Identifikasi Dermatofita dan Superinfeksi Bakteri pada Tinea Pedis di RSUP H.Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Pedis
Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki atau jari kaki. Sinonimnya
yaitu foot ringworm atau athlete’s foot.1-3 Istilah athlete’s foot digunakan untuk
semua bentuk intertrigo di sela jari kaki yang selain disebabkan dermatofita dapat
pula karena sebab lain yaitu bakteri, kandida serta kapang nondermatofita. 3
2.1.1 Epidemiologi
Tinea pedis dijumpai di seluruh dunia, merupakan dermatofitosis yang paling
umum dan insidensinya tidak berhubungan dengan ras dan etnik tertentu. 2,9
Prevalensinya tinggi, diperkirakan 10% pada populasi dunia.2,3 Tinea pedis lebih
sering dijumpai di negara maju, yang dikaitkan dengan pemakaian sepatu tertutup
modern.2,9 Prevalensi tinea pedis di beberapa negara Asia seperti di Filipina,
Hongkong dan Singapura berturut-turut adalah 16,38%, 20,4% dan 27,2%.4-6 Pada
satu penelitian didapatkan proporsi tinea pedis 55% pada siswa pendidikan militer
di Sumatera Utara.7 Di RSUP H.Adam Malik Medan antara tahun 2009 – 2012
diketahui proporsi pasien tinea pedis dari seluruh kunjungan ke SMF IKKK
adalah 7,9%.8
Prevalensi tinea pedis meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering
dijumpai pada orang dewasa umur 31-60 tahun, diikuti umur di atas 60 tahun, dan

jarang dijumpai pada anak-anak. Pria lebih sering terinfeksi daripada wanita.11

Universitas Sumatera Utara

Insidensi tinea pedis lebih tinggi pada orang yang menggunakan tempat
mandi, shower dan kolam renang umum.2,9,15 Pekerjaan tertentu juga berhubungan
dengan meningkatnya risiko infeksi seperti pada pekerja tambang, tentara dan
atlet karena keterpaparan kelompok populasi ini terhadap keringat, trauma, sepatu
tertutup dan area bersama.9,15,20-22
2.1.2 Etiologi
Dermatofita mempunyai sifat mencerna keratin dan terbagi dalam 3 genus
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dermatofita juga dapat
dibedakan berdasarkan tempat dimana jamur biasanya ditemukan yaitu yang
bersifat zoofilik, geofilik dan antropofilik. Zoofilik terutama menyerang binatang
dan kadang-kadang manusia, geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan
dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, sedangkan antropofilik
adalah jamur yang hanya patogen pada manusia. Umumnya gejala klinik yang
ditimbulkan golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut
dan moderat dan lebih mudah sembuh sedangkan golongan antropofilik bersifat
kronis dengan radang yang relatif ringan dan residif. 1-3,23-25

Hingga kini diketahui 42 spesies dermatofita, terdiri dari 24 spesies
Trichophyton, 16 spesies Microsporum dan 2 spesies Epidermophyton.26
Organisme penyebab tinea pedis yang utama adalah T.rubrum , T. interdigitale
dan E. floccosum yang antropofilik,1,2,10,11,23 namun dermatofita zoofilik dan
geofilik juga dapat ditemukan pada lesi di kaki meskipun kurang sering. 1,3,9
Tarigan et al mendapatkan T. mentagrophytes 89,6%, T. rubrum 3,9%, E.
floccosum 6,5% pada kultur lesi tinea pedis dari siswa pendidikan militer. 7

Universitas Sumatera Utara

Transmisi dermatofitosis terjadi melalui kontak langsung dengan hewan dan
manusia yang terinfeksi atau secara tidak langsung dengan fomite yang
terkontaminasi.1-3,23,27
2.1.3. Patogenesis
Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen yang
terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan
karakteristik utama yang membedakan jamur dengan bakteri karena banyak
mengandung substrat nitrogen yang disebut dengan chitin. Benang-benang hifa
bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium. 28
Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora,

baik seksual maupun aseksual. Terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual
(gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa
penggabungan).3,28
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah yaitu perlekatan jamur ke
keratinosit, penetrasi diantara sel dan perkembangan respon imun pejamu.
Langkah pertama infeksi dermatofita adalah inokulasi jamur di kulit. Jamur
superfisial harus melewati beberapa rintangan agar arthrokonidia (struktur yang
dihasilkan dari fragmentasi sebuah hifa menjadi sel-sel tersendiri) yang
merupakan elemen infeksius, dapat melekat ke keratinosit. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perlekatan jamur antara lain sinar ultraviolet, variasi temperatur
dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan spingosin dan asam lemak
yang bersifat fungistatik.2,29

