemerintahan Desa
Penyediaan Prasarana
sarana sosial dasar
Pelembagaan pengelolaan
dana bergulir
Pelembagaan BKAD
Kerja Sama antar
Pemangku Kepentingan

Teori Evaluasi Kebijakan
menurut William N. Dunn :
1. Efektivitas
2. Efisiensi
3. Kecukupan
4. Perataan
5. Responsivitas
6. Ketepatan

Memberikan gambaran tingkat
pencapaian pelaksanaan
PNPM-MPd di Kecamatan
Kebayakan

Gambar. 2.2 Alur Pemikiran