Universitas Sumatera Utara

Kemudian jamur menjalani fase germinasi dan pembentukan hifa yang
menyebar secara sentrifugal terutama di lapisan bawah stratum korneum. Setelah
miselium melekat, spora akan bertambah banyak di kulit dan berpenetrasi ke
stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan proses
deskuamasi. Pada saat penetrasi, jamur akan mensekresikan sejumlah enzimnya

yaitu proteinase, lipase dan musinolitik yang dapat mencerna keratin, sehingga
tersedia nutrisi untuk jamur. Kerusakan stratum korneum, oklusi, trauma dan
maserasi juga memudahkan penetrasi. Mannan, komponen dari dinding sel jamur
dapat juga menurunkan proliferasi keratinosit. Mekanisme pertahanan baru
muncul apabila lapisan lebih dalam epidermis telah dicapai oleh jamur, mencakup
kompetisi terhadap zat besi oleh transferin dan kemungkinan inhibisi
pertumbuhan jamur oleh hormon progesteron. 2,29
Keratinosit berperan langsung dalam respon terhadap infeksi dermatofita.
Keratinosit mengekspresikan toll-like receptor (TLR) terutama TLR-2 yang dapat
mengenali patogen (pattern recognation receptor) dan ligand nya pada
permukaan jamur (seperti pathogen-associated mollecular pattern (PAMPS)).
Interaksi keratinosit dengan dermatofita selanjutnya menghasilkan proliferasi
keratinosit, terjadi gangguan pembentukan keratinosit yang normal dan perubahan
cornified envelope yang menyebabkan perubahan fungsi sawar epidermal seperti
meningkatkan trans epidermal water loss (TEWL). Selain itu keratinosit (dan
infiltrat mononuklear) melepaskan sejumlah sitokin inflamasi seperti tumor
necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1 , IL-8 dan IL-16 sebagai reaksi
jaringan terhadap inflamasi.30

Universitas Sumatera Utara


Pertahanan nonspesifik juga berperan pada infeksi dermatofita. Beberapa
bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa (P.aeruginosa) dapat menginhibisi
pertumbuhan T. rubrum dan T. mentagrophytes, mencegah perkembangan tinea
dan kemudian berperan dalam respon imun nonspesifik. Peningkatan proliferasi
keratinosit juga dapat mempercepat deskuamasi elemen jamur. Selain itu
transferin dapat menginhibisi pertumbuhan jamur. Sel-sel pertahanan nonspesifik
diperankan oleh neutrofil dan makrofag yang dapat membunuh dermatofita,
kemudian dapat menarik komplemen ke tempat infeksi. 29,30
Setelah jamur masuk ke kulit, hal ini akan merangsang pembentukan sistem
imun dan sel-sel inflamasi dengan sejumlah mekanisme. Ikatan antara komponen
dermatofita dengan sel dendritik dapat merangsang respon imun spesifik. Respon
imun ini tergantung pada spesies dermatofita dan imunitas pejamu. Spesies
dermatofita zoofilik dan geofilik menimbulkan reaksi peradangan yang lebih kuat
dibandingkan dengan spesies antropofilik. Sementara respon imun pada pejamu
tergantung usia, jenis kelamin, status imun dan faktor genetik. Respon imun
seluler dimulai dari sel dendritik epidermal mengenali antigen jamur kemudian
terjadi maturasi sel dendritik, dan dihasilkan IL-12. IL-12 akan menginduksi sel T
dan sel natural killer (NK) untuk memproduksi interferon (IFN)- . Selanjutnya
IFN- dapat merangsang migrasi, proses fagositosis dan oxidative killing oleh sel

neutrofil dan makrofag. Respon imun humoral juga dapat ditemukan pada
penderita infeksi dermatofita, namun respon imun humoral ini tidak memiliki efek
protektif. Bagamana peranan imunitas humoral pada infeksi dermatofita belum
diketahui dengan jelas sampai sekarang karena terbentuknya antibodi tampaknya
tidak melindungi terhadap infeksi dermatofita. 29,30

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Faktor predisposisi
Temperatur tinggi, pH alkali dan hiperhidrosis memudahkan infeksi
dermatofita pada kaki. Faktor pejamu yang dapat meningkatkan infeksi ini
termasuk kulit yang rusak, maserasi pada kulit dan imunosupresi. 9
2.1.5. Gambaran klinis
Tinea pedis terdiri dari 4 tipe yaitu:
1.Tipe interdigitalis atau intertriginosa kronik merupakan bentuk yang paling
sering, terutama disebabkan oleh T.rubrum diikuti oleh T. interdigitale
antropofilik. Keluhan yang umum dijumpai rasa gatal, terbakar dan bau
tidak sedap. Ruamnya berupa eritema, skuama, erosi, maserasi dan fisura
pada daerah interdigitalis dan subdigitalis kulit kaki, khususnya jari 4 dan
5 dan disebut dengan dermatofitosis simpleks. Permukaan dorsal kaki pada

umumnya tidak terkena, tetapi daerah plantar yang berdekatan dapat
terlibat. Interaksi dengan bakteri dapat terjadi pada sela jari kaki dengan
gambaran klinis yang lebih berat dengan etiologi polimikroba disebut
dengan dermatofitosis kompleks yang menyebabkan fisura pada sela jari
kaki disertai dengan hiperkeratosis atau erosi. 2,3,9
2. Tipe hiperkeratotik kronis atau mokasin, tipikal disebabkan oleh T.rubrum,
ditandai dengan eritema plantar kronis yang dapat berupa skuama ringan
sampai hiperkeratosis difus. Skuama hiperkeratotik

kering dapat

melibatkan seluruh permukaan plantar kaki, meluas ke bagian lateral kaki,
sementara permukaan dorsal biasanya bersih. Eritemanya ringan dan dapat
tanpa keluhan, namun kadang-kadang dapat berkembang skuama

Universitas Sumatera Utara

hiperkeratotik dengan fisura. Tipe ini dapat dijumpai pada satu atau kedua
kaki. 2,3,9
3.Tipe


vesikobulosa

atau

inflamatori

biasanya

disebabkan

oleh

T.interdigitale antropofilik, ditandai dengan vesikel yang keras dan tegang,
bula dan pustula pada telapak kaki atau permukaan plantar mid anterior
dengan diameter 1 - 5 mm. Isi bula biasanya jernih atau berwarna kuning
tetapi dapat menjadi purulen karena superinfeksi bakteri Staphylococcus
aureus (S.aureus) atau Streptococcus grup A. Bula tampak bulat,
polisiklik, herpertiformis atau serpiginosa dengan dasar eritematosa dan
berlokasi pada lengkungan kaki, bagian samping kaki, jari kaki dan lipatan

subdigitalis. Vesikel yang baru muncul pada bagian perifer, dengan fisura
sering muncul pada lipatan dan celah subdigitalis (cleft and subdigital
crease). Puncak vesikel terlepas setelah beberapa hari disebabkan abrasi,
tampak permukaan merah dan keluar cairan dikelilingi oleh skuama kering
yang terlepas dengan cepat. Rasa gatal mungkin berat, disertai rasa
terbakar, nyeri dan inflamasi membuat sulit berjalan. Selain itu lesi dapat
disertai reaksi hipersensitivitas vesikular ( dermatifitid atau id). 2,3,9
4. Tipe ulseratif akut disebabkan oleh T. interdigitale antropofilik, ditandai
dengan lesi vesikopustular yang menyebar dengan cepat, ulkus dan erosi
dan sering disertai infeksi bakteri sekunder. Lesi ini biasanya mengalami
maserasi dan mempunyai pinggir yang berskuama. Infeksi ini mulai pada
daerah interdigitalis ketiga dan keempat dan meluas ke dorsum lateral dan
permukaan plantar dan adakalanya meluas sampai seluruh telapak kaki
mengelupas. Tipe ini umumnya diamati pada pasien imunokompromais dan

Universitas Sumatera Utara

diabetes. Komplikasi yang paling sering adalah selulitis, limfangitis,
demam dan malaise. 2,3,9
2.1.6 Diagnosis banding

Diagnosis banding termasuk kelainan kulit lainnya yang memproduksi
skuama, vesikel atau pustul pada kaki seperti dermatitis kontak, kandidiasis,
eritrasma dan psoriasis.2,12
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan-bahan
eksternal karena paparan terhadap bahan alergen maupun iritan. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dijumpai keluhan gatal atau nyeri dan riwayat
kontak dengan bahan yang dicurigai dan pada pemeriksaan klinis dijumpai
gambaran ruam polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan
likenifikasi tergantung dari stadium penyakit yang dapat bersifat akut maupun
kronis.31
Kandidiasis intertriginosa adalah infeksi yang disebabkan oleh yeast dari
genus Candida pada daerah intertriginosa. Erupsi pruritik muncul sebagai bercak
eritematosa maserasi dan plak tipis dengan satelit vesikulopustul. Pustul kemudian
membesar dan ruptur, meninggalkan dasar eritematosa dengan kolaret yang
mudah dilepaskan yang berkontribusi untuk terjadinya maserasi dan fisura.
Maserasi pada daerah sela jari kaki atau tangan dengan lapisan tanduk yang tebal
dan putih. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH ( kalium hidroksida)
dan kultur yaitu dijumpainya yeast.32
Eritrasma adalah infeksi bakteri superfisial pada kulit yang disebabkan oleh
Corynebacterium minutissimum (C. minutissimum) yang merupakan batang Gram


Universitas Sumatera Utara

positif, ditandai dengan bercak coklat kemerahan yang berbatas jelas tetapi tidak
teratur, muncul pada daerah intertriginosa atau adanya fisura dan maserasi putih
pada sela jari kaki terutama antara jari keempat dan kelima. Pada pemeriksaan
dengan lampu Wood menunjukkan fluoresensi coral-red.33
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang ditandai dengan
adanya gambaran berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dan menebal
dengan permukaan skuama yang berwarna putih keperakan.34
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis tinea pedis adalah berdasarkan gambaran klinis dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan mikroskopis langsung
dengan larutan KOH dan kultur jamur dari kerokan kulit.2,3 Selain itu dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologi dan yang terkini yaitu pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR).9
2.2 Tinea Pedis disertai Infeksi Bakteri
2.2.1 Mikrobiota normal kulit
Mikrobiota normal adalah populasi kelompok mikroorganisme yang mendiami
kulit dan selaput mukosa hewan dan manusia yang normal serta sehat. Mikrobiom
manusia adalah populasi organisme yang kompleks yang termasuk di dalamnya
banyak bakteri baik komensal maupun patogen. 35
Mikrobiota dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu mikrobiota
residen yang terdiri atas mikroorganisme yang jenisnya relatif tetap dan biasa
ditemukan di daerah-daerah tertentu dan pada umur tertentu; bila terganggu

Universitas Sumatera Utara

mikroorganisme itu tumbuh kembali dengan segera; berikutnya adalah mikrobiota
transien yang terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen,
berasal dari lingkungan sekitarnya, tidak menimbulkan penyakit, dan tidak
menetap secara permanen pada permukaan kulit. Anggota mikrobiota transien
umumnya kurang berarti apabila mikrobiota normal tetap utuh. Akan tetapi, bila
mikrobiota residen terganggu, mikroorganisme transien dapat berkoloni,
berproliferasi dan menimbulkan penyakit. 35,36
Sebagian besar mikroorganisme yang menetap pada kulit adalah basil difteroid
aerob dan anaerob (misalnya corynebacterium, propionibacterium); stafilokokus
nonhemolitik aerob dan anaerob (Staphylococcus epidermidis (S.epidermidis)),
kadang-kadang S. aureus dan spesies peptostreptococcus),29,37 bakteri Gram
positif, aerob, pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air dan tanah;
streptokokus

alfa

hemolitik

(Streptococcus

viridans)

dan

enterokokus

(Streptococcus faecalis); serta bakteri koliform Gram negatif dan Acinetobacter.
Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatan kulit.38
Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh merupakan
komensal. Mikrobiota residen pada daerah-daerah tertentu memegang peranan
dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Pada selaput mukosa dan
kulit, mikrobiota residen dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dan
kemungkinan timbulnya penyakit melalui “interferensi bakteri”. 35,36,38 Mekanisme
interferensi bakteri ini tidak jelas, dapat berupa persaingan untuk mendapatkan
reseptor atau tempat ikatan pada sel-sel inang, persaingan mendapatkan makanan,
saling menghambat melalui hasil metabolik atau racun, saling menghambat
dengan zat-zat antibiotika atau bakteriosin atau mekanisme lainnya. Penekanan

Universitas Sumatera Utara

flora normal akan menimbulkan sebagian kekosongan lokal yang cenderung diisi
oleh organisme dari lingkungan atau bagian tubuh lain. Organisme ini berlaku
sebagai oportunis dan dapat menjadi patogen.35,36
Sebaliknya anggota mikrobiota normal sendiri dapat menimbulkan penyakit
dalam keadaan tertentu. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit bila dalam
jumlah besar masuk ke tempat asing dan bila terdapat faktor-faktor predisposisi.35
2.2.2 Bakteri Gram positif
Staphylococcus sp adalah kokus gram positif yang berkumpul dalam kluster.
Staphylococcus sp komensal dibedakan oleh ketidakmampuannya untuk
memproduksi koagulase, enzim terkait virulensi yang penting. Staphylococcus
epidermidis dan Staphylococcus hominis adalah komensal koagulase negatif.39
Micrococcus

sp

adalah kokus Gram positif

juga,

dibedakan dari

staphylococcus oleh ketidakmampuannya untuk memproduksi asam secara
anaerob dari gliserol. Paling sedikit 8 spesies telah diisolasi dari kulit manusia,
yang paling sering adalah Micrococcus luteus (M.luteus).39
Coryneform adalah basil pleomorfik Gram positif. Komensal kulit termasuk
Corynebacterium sp, Propionibacterium sp, Dermabacter sp dan Brevibacterium
sp. Dermabacter sp dan Brevibacterium sp menyukai kulit glabrous yang lembab
seperti daerah sela jari kaki. Produksi methanethiol oleh Brevibacterium sp adalah
penyebab dari bau kaki.39

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Bakteri Gram negatif
Organisme Gram negatif normalnya tidak tinggal pada lingkungan kulit normal
yang kering. Kadang-kadang daerah intertriginosa yang lembab memungkinkan
tumbuhnya Acinetobacter sp.39
2.2.4 Patogenesis infeksi bakteri
Perkembangan dan evolusi infeksi bakteri melibatkan 3 faktor utama yaitu
pintu masuk dan fungsi sawar kulit, pertahanan pejamu dan respon inflamasi
terhadap invasi mikroba dan sifat patogenik organisme.36
Kulit normal yang intak relatif tahan terhadap infeksi dan kebanyakan infeksi
kulit terjadi ketika terdapat kerusakan sawar kulit. Maserasi, pencukuran, luka
kronis, ekskoriasi karena gigitan serangga yang gatal dan kerusakan sawar
epidermal oleh patogen lain adalah beberapa jalan bakteri dapat menerobos sawar
kulit. Contohnya trauma kulit, maserasi interdigitalis atau tinea pedis dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya selulitis pada tungkai bawah pada orang
sehat tanpa inkompetensi vena atau ulkus pada kaki. 36
Bakteri tidak mampu memasuki lapisan berkeratin kulit normal dan ketika
diberikan ke permukaan, jumlahnya dengan cepat berkurang. Maserasi dan oklusi
mengakibatkan pH, kandungan CO2, dan kandungan air epidermal yang lebih
tinggi. Hal ini menghasilkan peningkatan flora bakteri secara dramatis. Beberapa
bakteri seperti Gram negatif, dapat hanya dijumpai pada tempat tertentu, diduga
kondisi kulit normal mencegah bakteri ini mengkolonisasi kulit. Kulit normal
yang relatif kering terutama berkontribusi pada terbatasnya pertumbuhan bakteri,
terutama basil Gram negatif.36

Universitas Sumatera Utara

Lipid yang dijumpai pada permukaan kulit juga mempunyai efek antibakteri.
Asam lemak bebas, asam linoleik dan linolenik lebih menginhibisi S.aureus
daripada stafilokokus koagulase negatif yang merupakan bagian dari flora normal
kulit. Spingosin, glukosilseramid, dan cis-6-hexadeconic acid mempunyai
aktivitas antimikroba melawan S.aureus. Interferensi bakteri memberikan
pengaruh utama pada keseluruhan komposisi flora kulit.36
2.2.5 Infeksi bakteri sekunder pada tinea pedis
Infeksi sekunder berkembang pada daerah kulit yang sudah rusak. Meskipun
kehadiran bakteri tidak menyebabkan penyakit kulit yang mendasari, proliferasi
dan invasi pada daerah sekitarnya dapat memperburuk dan memperlama penyakit.
Infeksi sekunder ini dapat terjadi ketika integritas kulit terganggu atau lingkungan
imun lokal berubah oleh kondisi awal kulit.36
Daerah kaki menunjukkan diversitas jamur yang banyak dan stabilitas yang
lebih

rendah

sepanjang

waktu.

Ketidakstabilan

komunitas

mikroba

menguntungkan mikroba yang berpotensi patogen untuk menimbulkan penyakit.
Daerah tumit, sela jari kaki dan kuku kaki merupakan tempat sering berulangnya
penyakit jamur yang dapat rekalsitrans terhadap pengobatan. 40
Pada pemakai sepatu, sela jari keempat sering mengalami hiperhidrasi dan
kulit mengalami maserasi. Kondisi ini mempertahankan jumlah bakteri yang luar
biasa besar terutama flora residen yang umum seperti Brevibacterium sp, tetapi
organisme Gram negatif seperti Acinetobacter sp, Alkaligenes sp juga ditemukan
pada tempat ini. Pada orangtua dan pada iklim tropis, koliform dan organisme lain
dari flora intestinal dapat juga dijumpai.38

Universitas Sumatera Utara

Leyden & Kligman menemukan baik sela jari kaki yang normal dan patologis
sering dikolonisasi oleh bakteri dalam

jumlah besar termasuk

famili

Micrococcaceae (staphylococcus dan micrococcus), bakteri difteroid aerobik
(khususnya strain lipofilik), dan bakteri Gram negatif.11 Ragi dan dermatofita
kadang-kadang diisolasi dari individu tanpa tanda-tanda terkini atau riwayat gejala
athlete’s foot sebelumnya. Pada dermatofitosis kompleks (pada sela jari kaki yang
maserasi), jamur kurang sering dijumpai tetapi S. aureus, bakteri Gram negatif, C.
minutissimum, Brevibacterium epidermidis (B.epidermidis) dan Micrococcus
sedentarius (M.sedentarius) meningkat secara signifikan. Pada stratum korneum
yang rusak, spesies bakteri patogen menginduksi inflamasi dan maserasi.11,13
Dermatofitosis kompleks yang berkembang menjadi bentuk yang lebih berat
dengan maserasi yang putih, basah, pruritus hebat, sangat bau, kemerahan, edema,
nyeri dan fisura, pada keadaan ini jumlah bakteri meningkat tiga kali lipat
termasuk di dalamnya bakteri kokus Gram positif dan basil serta organisme Gram
negatif terutama Proteus sp dan Pseudomonas sp.41
Penelitian lain menunjukkan tipe bakteri yang paling banyak berhubungan
dengan infeksi jamur pada kulit pada keadaan lembab dan ulserasi adalah
Eschericia coli (E.coli), Proteus mirabilis (P.mirabilis), Bacillus subtilis
(B.subtilis) dan Klebsiella pneumoniae (K.pneumoniae).14
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis tinea pedis antara lain pemeriksaan mikroskopis langsung dengan
larutan KOH, kultur jamur, histopatologi dan PCR.9 Bila diduga disertai infeksi

Universitas Sumatera Utara

bakteri sekunder dilakukan pewarnaan Gram dan kultur bakteri dan pemeriksaan
lampu Wood bila dicurigai infeksi oleh C.minutissimum atau Pseudomonas sp.9
2.3.1 Mikroskopis langsung
Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH adalah alat skrining
pertama untuk mengidentifikasi spora dan hifa. Untuk diagnosis mikroskopik
yang akurat, tehnik sampling adalah penting. Lesi pertama dibersihkan dengan
alkohol 70%, hapus dengan lembut untuk mengangkat sisa obat atau produk
perawatan kulit. Kerokan kulit dibuat dengan menggunakan skalpel tumpul no.15.
Jika dijumpai lesi multipel maka daerah lesi dipilih untuk sampling yaitu daerah
dengan pinggir aktif dan atap vesikel. Bahan kerokan ini kemudian ditempatkan
pada slide mikroskop dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20%. Setelah 15-30
menit, spesimen dapat diperiksa di bawah mikroskop. Terdapatnya hifa yang
bersepta dan spora menyatakan diagnosis infeksi dermatofita.9,42
2.3.2 Kultur jamur
Pada lesi maserasi atau vesikobulosa erosif, koinfeksi bakteri Gram negatif
membuat sulit untuk menemukan elemen jamur, karena itu hasil mikroskopik
yang negatif tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi jamur sehingga
biasanya kultur jamur digunakan untuk menemukan jamur penyebab.9
Jamur tumbuh dengan cepat pada media sederhana berisi glukosa dan sumber
nitrogen organik. Banyak laboratorium menggunakan agar glukosa/pepton
sederhana, dengan gula 4%, pepton 1% dan pH asam (Sabouraud’s dextrose agar
(SDA)) atau dengan gula 2%, pepton 1% dan pH netral (modifikasi Emmon).
Antibiotik antibakteri seperti gentamisin (0,0025%) dan / atau kloramfenikol

Universitas Sumatera Utara

(0,005%) ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi dan jika infeksi
dermatofita didiagnosis, penambahan sikloheksimid 0,04% akan menghambat
pertumbuhan jamur kapang nondermatofita. 3
Medium harus diisi lebih tebal untuk mencegah kekeringan, 30 ml / 90 ml
piring petri adalah cukup. Suhu inkubasi harus 26-28°C dan kultur harus ditunggu
maksimum 3-4 minggu, meskipun secara rutin digunakan waktu 2 minggu. 3
Jamur dermatofita dapat diidentifikasi dari hasil kultur yang tumbuh.
Identifikasi untuk mengetahui genus atau spesies dermatofita adalah dengan
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik jamur untuk melihat struktur
jamur.2,3,42
Pada pemeriksaan makroskopik yang harus diamati adalah morfologi koloni
jamur yang tumbuh meliputi warna, permukaan koloni dan warna dasar koloni,
tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar),
bentuk koloni (meninggi, berlipat/ bertumpuk), pinggir koloni dan kecepatan
pertumbuhan.3
Pemeriksaan struktur mikroskopik jamur berguna untuk membedakan
karakteristik masing-masing dermatofita dengan cara mengamati hifa dan konidia
(makrokonidia dan mikrokonidia) atau struktur jamur lainnya. 3

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan gambaran karakteristik beberapa
spesies dermatofita yang umum dijumpai berdasarkan morfologi koloni dan
gambaran mikroskopisnya pada media kultur.

Gambar 2.1 Karakteristik dermatofita pada media kultur
Dikutip dari kepustakaan 2

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan gambar 2.1
Dikutip dari kepustakaan 2

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Histopatologi
Ketika pemeriksaan mikroskopik langsung dan kultur hasilnya negatif,
pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mempersempit diagnosis
banding, meskipun demikian histopatologi bukan prosedur standar laboratorium. 3
Gambaran

histopatologi

infeksi

dermatofita

yaitu

terdapatnya

netrofil,

orthokeratosis padat, dan “sandwich sign” (hifa antara stratum korneum bagian
atas dan stratum korneum parakeratotik pada lapisan yang lebih bawah). Deteksi
elemen jamur ini dilakukan dengan pewarnaan periodic acid schiff (PAS) atau
methenamine silver.9
2.3.4 Pemeriksaan PCR
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.
Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit, rambut dan kuku.43
Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan
kurang spesifik.44
2.3.5 Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien
dengan lesi kulit dan termasuk di dalamnya pengambilan spesimen yang tepat,
interpretasi hapusan pewarnaan Gram dan penggunaan media selektif untuk
kultur.33
Kualitas spesimen adalah krusial karena kegagalan dalam pengumpulan
spesimen adalah penyebab paling umum kegagalan menetapkan diagnosis

Universitas Sumatera Utara

etiologik. Spesimen harus dikirim ke laboratorium segera setelah pengumpulan,
karena viabilitas bakteri dapat hilang jika spesimen tertunda pemrosesannya. 43
Pemeriksaan pewarnaan Gram menggunakan larutan iodine dalam potassium
iodide pada sel-sel yang sebelumnya sudah diwarnai dengan pewarna akridin
seperti kristal violet. Perlakuan ini menghasilkan kompleks ungu tidak larut.
Kompleks warna ungu iodine disaring oleh sel Gram negatif, sementara bakteri
Gram positif menahannya.43
Media untuk kultur dapat dibedakan atas:
1. Media nutrisi
Komponen media nutrisi dibuat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
bakteri untuk memungkinkan isolasi dan perkembangbiakan. Media disiapkan
dengan enzim atau asam pencernaan dari hewan atau produk tanaman seperti
otot, susu atau kacang.43,44
2. Media selektif
Media selektif digunakan ketika organisme patogen spesifik terlihat pada
tempat-tempat dengan flora normal ekstensif. Pada kasus ini, bakteri lain
dapat berkembang melebihi spesies etiologik yang disangkakan pada media
nutrisi sederhana karena patogen tumbuh lebih lambat atau karena terdapat
dalam jumlah yang lebih sedikit. Media selektif biasanya berisi zat warna, zat
aditif kimiawi lain atau antimikroba pada konsentrasi yang diperuntukkan
untuk menghambat flora kontaminasi tetapi tidak untuk patogen tersangka. 43,44

Universitas Sumatera Utara

3. Media indikator
Media indikator berisi substansi untuk karakteristik biokimia atau gambaran
lainnya dari patogen spesifik. Penambahan satu atau lebih karbohidrat pada
media dan indikator pH sering digunakan.43,44
4.Kondisi atmosferik43
a. Aerobik
Kultur bakteri aerobik paling banyak ditempatkan pada inkubator dengan
temperatur 35 - 370C.
b. Anaerobik.
Bakteri anaerobik tidak akan tumbuh dan akan mati bila terpapar oksigen
atmosferik. Spesimen yang diduga berisi anaerob harus diproses di bawah
kondisi untuk mengurangi paparan terhadap oksigen atmosfir.
5. Isolasi mikroorganisme dalam biakan murni
Sifat-sifat mikroorganisme diteliti dengan cara mikroorganisme tersebut
dibiak terlebih dahulu dalam biakan murni yang bebas dari jenis-jenis
bakteri lain.44
2.4 Pengobatan
Tinea pedis interdigitalis ringan tanpa keterlibatan bakteri diterapi secara
topikal dengan alilamin, imidazol, ciclopirox, benzylamine, tolnaftat atau krim
berbasis asam undesenoik. Terbinafin oral dosisnya 250 mg setiap hari selama 2
minggu. Itrakonazol diberikan 400 mg setiap hari selama 1 minggu pada orang
dewasa, 200 mg setiap hari selama 2 – 4 minggu atau 100 mg setiap hari selama 4
minggu dengan efikasi yang sama pada seluruh regimen, sementara itrakonazol

Universitas Sumatera Utara

pada anak-anak diberikan pada dosis 5 mg/kg/hari selama 2 minggu. Flukonazol
150 mg setiap minggu selama 3-4 minggu juga efektif. Kortikosteroid topikal atau
sistemik dapat membantu untuk perbaikan simtomatis selama periode inisial
pengobatan antijamur dari tinea pedis vesikobulosa. Maserasi, denudasi, pruritus,
dan malodor menunjukkan terjadinya koinfeksi bakteri yang paling sering adalah
oleh organisme Gram negatif termasuk Pseudomonas dan Proteus. Pasien yang
diduga koinfeksi dengan Gram negatif harus diobati dengan obat antibakteri
topikal atau sistemik berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas. 2

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Teori

Dermatofita :
Trichophyton sp
Microsporum sp
Epidermophyton sp
sinar UV, suhu & kelembaban, flora
normal, spingosin, asam lemak

Perlekatan jamur ke keratinosit
Kerusakan stratum korneum,
oklusi, trauma dan maserasi

Jamur mengeluarkan enzim
proteinase, lipase, musinolitik

Penetrasi antar sel

Peran keratinosit :
- ekspresi TLR-2
- proliferasi keratinosit

Kompetisi zat besi oleh transferin
,inhibisi pertumbuhan jamur oleh
hormon progesteron

- sitokin inflamasi: TNFα,
IL-1 , IL-8 dan IL-16

Imunosupresi
Respon imun seluler :
sel dendritik epidermal mengenali
Ag jamur  maturasi sel
dendritik  IL-12  sel T dan
sel NK  IFN-  migrasi,
fagositosis dan oxidative killing
oleh sel neutrofil dan makrofag.

Pemeriksaan:

Perkembangan respon imun
pejamu

Gambaran klinis tinea pedis :
tipe interdigitalis, hiperkeratotik kronis
vesikobulosa, ulseratif akut

KOH

superinfeksi
bakteri Gram (+),
bakteri Gram (-)

Kultur jamur
Kultur bakteri +

Pertahanan nonspesifik:
-bakteri P.aeruginosa menginhibisi T.
rubrum dan T. mentagrophytes,
- neutrofil dan makrofag

Tinea pedis disertai infeksi bakteri

pewarnaan Gram
Histopatologi
PCR

- Antijamur : topikal, sistemik
Pengobatan

-Antibiotika: topikal, sistemik

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep

Pemeriksaan
KOH

Tinea Pedis :
tipe interdigitalis
tipe hiperkeratotik kronis
tipe vesikobulosa
tipe ulseratif akut

Kultur jamur

disertai superinfeksi bakteri

Pemeriksaan
Kultur bakteri

Identifikasi dermatofita

Identifikasi bakteri

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara